Anda di halaman 1dari 24

SEJARAH PERTUMBUHAN & PERIWAYATAN

HADIS

Mata Kuliah : ‘Ulumul Hadits I


Dosen : H. Irwan Abdurrohman, M.Ag.
1 Acep Dani Ramdani, M.Ag.
HADIS PADA MASA NABI SAW.
Nabi Muhammad SAW. diberi tugas menyampaikan pesan ilahi (Alquran) kpd manusia. Beliau kemudian
mengajarkan (ta’lim) pesan-pesan itu dgn cara menjelaskannya dgn perkataan/sabda dan
mempraktekkannya dlm perbuatan. Perkataan dan perbuatan Nabi tsb., ditambah prilaku beliau lainnya,
membentuk sunnah. Sunnah inilah yang kemudian dilaporkan oleh para sahabat dan periwayat
setelahnya dalam bentuk hadis.
Metode ta’lim (pengajaran agama) Nabi:
1. Bertahap (al-Tadarruj fi al-ta’lim),
2. Tempat ta’lim dilakukan tdk hanya di tempat tertentu spt. rumah al-Arqam b. Abi al-Arqam dan masjid, ttp
juga di tempat² lainnya dlm setiap kesempatan,
3. Santun dlm pengajaran (husn al-tarbiyah wa al-ta’lim),
4. Cara yg bervariasi & berubah (al-tanwi’ wa al-taghyir)
5. Menerapkan dlm praktek (al-tathbiq al-’amali)
6. Memperhatikan tingkat keberagaman pengetahuan sahabat (mura’at al-mustwayat al-mukhtalifah),
7. Dipermudah & tdk menekan (al-taysir wa ‘adam al-tasydid),
8. Mengajar kaum perempuan (ta’lim al-nisa`).
2 Sumber: M. Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, 36-43.
Lanjutan…
Cara sahabat menerima hadis:
1. Majlis-majlis Rasul SAW. (majalis al-rasul): pengajaran agama
2. Peristiwa yg terjadi di hadapan Rasul SAW. : komentar beliau
3. Peristiwa yg terjadi pd kaum muslimin: tanya-jawab
4. Peristiwa² di mana sahabat menyaksikan tindakan Rasul: melihat perbuatan beliau
(M. Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits,44-47)
Penyebaran hadis:
1. Semangat Rasul SAW. dlm penyampaian risalah
2. Karakter & sistem Islam: mengundang rasa ingin tahu
3. Semangat para sahabat dlm mencari, menghafal, dan menyampaikan ilmu (hadis).
4. Peran para umm al-mu`minin (istri² Rasul),
5. Peran para sahabat perempuan,
6. Pengiriman utusan,
7. Penaklukan Mekkah (8 H.),
8. Haji wada’ (10 H.),
9. Para utusan daerah/kabilah yg datang (‘am al-wufud).
3 (M. Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits,48-52)
Lanjutan…

Pd masa ini, para sahabat blm merasa perlu menuliskan hadis Rasul, karena:
1. Rasul masih ada, bisa bertanya langsung,
2. Perhatian fokus pd Alquran,
3. Ada larangan menulis hadis, agar tdk sampai tercampur dg Alquran.

4
HADIS PADA MASA SAHABAT DAN TABIIN
Sepeninggal Rasulullah Saw., para sahabat & tabiin tetap memelihara sunnah Rasul
di samping Alquran, bahkan perhatian mrk lebih meningkat, bkn hanya krn
1. rasa kagum & hormat kpd beliau yg tlh wafat, ttp juga
2. Alquran sj tdk cukup menjadi sumber bimbingan bg kehidupan praktis masyarakat ktk
itu.
)Harald Motzki, Hadith: Origins and Developments, 2004: xiv(

Sikap sahabat & tabiin terhadap hadis:


