Anda di halaman 1dari 10

ASBAB AL WURUD AL HADIST

A. Pendahuluan

Hadist atau as-Sunah merupakan salah satu sumber ajaran Islam yang menduduki posisi sangat
segnifikan baik secara structural maupun fungsional. Secara Stuktural menduduki posisi kedua
setelah al-Qur’an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan (ekplanasi) terhadap
ayat ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum),mujmal (global) atau mutlaq. Secara tersirat al-
Qur’an pun mendukung ide tersebut .Adanya perintah Nabi SAW menjelaskan kepada umat
manusia mengenai Alqur’an, baik melalui ucapan perbuatan atau taqrirnya. Hal itu dapat diartikan
bahwa hadist berfungsi bahwa sebagai bayan (penjelas) terhadap al-Qur’an

Ketika kita memahami suatu hadist, tidak cukup hanya melihat teks hadist nya saja .
Khususnya ketika hadist mempunyai asbabul wurud, melainkan kita harus melihat konteksnya.
Ketika kita ingin menggali pesan moral dari suatu hadist, perlu memperhatikan historisitasnya,
kepada siapa hadist itu disampaikan Nabi, dalam kondisi sosiokultural yang bagaimana Nabi
waktu menyampaikannya (baca asbabul wurud)seseorang akan kesulitan dalam menangkap dan
memahami makna suatu hadist,bahkan ia dapat terperosok ke dalam pemahaman yang keliru.
Itulah mengapa asbabul wurud menjadi sangat penting dalam diskursus ilmu hadist seperti
pentingnyaasbabun nuzul dalam Alqur’an. Dalam makalah kali ini akan di bahas mengenai
ilmuAsbab Wurudil Hadist.
B. Pengertian Asbab Wurud Al Haits
Asbab Wurud Al Hadist secara bahasa adalah sebagai berikut yaitu kata Asbab bentuk jama’
dari kata sabab yang artinya Sebab dan para Ahli bahasa mengartikan kata Asbab sebagai Tali (al
habl) atau Penghubung.
Sedangka kata wurud secara bahasa memiliki arti Datang, Muncul, dan Mengalir. secara istilah
Asbab Wurud Al Hadits adalah Ilmu yang menerangkan sebab-sebab datangnya Hadits dan
beberapa munasabahnya (latar belakang)1. Dan dalam Ilmu Mushthalah Hadits Asbab Wurud Al
hadits memiliki arti yaitu sebab-sebab datangnya hadits, yakni berupa suatu ucapan, tingkah laku,
perintah, larangan.dari Nabi SAW.2

1
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, cet, Ke I, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hml, 296.
2
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, Cet, Ke VIII, Bandung, Diponegoro, 2002, hml, 381.

1
Sedangkan As-suyuthi memaparkan Asbab Wurud Hadist adalah Sesuatu yang membatasi arti
suatu hadits, baik berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, dinasakhkan
dan seterusnya” atau, “suatu arti yang dimaksud oleh sebuah hadist saat kemunculannya.3

C. Pembagian Dan Macam- Macam Asbab Wurud

Dalam hal ini, as-Suyuthi membagi asbab al-wurud dalam tiga bentuk yaitu:

Pertama: Berupa Ayat al-Qur’an Hal ini dikarenakan banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang turun dalam
bentuk umum, sedangkan yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah makna khusus atau lantaran adanya
kemusykilan yang membutuhkan penjelasan. Seperti dalam firman Allah dalam surah al-An’am ayat 82:

َ‫ظ ْل ٍم أُو َٰلَئِكَ لَ ُه ُم ْال َ ْم ُن َو ُه ْم ُم ْهتَدُون‬ ُ ِ‫الَّذِينَ آ َمنُوا َولَ ْم َي ْلب‬


ُ ‫سوا ِإي َمانَ ُه ْم ِب‬

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan


kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan, dan mereka itulah orang-orang
yang mendapat petunjuk”.

