Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BAHASA INDONESIA

“Biografi Ki Hajar Dewantara”

NAMA : ANDINII YANUARI S.D


KELAS : X- OTKP 2
NO : 03
Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat. Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir
dari pasangan Kanjeng Pangeran Haryo Sooeryaningrat dan R.A Sandiah, Ki
Hajar Dewantara merupakan keturunan bangsawan kerajaan Sri Sultan
Hamengkubuwono I.
Atas jasa dan pengorbanan beliau di dunia pendidikan, tanggal kelahirannya,
2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.

1. Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Sebagai bangsawan Jawa, Soewardi Soerjaningrat mengenyam


Pendidikan Europeesche Lagere School (ELS), sekolah rendah untuk anak-anak
Eropa.

Kemudian ia mendapatkan kesempatan untuk masuk School tot Opleiding voor


Inlandsche Artsen (STOVIA) atau yang sering disebut Sekolah Dokter Jawa.
Namun, karena kondisi kesehatannya tidak mengizinkan, membuat Soewardi
Soerjaningrat tidak tamat dari sekolah ini.

Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) selain mendapatkan pendidikan


formal di lingkungan istana Paku Alam juga mendapat pendidikan formal
antara lain:

1. Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Belanda III.


2. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta.
3. School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran
yang berada di Jakarta. Pendidikan di STOVIA ini tidak dapat
diselesaikan karena ia sakit.

Sebagai figur dari keluarga bangsawan Pakualaman, Soewardi Soerjaningrat


memiliki kepribadian yang sederhana dan sangat dekat dengan rakyat
(kawula). Jiwanya menyatu melalui Pendidikan dan budaya lokal (Jawa) guna
mencapai kesetaraan sosial-politik dalam masyarakat kolonial. Kekuatan-
kekuatan inilah yang menjadi dasar Soewardi Soerjaningrat dalam
memperjuangkan kesatuan dan persamaan lewat nasionalisme kultural
sampai dengan nasionalisme politik.
2. Profesi Ki Hajar Dewantara

Profesi yang digeluti oleh Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara)


adalah dunia jurnalisme yang berkiprah di beberapa surat kabar dan majalah
pada waktu itu: Sediotomo, de Express, Oetoesan Hindia, Midden Java, Tjahaja
Timoer, Kaoem Moeda, dan Poesara yang melontarkan kritik sosial-politik
kaum bumiputera kepada penjajah.

Tulisannya komunikatif, mengena, dan tegas. Jiwanya sebagai pendidik


tertanam dan direalisasikan dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa
pada tahun 1992 dengan tujuan mendidik masyarakat bumiputera.

Pada waktu itu, Ki Hajar Dewantara termasuk penulis terkenal. Tulisannya


yang tajam dan patriotik membuatnya mampu membangkitkan semangat anti
kolonial bagi pembacanya.

Selain sebagai wartawan, ia juga aktif di berbagai organisasi sosial dan politik.
Ketika tahun 1908, Ki Hajar Dewantara aktif di seksi propaganda organisasi
Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan memebangkitkan kesadaran
masyarakat Indonesia tentang pentingnya kesatuan dan persatuan dalam
berbangsa dan bernegara.

3. Mendirikan Inische Partij

Bersama dengan Danudirdja Setyabudhi atau yang dikenal dengan Douwes


Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, Ki Hajar Dewantara mendirikan
Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme di
Indonesia) pada 25 Desember 1912 dengan tujuan untuk kemerdekaan
Indonesia, kemudian ditolak oleh Belanda karena dianggap dapat
menumbuhkan rasa nasionalisme rakyat.

Setelah pendaftaran status badan hukum Indische Partij ditolak, Ki Hajar


Dewantara ikut membentuk Komite Boemipoetra pada November 1913.
Komite ini sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus
Tahun Kemerdekaan Bangsa.

Komite Boemipoetra melancarkan kritik kepada pemerintah kolonial Belanda


yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari
penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk
membiayai pesta perayaan tersebut.
Berhubungan dengan rencana perayaan tersebut, Ki Hajar Dewantara
mengkritik melalui tulisannya yang berjudul Een voor Allen maar Ook Allen
voor Een yang artinya (Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga)
dan Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda).

