Anda di halaman 1dari 14

PROSEDUR PENERJEMAHAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Tarjamah 1 Semester Genap 2022/2023

Dosen pengampu
Rizka Eliyana Maslihah, M.Pd.I

Disusun Oleh Kelompok 7/PBA C

1. Eka Sakti Fatmawati : 202190076


2. Fifit Rahayu Dwi Lestari : 202190077

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada
penyusun sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dan
selesai dengan hasil yang tidak mengecewakan.
Makalah ini kami tulis dalam rangka untuk menyelesaikan tugas dan
memenuhi penilaian mata kuliah Tarjamah 1. Dalam makalah ini kami mengupas
tentang beberapa prosedur dalam penerjemahan.
Dengan segala kerendahan hati penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini,
sehingga dapat terselesaikan. Diantaranya kepada :
1. Rizka Eliyana Maslihah, M.Pd.I, selaku dosen mata kuliah Tarjamah 1.

Semoga dengan kami menyelesaikan makalah ini, nilai kami dapat


memenuhi standart. Dan semoga makalah yang kami tulis dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan terutama penyusun.
Mengingat tiada manusia  yang sempurna di dunia ini jika ada kekurangan
dalam penyusunan, kami meminta maaf. Untuk kesempurnaan dalam makalah ini
kami meminta kritik dan saran dari kalian agar makalah ini dapat menjadi lebih
baik.

Ponorogo, 16 Februari 2022

Kelompok 7/ PBA C
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata terjemah berasal dari bahasa Arab, yaitu tarjama (‫)ترجم‬, yutarjimu (
‫) ي<ترجم‬, dan tarjamatan (‫)ترجمة‬.1 Adapun padanannya dalam bahasa Inggris adalah
translation yang berasal dari kata kerja translate. Kata penerjemahan
mengandung pengertian proses alih pesan, sedangkan kata terjemahan artinya
hasil dari suatu terjemahan.2 Suhendra Yusuf menyatakan terjemah diartikan
sebagai semua kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau
pesan. Sedangkan secara terminologis, banyak ahli yang mengemukakan definisi
penerjemahan. Salah satunya adalah As'ad M. Hakim, ia mengemukakan bahwa
penerjemahan adalah upaya mengganti teks dari suatu bahasa ke bahasa lain
dengan tetap menjaga keutuhan makna. Secara bebas definisi ini bisa
diterjemahkan sebagai suatu kiat yang untuk mengganti suatu pesan atau
pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama
dengan bahasa lain".
Dalam proses penerjemahan terdapat beberapa prosedur yang akan kami
bahas dalam makalah kami dengan rumusan masalah sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Prosedur Literal?
2. Apa itu Prosedur Transkripsi?
3. Apa iyu Prosedur Ekuivalensi Budaya?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari Prosedur Literal.
2. Untuk mengetahui pengertian dari Prosedur Transkripsi.
3. Untuk menegetahui pengertian dari Prosedur Ekuivalensi Budaya.

1
Louis Ma'luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wal-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), hal.60.
2
M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Publisher, 2003), hal.18.
BAB II

PEMBAHASAN

Menurut Newmark, istilah prosedur merujuk pada proses penerjemahan


kalimat dan unit-unit terjemah yang lebih kecil, sedangkan metode mengacu pada
proses penerjemahan teks secara keseluruhan. Objek metode penerjemahan adalah
wacana, sedangkan objek prosedur adalah bahwa keduanya merupakan cara yang
digunakan oleh penerjemah dalam memecahkan masalah penerjemahan. Selanjutnya,
secara konseptual metode digunakan sebagai prinsip umum atau pendekatan dalam
menangani sebuah tek, sedangkan prosedur memperlihatkan adanya tahapan
penanganan masalah.

