Anda di halaman 1dari 9

Portofolio Sejarah Indonesia

Biografi Pahlawan

Disusun Oleh :

Arya Salman Alfarisi Arrizqi

Kelas : 12 IPA 1

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

CABANG DINAS PENDIDIKAN WILAYAH IV

SMAN 1 SUKATANI
Jl. Jatijajar no. 20 Telp 271893 Sukatani Purwakarta 2023
Kata Pengantar

Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat yang di
limpahkan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul
"Biografi Pahlawan". Adapun makalah ini dibuat untuk untuk memenuhi tugas mata pelajaran
Sejarah Indonesia.

Saya Arya Salman Alfarisi Arrizqi, selaku penulis makalah ini mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Teri Sutiyadi S.Hum, yang telah memberikan pelajaran dan arahan kepada
siswa/i umumnya dan khususnya kepada saya yang selama ini mengikuti pembelajaran.

Saya menyadari bahwa, dalam penulisan makalah ini masih terdapat berbagai
kekurangan dan kesalahan karena kurangnya referensi serta karena keterbatasan waktu. Untuk
itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca
sekalian untuk kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini dikemudian harinya.

Purwakarta, 4 Februari 2023

Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Manfaat
BAB 2 Pembahasan
2.1 Biografi Ki Hajar Dewantara
2.1.1 Pendidikan Ki Hajar Dewantara
2.3 Mendirikan Inische Partij
2.4 Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa
2.5 Wafatnya Ki Hajar Dewantara
2.6 Konsep Trilogi Ki Hajar Dewantara
2.6.1 Ing Ngarsa Sung Tuladha
2.6.2 Ing Madya Mangun Karsa
2.6.3 Tut Wuri Handayani
Biografi Ki Hajar Dewantara
o 1. Pendidikan Ki Hajar Dewantara
o 2. Profesi Ki Hajar Dewantara
o 3. Mendirikan Inische Partij
o 4. Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa
o 5. Wafatnya Ki Hajar Dewantara
o 6. Kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional
• Konsep Trilogi Ki Hajar Dewantara
o 1. Ing Ngarsa Sung Tuladha
o 2. Ing Madya Mangun Karsa
o 3. Tut Wuri Handayani
Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 dengan nama RM Soewardi Soerjaningrat.
Merupakan cucu dari Sri Paku Alam III dan ayahnya bernama GPH Soerjaningrat.

