Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DAKWAH ISLAM DENGAN HIKMAH DAN DISKUSI SEHAT

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur dalam Mata Kuliah
Al-Quran dan Fiqh Dakwah
Semester VI

Disusun Oleh,

Kelompok III:

1. Mila Roza Linda : 4116007


2. Mersi Hendra : 4116011
3. Putra Candra : 4116014
4. Masyithah : 4116019
5. Suryani : 4116025

Dosen Pembimbing :

Muhammad Rezi

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
1440 H/ 2019 M
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah swt memberikan misi besar kepada Nabi Muhammad saw


sebagai manusia pilihan yang menjadi motor penggerak dalam usaha
membangun keadaan yang ideal dengan aturan-aturan Islam yang ada. Maka
dengan jalan dakwah lah Allah swt memerintahkan kepada Rasul saw untuk
berusaha mengajak setiap insan manusia ke jalan kebenaran, yakni Islam ini.
Tentunya dalam perjalanan dakwah yang ada, beliau saw memiliki beberapa
strategi sebagai langkah akurat yang mana dalam hal ini beliau telah
dibimbing oleh Allah swt melaui salah satu firman-Nya.

Munculnya konsep metode dakwah yang ada dimaksudkan untuk


menghadapi statifikasi keilmuan dalam masyarakat luas, dimana mereka pada
dasarnya memiliki tingkat keilmuan dan pemahaman yang berbeda. Dengan
adanya berbagai macam konsep metode dakwah yang ada, maka diharapkan
proses penyebar luasan Islam sebagai Rahmatan lil ‘Alamin ini dapat tercapai
dengan baik.

Tentunya proses dakwah yang dilakukan oleh Nabi saw memerlukan


perjalanan yang panjang, menaik dari anak tangga yang satu ke yang lainnya,
hingga pada akhirnya proses dakwah ini sampailah pada generasi penerusnya.
Konsep dakwah yang telah beliau saw ajarkan merupakan petunjuk praktis
yang dapat dijadikan refrensi segar dalam mengemban dan melanjutkan
prosesi dakwah yang notabenenya proses dakwah ini tidak memiliki batasan
akhir waktunya. Karena setiap zaman akan terdapat persoalan yang berbeda
dengan persoalan yang sebelumnya. Sehingga tidak menutup kemungkinan
bahwa bobot tantangan dakwah pada generasi yang baru akan sampai pada
benteng yang tinggi dan kuat. Oleh karena itu, dakwah Islam ini dengan
metode yang ada harus senantiasa diemban dan dipegang erat dengan maksud
agar terjaganya nilai-nilai Islam yang murni dan tidak dicampuri oleh nafsu
hati manusia yang tidak faham akan konsep Rahmatan lil ‘Alamin ini.
2
BAB II

PEMBAHASAN

A. QS. an-Nahl ayat 125

1. Ayat dan Terjemahan

ۚ
َ Fُ‫نُ ِإ َّن َربَّكَ ه‬F‫ بِٱلَّتِي ِه َي َأ ۡح َس‬F‫ك بِ ۡٱل ِح ۡك َم ِة َو ۡٱل َم ۡو ِعظَ ِة ۡٱل َح َسنَ ۖ ِة َو ٰ َج ِد ۡلهُم‬
‫و‬F ُ ‫ۡٱد‬
ِ ِ‫ع ِإلَ ٰى َسب‬
َ ِّ‫يل َرب‬
١٢٥ َ‫ض َّل عَن َسبِيلِ ِهۦ َوهُ َو َأ ۡعلَ ُم بِ ۡٱل ُم ۡهتَ ِدين‬ َ ‫َأ ۡعلَ ُم بِ َمن‬
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS.
an-Nahl: 125)

2. Asbabun Nuzul dan Munasabah

Tidak ditemukan asbabun nuzul dari ayat ini, namun ayat ini
memiliki munasabah dengan surat al-Ankabut ayat 46:

‫ا َءا َمنَّا‬Fْ‫و‬Fٓ Fُ‫وا ِم ۡنهُمۡۖ َوقُول‬F ِ َ‫ َل ۡٱل ِك ٰت‬F‫۞واَل تُ ٰ َج ِدلُ ٓو ْا َأ ۡه‬