Dalam memahami ayat di atas, sebagian para sahabat memahami zulm dengan makna aniaya
dan melanggar batas ajaran agama. Dikarenakan oleh hal inilah kemudian mereka mengadu dan
menanyakannya pada Rasulullah, maka beliau menegaskan bahwa zulm disini maksudnya adalah
syirk (mempersekutukan Allah) sebagaimana yang terdapat dalam surat Luqman ayat 13.

َ ‫ظ ْل ٌم‬
‫ع ِظي ٌم‬ ُ َ‫إِ َّن الش ِْركَ ل‬

“sesungguhnya mempersekutukan (Allah swt.)adalah benar-benar kezaliman yang sangat


besar.”

Kedua: Berupa Hadits:

‫إن هلل تعالى مالئكة في الرض ينطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من خير أو شر‬

sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat di bumi, yang dapat berbicara melalui mulut
manusia mengenai kebaikan dan keburukan seseorang.” (HR. Hakim).

Didalam memahami hadis ini para sahabat merasa kesulitan maka mereka bertanya
bagaimana hal ini dapat terjadi maka Nabi SAW menjelaska lewat sabdanya yang lain sebagai

3
Kitab Ikhtilāf al-Ḥadīṡ karya al-Syāfiʻī (204 H.)

2
mana hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik. Suatu ketika Nabi bertemu dengan rombongan
yang membawa jenazah. Para sahabat memberikan pujian pada jenazah itu dan mereka seraya
berkata:” jenazah itu baik”. Pada saat itu juga Nabi yang mendengar pujian itu, maka Nabi
berkata:”wajabad”. (pasti pasti masuk surga) sebanya 3 kali. Kemudian Nabi bertemu lagi dengan
rombongan yang membawa jenazah yang lain. Ternyata para sahabat mencela jenazah itu, meraka
berkata:” orang itu jahat”. Mendengar pernyataan para sahabat, maka Nabi barkata:” wajabat”.
(pasti masuk meraka).

Ketika mareka mendengar komentar Nabi yang demikian, maka para sahabat bartanya:”Ya
Rasulullah, mengapa terhadap jenazah pertama kamu ikut memuji, sedangkan terhadap jenazah
kedua rasul ikut mencelanya dan engkau berkata kepada kedua jenazah itu:”wajabat” sampai tiga
kali. Maka Rasullulah menjawab: ia benar, lalu Rasul berkata kepada Abu Bakar yang ikut dalam
perjalanan sesungguhnya Allah SWT memiliki para malaikat dibumi. Melalui mulut merekalah,
malaikat akan menyatakan tentang kabaikan dan keburukan seseorang. (HR. al-Hakim dan al-
Baihaqi). Dengan demikian yang dimaksud dengan para malaikat Allah di bumi yang
menceritakan tentang kebaikan dan keburukan seseorang adalah para sahabat atau orang-orang
yang mengatakan bahwa jenazah itu baik dan jenazah itu jahat.

Ketiga: Merupakan persoalan yang berkenaan dengan penjelasan bagi para sahabat yang
mendengarkan pada saat itu.4

Sebagai contoh adalah persoalan yang berkaitan dengan sahabat Syuraid Bin Suwaid ats-Tsaqafi.
Pada waktu Fath makkah (pembukaan kota makkah) beliau pernah datang kepada nabi SAW
seraya berkata: “Saya Bernazar Akan Shalat Dibaitul Maqdis”. Mendengar pernyataan sahabat
tersebut, lalu Nabi berssabda: “Shalat Di Sini, yakni masjidil haram itu lebih utama”. Nabi SAW
lalu bersabda: “Demi Dzat yang Jiwaku Berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kamu shalat
disini (Masjid Al-Haram Makkah), maka sudah mencukupi bagimu untuk memnuhi nazarmu”.
Kemudian Nabi SAW, bersabda lagi: “Shalat Dimasjid Ini, Yaitu Masjid Al-Haram Itu Lebih
Lebih Utama Dari Pada 100 000 Kali Shalat Di Selain Masjid Al-Haram”. (H.R. Abdurrazzaq
Dalam Kitab Al-Mushannafnya.5

