Pertemuan ke 3
Capaian Pembelajaran
Uraian Materi
Hadis pada masa Rasulullah SAW
Hadis sebagai suatu informasi, memiliki metodologi khusus dalam menentukan
keotentikan periwayatannya. Metodologi ini kemudian berkembang menjadi satu
keilmuan yang dikenal dengan Ulumul Hadis. Hanya saja, pada masa Rasulullah SAW
sampai sebelum pembukuan Ulumul Hadis istilah Ulumul Hadis, belum diresmikan
menjadi satu keilmuan. Akan tetapi prinsip-prinsip yang telah berlaku pada masa itu
sebagai acuan untuk menyikapi suatu informasi telah ada.1
Pada dasarnya Ulumul Hadis telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadis di
dalam Islam, terutama setelah Rasul SAW wafat, ketika umat merasakan perlunya
menghimpun Hadis-hadis Rasul SAW dikarenakan adanya kekhawatiran Hadis-hadis
tersebut akan hilang atau lenyap. Para sahabat mulai giat melakukan pencatatan dan
periwayatan Hadis. Mereka telah mulai mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-
metode tertentu di dalam menerima Hadis, namun mereka belum menuliskan atau
mencatat kaidah-kaidah tersebut.2
Dasar dan landasan periwayatan hadis di dalam Islam dijumpai di dalam Al-
Qur’an dan Hadis Rasul SAW.
1 Dr. H. Ramly Abdul Wahid, MA, Studi Ilmu Hadist, Cita Pustaka Medi, Bandung 2005, hlm 52
2 Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag. Ulumul Hadist. Bandung:Tafakur. Hal 102
1
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
Di dalam surah al-Hujurat ayat 6, Allah SWT memerintahkan orang-orang yang beriman
untuk meneliti dan mempertanyakan berita-berita yang datang dari orang-orang yang
fasik:
Apabila dicermati sikap dan aktifitas para sahabat terhadap Hadis Nabi SAW dan
periwayatannya, maka dapat disimpulkan beberapa ketentuan umum yang
diberlakukan dan dipatuhi oleh para sahabat, yaitu :
2
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
فَ ْليَ تَ بَ َّوأْ ََ ْق َع َدهُ َِ ْن ب َعلَ َّي َُتَ َع ِّم َدا اَّللُ َعلَْي ِو َِّ ول
َ َو َسلَّ َم ََ ْن َك َذ َّ صلَّى
َ اَّلل ُ قَ َال َر ُس:َع ْن أَِِب ُىَراْ َرَة قَ َال
النَّار
Dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa berdusta atas
namaku maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka." (HR. Muslim)
Selain itu, alasan lain dan bahkan lebih penting adalah pemeliharaan agar jangan terjadi
pencampurbauran antara Hadis dengan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an pada masa itu,
terutama pada masa Abu Bakar dan ‘Umar, yang mana pada masa itu hadis belum
dikodifikasi secara resmi.
Kritik terhadap matan hadis ini dilakukan oleh para sahabat dengan cara
membandingkannya dengan nash Al-Qur’an atau kaidah-kaidah dasar agama. Apabila
terdapat pertentangan dengan nash Al-Qur’an, maka sahabat menolak dan meninggalkan
riwayat tersebut.3
Ketelitian dan sikap hati-hati para sahabat diikuti pula oleh para ulama Hadis
yang datang sesudah mereka, dan sikap tersebut semakin ditingkatkan terutama setelah
munculnya Hadis-hadis palsu, yaitu sekitar tahun 41 H, setelah masa pemerintahan
Khalifah Ali ra. Semenjak saat itu mulailah dilakukan penelitian terhadap sanad hadis
dengan mempraktikan ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil, dan sekaligus mulai pulalah al-Jarh wa
al-Ta’dil ini tumbuh dan berkembang.