Karena objek prosedur itu berupa kalimat dan kalimat itu sendiri sangat
banyak jenisnya dan sangat variatif, maka tidaklah heran jika jenis prosedur pun
sangat banyak dan variatif. Meskipun jumlah prosedur itu banyak, ada jenis prosedur
yang dianggap sangat pokok dan sering digunakan oleh penerjemah. Di antara
prosedur penerjemahan yang pokok tersebut ialah sebagai berikut.

A. Prosedur Literal
Literal atau kata per-kata merupakan penerjemahan yang mentransfer
langsung dari teks bahasa sumber ke teks bahasa sasaran. 3 Prosedur ini adalah
prosedur “kebetulan”, digunakan ketika istilah dalam bahasa sumber (BSu)
transparan atau mendukung secara semantic, dan dalam bahasa yang standar. 4
Penerjemahan literal tepat digunakan untuk menerjemahkan dua bahasa
yang memiliki struktur tata bahasa yang sama. Perlu diperhatikan bahwa meski
diterjemahkan secara literal namun struktur bahasa dan makna yang terkandung
tetap terpelihara. Hatim dan Munday (2004:150) menyebutkan ada lima faktor
terjemahan literal tidak bisa dilaksanakan, yaitu jika penerjemahan memberikan
3
Hatim & Munday, A Linguistic Theory of Translation, 2004, hal.149.
4
Newmark, A Textbook of Translation, (Shanghai: Shanghai Foreign Language Education Press,
2001), hal. 75.
makna yang berbeda, tidak memiliki makna, tidak sesuai dengan struktur tata
bahasa, tidak memiliki ekspresi yang sesuai dalam metalinguistic bahasa sasaran,
atau tidak masuk akal secara konteks, memiliki kesesuaian ekspresi, namun bukan
pada register yang sama, dan jika terdapat perbedaan tingkat bahasa.
Prosedur ini sangat text-centered, sampai-sampai struktur bahasa sumber
pun, termasuk word order, dipertahankan sedemikian rupa. Itulah yang menjadi
sebab penerapan prosedur ini sering kali menghasilkan terjemahan yang kurang
diterima. Sehingga tidak salah jika ada yang berbendapat bahwa prosedur ini sulit
untuk diterapkan, terlebih lagi saat dihadapkan pada unit terjemahan yang
panjang.
B. Prosedur Transkripsi
Prosedur transkripsi merupakan proses pengalihan kata atau frase dari
bahasa sumber ke dalam bahasa target dengan cara menyalin bentuk hurufnya.
Proses penyalinan huruf lantas diikuti deengan proses naturalisasi dan adaptasi
dalam bahasa target. Di sinilah terjadi penyesuaian kata yang ditransfer dengan
sistem fonetik dan fonologi bahasa target. Penyesuaian bertujuan untuk
menghasilkan kata yang selaras dengan kaidah fonotaktik dan morfotatik yang
berlaku.
Menurut Syihabuddin (2005), prosedur transkripsi biasanya digunakan
penerjemah karena beberapa alasan, yaitu; (1) untuk menarik perhatian pembaca,
(2) kata yang ditranskripsi memiliki pengertian khusus yang penjelasannya
dipandang terlalu panjang, (3) kata tersebut tidak dapat dipadankan dalam bahasa
target.5
Umumnya penggunaan prosedur transkripsi ini terkait dengan nama
orang, nama georafis, nama koran atau majalah, nama jalan, judul penerbitan,
nama industri, objek kebudayaan atau konsep yang berhubugan dengan kelompok
tertentu, dsb. Istilah-istilah kebudayaan juga sering ditranskripsi demi
mempertahankan kekhasan dan nuansa lokal, sehingga menarik perhatian
5
Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung: Humaniora, 2005), hal. 96.
pembaca untuk mengapresiasi budaya bahasa sumber. Syihabuddin (2005)
mengungkapkan, paling tidak terdapatempat keuntungan prosedur transkripsi
dalam penerjemahan Arab-Indonesia, diantaranya yaiu; memberi kelengkapan
pengertian di bidang semantik, mengisi kekosongan leksikon bahasa Indonesia,
dan memenuhi kebtuhan khusus suatu register.6
C. Prosedur Ekuivalensi Budaya
Prosedur Ekuivalensi adalah cara penerjemahan istilah bahasa sumber,
tentang apa saja, kedalam bahasa penerima. Istilah tersebut sangatlah beragam
kompleksitasnya sehingga beragam pula cara penerjemahanya. Keragaman cara
penerjemahan istilah inilah yang dimaksud dengan teknik sebagai penjabaran dari
prosedur ekuivalensi. Kamus besar bahasa Indonesia mengertikan istilah dengan
kata atau gabungan kata, yang dengan cermat mengunggkapkan suatu makna
konsep, proses, keadaan, atau sifat khas dalam bidang tertentu.
Melalui prosedur ini penerjemah berupaya mencari padanan yang pas
dalam menerjemahkan umgkapan-ungkapan kebudayaan bahasa sumber. Padanan
diupayakan sesuai dengan ungkapan-ungkapan kebudayaan yang berlaku dalam
bahasa target. Sebagai contoh ungkapan‫‘ ال ِّر َماء تُ ْمُأَل ْال َكنَاِئن قَ ْب َل‬sebelum memanah isi
terlebih dahulu tabung anak panah’ lebih diterima jika diterjemahkan menjadi
sedia payng sebelum hujan. Terjemahan ini lebih dikenal dan mudah dipahami
ketimbang terjemah harfiyahnya. Struktur akhir keduanya memang berbeda,
tetapi struktur batin keduanya jelas sama. Padanan untuk ungkapan ini tidak
diterjemahkan secara harfiah dalam bahasa Arab seperti ‫ اس<<تعد مغل<<ة قب<<ل المطر‬,
karena dalam hal ini yang diterjemahkan bukanlah kata melainkan pesan budaya
atau muatan budaya sehingga ungkapan tersebut juga harus diterjemahkan dengan
ungkapan budaya juga, meskipun jika ditterjemahkan secara harfiyah bentuknya
akan berbeda.