4
Munzier Suparta, Ilmu Hadits hlm. 9-12
5
Munzier Suparta, Ilmu Hadits hlm. 9-12
3
D. Faidah-faidah mengetahui Asbab Wurud Al-hadis itu antara lain ialah:
1. Untuk menolong, memahami dan manafsirkan al hadis. Sebab sebagaiman diketahui
bahwa pengetahun tentang sebab-sebab terjadi sesuatu serupakan sarana untuk mengetahui
musabbab(akibat) yang ditimbulkannya. Seseorang tidak mungkin bisa mengetahui
penafsiran suatu hadis secara tepat tanpa mengetahui sebab-sebab dan keterangan-
keterangan tentang latar belakang Nabi, perbuatan Nabi, dan mengakui perbuatan para
sahabat yang dilakukan di hadapan Nabi. Ini merupakan suatu saran untuk memahami dan
menafsirkan hadis.
2. Sebagaimana diketahui bahwa lafadz Nash itu kadang-kadang dilukiskan dalam kata yang
bersifat umum, sehingga untuk mengambil isinya diperlukan dalil yang mentakhsiskannya.
3. Untuk mengetahui hikmah hukum syariat.
4. Untuk mentakhsiskan hukum bagi orang yang berpedoman Usul fiqh”al Ibratu bi Khususi
Sabab”(mengambil suatu ibarat hendaknya dari sebab-sebab yang khusus). Walaupun
pendapat yang kuat dari golongan Ushuliyun berpedoman dengan”al-Ibratu bi ‘Umumi
Lafazh, la bi Khususi Sabab”( mengambil suatu ibarat itu hendaknya berdasarkan pada
lafazh yang umum, bukan sebab yang khusus).

E. Cara Mengetahui Sebab- Sebab lahirnya Hadits

Di antara pokok dalam ilmu asbabi Wurudi’l-Hadis ialah pembicaraan tentang cara-
cara untuk mengetahui sebab-sebab lahirnya hadis. Cara-caranya yaitu hanya dengan jalan riwayat
saja. Karena tidak ada jalan bagi logika, menurut penelitian Al-Bulqiny, bahwa sebab-sebab
lahirnya hadis itu ada yang sudah tercantum didalam hadis itu sendiri dan adapula yang tidak
tercantum didalam hadis itu sendiri, tetapi tercantum dihadis lain.
Sebagai contoh asbabu wurudi’l-hadis yang tercantum didalam hadis itu sendiri, seperti
hadis abu dawud yang tercantum dalam kitab sunannya, yang diriwayatkan oleh abu Sa’id al-
Khudry, kata Abu Sa’ib :

ِ ‫ َولَحْ ُم ْال َك ْل‬, ‫ْض‬


‫ب َواْلنَّتْ ِن‬ ُ ‫ُط َر ُح فِ ْي ِه ْال َخي‬
ْ ‫ِي ِبئْ ٌر ي‬
َ ‫ َوه‬,َ‫عة‬ َ ُ‫سلَّ َم أَت ََوضَّا ُء ِم ْن بِئْ ِر ب‬
َ ‫ضا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ْ ‫صلَّي‬
َ ُ‫لْا‬ َ ِ‫لْا‬َ ْ ‫س ْو ِل‬
ُ ‫ِإنَّهُ قِ ْي َل ِل َر‬
ْ ‫سهُ ش‬
‫َي ٌء‬ َ ‫ أ َ ْل َما ُء‬: ‫فَقَا َل‬
ُ ‫ط ُه ْو ٌر َل يُن َِج‬
“bahwa beliau pernah ditanyakan oleh seseorang tentang perbuatan yang dilakukan oleh
rasulullah SAW :”apakah tuan mengambil air wudhu’ dari sumur Budla’ah, yakni sumur yang