3
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
Pada abad ke-2 H, ketika Hadis telah dibukukan secara resmi atas prakarsa
Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz dan dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin Syihab al-
Zuhri, para ulama yang bertugas dalam menghimpun dan membukukan Hadis tersebut
menerapkan ketentuan-ketentuan Ilmu Hadis yang sudah ada dan berkembang sampai
pada masa mereka. Mereka memperhatikan ketentuan-ketentuan Hadis Shahih,
demikian juga keadaan para perawinya. Hal ini terutama karena telah menjadi
perubahan yang besar di dalam kehidupan umat Islam, yaitu para penghafal Hadis
sudah mulai berkurang dan kualitas serta tingkat kekuatan hafalan terhadap Hadis pun
sudah semakin menurun karena telah menjadi percampuran dan akulturasi antara
masyarakat Arab dengan non-Arab menyusul perkembangan dan perluasan daerah
kekuasaan Islam. Kondisi yang demikian memaksa para ulama Hadis untuk semakin
berhati-hati dalam menerima dan menyampaikan riwayat, dan mereka pun telah
merumuskan kaidah-kaidah dalam menentukan kualitas dan macam-macam Hadis.
Hanya saja pada masa ini kaidah-kaidah tersebut masih bersifat rumusan yang tidak
tertulis dan hanya disepakati dan diingat oleh para ulama Hadis di dalam hati mereka
4
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
Pada abad ke-3 H yang dikenal dengan masa keemasan dalam sejarah
perkembangan Hadis, mulailah ketentuan-ketentuan dan rumusan kaidah-kaidah Hadis
ditulis dan dibukukan, namun masih bersifat parsial. Yahya bin Ma’in (w. 234 H/848 M)
menulis tentang tarikh al-Rijal, (sejarah dan riwayat para perawi Hadis), Muhammad bin
Sa’ad (w. 230 H/844 M) menulis al-Thabaqat (tingkatan para perawi Hadis ), Ahmad bin
Hanbal (241 H/855 M) menulis al-’Ilal (beberapa ketentuan tentang cacat atau
kelemahan suatu hadis atau perawinya), dan lain-lain.
Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab yang
membahas tentang ilmu Hadis yang bersifat komprehensif, seperti kitab al-Muhaddits al
Fashil baina al-Rawi wa al-Wa’i oleh al-Qadhi Abu Muhammad al-Hasan ibn ‘Abd al-
Rahman ibn al-Khallad al-Ramuharmuzi (w.360 H/971 M), Ma’rifat ‘Ulum al-Hadis oleh
Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn ‘Abd Allah al-Hakim al-Naisaburi (w.405 H/1014 M), al-
Mustakhraj ‘ala Ma’rifat ‘Ulum al-Hadis oleh Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abd Allah al-
Ashbahani (w.430 H/1038 M), al-Kifayah fi ‘Ulum al-Riwayah oleh Abu Bakar
Muhammad ibn ‘Ali ibn Tsabit al-Khathib al-Baghdadi (w.463 H/1071 M), al-Jami’ li
Akhlaq wa adab al-Sami’ oleh al-Baghdadi (463 H/1071 M). dan lain-lain.6
5
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
Pada abad pertama tampaknya ada sikap ambivalen pada sebagian shahabat dan
para tabiin senior tentang penulisan Hadis. Di satu sisi, ada keinginan untuk menulis
Hadis untuk tujuan-tujuan tertentu, tetapi di sisi lain ada kekhawatiran bahwa Hadis-
hadis yang ditulis tersebut akan menyaingi Al-Qur’an pada masa berikutnya. Meskipun
demikian, berpuluh-puluh sahabat dan para tabi’in senior dilaporkan memiliki naskah-
naskah, yang kemudian dinamakan suhuf (bentuk tunggalnya shahîfah).
Sayangnya, suhuf yang orisinil dari zaman ini telah hilang, walaupun beberapa
salinan atas suhuf tersebut ada yang survive. Contoh suhuf dari zaman ini adalah
shahîfah Hammâm bin Munabbih (w. 110/719), seorang tabi’in Yaman dan murid
seorang shahabat, Abu Hurairah (w. 58/677), yang darinya Hammâm belajar dan
6
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
menulis shahîfah tersebut. Naskah milik Hammâm ini berisi 138 hadis dan diyakini telah
ditulis sekitar pertengahan abad pertama/ketujuh.
