”demos” dan ”kratos”. Demos artinya rakyat atau khalayak. Sedangkan kratos artinya
pemerintahan. Secara mudah kita bisa pahami bahwa demokrasi merupakan pemerintahan
rakyat. Di sini, kita sudah tahu bahwa rakyat tidak terdiri dari satu individu, melainkan
kumpulan individu. Sebagai kumpulan individu, terdapat berbagai kepentingan individual
yang belum tentu sama satu sama lain. Bahkan boleh dibilang kompleks.
Pengertian demokrasi bisa dideskripsikan juga sebagai sistem politik kebebasan yang
dilindungi. Tidak ada kebebasan tanpa demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa kebebasan.
Namun kebebasan tersebut dibatasi. Pembatasnya adalah kepentingan umum atau
kepentingan bersama. Kebebasan itu juga, sekali lagi, dilindungi. Pelindungnya adalah
negara, dalam bentuk konstitusi, hukum, atau undang-undang. Secara ringkas demokrasi bisa
dipandang sebagai institusionalisasi kebebasan.Demokrasi merupakan sistem yang dipilih
rakyat Indonesia melalui kesepakatan para pemimpin di awal kemerdekaan. Ciri-ciri Negara
Demokrasi sendiri seperti telah kita ketahui bersama, merupakan sistem bernegara yang
menyerahkan kedaulatan di tangan rakyatnya. Apapun keputusan penyelenggara pemerintah,
rakyat menentukan. Rakyat dapat menentukan langsung pilihan / keputusannya atau dapat
melalui lembaga-lembaga negara yang mewakili suara mereka.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai
upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan
oleh pemerintah negara tersebut.Demokrasi bentuk pemerintahan di mana semua warga
negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau
melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi
mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik
kebebasan politik secara bebas dan setara. di tinjau ddari pendapat almadudi "soko guru
demokrasi"
Kedaulatan rakyat.
Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.
Kekuasaan Mayoritas.
Hak-hak Minoritas.
Jaminan hak asasi manusia.
Pemilihan yang bebas, adil dan jujur.
Persamaan di depan hukum.
Proses hukum yang wajar.
Pembatasan pemerintah secara konstitusional.
Prulalisme sosial, ekonomi, dan politik.
Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Paham demokrasi pun sampai saat ini masih di anut oleh bangsa Indonesia. Bahkan
paham demokratisasi pun di Indonesia masih berkembang begitu pesat, bisa kita lihat dari
peran masyarakat terhadap pemilihan kepada desa dan lainya. Demokrasi itu terbuka untuk
semua kalangan agar tidak terjadi kesalah pahaman satu dengan lainnya. Begitu banyak
mahasiswa yang berdemo baik di dalam kampus maupun di luar kampus mereka
menyampaikan anspirasi dari Mahasiswa maupun Masyarakat agar terciptanya sebuah
hubungan baik antara Pemimpin - penyambung - Anspirasi.
Banyak yang berpandangan bahwa prinsip utama dan yang terpenting dari demokrasi
adalah kebebasan bagi setiap individu untuk bertindak dan memilih konsep kebebasan hal
inilah yang kemudian menimbulkan kontroversi dalam pendefinisiannya. Menyatakan
seorang manusia itu bebas, ketika memiliki kapasitas otonom untuk memilih secara tepat.
Ketika berhadapan dengan individu lain yang diakui oleh konsep “manusiawi” nya,
pertanyaan logis yang muncul adalah bagaimana kebebasan individu ini harus diaplikasikan
dalam suatu continum? Manusia dengan konteks historis yang melahirkan hubungan sosial
dan budaya yang berbeda dalam rangkaian yang menyatukan (sistem masyarakat)
kebebasannya menjadi terbatasi oleh manusia lain yang lebih “kuat” dengan berbagai
kepentingan. Elemen pertimbangan ini menemui titik temu dalam pemaknaan individu yang
bebas atau tidak bergantung pada siapa pemegang alat produksinya, bagaimana hubungan
produksinya dan rezim politik dimana ia hidup.
Selain itu perhatian terhadap kehadiran kaum perempuan di dalam panggung politik,
diwarnai paling sedikit oleh dua pandangan. Pertama, berkaitan dengan masalah keadilan.
Tergambar dengan jelas bahwa sisa-sisa ketidaksamaan derajat antara pria dan wanita yang
merupakan warisan dari masa kolonialisme telah menjangkiti masyarakat Indonesia. Usaha
untuk menghilangkan ketimpangan yang didasarkan pada jenis kelamin ini secara umum
diartikan sebagai peningkatan keikutsertaan perempuan di segala bidang kegiatan, termasuk
kesempatan untuk menduduki jabatan politik maupun administrasi pemerintahan. Pandangan
kedua yang berkaitan dengan masalah yang secara umum dapat disebut “efektivitas”.
Seharusnya suatu Negara tidak menyia-nyiakan bakat dan potensi kaum perempuan bagi
usaha untuk menciptakan suatu pemerintahan, dan mengembangkan suatu system
administrasi dan perekonomian yang mampu bersaing.