1. Pendidikan Ki Hajar Dewantara


Sebagai bangsawan Jawa, Soewardi Soerjaningrat mengenyam Pendidikan Europeesche Lagere School
(ELS), sekolah rendah untuk anak-anak Eropa.
Kemudian ia mendapatkan kesempatan untuk masuk School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen
(STOVIA) atau yang sering disebut Sekolah Dokter Jawa. Namun, karena kondisi kesehatannya tidak
mengizinkan, membuat Soewardi Soerjaningrat tidak tamat dari sekolah ini.
Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) selain mendapatkan pendidikan formal di lingkungan istana
Paku Alam juga mendapat pendidikan formal antara lain:
1. Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Belanda III.
2. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta.
3. School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran yang berada di Jakarta.
Pendidikan di STOVIA ini tidak dapat diselesaikan karena ia sakit.
Sebagai figur dari keluarga bangsawan Pakualaman, Soewardi Soerjaningrat memiliki kepribadian yang
sederhana dan sangat dekat dengan rakyat (kawula). Jiwanya menyatu melalui Pendidikan dan budaya
lokal (Jawa) guna mencapai kesetaraan sosial-politik dalam masyarakat kolonial. Kekuatan-kekuatan
inilah yang menjadi dasar Soewardi Soerjaningrat dalam memperjuangkan kesatuan dan persamaan
lewat nasionalisme kultural sampai dengan nasionalisme politik.
2. Profesi Ki Hajar Dewantara
Profesi yang digeluti oleh Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) adalah dunia jurnalisme yang
berkiprah di beberapa surat kabar dan majalah pada waktu itu: Sediotomo, de Express, Oetoesan Hindia,
Midden Java, Tjahaja Timoer, Kaoem Moeda, dan Poesara yang melontarkan kritik sosial-politik kaum
bumiputera kepada penjajah.
Tulisannya komunikatif, mengena, dan tegas. Jiwanya sebagai pendidik tertanam dan direalisasikan
dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1992 dengan tujuan mendidik masyarakat
bumiputera.
Pada waktu itu, Ki Hajar Dewantara termasuk penulis terkenal. Tulisannya yang tajam dan patriotik
membuatnya mampu membangkitkan semangat anti kolonial bagi pembacanya.
Selain sebagai wartawan, ia juga aktif di berbagai organisasi sosial dan politik. Ketika tahun 1908, Ki
Hajar Dewantara aktif di seksi propaganda organisasi Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan
memebangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya kesatuan dan persatuan dalam
berbangsa dan bernegara.
3. Mendirikan Inische Partij
Bersama dengan Danudirdja Setyabudhi atau yang dikenal dengan Douwes Dekker dan Cipto
Mangoenkoesoemo, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang
beraliran nasionalisme di Indonesia) pada 25 Desember 1912 dengan tujuan untuk kemerdekaan
Indonesia, kemudian ditolak oleh Belanda karena dianggap dapat menumbuhkan rasa nasionalisme
rakyat.
Setelah pendaftaran status badan hukum Indische Partij ditolak, Ki Hajar Dewantara ikut membentuk
Komite Boemipoetra pada November 1913. Komite ini sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite
Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa.
Komite Boemipoetra melancarkan kritik kepada pemerintah kolonial Belanda yang bermaksud
merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari
rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Berhubungan dengan rencana perayaan tersebut, Ki Hajar Dewantara mengkritik melalui tulisannya
yang berjudul Een voor Allen maar Ook Allen voor Een yang artinya (Satu untuk semua, tetapi semua
untuk satu juga) dan Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda).

