Teori Tarjamah
Oleh :
Nabila Rasyidah 1205618023
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Teori Terjemah berjudul “Diksi dalam
Penerjemahan”.
Kami meminta maaf karena kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Bapak dosen
kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Penulis
A. Definisi Penerjemahan
Ada beberapa definisi dari berbagai sumber mengenai penerjemahan.
Penerjemahan berasal dari Bahasa Arab Tarjammah yang berarti mengalihbahasakan
suatu bahasa ke bahasa lain. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi
ketiga terjemah/ menerjemahakan merupakan menyalin /memindahakan suatu bahasa
ke bahasa lain atau mengalihbahasakan.
Jadi, penerjemahan itu proses mengalih bahasa atau mengaliheja secara tulisan
suatu bahasa ke bahasa lain tanpa mengubah pesan yang ingin disampaikan.
Walaupun terjadi perubahan bentuk (frasa, klausa, kalimat dan paragraf). Seperti yang
ditulis Nida dan Taber (12:1974) penerjemahan harus bertujuan untuk menyampaikan
pesan. Tetapi penyampaian pesan ini akan mengalami penyesuaian bentuk leksikal
dan gramatikal.
Memang bukan hal yang mudah dalam menerjemahkan suatu teks. Ketika
menerjemahkan teks, penerjemah dihadapkan pada perbedaan bentuk frasa, klausa,
kalimat teks sumber dan teks sasaran. Setiap bahasa memiliki aturan masing-masing
yang dipengaruhi oleh budaya masing-masing pula. Yang terpenting adalah ketika
menerjemahkan suatu kalimat, penerjemah harus menyadari bahwa akan ada
perubahan bentuk frasa, klausa dan kalimat.
B. Definisi Diksi
Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary (bahasa
Inggris yang kata dasarnya diction) berarti perihal pemilihan kata. Dalam Websters
(Edisi ketiga, 1996) diction diuraikan sebagai choice of words esp with regard to
correctness, clearness, or effectiveness. Jadi, diksi membahas penggunaan kata,
terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dan keefektifan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi adalah pilihan kata yang tepat
dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasansehingga
diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Menurut Harimurti Kridalaksana,
diksi adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam
berbicara di depan umum atau dalam karang-mengarang.
Suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. Dari
beberapa pendapat di atas, secara umum Penulis menyimpulkan bahwa diksi adalah
pilihan kata yang sesuai dengan makna atau gagasan yang ingin disampaikan oleh
pembicara, penulis, dan penerjemah. Kata-kata tersebut harus tepat digunakan dalam
situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar dan pembaca.
Dengan demikian, diksi yang baik dapat diketahui apabila sebuah tulisan
mampu dipahami oleh pembaca sesuai dengan tingkat keahlian di mana tulisan itu
ditujukan.
Pemilihan kata bukan saja mempertimbangkan lawan bicara, tetapi juga ingin
menunjukkan watak pembicara. Itu sebabnya seorang pembicara bukan saja
dituntut untuk mengetahui pada saat mana suatu kata digunakan, dan pada saat
mana kata tersebut tidak dapat dimanfaatkan. Kesalahan seorang penulis atau
pembicara dalam pemilihan kata akan berakibat perubahan makna yang diterima
oleh pembaca atau pendengar. Sehingga pesan yang disampaikan tidak dapat
tersalurkan, bahkan memungkinkan adanya kesalah pahaman.
Makna kata dapat menimbulkan reaksi pada orang yang mendengar atau
membaca. Reaksi yang timbul itu dapat berwujud “pengertian” atau “tindakan”.
Dalam berkomunikasi kita tidak hanya berhadapan dengan “kata”, tetapi dengan
suatu rangkaian kata yang mendukung suatu amanat. Pembaca atau pendengar
yang berlainan akan mempengaruhi pula pilihan kata dan cara penyampaian
amanat tersebut.
Dengan demikian seseorang yang telah mengetahui makna sebuah kata tidak
akan begitu saja berbicara atau menulis. Banyak faktor yang harus diperhatikan,
dipertimbangkan, dan diperhitungkan.
Dalam pencarian padanan, kita akan dihadapkan pada beberapa kasus. Kasus-
kasus tersebut di antaranya seperti:
a. Istilah/kata yang memiliki padanan dalam bahasa Indonesia.
