Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS PADA MASA PRAKODIFIKASI DAN

KODIFIKASI
BAB I
PENDAHULUAN
Mepelajari sejarah perkembangan dan pertumbuhan hadis di harapkan

mengetahui terhadap sikap dan tindakan umat Islam terhadap hadis serta usaha

pembinaan dan pemeliharaan pada setiap periode hadis sehinggal pada ahirnya

menghasilkan kitab-kitab dari pembukuan secara sempurna yang dalam islam dikenal

dengan tadwin.1 Studi tentang keberadaan hadis semakin menarik untuk dikaji seiring

dengan perkembangan analisis dan nalar manusia.

Studi hadis tidak hanya dilakukan oleh kalangan muslim melainkan juga

dilakukan oleh kaum orentalis. Bahkan kajian hadis di Dunia Islma semakin menguat

yang dilatar belakangi umat islam untuk menyanggah terhadap kaum orentalis tentang

ketidak aslian hadis2. Misalnya Goldzir, dia meragukan sebagian besar orsinilitas hadis

bahkan yang diriwayatkan ulama’ besar seprti Imam Bukhori hal ini dikarenakan

wafatnya Nabi Muhammad dengan upaya pembukuan hadis sangat jauh, menurutnya

sangat sulit untuk menjaga orsinilitas Hadis tersebut.

Oleh karena itu mengkaji sejarah berarti mengupayakan mengungkap fakta yang

sebenarnya sehingga sulit untuk menolak keberadaanya. Perjalanan hadis pada setiap

periode mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang di hadapi, dari setiap periode

tidak sama, maka pengungkapan sejarah persoalnnya perlu diajukan ciri-ciri khusus dari

persoalan tersebu

1
Munzi suparta.Ilmu hadis (jakarta : Raja Wali Pers,2011), 69.
2
Ibd, 69

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Hadis pada masa Prakodifikasi

Sejarah perkembangan hadis pada masa prakodifikasi maksudnya adalah masa

sebelum pembukuan.3 Mulai sejak zaman Rosululloh hingga ditetapkannya

pembukuan hadist secara resmi ( kodifikasi ). Masa ini pemkalah membagi

menjdai tiga periode yaitu masa Rosululloh, masa Sahabat, dan masa Tabi’in

1. Hadis Pada Masa Rosululloh SAW

Mengulas Hadis pada masa Rosululloh berarti membicarakan Hadist

pada pada awal kemunculannya, uraian ini akan terkait langsung kepada

Rosululloh sebagai Sumber Hadis. Rosululloh membina umat islam selama 23

tahun. Masa ini merupakan kurun turunya wahyu sekaligus diwurudkannya

Hadis.4 Keadaan ini sangat menuntut dan keseriusan serta kehati – hatian para

shohabat sebagai pewris pertama ajaran Islam.

Wahyu yang diturunkan Alloh SWT kepada Nabi melalui perkataan,

perbuatan, dan pengakuan atau penetapan Rosululloh SAW. Sehingga apa yang

disampaikan oleh para sahabat dari apa-apa yang telah mereka dengar, lihat dan

saksikan merupakan pedoman. Rosululloh merupakan satu-satunya contoh bagi

para sahabat, karna Rosululloh mempunyai sifat kesempurnaan dan keutamaan

yang berbeda dengan manusia lainnya.

3
Mangunsuito, kamus Besar Ilmiah Populer (Jakarta : Widyatama Perss indo, 2011), 298
4
Muhammad Ali Al-Shobuni, Al Tibyan Fi Ulumil Qur’an (Madinah : Daru Al-Shobuni 2003), 29

2
Ada suatu keistimewaan di masa Rosululloh yang membedakan dengan

masa lainnya. Umat islam pada masa ini dapat memperoleh hadis secara

langsung dari Rosululloh sebagai sumber hadis, antara Rosululloh dengan

mereka tidak ada jarak atau hijab yang mempersulit pertemuannya.5

Alloh menurunkan Al-Qur’an dan mengutus Nabi Muhammad sebagi

utusan-Nya adalah sebuah paket yang tidak bisa dipisahkan, dan apa-apa yang

disampaikannya merupakan wahyu sebagai mana yang di Firmankan Alloh

dalam Al-Qur’an.