6
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
2011), hal.63
Teknik Equivalensi (al-ta’ddul), Menurut Enani, dengan mengutip
pendapat Vinay, teknik equivalensi ini biasanya digunakan dalam konteks-
konteks tertentu untuk menyeleraskan makna antara dua bahasa yang berbeda,
yaitu antara bahasa sumber (BSu) dengan bahasa sasaran (BSa). Teknik ini
mempunyai manfaat yang besar untuk menerjemahkan istilah atau ungkapan-
ungkapan tertentu.
Dalam praktiknya. Prosedur ekuivalensi budaya ini kerap dilengkapi
dengan prosedur ekuivalensi budaya fungsional dan deskriptif. Ketika prosedur
literal dan prosedur transkripsi kurang pas diterapkan pada kosa kata kebudayaan
tertentu, dapatlah digunakan prosedur transkripsi tentang ekuivalensi atau fungsi
kebudayaan itu. Prosedur ini merupakan langkah terakhir dalam menerjemakan
unit linguistik yang berkaitan dengan kosakata kebudayaan. Jadi, prosedur
ekuivalensi budaya, transkripsi, dan deskripsi ekuivalensi atau fungsi merupakan
rangkaian prosedur yang dapat saling menggantikan dalam menerjemahkan kosa
kata atau ungkapan yang bernuansa budaya tertentu. Prosedur ekuivalensi ini
selanjutnya dijabarkan ke dalam teknik penerjemahan berikut.
1. Teknik Korespondensi
Dengan teknik ini penerjemah menyamakan konsep bahasa sumber
dalam bahasa target. Penerjemah berasumsi bahwa antara bahasa sumber dan
bahasa target terdapat persamaan secara konseptual. Operasionalisasi teknik
ini dilakukan dengan menyamakan konsep bahasa sumber atau bahasa target
melalui penerjemahan kata dengan kata atau frase dengan frase. Teknik
korespondensi ini memiliki tiga pola. Yang pertama, penerjemah
menyamakan makna kata bahasa Arab dengan makna kata bahasa Indonesia.
Pola korespondensi yang pertama Kt = Kt. Misalnya kata ‫ جنة‬diterjemahkan
menjadi ‘surga’ dan kata ‫ نار‬menjadi ‘neraka’.
Kedua, terdapat dua buah kata dalam bahasa Arab yang dipandang
bersinonim dengan sebuah kata dalam bahasa Indonesia. Korespondensi yang
kedua ini berpola Kt1/Kt2 = Kt. Maksudnya, makna dua buah kata dalam
bahasa Arab dianggap bersinonim dengan makna sebuah kata dalam bahasa
Indonesia. Sebagai contoh dalam surah Hud ayat 76 terdapat penggalan ‫َأ ْم ُر‬
‫ك ِإنَّهُ قَ ْد َجا َء‬
َ ِّ‫‘ َرب‬sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu’. Penerjemahan
kata َ‫ َربِّك‬dengan ‘Tuhanmu’ menggunakan teknik korespondensi pola ini. Hal
ini dilandaskan pada asumsi bahwa terdapat kesamaan konseptual antara kata
‫ رب‬dan ‫إله‬. Dalam bahasa Arab, kata ‫ رب‬bermakna Tuhan dalam pengertian
mengurus, memelihara dan mengatur, kata ‫ إله‬bermakna Tuhan dalam arti
wajib dipuja, disembah dan diibadati. Adapun dalam bahasa Indonesia, kata
Tuhan bermakna yang diyakini, dipuja dan disembah oleh manusia sebagai
Yang Mahakuasa dan Mahaperkasa.