ْ F‫نُ ِإاَّل ٱلَّ ِذينَ ظَلَ ُم‬F‫ٱلَّتِي ِه َي َأ ۡح َس‬Fِ‫ب ِإاَّل ب‬ َ
ٰ ٰ
٤٦ َ‫د َون َۡحنُ لَهُۥ ُم ۡسلِ ُمون‬ٞ ‫م ٰ َو ِح‬Fۡ‫نز َل ِإلَ ۡي ُكمۡ َوِإلَهُنَا َوِإلَهُ ُك‬ ‫ُأ‬ ‫ُأ‬ ٓ ‫بِٱلَّ ِذ‬
ِ ‫نز َل ِإلَ ۡينَا َو‬ ِ ‫ي‬
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan
dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang
zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman
kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang
diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu;
dan kami hanya kepada-Nya berserah diri"(QS. al-
Ankabut:46).
Dan firman-Nya kepada Musa dan Harun ketika di utus kepada
Fir’aun:

٤٤ ‫فَقُواَل لَهُۥ قَ ۡواٗل لَّي ِّٗنا لَّ َعلَّهۥُ يَتَ َذ َّك ُر َأ ۡو يَ ۡخ َش ٰى‬

Artinya: “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata


yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut"(QS.
Taha: 44).

3
Ayat-ayat di atas juga menjelaskan tentang perintah menyeru
mereka kepada syari’at, dan bantahlah mereka dengan bantahan yang
lebih baik dari pada bantahan lainnya, seperti memberi maaf, bersikap
lemah lembut terhadap mereka dengan menyampaikan kata-kata yang
baik.

3. Penafsiran
Nabi Muhammad SAW yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi
Ibrahim as., sebagaimana terbaca pada ayat yang lalu, kini diperintahkan
lagi untuk mengajak siapapun agar mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran
bapak para nabi dan pengumandang tauhid itu. Ayat ini menyatakan:
Wahai Nabi Muhammad, serulah, yakni lanjutkan usahamu untuk
menyeru semua yang engkau sanggup seru, kepada jalan yang
ditunjukkan tuhanmu, yakni ajaran Islam, dengan hikmah dan pengajaran
yang baik dan bantahlah mereka, yakni siapapun yang menolak atau
meragukan ajaran Islam, dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara
berdakwah yang hendaknya engkau tempuh mengahadapi manusia yang
beraneka ragam peringkat dan kecenderungannya, jangan hiraukan
cemoohan, atau tuduhan-tuduhan tidak berdasar kaum musyrikin, dan
serahkan urusanmu dan urusan mereka pada Allah, karena sesungguhnya
Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu Dia-lah
sendiri yang lebih mengetahui dari siapapun yang menduga tahu tentang
siapa yang bejat jiwanya sehingga tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah
saja juga yang lebih mengetahui orang-orang yang sehat jiwanya
sehingga mendapat petunjuk.1

Dalam Tafsir al-Maraghi dijelaskan, metode terbaik di dalam


berdakwah dan berdebat, yaitu berdakwah dengan cara yang baik. Itulah
kewajibanmu. Adapun pemberian petunjuk dan penyesatan, serta
pembalasan atas keduanya diserahkan kepada-Nya semata, bukan kepada
selain-Nya. Sebab, Dia lebih mengetahui tentang keadaan orang yang
1
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 774.
4
tidak mau meninggalkan kesesatan karena ikhtiarnya yang buruk, dan
tentang keadaan orang yang mengikuti petunjuk karena dia mempunyai
kesiapan yang baik. Apa yang digariskan Allah untukmu didalam
berdakwah, itulah yang dituntut oleh hikmah, dan itu telah cukup untuk
memberikan petunjuk kepada orang-orang mengikuti petunjuk, serta
menghilangkan uzur dari orang-orang yang sesat.2

Dalam Tafsir al-Qur’anul Karim dijelaskan, Allah SWT.


memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. supaya menyeru umat
manusia kedalan syari’at yang diturunkan-Nya, dengan bijaksana. Berilah
mereka pelajaran-pelajaran yang bermutu tinggi, dengan dalil keterangan
yang cukup berdasarkan wahyu dari-Nya. Dimana perlu dapat diadakan
tanya jawab, asal dengan tata tertib yang baik. Mudah-mudahan dengan
cara demikian timbul kesadaran di hati mereka, lalu merek menerima
agama Allah dan tobat dengan sungguh-sungguh. Pekerjaan itu harus
dilakukan dengan sabar dan tulus ikhlas, tidak terpengaruh oleh suasana
yang dihadapi. Diterima atau tidak diterima mereka, tidak menjadi soal
utama asal seruan itu sudah dijalankan dengan tegas dan dengan sebaik-
baiknya. Tuhan lebih mengetahui tentang keadaan mereka. Siapa diantara
mereka itu yang sudah sesat dari jalan Islam yang benar dan lurus dan
siapa yang mendapat petunjuk. Dalam hal ini seorangpun tidak dapat
menipu-Nya dengan jalan bagaimanapun. Karena ilmu Tuhan meliputi
segala-galanya, tidak ada ynag tersembunyi pada-Nya.3

Dalam Tafsir al-Azhar tiga pokok cara melakukan dakwah yaitu,


hikmah, mau’izah hasanah dan mujadalah billati hiya ahsan, amat
diperlukan disegala zaman sebab dakwah atau ajakan dan seruan
membawa umat manusia kepada jalan yang benar itu, sekali-kali bukanlah
propaganda, meskipun propaganda itu sendiri kadang-kadang menjadi
bagian dari alat dakwah. Dakwah meyakinkan, sedang propaganda atau
di’ayah adalah memaksakan. Dakwah dengan jalan paksa tidaklah akan
2
Ahmad Musthafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi, (Semarang, PT. Karya Toha Putra
Semarang, 1992), h. 290-291.
3
M. Nur Idris, Tafsir al-Qur’anul Karim, (Jakarta: Perkumpulan Haji Muhammad Nur
Idris, 2015), h. 458.
5
berhasil menundukkan keyakinan orang. Apa lagi dalam hal agama al-
Qur’an sudah mengaskan bahwa dalam hal agama sekali-kali tidak ada
paksaan (al-Baqarah-256). Dan diujung ayat ini dengan tegas Tuhan
mengatakan bahwa urusan memberi orang petunjuk atau menyesatkan
orang, adalah hak Allah sendiri: “Sesungguhnya tuhan engakau, Dialah
yang lebih tau siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih
tahu siapa yang mendapat petunjuk”.4

Dalam tafsir Ibnu Ktasir dijelaskan Allah Ta’ala berfirman seraya


memerintahkan Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW agar menyeru umat
manusia dengan penuh hikmah. Ibnu Jarir mengatakan “Yaitu apa yang
telah diturunkan Allah kepada beliau berupa Al-Quran dan Sunnah serta
pelajaran yang baik, di dalamnya berwujud larangan dan berbagai
peristiwa yang disebutkan agar mereka waspada terhadap siksa Allah.

Dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik, yakni


barangsiapa yang membutuhkan dialog dan tukar pikiran maka lakukanlah
dengan cara yang baik, lemah lembut serta tutur kata yang baik. Yang
demikian tersebut sama dengan firman Allah SWT dalam Q.S Al-
Ankabut: 46

         


  
Artinya: 46. dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan
dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim
di antara mereka
Dengan demikian Allah memerintahkan, untuk berlemah lembut
sebagaimana yang Dia perintahkan kepada nabi Musa a.s dan nabi Harun
a.s. ketika Dia mengutus keduanya kepada Fir’aun, melalui firmanNya:

        


44. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Q.S THAHA: 44)

4
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983), h. 322.
6
Akhir ayat Allah menjelaskan, bahwa Dia menegtahui siapa yang
sengsara dan siapa pula yang bahagia. Hal itu telah Dia tetapkan di sisiNya
dan telah usai pemutusannya. Serulah mereka kepada Allah, dan janganlah
kamu bersedih hati atas kesesatan orang-orang di antara mereka sebab
hidayah itu bukanlah urusanmu. Tugasmu hanyalah memberi peringatan
dan menyampaikan risalah dan perhitungannya adalah urusan Kami.5