‫وما ينطق عن الهوى ان هو اال وحي يوحى‬.6

Dan tiadalah yang di ucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.

Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang di wahyukan (kepadanya)

Tempat-tempat pertemuan diantara kedua belah pihak sangtlah terbuka

dalam banyak kesempatan. Tempat yang biasa digunakan Rosululloh SAW

cukup bervariasi seperti di Masjid, di Rumah Rosululloh, di pasar ketika dalam

perjalanan (safar), dan ketika muqim (berada di rumah)7

Ada beberapa cara Rosululloh menyampaikan Hadis kepada para

sahabatnya yaitu :8

 Melalui para jamaah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis al-

ilmi. Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banayak peluang untuk

5
Dr. H. Mundzir Suparta Ilmu Hadis ( Jakarta :Raja Wali Pers 2010), 71.
6
Al-Qur’an (Qs. Al-Najm (53):3-4)
7
Dr. H. Mundzir Suparta Ilmu Hadis ( Jakarta :Raja Wali Pers 2010), 72. yang mengutip dari
Dr.Musthafa Al-Saba’I Al-Sunnah Wamakanatuha (kairo Dar Al-Salam,1998), 64.
8
Ibd.72

3
menerima Hadis sehingga mereka berusaha mengkonsentrasikan diri

guna mengikuti kegiatan yag diberikan oleh Nabi

 Dalam banyak kesempatan Rosululloh menyampaikan hadisnya melalui

para sahabat tertentu yang kemudian disampaikan kepada orang lain. Hal

ini karena terkadang ketika beliau mewurudkan hadis para sahabat yang

hadir hanya beberapa saja baik karena disengaja oleh Rosululloh sendiri

atau secara kebetulan sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja,

bahkan hanay satu orang, seperti Hadis yng di tulis Abdulloh Ibn Amr

Ibn Al-Ash.

Untuk hal-hal yang sensitif seperti yang berhubungan dengan

kekeluargaan dan kebutuhan biologis (terutama yang menyangkut

hubungan suami istri, beliau samapaikan melalui istri-istrinya

 Cara lain yang dilakukan Rosululloh adalah melalui ceramah dan pidato

ditempat terbuka seperti pada haji wada’ dan Fathu makkah9.

a. Larangan Menulis Hadis Pada Masa Rosululloh SAW

Pada masa Rosululloh sedikit sekali sahabat yng bis menulis sehingga

yang menjadi andalan paling ampuh mereka adalah hafalan. Menurut Abd Al-

Nashr, Alloh telah memberi keistimewaan kepada para sahabat dengan kekuatan

daya ingat dan kemampuan menghafal. Mereka dapat meriwyatkan Al-Qur’an,

hadis, dan syair. Dengan baik seakan mereka membaca dari sebuah buku.10

Perhatian sahabat terhadap hadis sangat tinggi, terutama diberbagai

majlis Nabi atau tempat untuk menyampaikan risalah Islamiyah seperti dimasjid,

9
Ibd.73. yang mengutip dari Ibnu Hjar AL-Asqolani Fath Al-Bari (Beirut : Dar Alfikr wa maktubah Al-
Salafiyyah),150
10
Idri Studi Hadis (Jakarta :Kencana 2013), 35.

4
halaqoh ilmu, dan diberbagai tempat yang dijanjikan Rosululloh . Rosululloh

menjadi pusat narasumber, refrensi, dan tumpuan pertanyaan ketika para sahabat

menghadapi masalah, baik secara langsung atau tidak langsung seperti melalui

istri-istri Rosululloh dalam maslah keluarga dan kewanitaan karena mereka

adalh orng –orang yang paling mengetahi keadaan Rosululloh dalam masalah

keluarga.