Ketiga, makna sebuah frase dalam bahasa Arab disamakan dengan


makna sebuah frase dalam bahasa Indonesia. Pola korespondensi yang ketiga
ini adalah F = F. sebagai contoh, dalam surah Al-Fatihah ayat 6 terdapat frase
‫ص َراط ال ُم ْس<تَقِيْم‬
ِّ ‫ ال‬diterjemahkan menjadi ‘jalan yang lempang’. Frase tersebut
dalam bahasa Arab dipandang sama dengan frase jalan yang lempang oleh
penerjemah dalam bahasa Indonesia.

2. Teknik Deskripsi
Penggunaan teknik Deskripsi dilakukan dengan cara menjelaskan
makna kata bahasa sumber dalam bahasa target. Dengan teknik ini, sebuah
kata bahasa sumber diterjemahkan menjadi prase, atau prase yang sederhana
menjadi prase yang kompleks. Teknik ini, menurut Syihabudin, dapat di
candrakan dalam beberapa pola. Pertama, penerjemah menjelaskan makna
kata (Kt) bahasa sumber sebuah frase (F) dalam bahasa target, yang terdiri
atas beberapa kata (Kt+Kt). Cara ini bisa digambarkan dalam pola Kt-F
(KT+KT). Sekedar contoh, ‫ ال < َّر ِح ْي ُم‬diterjemahkan menjadi Maha (Kt) dan
Penyayang (Kt).
Kedua, penerjemah menjelaskan makna kata (Kt) bahasa sumber
dengan sebuah frase bertingkat satu (F1) dalam bahasa target yang terdiri atas
dua kata (Kt + Kt) cara ini bisa digambarkan dalam pola Kt – F= F1(Kt+Kt).
Kata ُ‫الّ َحنِىْ<<ف‬umpamanya, diterjemahkan menjadi ‘orang yang lurus’;‫َّي‬
ُّ ‫الح‬
diterjemahkan menjadi ‘Yang Hidup Kekal’.