Jadi, ayat ini dipahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan


tiga macam metode dakwah yang harus sesuaikan dengan sasaran dakwah.
Terhadap cendikiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan
menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata
bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Terhadap kaum awwam
diperintahkan untuk menerapkan mau’izah, yakni memberikan nasihat dan
perumpamaan yang mneyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan
mereka yang sederhana. Sedang, terhadap Ahl Kitab dan penganut agama-
agama lain yang diperintahkan adalah jidal/ perdebatan dengan cara yang
terbaik, yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan
dan umpatan.6

4. Hikmah

Adapun hikmah dari surat an-Nahl ayat 125 ini dijelaskan


bagaimana metode yang baik dalam berdakwah, yaitu Pertama, dengan
hikmah, yaitu sesuatu yang mengena kebenaran berdasarkan ilmu dan
akal. Hikmah adalah argumen yang menghasilkan kebenaran yang tidak
diragukan, tidak mengandung kelemahan tidak juga kekaburan. Kedua, al-
Mau’izah hasanah yakni nasehat, uraian yang menyentuh hati yang
mengantar kepada kebaikan. Dan disampaikan dengan baik. Kemudian
yang ketiga jidal, yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang
mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan menjadikannya tidak

5
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Syeikh, Terj. Tafsir Ibnu
Katsir, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2003), cet. 1, Jilid 5, h. 121.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,..., h..
774.
7
dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang
maupun hanya oleh mitra bicara.7

B. QS. Ali-‘Imran: 159


1. Ayat dan Terjemahan

ۡ‫ٱعفُ ع َۡنهُم‬ ۡ َ‫وا ِم ۡن َح ۡولِ ۖكَ ف‬ ْ ُّ‫ب لَٱنفَض‬ ِ ‫فَبِ َما َر ۡح َم ٖة ِّمنَ ٱهَّلل ِ لِنتَ لَهُمۡۖ َولَ ۡو ُكنتَ فَظًّا َغلِيظَ ۡٱلقَ ۡل‬
َ‫ َو ّكِلِين‬Fَ‫ َزمۡ تَ فَتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ يُ ِحبُّ ۡٱل ُمت‬Fَ‫ِإ َذا ع‬Fَ‫او ۡرهُمۡ فِي ٱَأۡلمۡ ۖ ِر ف‬
ِ ‫ٱست َۡغفِ ۡر لَهُمۡ َو َش‬
ۡ ‫َو‬
١٥٩
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS.
ali-‘Imran: 159).

2. Asbabun Nuzul dan Munasabah

Mengenai Asbabun Nuzul ayat ini, tidak ditemukan riwayat yang


menceritakan atau riwayat dari siapa. Namun, dalam Tafsir Al-Mishbah
disebutkan bahwa salah satu yang menjadi penekanan pokok ayat ini yaitu
perintah melakukan musyawarah. Sedangkan munasabah ayati ini yaitu
dengan Q.S An-Nahl: 125 yang dibahas di awal. Karena kedua ayat ini
menunjukkan cara-cara berdakwah. Dan juga memiliki munasabah
dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 157-158.

‫ر مِّمَّا جَي ۡج َمعُ و َن‬F‫َولَِئن قُتِ ۡلتُمۡ يِف َس بِ ِيل ٱللَّ ِه َأ ۡو ُمتُّمۡ لَ َم ۡغ ِف َرة ِّم َن ٱللَّ ِه َو َر ۡح َم ةٌ َخ ۡي‬
١٥٨ ‫ َولَِئن ُّمتُّمۡ َأ ۡو قُتِ ۡلتُمۡ ِإَل ىَل ٱللَّ ِه حُت ۡح َش ُرو َن‬١٥٧
Artinya: 157. Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau
meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik
7
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,..., h..
775.