Hadis pada waktu itu pada umumnya hanya diingat dan dihafal oleh para

sahabat dan tidak ditulis seperti Al-Qur’an Ketika disamapaikan oleh Nabi

karena situasi dan kondisi tdiak memungkinkan. 11 Memang Nabi melarang bagi

umum karena hawatir bercampur anatara Hadis dan Al-Qur’an. Banyak yang

melarang para sahabat untuk menulis hadis, diantara hadis yang melarang

penulisan hadis adalah.

‫ب َعنِّيي َغْي َر الْ ُق ْر ِان‬ ِ ِ ِ ِ


َ ‫َع ْن اَيِب ْ َسعْي ُد اخْلُ ْد ِري اَ َّن َر ُس ْو ُل اهلل‬
َ َ‫ اَل تَكْتُُب ْوا َعيِّن َو َم ْن َكت‬:‫صلَّى اهلل َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
12
‫مسلم‬
ٌ ُ‫ رواه‬.ُ‫َفْليَ ْم ُحه‬
“ diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rosululloh SAW

bersabda : janganlah engkau menulis (hadis) dariku, barangsiapa menulis diriku

selain dari Al-Qur’an maka hapuslah.(HR.Muslim)

Alasan larangan pencatatan hadis pada masa Rosululloh karena hawatir

hadis bercampur dengan Al-Qur’an yangs saat itu masih proses penurunan. Oleh

karena itu maka pada saat itu Nabi Melarang keras kepada sahabat untuk

menulis dan mencatat hadis agar tidak bercampur dengan Al-Qur’an Al-Karim.

b. Diperbolehkannya Menulis Hadis Dimasa Rosululloh SAW

11
Abd Majid Khon Ulumul Hadis (Jakarta : Amzah 2012) 49
12
Dr.H.Mundzir Ilmu Hadis ...77 yang mengutip dari Ibnu Hajar Al-Asqalani Fath Al-Bari (Beirut : Dar Al-
Fikr wamaktabah Al-Salafiyah).218

5
Larangan menulis hadis tidaklah umum kepada semua sahabat, ada

sahabat tertentu yang diperbolehkan menulis hadis. Nabi melarang menulis hadis

karena dikhawatirkan bercampur dengan Al-Qur’an dan pada kesempatan lain

Nabi memperbolehkannya. Sebagai mana diriwayatkan oleh Abdulloh Ibnu

Umar, ia berkata “ aku pernah menulis segala sesuatu yang aku dengr dari

Rosululloh, aku ingin menjaga dan menghafalkannya tapi orang Quraisy

melarang untuk melakukannya” mereka berkata “kamu hendak menulis (hadis)

padahal Rosululloh bersabda dalam keadaan marah dan senang” kemudian aku

menahan diri (untuk tidak menulis hadis) hingga aku ceritakan kejadian itu

kepada Rosululloh, beliau bersabda.13

ٌّ ‫اُ ْكتُبْ فَ َوالَّ ِذيْ نَ ْف ِس ْي بِيَ ِد ِه َما َخ َر َج َعنِّي اِاَّل َح‬


‫ق‬

“ Tulislah, maka demi dzat yang aku berada dalam kekuasaan-Nya

tidaklah keluar dariku kcuali kebenaran”.

Adanya larangan tersebut berakibat banyak hadis yang tidak ditulis dan

seandainya Nabi tidak pernah melarang pun tidak mungkin hadis dapat ditulis

karena menurut M. Suyudi Ismail hal ini disebabkan oleh beberapa alasan

berikut :

1) Karena hadis yang disampaikan tidaklah selalu dihadapan sahabat yang

pandai menulis.

2) Perhatian Nabi dan sahabat lebih banyak pada Al-Qur’an.

3) Meskipun Nabi mempunyai skretaris tetapi mereka hanya diberi tugas

menulis Wahyu yang turun dan surat-surat Nabi.

13
Idri, Studi Hadis...36

6
Sanagat sulit seluruh pernyataan, perbuatan, ketetapan, dan hal-hal orang

masih hidup dapat lansung dicatat oleh orang lain, apalagi dengan alat

sederhana.14

c. Tanggapan Terhadap Larangan pencatatan Hdis pada masa Rosululloh SAW.