Akibat dari tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda”, pemerintah kolonial


Belanda menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa
hukum interning (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk
sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk ia bertempat tinggal.
Ki Hajar Dewantara akhirnya dihukum buang di Pulang Bangka.

4. Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa

Setelah kembali dari pengasingan bersama dengan teman-temannya, Ki Hajar


Dewantara mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, National
Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada Juli
1922, lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi
kelas bawah untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para
priyayi maupun orang-orang Belanda.

Perguruan ini mengubah metode pengajaran kolonial yaitu dari sistem


pendidikan “perintah dan sanksi” kependidikan pamong yang sangat
menekankan pendidikan mengenai pentingnya rasa kebangsaan kepada
peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk
memperoleh kemerdekaan.

Dalam membangun Taman Siswa, banyak rintangan yang dihadapi Ki Hajar


Dewantara. Pemerintah kolonial Belanda berusaha membatasi dengan
mengeluarkan ordonansi sekolah liar pada 1 Oktober 1932.

Di Indonesia, Ki Hajar Dewantara mencurahkan perhatian di bidang


Pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.
Perguruan Taman Siswa sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan
kepada peserta didik agar mereka mencintai tanah air dan berjuang untuk
memperoleh kemerdekaan.

Di tengah keseriusannya di bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara tetap rajin


berkarya dengan menulis. Tema tulisannya kemudian beralih dari nuansa
politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui
tulisan-tulisannya itulah Ki Hajar Dewantara berhasil meletakkan dasar-dasar
pendidikan nasional bagi negeri Indonesia.

Namun kolonial Belanda juga mengadakan usaha bagaimana cara


melemahkan perjuangan gerakan politik yang dipelopori oleh Taman Siswa.
Tindakan kolonial Belanda tersebut adalah “Onderwijs Ordonantie (OO) 1932”
(Ordonansi Sekolah Liar) yang dicanangkan oleh Gubernur Jenderal pada 17
September 1932. Dan pada 15-16 Oktober 1932 MLPTS mengadakan sidang
istimewa di Tosari Jawa Timur untuk merundingkan ordinasi tersebut.

Media massa Indonesia hampir semuanya menentang ordonansi tersebut. Di


antaranya: Harian Suara Surabaya, Harian Perwata Deli, dan berbagai
organisasi politik (Pengurus Besar Muhammadiyah, Perserikatan Ulama, PSII,
PBI, Perserikatan Himpunan Istri Indonesia dan sebagainya).

Dengan adanya aksi tersebut maka Gubernur Jenderal pada 13 februari 1933
mengeluarkan ordinasi baru yaitu membatalkan “OO 1932” dan berlaku mulai
21 Februari 1933.

Perjuangannya di bidang pendidikan dan politik inilah membuat pemerintah


Indonesia menghormatinya dengan berbagai jabatan dalam pemerintahan
Republik Indonesia. Di antaranya adalah mengangkat Ki Hajar Dewantara
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1950), mendapat gelar doktor
honoris causa dari Universitas Gajah Mada (1959) serta diangkat sebagai
pahlawan nasional pada tahun 1959.

Sedbagai menteri pendidikan pertama di Indonesia, beliau telah melakukan


berbeagai pergerakan nasional yang membantu mengantar Indonesia
mencapai kemerdekaan yang dibahas pada buku Ki Hadjar Dewantara: Putra
Keraton Pahlawan Bangsa.

5. Wafatnya Ki Hajar Dewantara

Perjuangan Ki Hajar Dewantara belum selesai untuk mendidik penerus


bangsa, namun ia sudah wafat terlebih dahulu pada 26 April 1959 dan
dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta.
6. Kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional

Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari


Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani
yang menjadi slogan Kementerian Pendidikan.

Namanya juga diabadikan sebagai salah satu kapal perang di Indonesia yaitu
KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas Rp
20.000 tahun emisi 1998.

Ki Hajar Dewantara dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang kedua oleh


Presiden Soekarno pada 28 November 1959 berdasarkan Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, 28 November 1959). Untuk
mengingat jasa-jasa Ki Hajar Dewantara, didirikanlah Museum Dewantara
Kirti Griya di Yogyakarta.