8Lihat al-Bukhari, Juz I, h. 28; Juga al-‘Asqalani, Fath al-Bari, Juz I, h. 185-186, lihat juga M. Ajjaj al-Khatib,
Hadis Nabi sebelum di bukukan, (Cet. I; Jakarta: PT. Gema Insani Press, 1999), h. 87.
7
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
dan bertemu dengan Rasul, tapi tak sedikit pun karena alasan tertentu tidak dapat
bertemu dan bergaul langsung dengan Nabi. Mengingat keanekaragaman keadaan para
sahabat, maka cara menerima Hadis dari Nabi pun berbeda.9Cara para sahabat
menerima Hadis Nabi dapat disimpulkan sebagai berikut:
ان هللا ال استحيي َن احلق اذا فعل اِدكم فاليتوضأ وال أتتوا النساء يف اعجازىن
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak merasa malu (menjelaskan) kebenaran
jika salah seorang diantara kamu kentut maka hendaklah ia berwudhu dan
janganlah kamu mendatangi istri melalui dubur mereka.”10
b. Melalui kejadian dan peristiwa yang dialami para sahabat dan mereka
menyaksikan tindakan Rasulullah
Hal ini banyak terjadi pada diri beliau. Misalnya, menyangkut masalah shalat,
9 Departemen Agama RI, Ulum al-Hadis, (Cet. I; PT. Departemen Agama RI, 1998), h. 68.
10 Musnad Imam Ahmad, Hadis ke-655, Juz II, pada suatu kali Rasulullah saw. Bersabda “ ”يف ادابرىن, lihat
Ibid, h. 92.
8
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
puasa, haji. Saat dalam perjalanan, dan saat berdiam di rumah. Misalnya Hadis
yang diriwayatkan oleh Salim bin ‘Abdullah dari ayahnya Abdullah bin ‘Umar
bahwa ia melihat Rasulullah saw., Abu Bakar, serta ‘Umar berjalan di depan
jenazah11
11 Musnad Imam Ahmad, h. 247, hadis ke-653, Juz II, melalui isnad sahih, lihat Ibid.,h. 96. Muhammad ‘Ajjaj
al-Khatib, Ushul al-Hadis, ‘Ulumuhu wa Musthalahatuhu, (Cet. ..; Beirut: PT. Dar al-Fikr, 1998), h. 70.
12 M. Syuhudi Ismail, M. Syuhudi Ismail, Kaedah keshahihan Sanad Hadis, Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Cet. II; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995), h. 36.
13 M. ‘Ajjaj al-Khatib,op. cit.,h. 91. Lihat juga Musnad Imam Ahmad, h. 39, hadis ke-606 dan h. 46, hadis ke-
618, Juz II melalui sanad shahih. Fath al-Bari, h. 294 dan 394, Juz I, dan Shahih Muslim, H. 247, hadis ke
17-19, Juz I.
9
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dipahami bahwa terdapat tiga unsur
yang berperan dalam pemeliharaan Sunnah yaitu: [1] kepribadian Rasulullah; [2]
Sunnah dilihat dari sisi materinya; [3] Para sahabat.