• Kata tersebut sebetulnya ada padanannya dalam bahasa Indonesia,
namun dengan makna yang lebih luas, misalnya dalam bahasa Inggris, kata
rice yang dapat berarti ’padi/beras/nasi’. Dalam hal ini, konteks sangat
menentukan padanan kata yang dimaksud.
• Suatu kata dari bahasa sumber dapat memiliki makna ganda dan
mempunyai dua padanan dalam bahasa Indonesia, misalnya, dalam bahasa
Arab, kata maktab dapat berarti ’meja’ atau ’kantor’. Penerjemah harus
memilih yang mana yang paling cocok dengan konteksnya.
• Banyak juga kata-kata yang sebetulnya memiliki padanan dalam bahasa
Indonesia, tetapi dengan konotasi khusus, misalnya, dalam bahasa Inggris,
kata café bermakna ’warungkopi’; kitchen bermakna ’dapur’. Rasa rendah
diri dan kebiasaan berbahasa orang Indonesia tampaknya ikut menentukan
dalam pengadopsian atau peminjaman istilah-istilah asing tersebut. Istilah
"dapur" digunakan untuk dapur tradisional yang kotor, sedangkan kalau
dapur itu bersih dan modern namanya kitchen. Dari istilah itu muncul
kitchen-set di mana-mana. Sama halnya dengan keempat istilah lain yang
tersebut di atas. Ada yang dipinjam bulat-bulat dalam bentuk aslinya, ada
pula yang secara perlahan-lahan disulap menjadi bahasa Indonesia, seperti
café atau kafe. Dalam petunjuk-petunjuk penerjemahan sering dikatakan
bahwa penerjemah harus menggunakan padanan istilah yang digunakan di
Indonesia.
b. Istilah/kata yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Biasanya
terdapat dalam istilah budaya yang menyangkut adat/kebiasaan, bangunan,
tumbuhan, makanan dan minuman. Contoh, dalam bahasa Arab kata al-
basyaam tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, tetapi di kamus
al-Munawwir, kata tersebut diartikan ‘nama pohon’. Dalam hal ini,
seorang penerjemah harus kreatif untuk mencari padanan yang cocok
dalam bahasa Indonesia, misalnya dengan bertanya kepada ahli bahasa,
baik sasaran, maupun sumber.
Jadi pada intinya, diksi dalam penerjemahan sangat amatlah penting. Karena
dengan diksi yang tepat, penerjamahan pun dapat menjadi lebih tepat.
Kesimpulan
Penerjemahan adalah memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa
yang satu (BSu) ke bahasa yang lain (BSa) dengan menyesuaikan kaidah kedua bahasa
tersebut. Diksi adalah pilihan kata yang sesuai dengan makna atau gagasan yang ingin
disampaikan oleh pembicara, penulis, dan penerjemah. Kata-kata tersebut harus tepat
digunakan dalam situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar dan
pembaca.
Memilih kata yang tepat pada hakikatnya merupakan pekerjaan rutin penerjemah
dalam usahanya mengalihkan pesan dari teks berbahasa sumber ke dalam teks terjemahan
yang akan ditulisnya. Seorang penerjemah berpengalaman sekalipun pasti selalu mengalami
kesulitan mencari kata yang tepat, dengan bobot dan konotasi yang tepat, yang akan
mendorongnya untuk menciptakan kata baru, mengindonesiakan kata asing atau “meminjam”
kata tersebut. Teks baru akan memberinya kesulitan lain. Bedanya dengan penerjemah baru
adalah bahwa pengalaman telah memberinya cara untuk meng-atasi kesulitan itu lebih cepat.
Berhubungan dengan hal di atas, pekerjaan menerjemahkan adalah pekerjaan yang
memerlukan keuletan, kesabaran, dan terutama kecintaan pada pekerjaan yang dapat me-
maksanya untuk duduk berjam-jam di depan komputer atau berjalan ke sana ke mari untuk
berkonsultasi atau mencari bahan pendukung pekerjaannya.
Daftar Pustaka
http://lingua-bahasa.blogspot.com/2012/07/definisi-penerjemahan.html?
m=1
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8214/1/ANNA
%20SARASWATI-FAH.pdf
ANALISIS DIKSI TERHADAP PENERJEMAHAN KITAB FIQHUL-MAR’ATIL-
MUSLIMAH (STUDI KOMPARATIF). UMANIH. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. 2007.