Konsep Trilogi Ki Hajar Dewantara


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), trilogi berarti tiga hal yang
saling bertaut atau bergantung. Konsep trilogi Ki Hajar Dewantara yang
digunakan sebagai pijakan yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun
Karsa, Tut Wuri Handayani.

Berbagai visi pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat kamu temukan pada buku
Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara karya Bartolomeus Sambo dibawah ini.

1. Ing Ngarsa Sung Tuladha

Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti bahwa pendidik yang berada di depan


hendaknya menjadi contoh. Sung dalam bahasa Jawa berarti memberi, berasal
dari kata asung. Sedangkan sung berarti menjadi, karena antara memberi dan
menjadi memiliki makna yang berbeda.

Ajaran Ki Hajar Dewantara yang pertama ini menggambarkan situasi di mana


seorang pendidik bukan hanya sebagai orang yang berjalan di depan tetapi
juga harus menjadi teladan bagi semua orang yang mengikutinya. Selain
mendidik dan transfer ilmu, pendidik juga harus memberikan contoh kepada
peserta didik setidaknya mengenai hal yang diajarkannya.

Kata Ing Ngarsa tidak dapat berdiri sendiri jika tidak mendapatkan kalimat


penjelas di belakangnya. Artinya seorang yang berada di depan jika belum
menjadi teladan maka belum pantas menyandang gelar pendidik.

Ing Ngarsa Sung Tuladha menekankan pada ranah afektif yang berkaitan


dengan sikap, perilaku, emosi, dan nilai. Ranah ini mengenai perilaku-perilaku
pendidik yang akan menjadi teladan bagi peserta didik karena sejatinya setiap
apapun yang dilakukan pendidik akan menarik perhatian dan contoh bagi
peserta didik. Pendidik tidak bisa memerintahkan peserta didik untuk
melakukan hal-hal yang pendidik sendiri belum memberikan contoh kepada
peserta didik.

Di dalam Undang-undang disebutkan bahwa ada empat kompetensi yang


harus dimiliki oleh seorang guru, salah satu di antaranya adalah kompetensi
kepribadian. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal guru
yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, arif, dewasa,
berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didiknya.

2. Ing Madya Mangun Karsa

Ing Madya artinya di tengah-tengah. Mangun memiliki arti membangkitkan


atau menggugah dan Karsa artinya bentuk kemauan atau niat. Makna dari Ing
Madya Mangun Karsa ialah seseorang di tengah harus juga mampu melibatkan
diri membangkitkan atau menggugah semangat.

Ing Madya Mangun Karsa berarti seorang pendidik jika berada di tengah-


tengah peserta didiknya harus mampu terlibat dalam setiap pembelajaran
yang dilakukan siswa agar semua bisa mempersatukan semua gerak dan
perilaku secara serentak untuk mencapai tujuan bersama.

Ajaran Ing Madya Mangun Karsa ini erat kaitannya dengan kebersamaan,


kekompakan, dan kerjasama. Seorang pendidik tidak hanya melihat kepada
orang yang didiknya, tetapi juga harus berada di tengah-tengah orang yang
dididiknya.

Pendidik harus memberi wawasan pengetahuan kepada peserta didik. Sebisa


mungkin pendidik menanamkan pendidikan kepribadian kepada siswa
meskipun tidak secara langsung. Pendidik yang dapat bekerjasama dengan
peserta didiknya yang berada di tengah-tengah kelompoknya dan secara
kooperatif berusaha Bersama sambal membantu peserta didik.

Di dalam Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
disebutkan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru di antaranya kompetensi pedagogic artinya bahwa seorang guru harus
mampu mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensinya. Seorang guru harus memfasilitasi siswanya untuk membentuk
kepribadian baik secara akademik maupun non akademik.

3. Tut Wuri Handayani

Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan


dorongan moral atau dorongan semangat sehingga memiliki arti seseorang
harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang.
Pendidik harus mampu memberi kemerdekaan kepada peserta didik dengan
perhatian sepenuhnya untuk memberikan petunjuk dan pengarahan.