4
dituangi darah, daging anjing dan barang-barang busuk ? jawab rasulullah SAW :”air itu suci,
tak ada sesuatu yang menjadikannya najis”.6
Sebab Rasulullah SAW bersabda, bahwa setiap air itu suci, lantaran ada pertanyaan dari
sahabat, tentang hukum air yang bercampur dengan darah, bangkai dan barang yang busuk, yang
persoalan itu dilukiskan dalam rangkaian hadis itu sendiri.
Contoh asbabu’l-wurud yang tidak tercantum dalam rangkaian hadis itu sendiri, tetapi
diketahuinya dari hadis yang terdapat dilain tempat yang sanadnya juga berlainan, seperti hadis
Muttafaq-‘alaih tentang niyat dan hijrah, yang diriewayatkan oleh ibnu Umar r.a :

َ ‫ص ْيبُ َها أ َ ِواْ ْم َرأَةٍ يَ ْن ِك ُح َها فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَي َما هَا‬
. ‫ج َر ِإلَ ْي ِه‬ ِ ُ‫َت ِهجْ َرتُهُ ِلدُ ْنيَا ي‬
ْ ‫َو َم ْن َكان‬
“ Barang siapa yang hijrahnya karena untuk mendapatkan keduniaan atau perempuan yang
bakal dikawininya, maka hijrahnya itu hanya kepada apa yang dihijrahkannya saja”.
Asbabu’l-Wurud dari hadis diatas , kita temukan pada hadis yang ditakhrijkan oleh At-
thabarany yang bersanad tsiqah dari Ibnu Mas’ud r.a, ujarnya:

. ‫ فَ َها َج َرفَت َزَ َّو َج َها‬, ‫اج َر‬ ْ ‫ فَأ َب‬, ) ‫ب ِإ ْم َرة يُقَا ُل لَ َها ( أ ُ ُم قَي ٍْس‬
ِ ‫ت أ َ ْن يَت َزَ َّو َج َها َحتَّي يُ َه‬ َ ‫َكانَ بَ ْينَنَا َر ُج ٌل َخ‬
َ ‫ط‬
ٍ ‫اجرأم قَي‬
.) ‫ْس‬ َ ُ‫ُكنَّا ن‬
ِ ‫س ِم ْي ِه( ُم َه‬
“Konon pada jama’ah kami terdapat seorang laki-laki yang melamar kepada seorang
perempuan yang bernama ummu Qais, tetapi perempuan itu menolak untuk dikawininya, kalau
laki-laki pelamar tersebut enggan berhijrah ke madinah. Maka ia lalu hijrah dan kemudian
mengawininya. Kami namai laki-laki itu , Muhajir Ummu Qais”.
F. Urgensi Asbab Al-Wurud Dalam Pemahaman Hadits

Memahami hadits dengan benar dan mengetahui ketentuan syara’ adalah sebagian dari
arti pentingnya mengetahui asbab al-wurud. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut
sebagaimana yang ditulis oleh suyuthi dalam kitabnya asbab wurud al-hadits:

1. Mentakhsish (mengkhususkan) arti yang umum Banyak diantara hadits Nabi yang
masih bersifat umum, seperti:
‫صالة القاعد على النصف من صالة القائم‬

“Pahala orang yang shalat dengan duduk, setengah dari shalat orang yang berdiri”.