1. Selalu berpegang & mengikuti sunnah Rasul,
2. Hati² (ihtiyath) dlm meriwayatkan/menyampaikan hadis, jgn salah
3. Teliti (tatsabbut) dlm menerima hadis,
4. Mengembangkan kegiatan ilmiah (al-nasyath al-’ilmi) dlm bidang hadis.
5 (M. Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits,56-74)
Lanjutan …
 Ketelitian dlm penerimaan hadis dilakukan dgn cara meneliti sumbernya (rawi & sanad),
terutama setelah terjadi fitnah (bencana perang saudara), spt dikatakan Ibn Sirin (w. 110):
‫نَّ ِة فَي ُْؤ َخ ُذ َح ِديثُهُ ْم‬X‫ ال ُّس‬X‫ى أَ ْه ِل‬Xَ‫ظ ُر إِل‬
َ ‫ فَيُ ْن‬X‫ا ِر َجالَ ُك ْم‬Xَ‫ ُّموا لَن‬X‫ قَالُوا َس‬X‫ ْالفِ ْتنَ ُة‬X‫ما َوقَ َع ْت‬Xَّ َ‫نَا ِد فَل‬X‫ اإْل ِ ْس‬X‫ون َع ْن‬ َ ُ‫ْأَل‬X‫يَ ُكونُوا يَس‬X‫لَ ْم‬
‫ع فَاَل ي ُْؤ َخ ُذ َح ِديثُهُ ْم‬ ِ ‫د‬َ ِ ‫ب‬ ْ
‫ال‬ ‫ل‬
ِ ‫ه‬ْ َ َ ‫َويُ ْن‬
‫ظ ُر إِلَى أ‬
Mrk dulu tdk mempertanyakan isnad/sanad hadis, tp ketika tlh terjadi fitnah (bencana perang saudara) mrk
berkata: sebutkanlah nama orang-orang kalian (informan kalian) kpd kami. Ketika diketahui ia ahli sunnah,
maka hadisnya diterima; dan ketika diketahui ia ahli bid’ah, maka hadisnya tidak diterima.
 Sejalan dgn perluasan kawasan Islam, hadispun menyebar ke berbagai daerah.
Terbentuklah pusat² hadis (madaris al-hadits), spt. Madrasah Madinah, Mekah, Kufah,
Bashrah, Syam, Mesir, dll. Oleh karena itu, para pelajar hadis melakukan rihlah fi thalab
al-hadits (bepergian utk mencari hadis).

6
Lanjutan…

 Pd masa ini, umumnya hadis msh dipelihara dlm hafalan (preserved by memory) dan
diriwayatkan secara lisan (transmitted orally).
 Namun demikian, upaya penulisan sdh mulai dilakukan oleh sebagian kecil mrk, meski
ada penentangan thd penulisan ini. Bukti adanya penulisan: adanya shahifah (lembaran²
berisi catatan hadis).
 Pd akhir abad I, atas prakarsa khalifah (yakni Umar b. Abdul ‘Aziz) & kesadaran
individu, muncul upaya dr para periwayat profesional utk mengkoleksi hadis² yg ada &
menuliskannya.