Menghadapi dua hadis yang tampak bertentangan diatas, ada beberapa

pendapat berkenaan dengan ini, yaitu :

1) Larangan menulis hadis terjadi pada periode permulaan, sedangkan izin

penulisannya diberikan pada periode akhir kerosulan

2) Larangan menulis hadis itu ditujukan bagi orang yang kuat hafalnnya dn

tidak dapat menulis dengan baik, serta dikhawatirkan salah dan

bercampur dengan Al-Qur’an, izin menulis hadis diberikan kepada orang

pandai menulis dan tidak dikhawatirkan salah dan bercampur dengan Al-

Qur’an.

3) Larangan itu ditujukan bagi orang yang kurang pandai menulis

dikhawatirkan tulisannya keliru, sementara orang yang pandai menulis

tidak dilarang menulis hadis.

4) Larangan hadis dicabut oleh izin hadis, karena di khawatirkan

tercampurnya catatan hadi dengan Al-Qur’an.

5) Larangan itu bersifat umum, sedangkan izin menulis hadis bersifat husus

kepada para sahabat yang dijamin tidak mencampurkan catatan hadis dan

Al-Qur’an.

6) Larangan ditujukan untuk Kodifikasi formal sedangkan izin ditujukan

untuk sekedar dalam bentuk catatan yang diapakai sendiri.

14
Ibd,...37

7
7) Larangan berlaku ketika wahyu masih turun, belum dihafal dan dicatat.

Adapun ketika wahyu yang tururn sudah dihafal dan dicatat, maka

penulsan hadis di izinkan15

2. Hadis Pada Masa Sahabat

Nabi wafat pada tahun 11 H. Kepada Ummatnya beliau meninggalkan

dua pegangan sebagai dasar pedoman hidupnya yitu Al-Qur’an dan Hadis yang

harus dipegangi bagi pengaturan aspek seluruh kehidupan ummat setelah Nabi

wafat, kendali kepemimpinan uamat islam berada ditangan sahabat Nabi.

Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abubakar As-

Shiddiq (wafat pada tahun 13 H./634 M.) kemudian disusul oleh Umar Bin

Khattab (wafat pada tahun 23 H./644 M.) usman bin Affan (wafat 35 H./656

M.), Ali bin Abi Thalib (wafat pada tahun 40H./661 M.). Keempat khalifah ini

dalam sejarah dikenal dengan sebutan Al-Khulafa Al-Rasyidin dan periodenya

biasa disebut juga dengan zaman sahabat besar.16

Sesudah Ali bin Abi Thalib wafat, maka berakhirlah era sahabat besar

dan menyusul era sahabat kecil. Dari pada itu muncullah para tabiin bsar yang

bekerja sama dalam perkembangan pengetahuan dengan para sahabat Nabi yang

masih hidup pada masa itu. Dianatara sahabat Nabi yang masih hidup setelah

periode Al-Khulafa Al-Rasyidin dan yang cukup besar perannya dalam

periwayatan hadis Nabi ialah ‘A’isyah isteri Nabi ( wafat pada tahun 57 H./578

M.), Abu Khurairah (wafat pada tahun 58 H./678 M.), ‘Abdullah Bin Abbas

15
Ibd,...38
16
M. Syuhudi Ismail, kaedah-kaedah keshahehan sanad hadis (Jkarta : Buln Bintang 1995),41.

8
(wafat pada tahun 68 H./687 M.), Abdullah Bin Umar Bin Al-Khattab (wafat

pada tahun 73 H./692 M.), dan Jabir Bin Abdullah (wafat 78 H./697 M.)17

Para shahabat mengetahui kedudukan As-Sunnah sebagai sumber

syari’ah pertama setelah Al-Qur’an Al-karim. Mereka tidak mau menyalahi as-

Sunnah jika as-Sunnah itu mereka yakini kebenarannya, sebagaimana mereka

tidak mau berpaling sedikitpun dari as-Sunnah warisan beliau. Mereka berhati-

hati dalam meriwayatkan hadits dari Nabi saw. karena khawatir berbuat

kesalahan dan takut as-Sunnah yang suci tiu ternodai oleh kedustaan atau

pengubahan. Oleh karena itu mereka menempuh segala cara untuk memelihara

hadits, mereka lebih memilih bersikap “sedang dalam meriwayatkan hadits”

