Anda di halaman 1dari 7

~1~

Bab Empat

- Pengajaran bahasa Arab


- Pengajaran unsur-unsur bahasa
- Pengajaran keterampilan bahasa

Pengajaran bahasa Arab

Bahasa Arab antara dahulu dan sekarang

Al-Qur'an yang mulia diturunkan dalam bahasa Arab, maka dia


(Al-Qur'an) pun menjadikannya (yaitu bahasa Arab) hidup, menjamin
kelangsungan hidupnya dan menjamin penyebarannya di setiap
tempat yang dijangkau oleh dakwah. Orang-orang mulai belajar
bahasa Arab dengan antusias pada masa-masa awal Islam. Kemudian
pengajarannya menurun, dan antusiasme untuk itu berkurang di
abad-abad kemudian. Sampai tibalah abad kedua puluh -terutama di
paruh keduanya- maka Bahasa Arab pun kembali ke keadaannya
semula (ramai dipelajari), dan menjadi bahasa kedua yang wajib
diajarkan di banyak negara Islam: di Afrika dan Asia Tenggara, dan
juga merupakan salah satu bahasa yang cenderung dipelajari banyak
orang di Eropa dan Amerika.

Pemerolehan/Penguasaan bahasa:

Yang dimaksud dengan penguasaan (menguasai/memperoleh)


bahasa adalah: proses yang tidak disadari dan tidak disengaja dalam
mempelajari bahasa ibu. Hal itu karena seseorang mempelajari
~2~

bahasa ibunya dalam situasi alamiah tanpa ia sadari, dan tanpa


adanya rancangan pembelajaran baginya. Dan inilah yang terjadi
pada anak-anak ketika mereka memperoleh/menguasai bahasa
pertama mereka. Mereka tidak menerima pelajaran-pelajaran yang
tersusun secara teratur/sistematis dalam hal tata bahasa dan cara
menggunakannya, tetapi lebih mengandalkan diri mereka sendiri
dalam proses belajar, dengan menggunakan kemampuan yang Allah
Ta’ala berikan kepada mereka, yang memungkinkan mereka untuk
memperoleh/menguasai bahasa dalam waktu yang singkat, dengan
tingkat penguasaan yang tinggi.

Pembelajaran bahasa:

Belajar bahasa berarti: proses sadar yang direncanakan oleh


banyak pihak; untuk memungkinkan seseorang mempelajari bahasa
kedua atau bahasa asing, dan proses ini berlangsung -biasanya- pada
tahap kehidupan selanjutnya, setelah masa awal kanak-kanak.

Di antara point terpenting yang membedakan antara


pembelajaran bahasa dan pemerolehan bahasa adalah sebagai
berikut: (1) Perbedaan motif keduanya; seseorang membutuhkan
bahasa ibu untuk menjalankan tugas/fungsi dasar dalam hidupnya.
Adapun bahasa asing, motif mempelajarinya bersifat eksternal,
entah itu berupa budaya, sosial, ekonomi, atau politik. (2) Di sisi lain,
lingkungan dari kedua hal di atas juga berbeda: di mana
pemerolehan bahasa terjadi dalam komunitas bahasa (pengguna
bahasa yang sama) secara alami, di mana seorang anak terus-
menerus bersinggungan dengan bahasa ibu. Adapun pembelajar
bahasa, ia mempelajarinya di lingkungan buatan, dalam waktu
singkat, dan dari guru yang seringkali bukanlah penutur bahasa
~3~

tersebut. Perbedaan-perbedaan di atas tercermin dalam metode dan


materi pembelajaran (yang digunakan).

Antara mengajarkan bahasa kepada anak-anak (penutur asli)nya


dan mengajarkannya kepada anak-anak non-penutur aslinya.

Ada perbedaan besar antara mengajarkan bahasa kepada anak-


anak penutur aslinya dan mengajarkan bahasa kepada anak-anak
non-penutur aslinya. Hanya sedikit orang yang mengetahui hal ini,
bahkan di antara para ahli studi bahasa Arab, yang belum memiliki
kesempatan untuk mempelajari ilmu bahasa/linguistik terapan.