Ketiga, penerjemah menyamakan sebuah kata (Kt) dengan kata lain


(Kt) dalam bahasa sumber. Makna kedua kata ini lantas dijelaskan dengan
sebuah frase (F) dalam bahasa targetyang terdiri atas dua kata (Kt+Kt). Cara
ini bisa digambarkan dalam pola Kt = Kt – F (Kt+Kt). Dalam Al-Quran ‫الخَ بِ ْي ُر‬
dan ‫ال َعلِ ْي ُم‬. Penerjemah menyamakan makna kedua kata ini, sehingga keduanya
diterjemahkan menjadi ‘Maha Mengetahui’.

Keempat, penerjemah mendeskripsikan makna kata (Kt) bahasa


sumber dengan frase bertingkat dua (F2). Cara ini bisa digambarkan dalam
pola Kt – F = F1 {Kt = F2 (Kt+Kt)}. Contoh untuk pola ini tampak pada kata
َ‫ ال ُمحْ ِس<<<نُوْ ن‬yang diterjemahkan menjadi frase ‘orang-orang yang berbuat
kebajikan’.

Dan kelima, penerjemah mendeskripsikan frase yang sederhana dalam


bahasa sumber dengan bahasa kompleks dalam bahasa target. Cara ini bisa
digambarkan dalam pola F – F bertingkat. Pemakaian pola ini, misalnya,
ِ ْ‫ت الطَّر‬
tampak dalam penerjemahan frase ‫ف‬ ُ ‫قصر‬
ِ , yang termaktub dalam surah
Ar-Rahman (55) ayat 56, menjadi ‘bidadari-bidadari yang sopan
ِ ْ‫ت الطَّر‬
menundukkan pandangan’. Dalam bahasa Arab, ‫ف‬ ُ ‫قص<<<ر‬
ِ termasuk
murakkab idhafiy; dalam bahasa Indonesia, ‘bidadari-bidadari yang sopan
menundukkan pandangan’ merupakan frase nominal yang didalamnya
terkandung frase ajektival dengan pemodifikasi penegas.

Contoh: Bahasa sumber: “ Kakek memakai belangkon”

Bahasa sasaran: ‫لبس الجد قلنسوة متخصصة لجاوى الوسطى‬


Pada ungkapan diatas kata belangkon diterjemahkan kebahasa bahasa
Arab dengan mendiskripsikannya sehingga menjadi ‫قلنس<<وة متخصص<<ة لج<<اوى‬
‫ الوسطى‬. Karena padanan kata tersebut tidak ditemukan dalam bahasa Arab,
sehingga harus diterjemahkan dengan mendiskripsikan maksudnya dalam
sebuah ungkapan khusus agar dapat difahami.

3. Teknik Integrasi
Teknik ketiga ini merupakan cara penerjemahan kata atau istilah
dengan menggunakan dua teknik (kuplet) dalam mereproduksi makna bahasa
sumber dalam bahasa target. Pemakaian teknik ini dimaksudkan supaya
makna yang terdapat dalam bahasa sumber menjadi lebih jelas dan mudah
dipahami oleh pembaca bahasa target. Dalam praktik nya biasa digunakan
teknik deskripsi sebagai cara yang pokok, sementara teknik lainnya sebagai
tambahan atau pelengkap. Melalui teknik integrasi ini penerjemahan
mendeskripsikan frase dengan frase.

Dalam hal ini penerjemah menjelaskan frase (F) bahasa sumber


dengan frase (F) dalam bahasa target. Cara ini tampak pada pola F (Kt+Kt) –
F {F1 (Kt+Kt)}. Sebagai contoh frase ِ ‫ أولوا اَأل ْلبَا‬, yang termaktub dalam
‫ب‬
surah Ali ‘Imran (3) ayat 7, diterjemahkan menjadi ‘orang-orang yang
berakal’. Di sini penerjemah mendeskripsikan konsep yang terkandung dalam
bahasa sumber dengan memakai beberapa kata, yang salah satunya
ِ ‫أولوا اَأل ْلبَا‬
bersinonim dengan kata lain (Kt = Kt) dengan kata lain, makna ‫ب‬
diterjemahkan dengan menggunakan deskripsi dan sinonim. Cara sinonim
ِ ‫ اَأل ْلبَا‬dengan ‫ال ُعقُوْ ِل‬
yang digunakan penerjemah dengan menyamakan makna ‫ب‬
yang berarti ‘akal’.