Akibat dari tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda”, pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan
hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukum interning (hukum buang) yaitu sebuah hukuman
dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk ia bertempat tinggal. Ki Hajar
Dewantara akhirnya dihukum buang di Pulang Bangka.
4. Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa
Setelah kembali dari pengasingan bersama dengan teman-temannya, Ki Hajar Dewantara mendirikan
sebuah perguruan yang bercorak nasional, National Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan
Nasional Taman Siswa) pada Juli 1922, lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para
pribumi kelas bawah untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-
orang Belanda.
Perguruan ini mengubah metode pengajaran kolonial yaitu dari sistem pendidikan “perintah dan sanksi”
kependidikan pamong yang sangat menekankan pendidikan mengenai pentingnya rasa kebangsaan
kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh
kemerdekaan.
Dalam membangun Taman Siswa, banyak rintangan yang dihadapi Ki Hajar Dewantara. Pemerintah
kolonial Belanda berusaha membatasi dengan mengeluarkan ordonansi sekolah liar pada 1 Oktober
1932.
Di Indonesia, Ki Hajar Dewantara mencurahkan perhatian di bidang Pendidikan sebagai bagian dari alat
perjuangan meraih kemerdekaan. Perguruan Taman Siswa sangat menekankan pendidikan rasa
kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai tanah air dan berjuang untuk memperoleh
kemerdekaan.
Di tengah keseriusannya di bidang pendidikan, Ki Hajar Dewantara tetap rajin berkarya dengan menulis.
Tema tulisannya kemudian beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan
kebangsaan. Melalui tulisan-tulisannya itulah Ki Hajar Dewantara berhasil meletakkan dasar-dasar
pendidikan nasional bagi negeri Indonesia.
Namun kolonial Belanda juga mengadakan usaha bagaimana cara melemahkan perjuangan gerakan
politik yang dipelopori oleh Taman Siswa. Tindakan kolonial Belanda tersebut adalah “Onderwijs
Ordonantie (OO) 1932” (Ordonansi Sekolah Liar) yang dicanangkan oleh Gubernur Jenderal pada 17
September 1932. Dan pada 15-16 Oktober 1932 MLPTS mengadakan sidang istimewa di Tosari Jawa
Timur untuk merundingkan ordinasi tersebut.
Media massa Indonesia hampir semuanya menentang ordonansi tersebut. Di antaranya: Harian Suara
Surabaya, Harian Perwata Deli, dan berbagai organisasi politik (Pengurus Besar Muhammadiyah,
Perserikatan Ulama, PSII, PBI, Perserikatan Himpunan Istri Indonesia dan sebagainya).
Dengan adanya aksi tersebut maka Gubernur Jenderal pada 13 februari 1933 mengeluarkan ordinasi
baru yaitu membatalkan “OO 1932” dan berlaku mulai 21 Februari 1933.
Perjuangannya di bidang pendidikan dan politik inilah membuat pemerintah Indonesia menghormatinya
dengan berbagai jabatan dalam pemerintahan Republik Indonesia. Di antaranya adalah mengangkat Ki
Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1950), mendapat gelar doktor honoris
causa dari Universitas Gajah Mada (1959) serta diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 1959.
Sedbagai menteri pendidikan pertama di Indonesia, beliau telah melakukan berbeagai pergerakan
nasional yang membantu mengantar Indonesia mencapai kemerdekaan yang dibahas pada buku Ki
Hadjar Dewantara: Putra Keraton Pahlawan Bangsa.
5. Wafatnya Ki Hajar Dewantara
Perjuangan Ki Hajar Dewantara belum selesai untuk mendidik penerus bangsa, namun ia sudah wafat
terlebih dahulu pada 26 April 1959 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata,
Yogyakarta.
6. Kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari
semboyan ciptaannya, tut wuri handayani yang menjadi slogan Kementerian Pendidikan.
Namanya juga diabadikan sebagai salah satu kapal perang di Indonesia yaitu KRI Ki Hajar Dewantara.
Potret dirinya diabadikan pada uang kertas Rp 20.000 tahun emisi 1998.
Ki Hajar Dewantara dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang kedua oleh Presiden Soekarno pada 28
November 1959 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, 28
November 1959). Untuk mengingat jasa-jasa Ki Hajar Dewantara, didirikanlah Museum Dewantara Kirti
Griya di Yogyakarta.
Konsep Trilogi Ki Hajar Dewantara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), trilogi berarti tiga hal yang saling bertaut atau bergantung.
Konsep trilogi Ki Hajar Dewantara yang digunakan sebagai pijakan yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing
Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
Berbagai visi pendidikan Ki Hajar Dewantara dapat kamu temukan pada buku Visi Pendidikan Ki Hadjar
Dewantara karya Bartolomeus Sambo dibawah ini.
1. Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti bahwa pendidik yang berada di depan hendaknya menjadi contoh. Sung
dalam bahasa Jawa berarti memberi, berasal dari kata asung. Sedangkan sung berarti menjadi, karena