Kemerdekaan pendidikan diberikan pendidik melalui tanggung jawab kepada


peserta didik untuk memperlihatkan kemampuannya dan sebagai pendidik ia
berdiri di belakang tentang bagaimana para pendidik bisa menumbuhkan dan
merangsang serta mengarahkan setiap potensi yang dimiliki peserta didik,
merupakan hal yang harus dipikirkan.

Dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen terdapat empat


kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru di antaranya kompetensi
sosial, artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan sesama pendidik maupun siswa.

Tidak membedakan agama, jenis kelamin, suku, latar belakang keluarga, serta
status sosial keluarga dalam memberi perlakuan. Pendidik dapat pula
berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan dalam berperilaku sosial, sebab
guru perlu cakap dalam bersosialisasi untuk dapat lebih dekat dengan
siswanya.

Ki Hajar Dewantara juga menyebutkan tujuan trilogi tersebut adalah sebagai


berikut:

1.     Mencapai tujuan tertib dan damai.


2.     Membentuk manusia yang merdeka.

Tertib tidak akan tercapai jika tidak ada damai antar manusia. Manusia yang
merdeka lahir dan batin adalah individu yang merdeka perasaaannya dan
merdeka perbuatannya. masyarakat tertib dan damai hanya terwujud dalam
satu kehidupan bersama berdasarkan cinta dan kasih sayang antar sesama,
sama dalam hak dan kewajiban, sama derajat dan martabatnya. Baca secara
lengkap pada buku PENDIDIKAN karakter Ki Hadjar Dewantara.

Sistem yang diterapkan para kolonial Belanda yaitu anak dijadikan budak
yang bisa mereka atur sekehendak mereka. Didikan ini merupakan perkosaan
atas kehidupan batin anak sehingga budi pekertinya rusak disebabkan selalu
hidup di bawah paksaan dan hukuman yang biasanya tidak setimpal dengan
kesalahannya.

Ki Hajar Dewantara menawarkan konsep trilogi pendidikan yang bersifat


memanusiakan manusia dengan cara membentuk pribadi yang berakhlak
mulia untuk dapat memberi teladan.

Pandangan Ki Hajar Dewantara mengimplisitkan landasan tugas pendidik


adalah mengacu kepada pemulihan harkat dan martabat manusia dan
diarahkan kepada bakat serta kodratnya.

Hal ini berarti pendidik harus bersikap menuntun dan memberikan


kebebasan kepada anak untuk mengembangkan kretifitas yang memberikan
manfaat bagi tumbuh kembang anak.

Karya-karya Ki Hajar Dewantara


Sebagai seorang pendidik, budayawan serta jurnalis, Ki Hajar Dewantara
memiliki beberapa karya di masa hidupnya. Karya-karya tersebut telah
banyak dipublikasikan dan telah memberikan sumbangsih terhadap
perkembangan Pendidikan di Indonesia, karya-karya tersebut antara lain:

1. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Pertama: Tentang Pendidikan

Buku ini membahas gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam bidang
Pendidikan di antaranya mengenai Pendidikan nasional. Pendidikan kanak-
kanak, Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan etuka keteladanan, Pendidikan
dan kesusilaan. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa kemerdekaan bangsa
untuk mendapat kesejahteraan tidak hanya dicapai melalui jalan politik, tetapi
juga melalui pendidikan.

2. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Kedua: tentang Kebudayaan

Dalam buku ini, Ki Hajar Dewantara menulis tentang kebudayaan dan


kesenian antara lain: Pembangunan Kebudayaan Nasional, Kebudayaan SIfat
Pribadi Bangsa, Asosiasi antara Barat dan Timur.

3. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Ketiga: tentang Politik dan


Kemasyarakatan

Buku ini berisi tulisan-tulisan mengenai politik antara tahun 1913-1922 yang
membuat ramai dunia imperialis Belanda dan tulisan-tulisan mengenai wanita
dan perjuangannya.

4. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Keempat: tentang Riwayat dan


Perjuangan Hidup Penulis

Pada buku bagian keempat ini, Ki Hajar Dewantara banyak melukiskan kisah
kehidupan dan perjuangan hidup perintis.

Anda mungkin juga menyukai