Mengingat bahwa sistem pendidikan pemerintah kolonial pada masa itu tidak demokratis
karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada kepentingan pemerintah penjajahan,
maka sistem pendidikan rakyat yang sudah ada perlu dibina dan dikembangkan untuk
menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas. Disamping mengembangkan lembaga-
lembaga pendidikan rakyat tradisional yang pada umumnya berorientasi keagamaan, maka pada
masa itu muncul seorang tokoh muda Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang dikenal
dengan nama Ki Hajar Dewantara.
Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah
kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1
Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu
kemudian dicabut. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di
Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke
pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah.
Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi
bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Karya Warisan Pertama Ki Hajar Dewantara adalah Taman Siswa yang menjadi
representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis sampai hari ini.
Kedua adalah tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa
dalam buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian I Pendidikan (1962) dan Karya Ki Hadjar
Dewantara Bagian II: Kebudayaan (1967). Kepiawaian dalam menulis karena beliau sejak muda
menjadi penulis dan wartawan.
Ketiga, Buku Bagian I Pendidikan terbagi dalam 8 bab: pendidikan nasional, politik
pendidikan, pendidikan kanak-kanak, pendidikan kesenian, pendidikan keluarga, ilmu jiwa, ilmu
adab, dan bahasa. Tulisan tertua dalam buku ini yakni ’’Pendidikan dan Pengajaran Nasional’’
yang disampaikan sebagai prasaran dalam Kongres Permufakatan Pergerakan Kebangsaan
Indonesia (PPPKI) pada 31 Agustus 1928. Ki Hadjar Dewantara dalam tulisan itu mengatakan
bahwa kemerdekaan dalam dunia pendidikan memiliki tiga sifat: berdiri sendiri, tidak tergantung
pada orang lain, dapat mengatur diri sendiri. Buku Bagian II Kebudayaan terbagai dalam 5 bab:
kebudayaan umum, kebudayaan dan pendidikan/kesenian, kebudayaan dan kewanitaan,
kebudayaan dan masyarakat, hubungan dan penghargaan kita. Dua buku itu adalah
representasi pemikiran dan pembuktian dalam praktik pendidikan dan pengajaran dari Ki Hadjar
Dewantara. Pendidikan dan kebudayaan adalah basis kehidupan yang menentukan kualitas
manusia dan bangsa.
Mendekati proses pendidikan dalam sebuah pemikiran cerdas untuk mendirikan sekolah
taman siswanya, jauh sebelum Indonesia mengenal arti kemerdekaan. Konsepsi Taman Siswa
pun coba dituangkan Ki Hajar Dewantara dalam solusi menyikapi kegelisahan-kegelisahan
rakyat terhadap kondisi pendidikan yang terjadi saat itu, sebagaimana digambarkan dalam asas
dan dasar yang diterapkan Taman Siswa. Orientasi Asas Dan Dasar Pendidikan Dari Ki Hajar
Dewantara diupayakan sebagai asas perjuangan yang diperlukan pada waktu itu menjelaskan
sifat pendidikan pada umumnya. Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan adalah dasar
kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada
pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya
dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya
kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati. Hak mengatur diri sendiri berdiri
(Zelfbeschikkingsrecht) bersama dengan tertib dan damai (orde en vrede) dan bertumbuh
menurut kodrat (natuurlijke groei).
Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang disebut “among
metode” (sistem-among) yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin
yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi kesempatan anak didik untuk
berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”. Menyinggung
masalah kepentingan sosial, ekonomi dan politik kecenderungan dari bangsa kita untuk
menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan ke barat-baratan telah menimbulkan
kekacauan. Menurut Kihajar Dewantara Sistem pengajaran yang terlampau memikirkan
kecerdasan pikiran yang melanggar dasar-dasar kodrati yag terdapat dalam kebudayaan sendiri.
Sementara hal yang menyangkut tentang dasar kerakyatan untuk memepertinggi pengajaran
yang dianggap perlu dengan memperluas pengajarannya. dan memiliki pokok asas untuk
percaya kepada kekuatan sendiri. Dalam dunia pendidikan mengharuskan adanya keikhlasan
lahir-batin bagi guru-guru untuk mendekati anak didiknya. Sesungguhnya semua hal tersebut
merupakan pengalaman dan pengetahuan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan barat yang
mengusahakan kebahagian diri, bangsa dan kemanusiaan.
BAB III
PENUTUP
Ajaran Ki Hajar Dewantara yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi
dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing
ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan). Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan
adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan
kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid
supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan
perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati.
Karya Warisan Pertama Ki Hajar Dewantara adalah Taman Siswa yang menjadi
representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis sampai hari ini.
Kedua adalah tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa
dalam buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian I Pendidikan (1962) dan Karya Ki Hadjar
Dewantara Bagian II: Kebudayaan (1967).
DAFTAR PUSTAKA
Tjaya, Thomas Hidya, 2004, Mencari Orientasi Pendidikan, Sebuah Perspektif Historis,
Jakarta,