8
(bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan 158.
Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada
Allah saja kamu dikumpulkan

3. Penafsiran

Menurut Wahbah Az-Zuhaili, dalam tafsir Al-Wasith, ayat ini


mencakup beberapa pilar kesuksesan dakwah nabawi, prinsip-prinsip
hukum Islam, dan pedoman interaksi dengan manusia. Pilar pertama,
melembutkan hati Nabi dan kasih sayangnya yang menyeluruh terhadap
umat manusia. Allah SWT menjadikan nabi-Nya sebagai sosok yang
mudah berinteraksi, santun dalam bertutur kata, memberi nasehat, dan
penuh kelembutan. Sebab, seandainya beliau berjiwa keras dan berhati
kasar, tenu orang-orang akan menjauh dari sekitarnya. Akan tetapi, Allah
SWT telah menjadikan beliau sebagai rahmat dan petunjuk bagi semesta
alam, sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Anbiya’: 107 “Dan Kami
tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi seluruh alam”. Dan menjadikan beliau sebagai contoh ideal dan
sempurna dalam hal akhlak dan muamalah, yang disebutkan dalam Q.S
Al-Qalam: 4 “Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti
luhur.”8 Dalam Tafsir Ibnu katsir di jelaskan, bahwa sikap lemah lembut
merupakan rahmat dari Allah. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh
Qatadah: Karena Rahmat Allah engkau (Muhammad) bersikap lemah
lembut kepada mereka. 9
Dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah
sendiri yang mendidk dan membentuk kepribadian Nabi saw.,
sebagaimana sabda beliau: Aku dididik oleh Tuhanku, maka sungguh
baikhasil pendidikanNya.” Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan
hanya pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-
wahyu al qur’an, tetapi juga kalbu beliau disinari, bahkan totalitas wujud
beliau merupakan rahmad bagi seluruh alam.10
8
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Wasith, h...., h. 229-230.
9
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Syeikh, Terj. Tafsir Ibnu
Katsir,..., h. 220.
10
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian al Qur’an,…, h.
257.
9
Di dalan ayat ini bertemulah pujian yang tinggi dari Tuhan
terhadap Rasulnya, karena sikapnya yang lemah lembut, tidak lekas
marah kepada ummatnya yang tengah dituntun dan dididiknya iman
mereka lebih sempurna. Sudah demikian kesalahan beberapa orang yang
meninggalkan tugasnya, karena loba harta itu, namun Rasulullah tidaklah
marah-marah saja. Melainkan dengan jiwa besar mereka dipimpin. Dalam
ayat ini Tuhan menegaskan, sebagai pujian kepada Rasul, bahwasanya
sikap yang lemah lembut itu, ialah karena ke dalam dirinya telah
dimasukkan oleh Tuhan rahmat-Nya. Rasa rahmat, belas kasihan, cinta
kasih itu telah ditanamkan Tuhan ke dalam diri beliau, sehingga rahmat
itu pulalah yang mempengaruhi sikap beliau dalam memimpin.11

Selanjutnya Allah berfirman, “sekiranya kamu bersikap keras lagi


berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. Yang
dimaksud dengan Fazhzhu dan Al-ghalizhu disini adalah ucapan kasar.
Hal itu sesuai dengan firmanNya ghalizhal Qalbi artinya berhati kasar.
Artinya jika kamu mengeluarkan kata-kata buruk dan berhati kasar
kepada mereka, niscaya mereka akan menjauh dan meninggalkanmu,
tetapi Allah menyatukan mereka semua kepadamu. Dan Allah menjadikan
sikapmu lembut kepada mereka dimaksudkan untuk menarik hati mereka,
sebagaimana yang dikatakan Abdullah bin Amr: “aku melihat sifat
Rasulullah SAW dalam kitab-kitab terdahulu seperti itu, dimana beliau
tidak bertutur kata kasar dan tidak juga berhati keras, tidak suka
berteriak-teriak di pasar dan tidak pernah membalas kejahatan dengan
kejahatan, tetapi beliau itu senantiasa memberikan maaf”.12 Hal ini juga
karena maksud dan tujuan di utusnya Rasul ialah untuk menyampaikan
syari’at-syari’at Allah kepada umat manusia. Hal itu tidak akan tercapai
selain mereka bersimpati kepada para rasul dan jiwa mereka merasa
tenang dengan rasul. Hal ini akan terwujud jika sang rasul bersikap

11
Hamka, Tafsir al-Azhar,...,h. 130.
12
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Syeikh, Terj. Tafsir Ibnu
Katsir,..., 220.h. 221.
10
pemurah dan mulia, melupakan semua dosa yang dilakukan seseorang
serta memaafkan kesalahan-kesalahannya.13