7
Lanjutan…

Para periwayat kolektor tsb. kemudian memberikan isi koleksinya kpd murid, umumnya dg
cara perkuliahan/lectures (membacakan atau mendiktekan/imla`). Para murid menghafalnya
& mencatatnya (pd waktu itu juga atau lain waktu; dg lafad yg sama atau sedikit berbeda).
Selanjutnya, para murid ini memberikan materi hadis yg diterimanya kpd murid² nya lagi dg
cara yg sama.
Dlm proses periwayatan, yg diutamakan adalah al-sama’ (berjumpa & mendengar langsung).
Pencatatan berfungsi sekedar alat bantu hafalan (aides mémoire).
Dg model kuliah spt ini, kompilasi hadis dari para kolektor penting menjadi terjaga.
Sayangya, koleksi² yg dibuat sblum pertengahan abad II tdk sampai ke tangan kita. (kitab
hadis paling awal yg ada saat ini di antaranya: al-Muwaththa` karya Imam Malik b. Anas
(93-179 H.)
Pd abad² berikutnya, muncul kompilasi² yg memuat banyak hadis. (antara lain kutub al-sittah
yg muncul pd abad ke-3 hijriah)
8 (Harald Motzki, Hadith: Origins and Developments, 2004: xv)
SEJARAH PEMBUKUAN HADIS
( ‫َح ِد ْي ِث‬XX‫ ِو ْي ُن ْلا‬XXX‫) َ ْدت‬
 Pd awalnya, hadis itu tdk ditulis, melainkan dihapal dan disampaikan melalui proses
periwayatan lisan. Tdk ditulis, karena dikhawatirkan akan tercampur dg Alquran.
 Meski demikian, ada pula yg menulisnya ( ‫كتابة‬XX‫) لا‬. Bbrp sahabat dikabarkan memiliki
catatan hadis yg disebut shahifah ( ‫صحيفة‬XX‫) لا‬, demikian pula tabiin dan para rawi
selanjutnya memiliki catatan hadis.
 Namun, catatan tsb umumnya digunakan utk kepentingan sendiri, yakni sbg alat bantu
hafalan (aides mémoire); dan tdk dibukukan (‫تدوين‬XX‫ لا‬, yakni: ditakhrij/diterbitkan sbg
buku yg dpt dibaca umum).

9
Lanjutan …

 Penulisan hadis ‫حديث‬


( XX‫تابة لا‬X‫ ) ك‬telah dilakukan sejak masa Nabi & sahabat.
 Pembukuan hadis ‫حديث‬
( XX‫دوين لا‬
XXX‫ ) ت‬baru dimulai pada awal abad ke-2 H. setelah
adanya instruksi dari khalifah Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah Bani
Umayah yg ke-8 (memerintah thn 99-101 H.). Beliau memberi instruksi kpd
gubernur Madinah, khususnya, utk mengkodifikasi/ membukukan hadis-hadis
yg tersebar di masyarakat.

10
Pengertian tadwin/pembukuan dan perbedaannya dgn kitabah/pencatatan

 Etimologis:

‫ تقييد المتفرق وجمعه في ديوان‬: ‫التدوين‬


mengikat apa yg terpisah-pisah dan mengumpulkannya dlm suatu diwan (kitab)

 Terminologis:

، ‫(مناع القطان‬ ‫ جمع المكتوب من الصحف والمحفوظ في الصدور وترتيبه حتى يكون في كتاب واحد‬: ‫التدوين‬
)33 ‫ ص‬، ‫مباحث في علوم الحديث‬
Yaitu: mengumpulkan (hadis²) yg tertulis dlm shahifah/lembaran² atau yg tersimpan dlm ingatan, kemudian menyusunnya
hingga menjadi sebuah kitab.

 Perbedaan pencatatan (‫ ) الكتابة‬dan pembukuan (‫) التدوين‬

‫ أن يكتب شخص صحيفة أو أكثر‬: ‫الكتابة‬


Penulisan (hadis) oleh seseorang dlm satu atau beberapa shahifah
11
Lanjutan …

Instruksi Umar b. Abdul Aziz utk melakukan tadwin itu sbb:

‫اب ال ُعلَ َما ِء‬ َ َ‫ َو ِذه‬X‫ ْال ِع ْلِم‬X‫ت ُدر ُْو َس‬
ُ ‫ُه فَإِنِّي ِخ ْف‬X ‫ فَا ْكتُ ْب‬, K ِ ‫ ُْو ِل هَّللا‬X‫ث َرس‬ ِ ‫ َح ِد ْي‬X‫ ِم ْن‬X‫أُ ْنظُرْ َما َكا َن‬
‫ فَإ ِ َّن‬,X‫الَ يَ ْعلَ ُم‬X‫ َم ْن‬X‫ى يَ ْعلَ َم‬Xَّ‫ ُْوا َحت‬X‫ َولِتَ ْجلِس‬X‫م‬ َ ‫ َولِتَ ْف ُش ْوا ال ِع ْل‬, K ‫ ُْو ِل‬X‫ ال َّرس‬X‫إِالَّ َح ِد ْي َث‬X‫ َوالَ تَ ْقبَ ْل‬,
ً ‫ك َحتَّى يَ ُك ْو َن ِس ْت‬
                . ‫را‬ ُ ِ‫ال ِع ْل َم الَ يَ ْهل‬
“Lihat dan periksalah apa yg dapat diperoleh dari hadis Rasulullah SAW., lalu tulislah karena aku takut
akan lenyap ilmu (hadis) dan meninggalnya ulama; dan jangan Anda terima selain hadis Rasul dan
hendaklah Anda tebarkan ilmu (hadis) dan adakanlah majelis-majelis, supaya orang yg tidak mengetahui dpt
mengetahuinya, karena sesungguhnya ilmu (hadis) itu tdk akan lenyap hingga ia menjadi tertutup.”