dari Rasulullah., bahkan sebagian dari mereka lebih memilih bersikap “sedikit

dalam meriwayatkan hadits”.18 Periode shahabat disebut dengan “’Ashr al-

Tatsabut wa al-Iqlal min al-riwayah” yaitu masa pemastian dan menyedikitkan

riwayat. Dalam prakteknya, cara shahabat meriwayatkan hadits ada dua,

yakni:19

a. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi

saw yang mereka hafal benar lafazhnya dari Nabi saw.

b. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan

dengan lafazhnya karena tidak hafal lafazhnya asli dari Nabi saw.

Berikut ini dikemukakan sikap al-Khulafa al-Rasyidin tentang periwayatan

hadits Nabi.

a. Abu Bakar al-Shiddiq

17
Ibd, 41.
18
Akrom Fahmi, Sunnah Qabla Tadwin (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 124.
19
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 46.

9
Menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabiy (wafat 748 H/1347

M), Abu Bakar merupakan shahabat Nabi yang pertama-tama

menunjukkan kehati-hatiannya dalam meriwayatkan hadits. Pernyataan al-

Dzahabiy ini didasarkan atas pengalaman Abu Bakar tatkala menghadapi

kasus waris untuk seorang nenek. Suatu ketika, ada seorang nenek

menghadap kepada Khalifah Abu Bakar, meminta hak waris dari harta

yang ditinggalkan cucunya. Abu Bakar menjawab, bahwa ia tidak melihat

petunjuk al-Qur’an dan prektek Nabi yang memberikan bagian harta waris

kepada nenek. Abu Bakar lalu bertanya kepada para shahabat. Al-

Mughirah bin Syu’bah menyatakan kepada Abu Bakar, bahwa Nabi telah

memberikan bagian harta warisan kepada nenek sebesar seperenam

bagian. Al-Mughirah mengaku hadir tatkala Nabi menetabkan kewarisan

nenek itu. Mendengar pernyatan tersebut, Abu Bakar meminta agar al-

Mughirah menghadirkan seorang saksi. Lalu Muhammad bin Maslamah

memberikan kesaksian atas kebenaran pernyataan al-Mughirah itu.

Akhirnya Abu Bakar menetapkan kewarisan nenek dengan memberikan

seperenam bagian berdasarkan hadits Nabi saw yang disampaikan oleh al-

Mughirah tersebut.20

Kasus di atas menunjukkan, bahwa Abu Bakar ternyata tidak

bersegera menerima riwayat hadits, sebelum meneliti periwayatnya.

Dalam melakukan penelitian, Abu Bakar meminta kepada periwayat hadits

untuk menghadirkan saksi.

b. Umar bin al-Khatthab

20
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 42.

10
Umar dikenal sangat hati-hati dalam periwayatan hadits. Hal ini

terlihat, misalnya, ketika umar mendengar hadits yang disampaikan oleh

Ubay bin Ka’ab. Umar barulah bersedia menerima riwayat hadits dari

Ubay, setelah para shahabat yang lain, diantaranya Abu Dzarr menyatakan

telah mendengar pula hadits Nabi tentang apa yang dikemukakan oleh

Ubay tersebut. Akhirnya Umar berkata kepada Ubay: “Demi Allah,

sungguh saya tidak menuduhmu telah berdusta. Saya berlaku demikian,

karena saya ingin berhati-hati dalam periwayatan hadits ini.

1. Umar pada suatu ketika pernah menyuruh umat islam untuk

mempelajari hadits Nabi dari para ahlinya, karena mereka lebih

menetahui tentang kandungan al-Qur’an.