Lebih jauh Syihabuddin mengungkapkan bahwa dari ketiga teknik di


atas, pemakaian teknik deskripsi dan teknik integrasi lebih mampu
mengungkapkan makna kata bahasa Arab dalam bahasa Indonesia ketimbang
teknik korespondensi. Bisa dimaklumi, sebab teknik deskripsi dan teknik
integrasi berupaya menjelaskan makna sebuah kata bahasa sumber dengan
frase di dalam bahasa target, sedangkan teknik korespondensi hanya
menyamakan makna sebuah kata bahasa sumber dengan makna sebuah kata di
dalam bahasa target.

Contoh penggunaan teknik integrasi dalam penerjamahan teks bahasa


Arab ke bahasa Indonesia adalah ketika kita menerjemahkan bahasa sumber
berikut “ ‫ “ لبست عائشة لباسا جميال‬yang diterjemahan kedalam bahasa Indonesia
menjadi “ aisyah memakai baju yang bagus “. dalam ungkapan tersebut kata
‫ جميل‬diterjemahkan dengan kata bagus, kata bagus dianggap sepadan dengan
kata ‫ جميل‬karena keduanya dianggap punya muatan makna yang sama yaitu
sama-sama memiliki makna keindahan, enak dilihat, dan bagus.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Literal atau kata per-kata merupakan penerjemahan yang mentransfer
langsung dari teks bahasa sumber ke teks bahasa sasaran. Prosedur ini adalah
prosedur “kebetulan”, digunakan ketika istilah dalam bahasa sumber (BSu)
transparan atau mendukung secara semantic, dan dalam bahasa yang standar.
Penerjemahan literal tepat digunakan untuk menerjemahkan dua bahasa
yang memiliki struktur tata bahasa yang sama.
Prosedur transkripsi merupakan proses pengalihan kata atau frase dari
bahasa sumber ke dalam bahasa target dengan cara menyalin bentuk hurufnya.
Proses penyalinan huruf lantas diikuti deengan proses naturalisasi dan adaptasi
dalam bahasa target. Di sinilah terjadi penyesuaian kata yang ditransfer dengan
sistem fonetik dan fonologi bahasa target yang bertujuan untuk menghasilkan kata
yang selaras dengan kaidah fonotaktik dan morfotatik yang berlaku.
Prosedur Ekuivalensi adalah cara penerjemahan istilah bahasa sumber,
tentang apa saja, kedalam bahasa penerima. Istilah tersebut sangatlah beragam
kompleksitasnya sehingga beragam pula cara penerjemahanya. Ketika prosedur
literal dan prosedur transkripsi kurang pas diterapkan pada kosa kata kebudayaan
tertentu, dapatlah digunakan prosedur transkripsi tentang ekuivalensi atau fungsi
kebudayaan itu. Prosedur ini merupakan langkah terakhir dalam menerjemakan
unit linguistik yang berkaitan dengan kosakata kebudayaan. Prosedur ekuivalensi
ini dijabarkan ke dalam teknik penerjemahan, diantaranya; teknik korespondensi,
teknik deskripsi, dan teknik integrasi
DAFTAR PUSTAKA

Ma'luf, Louis.1986. Al-Munjid fi Al-Lughah wal-A’lam. Beirut: Dar al-


Masyriq.
Nababan, M. Rudolf. 2003. Teori Menerjemah Bahasa Inggris. Yogyakarta:
Publisher.
Munday, Hatim. 2004. A Linguistic Theory of Translation.
Newmark. 2001. A Textbook of Translation. Shanghai: Shanghai Foreign
Language Education Press.
Syihabuddin. 2005. Penerjemahan Arab Indonesia. Bandung: Humaniora.
Farisi, M. Zaka Al. 2011. Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia. Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA.

Anda mungkin juga menyukai