6
Fatchur Rahman, 1974, Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung PT Al-Ma’arif, hal. 326

5
Kalau melihat hadits ini maka maknanya berlaku hanya untuk semua shalat sunnah.
Namun tentunya yang dimaksud adalah khusus bagi mereka yang mampu berdiri. Hal atau
makna tersebut tidak akan dapat kita ketahui bila tidak atau belum melihat sebab lahirnya yaitu
dari riwayat Abdullah bin Umar:

2. Membatasi Arti yang Mutlak Seperti Hadits yang artinya

“Siapa yang merintis perbuatan baik, lalu diamalkannya dan diamalkan pula oleh orang-orang
yang sesudahnya, maka ia memperoleh pahala untuk itu, ditambah pula dengan pahala
orangorang yang mengamalkan sunnahnya itu sesudad dia, tanpa dikurangi sedikitpun. Dan
siapa yang merintis perbuatan jahat, lalu ia kerjakan dan dikerjakan pula oleh orang-orang
sesudahnya, maka ia akan memperoleh dosa untuk itu, ditambah dengan dosa-dosa orangorang
yang mengerjakannya sesudahnya, tanpa dikurangi sedikitpun”.

“Sunnah” atau perbuatan yang dimaksud oleh hadits di atas mencakup perbuatan yang baik dan
buruk adalah bersifat mutlak, baik yang ada nashnya maupun tidak ada landasan hukumnya. Lalu
muncul hadits yang menerangkan maksudnya yaitu bahwa yang dimaksud dengan sunnah dalam
hadits tersebut di atas adalah perbuatan-perbuatan yang ada nashnya dalam Islam.

3. Merinci yang mujmal (global) Seperti hadits yang di keluarkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Anas:

“Rasulullah memerintahkan kepada Bilal agar menggenapkan adzan dan mengganjilkan


iqamah” Redaksi hadtis tersebut bertentangan dengan kesepakan para ulama tentang jumlah
takbir empat kali dan dua kali daslam iqamat. Namun kalau meruntut sebab wurudnya, nyatalah
bahwa arti hadits tersebut di atas bersifat mujmal, serta menunjukkan prinsip yang dipegangi
para ulama.

4. Menentukan persoalan naskh dan menjelaskan nasikh dan mansukh Contoh: hadits
Rasulullah yang artinya.

“Imam itu untuk diikuti, oleh sebab itu janganlah kamu sekalian mendahuluinya. Kalau ia
takbir, takbirlah kamu seklaian, dan kalau ia ruku’, ruku’ pulalah kalian. Dan manakala ia
mengucapkan: “sami’allahuliman hamidah”, maka ucapkanlah: “Allahumma Rabbana lakal

6
hamd”. Lalu kalau ia sujud, sujudlah sekalian, dan kalau ia shalat dengan duduk, maka shalat
pulalah dengan duduk”.

Imam Syafi’I berpendapat bahwa hadits ini di nasakh oleh hadits dari A’isyah yang
menyatakan bahwa Rasulullah shalat bersama kaum muslimin pada saat beliau sakit menjelang
wafatnya dengan duduk, sedangkan kaum muslimin shalat dengan berdiri. Padahal kalau melihat
sebab wurudnya hadits ini, jelas meniadakan nasakh yaitu sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Anas bahwa Nabi terjatuh dari kudanya, sehingga terkelupaslah kulit betis beliau yang sebelah
kanan. Dan ketika kami menjenguk beliau masuk waktu shalat dan kamipun shalat dengan duduk
dibelakang Nabi sebagaimana Nabi lakukan, kemudian beliau bersabda: “sesungguhnya imam
itu dijadikan untuk diikuti, lalu kalau ia shalat sambil duduk, shalat pulalah kamu sekalian
dengan duduk: Dalam hal inilah kemudian Imam Hambal melakukan al-jam’u (mempertemukan)
dua hadits tersebut, sebagaimana asy-Syaukani juga menegaskan tentang hal itu,

Asbabul Wurud: Antara Teks dan Konteks yaitu: pertama, manakalah imam yang biasa diikuti
itu mulai shalat dengan duduk lantaran sakit yang masih bisa diharapapkan kesembuhannya,
maka saat itu makmum harus shalat dengan duduk. Kedua, kalau imam yang diikuti itu shalat
dengan duduk dikarenakan sakit yang tidak bisa diharapkan sembuhnya, maka makmun harus
shalat dengan berdiri.