2. Umar sendiri cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi, Ahmad bin

Hanbal telah meriwayatkan hadits Nabi yang berasal dari riwayat

Umar sekitar tiga ratus hadits. Ibnu Hajar al-Asqalaniy telah

menyebutkan nama-nama shahabat dan tabi’in terkenal yang telah

meneriam riwayat hadits Nabi dari Umar. Ternyata jumlahnya cukup

banyak.

3. Umar pernah merencanakan menghimpun hadits nabi secara tertulis.

Umar meminta pertimbangan kepada para shahabat. Para shahabat

menyetujuinya. Tetapi satu bulan umar memohon petunjuk kepada

Allah dengan jalan melakukan shalat istikharah, akahirnya dia

mengurungkan niatnya itu. Dia khawatir himpunan hadits itu akan

memalingkan perhatian umat Islam dari al-Qur’an. Dalam hal ini, dia

sama sekali tidak nenampakkan larangan terhadap periwayatan hadits.

11
Niatnya menghimpun hadits diurungkan bukan karena alas an

periwayatan hadits, melainkan karena factor lain, yakni takut

terganggu konsentrasi umat islam terhadap al-Qur’an.

Islam tidak berpaling dari al-Qur’an, melainkan juga agar umat

Islam tidak melakukan kekeliruan dalam periwayatan hadits. Kebijakan

Umar yang demikian telah menghalangi orang-orang yang tidak

bertanggung jawab melakukan pemalsuan-pemalsuan hadits.

c. Usman bin Affan

Secara umum, kebijakan ‘Usman tentang periwayatan hadits tidak

jauh berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah

penduhulunya. Hanya saja, langkah ‘Usman tidaklah setegas langkah

‘Umar bin Khatthab.

‘Usman secara pribadi memang tidak banyak meriwayatkan hadits.

Ahmad bin Hambal meriwayatkan hadits nabi yang berasal dari riwayat

‘Usman sekitar empat puluh hadits saja. Itupun banyak matan hadits yang

terulang, karena perbedaan sanad. Matn hadits yang banyak terulang itu

adalah hadits tentang berwudu’.21Dengan demikian jumlah hadits yang

diriwayatkan oleh ‘Usman tidak sebanyak jumlah hadits yang

diriwayatkan oleh ‘Umar bin Khatthab.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan, bahwa pada zaman ‘Usman bin

Affan, kegiatan umat Islam dalam periwayatan hadits tidak lebih banyak

dibandingkan bila dibandingkan dengan kegiatan periwayatan pada zaman

21
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 47.

12
‘Umar bin Khatthab. Usman melalui khutbahnya telah menyampaikan

kepada umat Islam berhati-hati dalam meriwayatkan hadits. Akan tetapi

seruan itu tidak begitu besar pengaruhnya terhadap para perawi tertentu

yang bersikap “longgar” dalam periwaytan hadits. Hal tersebut terjadi

karena selain pribadi ‘Usman tidak sekeras pribadi ‘Umar, juga karena

wilayah Islam telah makin luas. Luasnya wilayah Islam mengakibatkan

bertambahnya kesuliatan pengendalian kegiatan periwayatan hadits secara

ketat.

d. Ali bin Abi Thalib.

Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda dengan sikap

para khalifah pendahulunya dalam periwayatan hadits. Secara umum, Ali

barulah bersedia menerima riwayat hadits Nabi setelah periwayat hadits

yang bersangkutan mengucapkan sumpah, bahwa hadits yang

disampaikannya itu benar-benar dari Nabi saw. hanyalah terhadap yang

benar-benar telah diparcayainya. Dengan demikian dapat dinyatakan,

bahwa fungsi sumpah dalam periwayatan hadits bagi ‘Ali tidaklah sebagai

syarat muthlak keabsahan periwayatan hadits. Sumpah dianggap tidak

perlu apabila orang yang menyampaikan riwayat hadits telah benar-benar

tidak mungkin keliru.

