Anda di halaman 1dari 3

Namun lebih jelasnya lagi, Newmark (1993: 4) memberikan definisi serupa "rendering the meaning of a texs into another

language in the way that the author intended the text", yaitu menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud pengarang. Definisi ini hampir sama dengan yang dikemukakan As'ad M. Hakim (1989: 75) bahwa penerjemahan adalah upaya mengganti teks dari suatu bahasa ke bahasa lain dengan tetap menjaga keutuhan makna.

Dalam bukunya Approuches to Translation, Newmark Peter (1981) menulis bahwa Translation is a craft consisting in the attempt to replace a written massage and or statement in one language by the same message and or statament in another language. Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut: "Penerjemahan adalah suatu kiat yang merupakan usaha untuk mengganti suatu pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dengan bahasa lain". Dr. Ronald H. Bathgate, dalam karangannya yang berjudul "A Survey of Translation Theory", mengungkapkan tujuh unsur, langkah atau bagian integral dari proses penerjemahan sebagai berikut ini: 1. Tuning (Penjajagan), 2. Analysis (Penguraian), 3. Understanding (Pemahaman), 4. Terminology (Peristilahan), 5. Restructuring (Perakitan), 6. Checking (Pengecekan) dan 7. Discussion (Pembicaraan) (A. Widyamartaya, 1989: 15). Sedangkan menurut Ibnu Burdah (2004: 29), menyebutkan bahwa secara garis besar, ada sedikitnya tiga tahapan kerja dalam proses menerjemah, yaitu: a. Penyelaman pesan naskah sumber yang khendak diterjemah, b. Penuangan pesan naskah sumber ke dalam bahasa sasaran dan c. Proses editing. Jadi sebagaimana menurut Langgeng Budianto (2005: 4) penerjemah dapat menghasilkan suatu terjemahan bagus dan efektif apabila dalam penyampaian intensi penulis merupakan tujuan setiap proses penerjemahan. Keefektifan terjemahan ditentuakan oleh tiga faktor: 1. Derajat pengetahuan penerjemah, 2. Derajat pencapaian tujuan penerjemahan, dan 3. Derajat kepuasan penerjemah. 3. Klasifikasi Terjemah Terjemahan dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis. Apabila dilihat dari tujuan penerjemahan, Brislin (dalam Emzir, 1999: 4) menggolongkan terjemahan ke dalam empat jenis, yaitu: a. Terjemahan Pragmatis, yaitu terjemahan yang mementingkan ketepatan atau akurasi informasi. Terjemahan Astetis-Puitis, yaitu terjemahan yang mementingkan dampak efektif, emosi dan nilai rasa dari satu versi bahasa yang orisinal. Terjemahan Etnografis, yaitu terjemahan yang bertujuan menjelaskan konteks budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran.

b.

c.

d.

Terjemahan Linguistik, yaitu terjemahan yang mementingkan kesetaraan arti dari unsur-unsur morfem dan bentuk gramatikal dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran.

Dilihat dari jauh dekatnya terjemahan dari bahasa sumber dan bahasa sasaran, terjemah dapat diklasifikasikan ke dalam jenis. Kedelapan jenis terjemahan tersebut dapat dikategorisasikan dalam dua bagian besar. Pertama, terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sumber, dalam hal ini penerjemah berupaya mewujudkan kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual penulis, meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantik yakni hambatan bentuk dan makna. Kedua, terjemahan yang lebih berorientasi pada bahasa sasaran. Dalam hal ini penerjemah berupaya menghasilkan dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan oleh penulis asli terhadap pembaca versi bahasa sasaran (Choliludin, 2005: 205). a. Klasifikasi terjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber: 1) Terjemahan kata demi kata (word for word translation). Penerjemahan jenis ini dianggap yang paling dekat dengan bahasa sumber. Urutan kata dalam teks bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan menurut makna dasarnya diluar konteks. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan secara harfiah. Terjemahan kata demi kata berguna untuk memahami mekanisme bahasa sumber atau untuk menafsirkan teks yang sulit sebagai proses awal penerjemahan. Contoh: . Apabila kalimat tersebut diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa Indonesia, maka hasilnya adalah telah kembali Zuhairah ke rumahnya kemarin. Terjemahan ini terkesan kaku dan tidak sesuai dengan sistem kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Hasil terjemahan yang lebih tepat ialah Zuhairah kembali ke rumahnya kemarin. 2) Terjemahan Harfiah (literal translation) atau sering juga disebut terjemahan struktural. Dalam terjemahan ini konstruksi gramatikal bahasa sumber dikonversikan ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar konteks. Sebagaimana proses penerjemahan awal terjemah harfiah ini dapat membantu melihat masalah yang perlu diatasi. Contoh: . Ia adalah orang yang panjang sarung pedangnya, tiangnya tinggi dan banyak abu dapurnya. Terjemahan setia (faithful translation). Terjemahan ini mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Ia berpengang teguh pada tujuan dan maksud bahasa sumber sehingga terkesan kaku. Terjemahan ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan. Sebagai contoh: . Apabila pasemon (kinayah) ini diterjemahkan dengan terjemahan setia, maka hasil terjemahannya "ia adalah orang yang pemberani karena ia memiliki sarung pedang yang panjang, ia adalah seorang yang kaya atau berkedudukan yang tinggi karena tiang rumahnya yang tinggi, ia adalah seorang yang pemurah karena banyak abunya". Dari terjemahan ini terlihat bahwa penerjemah berusaha untuk tetap setia pada bahasa sumber, meskipun sudah tertlihat ada upaya untuk

3)

mereproduksi makna kontekstual. Kesetian tersebut tampak pada adanya upaya untuk tetap mempertahankan uangkapan metaforis yang tersurat dalam teks asli misalnya ungkapan sarung padangnya yang panjang, tiang tertinggi, dan banyak adanya. 4) Terjamahan semantis (semantic teranslation). Berbeda dengan terjemahan setia. Terjemahan semantis lebih memperhitungkan unsur estetika teks bahasa sumber, sdan kreatif dalam batas kewajaran. Selain itu terjemahan setia sifatnya masih terkait dengan bahasa sumber, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel. Apabila ungkapan pasemon (kinayah) di atas terjemahan secara semantis, maka hasil terjemahnanya adalah 'dia laki-laki adalah seorang pemberani, terhormat dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya, dan seorang dwermawan' (Murtdho, 1999).

Anda mungkin juga menyukai