12
Latar belakang & motif pembukuan hadis:
1. Alquran telah dibukukan dan telah tersebar luas, sehingga tidak dikhawatirkan
lagi bercampur dgn hadis.
2. Telah makin banyak para periwayat/penghafal hadis yg meninggal dunia. Bila
dibiarkan terus akan terancam punah. Oleh karena itu perlu segera dibukukan.
3. Daerah Islam makin meluas. Peristiwa² yg dihadapi umat Islam bertambah
banyak dan kompleks. Ini berarti memerlukan petunjuk² dari hadis² Rasul di
samping dari Alquran.
4. Pemalsuan² hadis makin menghebat. Kalau hal ini dibiarkan, akan terancam
kelestarian ajaran Islam yg benar. Maka langkah segera yg perlu diambil adalah
membukukan hadis dan sekaligus menyelamatkannya dari pengaruh
pemalsuan-pemalsuan.
13
Pelopor Pembukuan Hadis:
1. Muhammad ibn Hazm (w. 117 H.), ulama & gubernur Madinah
2. Muhammad ibn Syihab al-Zuhri (w. 124 H.), ulama besar di Hijaz dan Syam.

Setelah itu, pembukuan dilanjutkan di daerah² lain:


3. Mekah : Ibn Juraij (80-150 H.)
4. Madinah : Ibn Ishaq (w. 151 H.) & Malik bin Anas (93-179 H.)
5. Bashrah : al-Rabi' ibn Abi Shabih (w. 160 H.), dll.
6. Kufah : Sufyan al-Tsauri (w. 161 H.)
7. Syam : al-Auza'i (w. 156 H.)
8. Wasith : Husain al-Wasithi (w. 188 H.)
9. Yaman : Ma'mar al-Azdi (95-153 H.)
10. Rei : Jarir al-Dlabbi (110-188 H.)
11. Khurasan : Ibn Mubarak (118-181 H.)
12. Mesir : al-Laits ibn Sa'ad (w. 175 H.)
14
Pembukuan ‫حديث‬
( XX‫دوين لا‬
XXX‫ ) ت‬pd abad ke-2 bersifat campur. Hadis² belum
diklasifikasi berdasarkan sumber (marfu‘, mauquf, maqthu‘) ataupun
berdasarkan kualitas (shahih, hasan, dlaif);
Pembukuan mencapai puncaknya pd abad ke-3 H. dgn munculnya muhadis²
besar spt Bukhari (194-256 H.), Muslim (204-264 H.), Abu Dawud (202-275
H.), Turmudzi (209-279 H.), Nasa`iy (215-303 H.), Ibn Majah (209-273 H.),
dll.;
Pembukuan pd abad ke-3 dilakukan scr selektif (memisahkan hadis Nabi dari
yg selainnya menyaring yg shahih dari yg tdk shahih);
Pembukuan pd abad ke-4 dilakukan utk menghimpun hadis² yg msh tersisa
(blm terdokumentasi) dan mulai mengolah bahan² (materi hadis) yg tlh ada
(al-tahdzib).
15
Mulai abad ke-4 hingga kini, pembukuan diarahkan utk mengembangkan
variasi tadwin thd kitab² yg sudah ada, berupa:
a. Menyusun kitab² hadis scr tematis, misalnya: kitab kumpulan hadis² hukum, hadis²
targhib, dll.
b. Menyatukan beberapa kitab hadis ke dlm satu kitab besar, misal: Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim dijadikan satu kitab, Kutub al-Sittah dijadikan satu kitab,
c. Membuat kitab² indeks utk memudahkan pencarian hadis, seperti mu‘jam, athraf,
dan fihris.
d. Menyusun kitab mustadrak, mustakhraj, dan zawa`id.
e. Menyusun kitab syarah dan mukhtashar.
f. Mentakhrij hadis² yg terdapat dlm suatu kitab utk meneliti kualitasnya.
g. Komputerisasi hadis.