1. Seluruh khalifah sependapat tentang pentingnya sikap hati-hati dalam

periwayatan hadits

2. Penghadiran saksi atau mengucapkan sumpah bagi periwayat hadits

merupakan salah satu cara untuk meneliti riwayat hadits. Periwayat

13
yang dinilai memiliki kredibilitas yang tinggi tidak dibebani kewajiabn

mengajukan saksi atau sumpah

3. Masing-masing khalifah telah meriwayatkan hadits. Riwayat hadits

yang disampaikan oleh ketiga khalifah yang pertama seluruhnya dalam

bentuk lisan. Hanya ‘Ali yang meriwayatkan hadits secara tulisan

disamping secara lisan.

1. seperti tampak pada urusan pengumpulan dan pembukuannya sehingga

menjadi mush-haf.

2. Para shahabat sudah menyebar sehingga terdapat kesulitan dalam

menulis hadits.

3. Hadis Pada Masa Tabi’in

Sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup berhati-hati dalam

periwayatan hadis . Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti seperti

pada masa sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah terkumpul dalam satu

mushaf dan sudah tidak menghawatirkan lagi. Selain itu, pada akhir masa Al-

Khulafa Al-Rasyidun para sahabat ahli hadis telah menyebar ke beberapa

wilayah sehingga mempermudah tabi’in untuk mempelajari hadis.

Para sahabat yang pindah ke daerah lain membawa perbendaharaan hadis

sehingga hadis tersebar ke banyak daerah. Kemudian muncul sentra-sentra

hadis sebagai berikut:22

a. Madinah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti ‘Aiyah dan Abu

Hurayrah.

b. Mekkah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Ibn ‘Abbas

c. Kufah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti ‘Abd Allah Ibn Mas’ud
22
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), 44-45.

14
d. Basrah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti ‘Utbah Ibn Gahzwan

e. Syam, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Mu’ad Ibn Jabal

f. Mesir, dengan tokoh dari kalangan sahabat ‘Abd Allah Ibn Amr Ibn Al-Ash

Pada masa ini muncul kekeliruan dalam periwayatan hadis dan juga

muncul hadis palsu. Faktor terjadinya kekeliruan pada masa setelah sahabat itu

antara lain:23

a. Periwayat hadis adalah manusia maka tidak akan lepas dari kekeliruan

b. Terbatasnya penulisan dan kodifikasi hadis

c. Terjadinya periwayatan secara makna yang dilakukan oleh sahabat

Pemalsuan hadis dimulai sejak masa ‘Ali Ibn Abi Thalib buukan karena

masalah politik tetapi masalah lain. Menghadapi terjadinya pemalsuan hadis dan

kekeliruan periwayatan maka para ulama mengambil langkah sebagai berikut:24

a. Melakukan seleksi dan koreksi oleh tentang nilai hadis atau para

periwayatnya

b. Hanya menerima hadis dari periwayat yang tsiqoh saja

c. Melakukan penyaringan terhadap hadis dari rowi yang tsiqah

d. Mensyaratkan tidak adanya penyimpangan periwayat yang tsiqoh pada

periwayat yang lebih tsiqah

e. Meneliti sanad untuk mengetahui hadis palsu

B. Perkembangan Hadis Pada Masa kodifikasi

Pada masa ini terjadi kodifikasi hadis yang dimulai pada masa Umar bin

Abd Aziz yang mengintrupikan pada Muhammad bin syihab Al-zuhri karena dia

23
Ibid, 45-46.
24
Ibid, 46.

15
dinilai paling mampu dalam hadis. Sehingga pada masa lahir kodifikasi hadis

secara resmi.25

1. Hadis Pada Masa Awal Sampai Akhir Abad III H

Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis yaitu upaya

mudawwin hadis menyeleksi hadis secara ketat. Masa ini dimulai ketika

pemerintahan dipegang oleh dinasti bani ‘Abbasiyah khususnya pada masa Al-

Makmun.26

BAB III
KESIMPULAN

25
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), 46.
26
Ibid, 48.

16
1. Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadaanya dijelaskannya melalui perkataan,

perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah SAW. Sehingga apa yang

disampaikan oleh para sahabat dari apa yang mereka dengar, lihat, dan saksikan

merupakan pedoman. Rasullah adalah satu-satunya contoh bagi para sahabat,

karena Rasulullah memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda

dengan manusia lainnya.