Pilar Kedua: memaafkan dan menoleransi kesalahan-kesalahan


kaumnya. Sehingga, beliau tidak boleh menghukum mereka atas
perlakuan buruk mereka terhadap beliau, melainkan membalas perlakuan
buruk dengan perlakuan baik. Dan beliau memohon ampunan kepada
Allah untuk mereka atas berbagai kekhilafan dan kesalahan yang terjadi.14

Pilar ketiga: musyawarah. Musyawarah merupakan salah satu


kaidah syariat dan ketentuan hukum. Barangsiapa tidak meminta pendapat
kepada ahli ilmu dan agama, maka mengucilkannya adalah wajib. Allah
SWT memuji kaum mukminin didalam firmanNya: “sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka” (Q.S Asy-
Syuraa: 38).15 Oleh sebab itu Rasulullah senantiasa mengajak para
sahabatnya bermusyawarah mengenai suatu persoalan yang terjadi untuk
menjadikan hati mereka senang dan supaya mereka lebih semangat dalam
berbuat. Sebagaimana beliau pernah mengajak mereka bermusyawarah
pada waktu perang badar mengenai keberangkatan untuk menghadang
pasukan orang-orang kafir.16 Nabi SAW bersabda: “Tidaklah merugi
orang yang meminta petunjuk kebaikan (istikharah) dan tidaklah
menyesat orang yang meminta saran (bermusyawarah). Beliau juga
bersabda, “orang yang diminta sarannya adalah orang yang mendapat
amanah kepercayaan”. Meminta saran pendapat dituntut pada semua
urusan dunia dan agama. Adapun urusan-urusan agama, maka Al-quran
yang menjadi ketetapan hukumnya, sedangkan urusan-urusan dunia maka
dasarnya adalah akal, hikmah, dan cinta kasih. 17 Jadi musyawarah di sini

13
Ahmad Musthafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi,..., h. 195.
14
Wahbah Zuhailli, Tafsir Al-Wasith, ..., h. 230.
15
Wahbah Zuhailli, Tafsir Al-Wasith, ..., h. 230.
16
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Syeikh, Terj. Tafsir Ibnu
Katsir,..., 220.h. 221.
17
Wahbah Zuhailli, Tafsir Al-Wasith, ..., h. 230.
11
yakni dalam urusan peperangan dan urusan dunia, bukan urusan syariat
atau agama. 18

Sesudah Tuhan memuji sikap lemah lembut beliau dan


menerangkan betapa bencana yang akan menimpa kalau beliau kasar dan
berkeras hari, maka Tuhan memberikan tuntunan lagi kepada Rasul-Nya,
supaya ummat yang dikelilingnya itu selalu diajaknya bermusyawarah
dalam mengahdapi soal-soal bersama. “Maka maafkanlah mereka dan
mohonkan ampun untuk mereka.” Mereka itu memang telah bersalah,
karena menyiakan perintah yang diberikan oleh Nabi kepadanya, sebab
mereka telah bersalah kepada Nabi sebagai pemimpinnya, hendaklah Nabi
yang berjiwa besar itu memberi maaf. Dalam pada itu mereka dengan
pelanggaran itu telah berdosa kepada Allah. Oleh sebab itu engkau
sendirilah wahai utusan-Ku yang seharusnya memohonkan ampunan
Tuhan untuk mereka, niscaya Tuhan akan memberi ampun, sebab dosa
mereka sangkut-bersangkut dengan dirimu. Selanjutnya “Ajaklah mereka
bermusyawarah dalam urusan itu.” Dan inilah dia inti dari
kepemimpinan.19

Pilar keempat sikap tawakkal kepada Allah dan menyerahkan


urusan kepadaNya, namun dengan syarat mengupayakan sebab-sebab,
menyertai sikap tawakkal dengan bersungguh-sungguh dalam ketaatan,
beramal, bertekad kuat, dan mengeluarkan segenap tenaga seperti yang
dikehendaki oleh hikmah dan realita permasalahan. 20 Tawakkal dilakukan
setelah musyawarah dilakukan, serta dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya maka barulah bertawakkal kepada Allah. Serahkan segala
sesuatu kepadaNya setelah mempersiapkan diri dan memiliki sarana yang
cukup untuk meniti sebab-sebab yang telah dijadikan Allah untuk bisa
mencapainya. Jangan sekali-kali kita mengandalkan kemampuan dan
kekuasaan sendiri. Juga jangan terlalu yakin dengan pendapat dan