16
Sifat Pelaksanaan Tadwin
Pembukuan hadis dilakukan scr individual. Artinya, dilakukan para ulama
dgn caranya masing-masing, tdk dibentuk panitia spt halnya pembukuan
Alquran, juga tdk ada aturan baku dan petunjuk teknis yg disepakati.
Pemerintah (khalifah) hanya memberikan instruksi scr umum.
Ini berbeda dgn pembukuan Alquran yg sifatnya institusional
(kelembagaan; dibentuk panitia).

17
Metode, bentuk, dan Kualitas Hasil Tadwin
Metode: beragam
Kualitas: beragam
Bentuk/Hasil: banyak kitab hadis

Ini berbeda dg metode, bentuk & kualitas Alquran: hanya satu (kitab
mushhaf utsmani)

18
PERBANDINGAN KEBIJAKAN PEMBUKUAN ALQURAN
DAN HADIS

19
ALQURAN HADIS

Sedikit saja, berupa shahifah. Umumnya


Pencatatan Awal Semua ayat, sejak zaman Nabi
dihafal

Pd masa Umar bin Abdul Aziz (99 – 101


Instrukasi Pembukuan Pd masa Abu Bakar (11-13 H), lalu Utsman (24-36 H)
H.)

Realisasi Instruksi Tuntas Berproses

Masa Abu Bakr: usul Umar stlh prg Yamamah byk Alquran sdh mapan; penghapal banyak
Latar belakang penghapal gugur. Masa Utsman: usul Khudzaifah meninggal; kawasan mkn meluas;
melihat pertikaian prajuritnya dlm bacaan Quran pemalsuan mkn hebat.

Khalifah Umar b. Abdul Aziz, M. Ibn


Perintis Khalifah Abu Bakr & Utsman, Zaid bin Tsabit dkk.
Hazm, Ibn Syihab al-Zuhri

Sifat Pembukuan Institusional (kelembagaan, dibentuk panitia) Individual (ijtihad masing² ulama)

20
Banyak kitab, dg metode & kualitas
Hasil Pembukuan Sebuah kitab (Mushhaf)
beragam
Macam² Bentuk Kitab Hadis Hasil Tadwin
1. KITAB MUSNAD, dua arti: (1) Kitab² hadis yg menghimpun hadis² dgn bentuk
susunan bab berdasarkan nama rawi pertama (sahabat). Contoh : Musnad Ahmad Bin
Hanbal, Musnad Abu Dawud Al-Thayalisi. (2) Kitab² hadis yg memuat hadis² musnad
(hadis yg sanadnya bersambung sampai kepada Nabi saw. [muttashil – marfu‘).
contoh: Musnad al-Syafi‘i.
2. KITAB MUSHANNAF : kitab² hadits yg menghimpun hadis² yg bersumber dari Nabi
(marfu‘), sahabat (mawquf), dan tabi‘in (maqthu‘), dgn bentuk susunan bab
berdasarkan tema² / topik² ajaran Islam. Contoh : Mushannaf Abu Bakr Bin Abi
Syaibah, Mushannaf Baqi Bin Makhlad, Kutub al-Sittah, dll.