2. Nabi wafat pada tahun 11 H, kepada umatnya beliau meninggalkan dua pegangan

sebagai dasar pedoman hidupnya, yaitu al-Qur’an dan Hadits yang harus dipegangi

bagi pengaturan seluruh aspek kehidupan umat. Setelah Nabi saw wafat, kendali

kepemimpinan umat Islam berada di tangan shahabat Nabi. Shahabat Nabi yang

pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu Bakar as- Shiddiq ( wafat 13

H/634 M) kemudian disusul oleh Umar bin Khatthab (wafat 23 H/644 M), Utsman

bin Affan (wafat 35 H/656 M), dan Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H/661 M).

keempat khalifah ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan al-khulafa al-Rasyidin

dan periodenya biasa disebut juga dengan zaman shahabat besar.

3. Sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup berhati-hati dalam periwayatan

hadis . Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti seperti pada masa

sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah terkumpul dalam satu mushaf dan sudah

tidak menghawatirkan lagi. Selain itu, pada akhir masa Al-Khulafa Al-Rasyidun

para sahabat ahli hadis telah menyebar ke beberapa wilayah sehingga

mempermudah tabi’in untuk mempelajari hadis.

4. Pada masa ini terjadi kodifikasi hadis yang dimulai pada masa Umar bin Abd Aziz

yang mengintrupikan pada Muhammad bin syihab Al-zuhri karena dia dinilai

paling mampu dalam hadis. Sehingga pada masa lahir kodifikasi hadis secara resmi.

17
a. Hadis Pada Masa Awal Sampai Akhir Abad III H

Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis yaitu upaya

mudawwin hadis menyeleksi hadis secara ketat. Masa ini dimulai ketika

pemerintahan dipegang oleh dinasti bani ‘Abbasiyah khususnya pada masa Al-

Makmun.

b. Hadis Pada Abad IV Sampai Pertengahan Abad VII

Masa seleksi di lanjutkan pengembangan dan penyempurnaan sistem

penyusunan kitab-kitab hadis. Masa ini disebut dengan masa pemeliharaan,

penerbitan, penambahan, dan penghimpunan. Maka muncul kitab Al-

Muwattha’ karya imam Malik Ibn Anas.

c. Hadis Pada Masa Pertengahan Abad VII Sampai Sekarang

Masa ini disebut dengan masa pensyarahan, penghimpunan,

pentakhrijan, dan pembahasan. Pada masa ini ulama berupaya mensyarahi

kitab hadis yang sudah ada.

KRITIK DAN SARAN

Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun jauh dari kesempurnaan,

kami juga sebagai pemakalah dari tema ini sangat mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca makalh ini, khususnya dosen pengampu Studi Hadis untuk memberikan

motivasi yang bisa membangun intelektual kami, agar makalah ini lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

18
Al-Shobuni,Muhammad Ali. 2003,Al-Tibyan Fi ‘Ulumil qur’an. Madinah: Daru Al-

Shobuni.

Fahmi,Akrom. 1999,Sunnah Qabla Tadwin. Jakarta: Gema Insani Press.

Idri. 2013,StudiHadis. Jakarta: Kencana.

Ismail,M. Syuhudi. 1995,Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Haits.Jakarta: Bulan

Bintang.

Khon,Abdul Majid. 2012,Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.

Kaptein,H.L. Beck dan N.J.G. 1988,Pandangan Barat Terhadap Literatur Hukum,

Filosofi, Teologi, Dan Mistik Tradisi Islam. Jakarta: INIS.

Mangunsuwito. 2011,Kamus Saku Ilmiah Populer Disertai dengan Istilah-istilah Aing.

Jakarta: Widytama Pressindo.

Suparta,Munzier. 2011,Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers.

Sumbulah,Umi. 2010,Kajian Kritis Ilmu Hadis.Malang: UIN-Maliki Press.

Soetari,H. Endang.1997,Ilmu Hadits.Bandung: Amal Bakti Press.

19

Anda mungkin juga menyukai