5. Menerangkan ‘Illat (alasan) suatu hukum

Seperi hadits Nabi yang melarang meminum air langsung dari mulut bejana. Sebabnya
adalah suatu saat disampaikan kepada Rasulullah bahwa ada seorang laki-laki minum langsung
dari mulut bejana, lalu ia pun

6. Menjelaskan kemusykilan Seperti hadits:

“Siapa yang mempercayai perhitungan, niscaya ia disiksa di hari kiamat”.

Adapun sebab-sebab munculnya hadits ini adalah sebagaiman yang diriwayatkan oleh
Aiysah, Rasulullah berkata: siapa yang dihisab, niscaya ia akan disiksa di hari kiamat. Lalu
Aisyah berkata: Bukankah Allah berfirman: “Maka ia akan dihitung dengan perhitungan yang
mudah dan beliau menjawab: “Bukan, itu hanya formalitas”. Jadi, siapa yang dihisab, akan
disiksa.

7
G. Kitab Kitab Yang Berbicara Tentang Asbabul Wurud

Ilmu mengenai asbabul wurud al-hadis ini sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat.
Hanya saja ilmu ini belum tersusun secara sistematis dalam suatu bentuk kitab-kitab. Demikian
kesimpulan as-Suyuthi dalam al-Luma’ fi Asbabi wurud al-hadis. Namun kemudian, seiring
dengan perkembangan dunia keilmuan waktu itu, ilmu asbab al-wurud menjadi berkembang. Para
ulama ahli hadis merasakan perlunya disusun suatu kitab secara tersendiri mengenai asbabul
wurud.
1. Asbabu wurud al-Hadis karya Abu hafash al-Ukbari guru dari Al Qodli Abu Ya’la
Muhammad Ibnu Husain al Farra’ Al Hambali (w. 339 H.), namun sayang kitab tersebut tidak
dapat sampai ke tangan kita.
2. Asbabu wurud al-hadis karya Abu Hamid Abdul Jalil Al-Jabari. Kitab tersebut juga tidak
sempat sampai ketangan kita.
3. Asbabu Wurud al-Hadis atau yang disebut juga al-Luma’ fi Asbab Wurudil hadis, karya
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. Kitab tersebut sudah ditahqiq oleh Yahya Ismail Ahmad.
4. Al-Bayan wa at-Ta’rif Asbabu Wurudil Hadist Syarif karya Ibnu Hamzah Al-Husaini ad-
Damasyqi (w.1110 H.) Kitab ini disusun menurut huruf abjad dan telah berkembang dalam
masyarakat. Kitab ini telah dicetak pada tahun 1329 dalam dua juz besar. 7

7
Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, MA, Abdul Mustaqim, M.Ag, Asbabul
Wurud,hlm 16-17.

8
DAFTAR PUSTAKA

Husin Munawwar,Said Agil.Mustaqin, Abdul Asbabul Wurud Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2001.
Suparta,Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Soetari,Endang, Ilmu Hadits, Bandung: Amal Bakti Press, 1997.
Daryanto,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Apolo, 1994.
As-Suyuthi, Asbab Wurud al-Hadits au al-Luma’ fi Asbab al-Hadits, Libanon: Dar al-Fikr, 1984.
As-Suyuthi, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, Riyadh: Maktabah alRiyadh al-Haditsah, tt
Hamzah, Abu, al-Bayan wa at-Ta’rif fi Asbab Wurud al-Hadits asySyarif, Libanon: Maktabah
Ilmiah, 1982.
Mandzur, Ibnu, Lisanul Arab, Libanon: Dar al-Fikr, 1990. Totoks, Jumantoro, Kamus Ilmu Hadits,
Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Rahman Fatchur, Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung, PT Al-Ma’arif, 1978
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, Cet, Ke VIII, Bandung, Diponegoro, 2002,

9
DAFTAR ISI

10

Anda mungkin juga menyukai