21
3. KITAB JAMI‘ : kitab hadis yg menghimpun hadis² yg mencakup semua tema ajaran Islam.
Contoh : Jami‘ Shahih Muslim, Jami‘ Ibn Uyainah.
4. KITAB SUNAN : kitab yg menghimpun hadis² hukum yg marfu‘ dan disusun berdasarkan
bab² fiqh. Contoh : Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’i.
5. KITAB MUWATHTHA’ : kitab² hadis yg menghimpun hadis² hukum yg bersumber dari
nabi (marfu‘), sahabat (mauquf), atau tabiin (maqthu‘) dan disusun berdasarkan bab-bab
fiqh. Contoh : Muwaththa’ Imam Malik, Muwaththa’ Ibn Abi Dza’b.
6. KITAB AL-JUZ` / AL-AJZA’ : kitab hadits kecil/tipis yg berisi beberapa buah hadis ttg
suatu topik tertentu, atau beberapa buah hadis yg diriwayatkan oleh salah seorang sahabat
atau periwayat setelahnya. Contoh : Juz’ Raf‘ al-Yadain fi al-Shalâh (Bukhari), Juz’ Mâ
Rawâh Abu Hanîfah ‘An al-Shahabah (Abu Ma‘syar ‘Abd al-Karîm).

22
7. KITAB MUKHTARAT : Kitab yg menghimpun hadis² mengenai suatu persoalan, misalnya
kumpulan hadis² hukum seperti Umdah al-Ahkâm (al-Maqdisi/600 H.), Bulûgh al-Marâm
(Ibn Hajar/852 H.); kumpulan hadis targhib tarhib, seperti al-Targhîb wa al-Tarhîb (al-
Mundziri/656 H.), Riyâdl al-Shalihîn (al-Nawawi/676 H.); Kumpulan hadis adzkar, seperti
al-Adzkâr (al-Nawawi/676 H.), al-Hishn al-Hashin (al-Jazari/630 H).
8. KITAB MAJMA‘ : kitab hadits yg berisi gabungan beberapa kitab hadits dan disusun
sesuai dgn sistematika kitab-kitab hadits yg digabungkan tsb . Contoh : Masyâriq al-
Anwar al-Nabawiyah (Al-Shan‘ani), Jâmi‘ al-Ushûl min Ahâdits al-Rasûl (Ibn Atsîr).
9. KITAB MUSTADRAK : kitab yg menghimpun hadis² yg tdk terdapat dlm kitab² asal
tetapi memenuhi syarat² kitab asal tsb. Contoh : Mustadrak al-Hakim, al-Ilzamat Al-
Daruquthni.

23
10. KITAB MUSTAKHRAJ : kitab yg menghimpun hadis² yg diambil dari kitab hadis
tertentu, tetapi hadis² yg dihimpun itu diriwayatkan dgn sanad sendiri yg berbeda.
Contoh : Mustakhraj Shahih Muslim (Abu Awanah), Mustakhraj Sunan Turmudzi (Al-
Thusi).
11. KITAB ZAWA`ID : kitab yg menghimpun hadis² yg terdapat pd suatu kitab tertentu,
tetapi hadis yg dihimpun tsb tidak terdapat dlm kitab² (kelompok kitab) tertentu lainnya.
Contoh : Mishbah al-Zujâjah fi Zawâ’id Ibn Mâjah (Al-Bushîri) [Zawaid thd Ushul
Khamsah], al-Mathâlib al-‘Aliyah bi Zawâ’id al-Masânid al-Tsamâniyah (Ibn Hajar)
[Zawa’id thd Kutub Al-Sittah dan Musnad Ahmad).
12. KITAB TAKHRIJ : kitab yg menghimpun hadis² hasil pentakhrijan dari suatu kitab, di
dlm nya diterangkan dari mana tempat pengambilan hadis itu, siapa periwayat-
periwayatnya, dan bagaimana kualitasnya. Contoh : Takhrij Ahâdits al-Kasysyâf (Al-
Zaila‘i), Takhrij Ahâdits al-Ihyâ’ (Al-‘Iraqi).

24

Anda mungkin juga menyukai