10
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
ketentuan itu dari Rasul?” maka tampillah Muhammad bin Maslamah sebagai saksi
bahwa seorang nenek seperti kasus tersebut mendapat bagian seperenam (1/6)
harta peninggalan cucu dari anak laki-lakinya. Kemudian Abu Bakar memberikan
bagian tersebut.16
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, periwayatan Hadis dilakukan dengan
sangat hati-hati. Bahkan menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi (wafat
748H/1347M), sahabat Nabi yang pertama-tama menunjukkan sikap kehati-
hatiannya dalam meriwayatkan hadis adalah Abu Bakar al-Shiddiq. Sikap ketat dan
kehati-hatian Abu Bakar tersebut juga ditunjukkan dengan tindakan konkrit beliau,
yaitu dengan membakar catatan-catatan Hadis yang dimilikinya. Hal ini
sebagaimana dinyatakan oleh Aisyah (putri Abu Bakar) bahwa Abu Bakar telah
membakar catatan yang berisi sekitar lima ratus Hadis. Tindakan Abu Bakar
tersebut lebih dilatarbelakangi oleh karena beliau merasa khawatir berbuat salah
dalam meriwayatkan Hadis Sehingga, tidak mengherankan jika jumlah hadis yang
diriwayatkannya juga tidak banyak. Padahal, jika dilihat dari intensitasnya
bersama Nabi, beliau dikatakan sebagai sahabat yang paling lama bersama Nabi,
mulai dari zaman sebelum Nabi hijrah ke Madinah hingga Nabi wafat. Selain sebab-
sebab di atas, menurut Suhudi Ismail, setidaknya ada tiga faktor yang
menyebabkan sahabat Abu Bakar tidak banyak meriwayatkan hadis, yaitu (1) dia
selalu dalam keadaan sibuk ketika menjabat sebagai khalifah; (2) kebutuhan akan
Hadis tidak sebanyak pada sesudahnya; dan (3) jarak waktu antara kewafatannya
dengan kewafatan Nabi sangat singkat. Dengan demikian, dapat dimaklumi kalau
sekiranya aktifitas periwayatan Hadis pada masa Khalifah Abu Bakar masih sangat
terbatas dan belum menonjol, karena pada masa ini umat Islam masih dihadapkan
oleh adanya beberapa kenyataan yang sangat menyita waktu, berupa
pemberontakan-pemberontakan yang dapat membahayakan kewibawaan
pemerintah setelah meninggalnya Rasulullah SAW baik yang datang dari dalam
(intern) maupun dari luar (ekstern). Meskipun demikian, kesemuanya tetap dapat
diatasi oleh pasukan Abu Bakar dengan baik.
11
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
17 Drs. Munzier Suparta, MA., Ilmu Hadis (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003).hlm. 82
12
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: Pustaka Rizki
18
Putra, 1999), 47
13
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
melakukan hukum (qishash) terhadap orang Islam yang membunuh orang kafir.
Dalam Musnad Ahmad, Ali bin Abi Thalib merupakan periwayat Hadis yang
terbanyak bila dibandingkan dengan ketiga khalifah pendahulunya.
19 M. Syuhudi Ismail, M. Syuhudi Ismail, Kaedah keshahihan Sanad Hadis, Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Cet. II; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995), h. 36.
20 Lihat Departemen Agama RI, op. cit., h. 46.
14
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
21 Subhi Shalih, ‘Ulum al-hadis wa musthalahatuhu, (Cet. I, Beirut; PT. Dar al-‘Ilmi li al-malayin,
1998), h. 86.
22 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: Pustaka
15
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
16
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 3
sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan, sebagai akibat dari
pergolakan politik tersebut.24
Latihan
Rangkuman
1. Hadis pada periode pertama atau pada masa Rasulullah SAW belum
dikodifikasi. Pada masa itu sudah diterapkan kaidah-kaidah dan metodologi
dalam menyampaikan Hadis, namun belum diresmikan menjadi satu keilmuan
khusus.
2. Cara Nabi menyampaikan hadis kepada para sahabat ditempuh melalui 2 cara:
a. secara langsung dan b. secara tidak langsung
3. Sahabat Khulafa’ur Rasyidin baik Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib, sudah memberikan perhatian lebih terhadap
perkembangan Hadis pada masanya, dan semuanya sangat menganjurkan
Tugas/Lembar Kerja
agar berhati-hati dalam menerima dan menyampaikan Hadis.
4. Pada masa Tabi’in mulai muncul pusat-pusat pembinaan Hadis, dan pada
masa ini pula muncul para tokoh periwayat Hadis dan berhasil membukukan
Hadis yang diriwayatkannya seperti Abu Hurairah
24 Zuhri, Muh. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.2003
17
PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021