Jadi (dua kondisi di atas) harus berbeda dalam hal:

- Buku pelajaran untuk mengajarkan bahasa Arab kepada non-


penutur asli, harus berbeda dengan buku pelajaran untuk
mengajarkan bahasa Arab kepada anak-anak penutur aslinya.
Perbedaannya dari segi: tujuan (penyusunannya), penyusunannya
(itu sendiri), dan sarana/metode (yang digunakan di dalamnya).

- Guru bahasa untuk non-penutur aslinya, harus berbeda dengan


guru bahasa untuk penutur aslinya.

- Metode pengajaran bahasa kepada non-penutur aslinya, harus


berbeda dengan metode pengajarannya kepada penutur aslinya.

Akan tetapi, perbedaan mendasar ini telah lama diabaikan, dan


sayangnya kita masih mengirimkan buku-buku yang kita gunakan di
sekolah-sekolah Arab kita ke negara-negara saudara kita dari non-
Arab, yang meminta bantuan kita untuk mengajarkan bahasa Arab di
sekolah-sekolah mereka.

Secara umum, letak perbedaan mendasar antara buku yang


dikhususkan untuk orang Arab dan buku yang dikhususkan untuk
~4~

selain Arab adalah: bahwa buku yang pertama digunakan oleh siswa-
siswa yang berasal dari budaya yang sama (yaitu budaya Arab) dan
mereka bisa berbicara dalam bahasa Arab, bahasa yang ingin mereka
pelajari. Mereka juga telah menguasai dasar-dasar bahasa sebelum
mereka memasuki tingkat pendidikan dasar. Sedangkan buku kedua,
digunakan oleh siswa-siswa yang tidak berasal dari budaya yang
sama (budaya non-Arab) dan tidak tahu bahasa Arab. Ini artinya,
sebuah buku yang cocok untuk mengajarkan bahasa Arab kepada
anak-anak penutur aslinya belum tentu cocok untuk diajarkan
kepada non-penutur aslinya.

Jika kita ambil satu contoh untuk menunjukkan perbedaan yang


besar antara kedua jenis pelajar ini: kata ‫( قلم‬pena) -misalnya-, para
penutur asli pada awal-awal pembelajaran mereka hanya perlu
mempelajari cara membaca dan menulisnya. Adapun keterampilan
bahasa lainnya (yaitu mendengar dan berbicara), maka hal itu tidak
sulit bagi mereka, karena mereka faham maknanya ketika
mendengar kata tersebut, dan mereka menggunakannya dalam
percakapan (harian) mereka. Begitu pula bunyi dari kata tersebut,
mereka sudah terbiasa mendengannya dan mampu membedakannya
dari bunyi kata-kata selainnya. Sebagaimana maknanya juga sudah
mereka ketahui, dan mereka bisa menggunakannya dalam susunan-
susunan kalimat.

Di sisi lain, seorang pelajar bahasa Arab non-penutur aslinya


membutuhkan semua ini, karena ia mungkin tidak dapat
membedakan beberapa bunyi huruf-hurufnya, tidak tahu artinya,
tidak dapat menggunakannya dalam susunan kalimat yang benar,
sulit baginya untuk membedakannya jika dia mendengarnya, dan dia
tidak dapat menggunakannya dalam bicara hariannya. Dan juga sulit
baginya untuk membaca dan menulisnya. Oleh karena itu, dia perlu
mempelajari tiga unsur bahasa (yaitu: ashwaat/bunyi,
~5~

mufrodat/kosa kata, dan tarkib/struktur kalimat), dan mempelajari


empat keterampilannya (yaitu: mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis). Sedangkan penutur aslinya, pada dasarnya
dan di sebagian besar kondisi, hanya membutuhkan keterampilan
membaca dan menulis saja.