18
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian al Qur’an,…,
257.
19
Hamka, Tafsir al-Azhar,..., hal. 131.
20
Wahbah Zuhailli, Tafsir Al-Wasith, ..., h. 230.
12
perlengkapan sendiri yang cukup memadai. Karena semua itu tidak cukup
untuk menunjang keberhasilan, selagi tidak dibarengi pertolongan dan
taufik Allah.21

4. Hikmah

Adapun hikmah ataupun ibrah dari Q.S Ali Imran: 159 ini dalam
kaitannnya dengan dakwah yaitu yang pertama dalam mengajak atau
berdakwah kepada orang lain hendaklah disampaikan dengan cara yang
lemah lembut, tidak kasar dan tidak keras hati. Dengan lemah lembut
disana akan menjadi daya tarik sendiri untuk seseorang dapat
mendengarkan apa yang kita sampaikan. Orang-orang atau objek dakwah
tersebut akan tertarik dengan apa yang kita sampaikan. Artinya seorang
da’I tersebut dapat menjadi teladan bagi orang lain. Sebagaimana akhlak
Rasulullah yang patut diteladani. Selanjutnya bentuk atau cara dakwah
yang dilakukan oleh seorang da’I atau setiap orang yang berdakwah itu
seperti memaafkan kesalahan orang lain dan membalas kejahatan dengan
kebaikan. Dengan cara demikian itu menunjukkan bahwa dalam
berdakwah itu kita menunjukkan atau mengajarkan sesuatu yang sesuai
dengan ajaran Al-Quran dan hadis Nabi SAW. Hikmah selanjutnya yaitu
kita bertawakal kepada Allah, karena Allah lah yang memberi taufik dan
hidayah kepada orang tersebut. sedangkan tugas seorang da’I atau orang
yang berdakwah adalah menyampaikan, sedangkan urusan hati orang
tersebut itu adalah urusan Allah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

21
Ahmad Musthafa al-Maragi, Tafsir al-Maraghi,..., h 198.
13
Metode yang baik dalam berdakwah, yaitu Pertama, dengan hikmah,
yaitu sesuatu yang mengena kebenaran berdasarkan ilmu dan akal. Hikmah
adalah argumen yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak
mengandung kelemahan tidak juga kekaburan. Kedua, al-Mau’izah hasanah
yakni nasehat, uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan.
Dan disampaikan dengan baik. Kemudian yang ketiga jidal, yang bermakna
diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan
menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh
semua orang maupun hanya oleh mitra bicara.

Cara berdakwah selanjutnya yaitu hendaklah disampaikan dengan cara


yang lemah lembut, tidak kasar dan tidak keras hati. Dengan lemah lembut
disana akan menjadi daya tarik sendiri untuk seseorang dapat mendengarkan
apa yang kita sampaikan. Artinya seorang da’I tersebut dapat menjadi teladan
bagi orang lain. Sebagaimana akhlak Rasulullah yang patut diteladani.
Selanjutnya bentuk atau cara dakwah yang dilakukan oleh seorang da’I atau
setiap orang yang berdakwah itu seperti memaafkan kesalahan orang lain dan
membalas kejahatan dengan kebaikan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
berdakwah itu kita menunjukkan atau mengajarkan sesuatu yang sesuai
dengan ajaran Al-Quran dan hadis Nabi SAW. Hikmah selanjutnya yaitu kita
bertawakal kepada Allah, karena Allah lah yang memberi taufik dan hidayah
kepada orang tersebut.

B. Saran

Pembahasan mengenai cara-cara dakwah yang dijelaskan dalam


makalah ini dapat menjadi salah satu sumber referensi bagi pembaca.
Selanjutnya kita sebagai kaum intelektual yang telah mempelajarinya dapat
mengamalkannya dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.

14

Anda mungkin juga menyukai