DISUSUN OLEH:
DIMAS 170210302086
IIN PURWATININGSIH 170210302109
B. MANUSIA
Data mengenai sisa-sisa manusia pada periode ini sebagian besar ditemukan dari situs-situs
gua hunian prasejarah, dengan perkecualian dari situs-situs terbuka bukit kerang yang
wilayah persebarannya terbatas di sepanjang pesisir timur sumatera utara, aceh dari
penemuan-penemuan tersebut dapat diketahui manusia modern ini secara fisik mencirikan ras
australomenasid.
C. POLA HUNIAN DAN SEBARAN
HUNIAN GUA DAN CERUK
Pada masa ini pemanfatan gua dan ceruk sudah berkembang sebagai ruang
multifungsi untuk kegiatan hunian, penyembelihan binatang buruan, bengkel
pembuatan peralatan, penguburan, tempat mengolah makan, dan ekspresi keindahan.
Bagian depan ruangan gua difungsikan sebagai tempat pembuatan perkakas,
sementara bagian yang menyudut di dekat dinding gua yang lebih gelap serta lembab
dimanfatkan sebagai lokasi penguburan.
HUNIAN BENTANG ALAM TERBUKA
Muncul sebuah kelompok budaya yang masih mempertahankan pola hunian terbuka.
Kelompok ini memperlihatkan karakter budaya hoabinh (hoabinhian). Pendukung ini
tinggal pada dua jenis ekosistem yaitu lingkungan terbuka di tepi pantai atau tepi
sungai dan lingkungan pedalaman didalam gua atau ceruk. Ciri khas alat batu
hoabinhian adalah pemangkasan pada satu atau dua sisi permukaan kerakal sungai
yang lebih kurang berukuran satu kepalan.
D. POLA SUBSISTENSI
Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada awal holosen dalam hal tertentu
masih melanjutkan subsistensi akhir pleistosen khususnya perburuan hewan.
PERBURUAN DAN PEMANFAATAN BIOTA AIR
Sisa fauna yang ditemukan di lapisan situs Song Kelplek memberikan gambaran
fauna yang hidup di kala holosen. Fauna yang ditemukan di tempet tersebut
diantaranya sapi, kerbau, rusa, babi, kancil, monyet, anjing, beruang, musang,
kucing, landak, tupai gajah, binatang pengerat, badak, tapir, hiu, dan ayam hutan.
Selain jenis mamalia, di tempat tersebut juga ditemukan moluska seperti: pelecypoda,
gastropoda,dan amouliriidae.
Di gua Braholoa juga ditemukan sisa sisa fauna namun variasinya tidak sebnyak di
Song Keplek. Jika dibandingkan antara temuan di Braholoa dan Song Keplek dengan
temuan von koneigswald dari daerah punung, akan didapat kesamaan jenis. Menurut
Badoux fauna tersebut merupakan fauna yang hidup dilingkungan hutan dan rawa.
Ceruk di daerah hutan punung diperkirakan terbentuk pada kala pleitosen atas.
Sedangkan fosil fosil yang ada didalamnya berasal dari pleistosen tengah hingga
pleistosen atas. Kesamaan fauna di ceruk dengan di gua Brahola serta Song Keplek
menunjukkan adanya kesinambungan antara kala pleitosen atas dan holosen.
Dari temuan fosil fosil di gua Brahola serta Song Kleplek dapat disimpulkan bahwa
perburuan binatang darat lebih dominan jika disbanding dengan perburuan binatang
air. Di pesisir timur Sumatra ditemukan situs yang berbeda dari situs lainnya. Di situs
ini ditemukan bahwa kerang dari kelas Gastropoda merupakan makanan utama
mereka. Adapun kerang yan ditemukan meliputi Nerita sp., Siliquaria cumingi,
Melongena Pugilina, Melo melo, Conus sp,. Ellobium aursjudae, pleuroploca
trapezium, dan srombus pipus.
PEMANFAATAN BIJI-BIJIAN DAN UMBI-UMBIAN
Selain mengandalkan pola berburu. Masyarakat holosen juga mngumoulkan makanan
berupa biji bijian dan umbi umbian yang tersedia dari alam. Karena mereka belum
mengenal sistem budi daya tanaman. Bukti peninggalan jenis tanaman apa saja yang
menjadi sumber makanan sangat sulit untuk didapatkan. Tapi jika melihat kondisi
masyarakat tradisional yang memanfaatkan umbi umbian, buah buahan dan biji
bijian, tidak dapat dipungkiri jika komunitas di kala itu juga memanfaatkan tanaman
yang ada di lingkungannya. Peninggalan berupa biji bijian juga ditemukan di gua
hantu didaerah Spirit cave, Thailand oleh Chester Gorman. Diperkirakan pada kala
itu sudah dikenal tanaman makanan berupa kacang polong dan buncis.
Di Indonesia sendiri bukti temuan pemanfaatan tanaman ditemukan di gua Braholo,
gunung Kidul berupa Kemiri, Kenari, dan ketapang. Biji kenari dan kemiri juga
ditemukan di Song Keplek. Biji biji tersebut ditemukan dalam keadaan hangus.
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
E. TEKNOLOGI
TEKNOLOGI LITIK
Kelompok pertama dengan persebaran yang paling luas merupakan kelompok alat-
alat serpih. Kelompok kedua adalah yang disebut teknologi hoabinhian. Kelompok
ketiga merupakan alat-alat mikrolit (alat-alat batu kecil) dan alat-alat dari obsidian
INDUSTRI ALAT-ALAT SERPIH
Periode ini lebih di dominasi oleh alat-alat serpih. Alat batu inti yang masih berperan
pada periode ini adalah batu pukul (percutor) yang berfungsi sebagai alat
pemangkas. Sebagai gantinya berkembang alat serpih melalui teknik-teknik peretusan
yang menghasilkan berbagai jenis dan tipe alat serpih. Secara umum serpih-serpih
yang dilepaskan dapat dibedakan dalam serpih-serpih yang terbuang, serpih-serpih
yang diretus untuk dijadikan alat dan serpih-serpih yang tidak diretus tetapi
digunakan sebagai alat. Untuk kelompok pertama sering terbentuk tidak teratur
sehingga kurang memungkinkan. Kelompok kedua merupakan serpih langsung
digunakan tanpa melalui pengerjaan lanjut (peretusan). Ciri yang paling menonjol
dari alat ini adalah keberadaan perimping bekas pakai atau kilapan pada bagian sisi
tertentu yang dapat dilihat secara megaskopis atau mikroskopis. Kelompok ketiga
merupakan serpih yang sengaja dilepaskan melalui persiapan untuk dijadikan alat.
Jika pada kelompok kedua kesamaan morfologi alat lebih bersifat kebetulan maka
pada kelompok ini kesamaan morfologi lebih disebabkan pada pembuatan yang
terkonsepsi dan yang diwujudkan lewat teknik-teknik pemangkasan dan peretusan.
Alat serpih yang menonjol adalah serut,lancipan, mata panah, pisau, dan bor.
INDUSTRI LITIK HOABINHIAN