Beberapa pemerintah Arab masih memberikan bantuan kepada


kaum Muslimin yang ingin belajar bahasa Arab, dengan mengirimkan
guru-guru yang berpengalaman dalam mengajar bahasa Arab.
Sayangnya, mereka memiliki banyak pengalaman dalam mengajar
bahasa Arab kepada orang Arab/penutur asli, bukan kepada non-
penutur aslinya. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwasanya
kedua macam pelajar tersebut sama saja, tidak ada perbedaan
antara keduanya. Oleh karena itu, upaya mereka -walaupun dengan
kesungguhan yang besar– tingkat keberhasilannya kecil, karena
adanya perbedaan besar antara siswa Arab dan siswa non-Arab
dalam hal belajar bahasa Arab. Adapun keberhasilan yang dicapai
para guru tersebut dalam mengajar bahasa Arab dengan metode ini
(yaitu dengan menyamakan antara siswa Arab dan nonArab), maka
hal itu pada dasarnya disebabkan oleh dua alasan pokok, yaitu:

1. Motivasi yang kuat dari peserta didik, dan


2. Berkah ilmu keislaman dan ilmu-ilmu yang mendukungnya.

Jika kedua alasan ini digabungkan dengan metode pengajaran


bahasa Arab yang benar dan ilmiah, maka kita akan melihat lebih
banyak keberhasilan dan tingkat kualitas yang lebih baik dan lebih
komprehensif dalam waktu yang lebih singkat. Dan penyair berkata:

َ َ‫َولَمََأَ َرَ يفَعَيَوبََالناسََعَيَبَاَ***َكَنَقَصََالَقَادَ َريَنََعَلََالََّمَام‬


~6~

“Saya tidak melihat kekurangan dan cela pada seseorang yang


lebih parah dari orang yang tidak menyempurnakan sesuatu padahal
ia mampu melakukannya.”

Pembelajar bahasa Arab berusaha mencapai tiga


kompetensi/kemampuan:

Pertama: Kompetensi linguistik. Yaitu mencakup: (1)


penguasaan pelajar atas sistem fonemik (bunyi-bunyi huruf dan kata)
bahasa Arab, mampu membedakan bunyi-bunyi tersebut baik di saat
menyimak maupun berbicara. (2) Pengetahuannya mengenai
struktur bahasa (susunan kalimat) dan kaidah-kaidah dasarnya, baik
secara teoritis maupun praktik. Juga (3) penguasaannya terhadap
kosakata dalam jumlah yang mencukupi; untuk memahami bahasa
dan menggunakannya.

Kedua: Kompetensi komunikasi, yaitu: kemampuan pelajar


untuk menggunakan bahasa Arab secara reflek/spontan, dan
kemampuannya mengungkapkan ide dan pengalamannya dalam
bahasa Arab (ta’bir) dengan lancar, sekaligus mampu memahami apa
yang dia simak dalam bahasa Arab itu dengan mudah.

Ketiga: Kompetensi budaya, yaitu: memahami budaya yang


terkandung dalam bahasa Arab. Karena bahasa Arab mengungkap
pemikiran/gagasan penuturnya, juga pengalaman, nilai, adat istiadat,
tata krama, dan seninya.

Guru bahasa Arab harus mengembangkan ketiga


kompetensi/kemampuan tersebut pada siswanya dari awal program
pengajaran bahasa Arab sampai akhir, dan pada semua tahapan dan
jenjangnya.
~7~

Di saat para guru bahasa Arab dan para penyusun materi


pengajarannya mengerahkan segenap keterampilan dan tenaganya
untuk memungkinkan pelajar menguasai tiga kompetensi tersebut
(linguistik, komunikatif dan budaya), dan dengan mengamati
pembelajaran yang dicapai oleh siswa, masih tampak bahwasanya
banyak siswa terhenti pada batas kemampuan linguistik (hanya
menguasai kompetensi pertama saja), dan tidak mampu
menggunakan bahasa Arab sebagai alat berkomunikasi.

Ada kelompok kedua siswa: mereka mencapai tingkat


kemampuan berkomunikasi yang baik dalam bahasa Arab, tetapi
melakukan banyak kesalahan kebahasaan. Dan ada pula kelompok
ketiga siswa: mereka menguasai banyak kaidah bahasa Arab dan
dapat berkomunikasi dengannya, tetapi mereka tidak mengetahui
budaya Arab.. Dapat dikatakan bahwa ketiga kelompok siswa
tersebut tidak mencapai tujuan pembelajaran bahasa Arab yang
diinginkan, yaitu menguasai ketiga kompetensi tersebut pada taraf
yang baik dan seimbang.

Anda mungkin juga menyukai