Dari sisi lain, dapat dipastikan bahwa kebijakan yang efektif, misalnya dalam
pembangunan ekonomi, akan lebih banyak dilandasi proses pengambilan keputusan yang
mengikutserakan kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Apabila hal tersebut dilakukan
tanpa melibatkan kaum perempuan dalam menduduki posisi penting di pemerintahan dan
kedudukan politik lainnya, hampir pasti menghasilkan kondisi dan aspirasi yang tidak
sepadan dengan setengah dari jumlah penduduk Indonesia yang hampir sebagian
penduduknya adalah kaum perempuan. Tentu hal inilah salah satu penyebab ketertinggalan
kaum perempuan dalam ikut berkarya mengukir kemajuan bangsa baik dibidang
kesejahteraan masyarakatnya maupun dalam bidang keterlibtan perempuan dalam hal
pembangunan.
Masalah lain yang ada dalam lingkup perempuan adalah ketika pemerintah
memutuskan bahwa setiap partai harus mengisi kuota perempuan minimal 30 persen yang
terangkum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7/2013 pasal 27 ayat
(1) huruf b menyangkut kuota 30 persen keterwakilan calon legislatif (caleg)
perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil), perlu diperkuat. Pasalnya, sesuai
amanat Undang-Undang (UU), partai politik (parpol) harus memenuhi syarat tersebut
apabila parpol ingin jadi peserta pemilu 2014. . Jika kita tarik garis lurus lebih jauh. Sejak
dikeluarkannya Undang-undang nomor 12 tahun 2003 yang berisi keharusan memasukkan
kuota 30 persen caleg perempuan. Sudah selayaknya partai politik mulai memikirkan akan
kualitas dari caleg perempuan sendiri, supaya nantinya ketika duduk di parlemen sudah
memiliki pengetahuan akan masalah perempuan yang krusial dan diharapkan dapat terus
terakomodir dalam setiap pembuatan kebijakan yang berorientasi pada permasalahn
perempuan di Indonesia.
Kita patut bangga dan menghargai perjuangan kaum perempuan di legislatif, para
aktivis perempuan yang menginginkan semua pihak bersedia mendukung affirmative action (
tindakan keberpihakan) supaya kebijakan-kebijakan publik atau politik tidak bias gender
tetapi justru akan mendinginkan suhu politik yang semakin hari kian memanas. Dengan
terbukanya kesempatan yang lebih besar bagi kaum perempuan untuk menjadi calon anggota
legislatif ini akan menjadikan kaum perempuan semakin mudah memperjuangkan hak-
haknya yang selama ini diremehkan kaum laki-laki. Tentu banyak persoalan lain yang
menyangkut masalah keperempuanan yang selama ini belum digarap dengan tuntas, akan
memungkinkan diselesaikan secara substansial dan serius.
Partai politik merupakan salah satu sarana atau wadah yang sah dalam
memperjuangkan hak-hak perempuan, yaitu dengan pemberian kuota 30 persen maka kaum
perempuan harus mulai berjuang melalui sarana-sarana yang ada. Disini kaum perempuan
harus mampu menunjukkan kemauan dan kemampuannya beraktivitas dalam partai, sehingga
keberadaannya dapat dipakai sebagai standar penilaian prestasi dan sekaligus sebagai upaya
menepis tuduhan bahwa pemberian kuota hanyalah sekedar belas kasihan kepada kaum
perempuan.
Saat ini kebebasan dan demokrasi telah menjadi bagian penting dalam interaksi antar
sesama manusia. Sekalipun demokrasi berasal dari tradisi Barat, ia telah menjadi wabah
global. Hampir dapat dipastikan tidak ada satu negara pun di dunia ini yang sepi dari tuntuan
demokrasi. Meskipun penerapan demokrasi tidaklah seragam pada masing-masing kawasan
dunia, demokrasi telah menjadi media masyarakat dunia untuk mengekspresikan kebebasan
individu dan hak-haknya sebagai warga negara. Sebagaimana demokrasi, penegakkan Hak
Asasi Manusia (HAM) merupakan unsur penting untuk mewujudkan sebuah negara yang
berkeadaban. Demokrasi dan HAM ibarat dua sisi mata uang yang saling menopang satu
sama lain. jika dua unsur ini berjalan dengan baik, pada akhirnya akan lahir masyarakat
madani yang demokratis dan peduli HAM.
Berbicara soal demokrasi dan HAM erat kaitannya dengan gender. Gender menjadi
bahasan yang trend hingga saat ini. Hampir di seluruh dunia dalam soal kesetaraan gender
yang lebih banyak menganut sistem patriarki. Istilah patriarki ini menggambarkan sistem
sosial di mana kaum laki-laki sebagai suatu kelompok mengendalikan kekuasaan atas kaum
perempuan. Dalam budaya ini terdapat perbedaan yang jelas mengenai tugas dan peranan
perempuan dan lelaki dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam keluarga. Laki-laki
yang mendapat peran sebagai pencari nafkah dan pelindung, dituntut oleh budaya untuk
menjadi perkasa, mampu bekerja keras, dan bersifat rasional, sebaliknya dengan perempuan
yang mendapat peran sebagai penanggungjawab pekerjaan domestik dianggap bersifat lemah
dan pasif, maka tidak berkapasitas berkiprah di dunia politik.