antara memberi dan menjadi memiliki makna yang berbeda.
Ajaran Ki Hajar Dewantara yang pertama ini menggambarkan situasi di mana seorang pendidik bukan
hanya sebagai orang yang berjalan di depan tetapi juga harus menjadi teladan bagi semua orang yang
mengikutinya. Selain mendidik dan transfer ilmu, pendidik juga harus memberikan contoh kepada
peserta didik setidaknya mengenai hal yang diajarkannya.
Kata Ing Ngarsa tidak dapat berdiri sendiri jika tidak mendapatkan kalimat penjelas di belakangnya.
Artinya seorang yang berada di depan jika belum menjadi teladan maka belum pantas menyandang
gelar pendidik.
Ing Ngarsa Sung Tuladha menekankan pada ranah afektif yang berkaitan dengan sikap, perilaku, emosi,
dan nilai. Ranah ini mengenai perilaku-perilaku pendidik yang akan menjadi teladan bagi peserta didik
karena sejatinya setiap apapun yang dilakukan pendidik akan menarik perhatian dan contoh bagi
peserta didik. Pendidik tidak bisa memerintahkan peserta didik untuk melakukan hal-hal yang pendidik
sendiri belum memberikan contoh kepada peserta didik.
Di dalam Undang-undang disebutkan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru, salah satu di antaranya adalah kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian merupakan
kemampuan personal guru yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, arif, dewasa,
berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didiknya.
2. Ing Madya Mangun Karsa
Ing Madya artinya di tengah-tengah. Mangun memiliki arti membangkitkan atau menggugah dan Karsa
artinya bentuk kemauan atau niat. Makna dari Ing Madya Mangun Karsa ialah seseorang di tengah harus
juga mampu melibatkan diri membangkitkan atau menggugah semangat.
Ing Madya Mangun Karsa berarti seorang pendidik jika berada di tengah-tengah peserta didiknya harus
mampu terlibat dalam setiap pembelajaran yang dilakukan siswa agar semua bisa mempersatukan
semua gerak dan perilaku secara serentak untuk mencapai tujuan bersama.
Ajaran Ing Madya Mangun Karsa ini erat kaitannya dengan kebersamaan, kekompakan, dan kerjasama.
Seorang pendidik tidak hanya melihat kepada orang yang didiknya, tetapi juga harus berada di tengah-
tengah orang yang dididiknya.
Pendidik harus memberi wawasan pengetahuan kepada peserta didik. Sebisa mungkin pendidik
menanamkan pendidikan kepribadian kepada siswa meskipun tidak secara langsung. Pendidik yang
dapat bekerjasama dengan peserta didiknya yang berada di tengah-tengah kelompoknya dan secara
kooperatif berusaha Bersama sambal membantu peserta didik.
Di dalam Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan bahwa ada empat
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru di antaranya kompetensi pedagogic artinya bahwa
seorang guru harus mampu mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensinya. Seorang guru harus memfasilitasi siswanya untuk membentuk kepribadian baik secara
akademik maupun non akademik.
3. Tut Wuri Handayani
Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan dorongan moral atau
dorongan semangat sehingga memiliki arti seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat
kerja dari belakang. Pendidik harus mampu memberi kemerdekaan kepada peserta didik dengan
perhatian sepenuhnya untuk memberikan petunjuk dan pengarahan.
Kemerdekaan pendidikan diberikan pendidik melalui tanggung jawab kepada peserta didik untuk
memperlihatkan kemampuannya dan sebagai pendidik ia berdiri di belakang tentang bagaimana para
pendidik bisa menumbuhkan dan merangsang serta mengarahkan setiap potensi yang dimiliki peserta
didik, merupakan hal yang harus dipikirkan.
Dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang guru di antaranya kompetensi sosial, artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik maupun siswa.
Tidak membedakan agama, jenis kelamin, suku, latar belakang keluarga, serta status sosial keluarga
dalam memberi perlakuan. Pendidik dapat pula berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan dalam
berperilaku sosial, sebab guru perlu cakap dalam bersosialisasi untuk dapat lebih dekat dengan
siswanya.
Ki Hajar Dewantara juga menyebutkan tujuan trilogi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mencapai tujuan tertib dan damai.
2. Membentuk manusia yang merdeka.
Tertib tidak akan tercapai jika tidak ada damai antar manusia. Manusia yang merdeka lahir dan batin
adalah individu yang merdeka perasaaannya dan merdeka perbuatannya. masyarakat tertib dan damai
hanya terwujud dalam satu kehidupan bersama berdasarkan cinta dan kasih sayang antar sesama, sama
dalam hak dan kewajiban, sama derajat dan martabatnya. Baca secara lengkap pada buku PENDIDIKAN
karakter Ki Hadjar Dewantara.
Sistem yang diterapkan para kolonial Belanda yaitu anak dijadikan budak yang bisa mereka atur
sekehendak mereka. Didikan ini merupakan perkosaan atas kehidupan batin anak sehingga budi
pekertinya rusak disebabkan selalu hidup di bawah paksaan dan hukuman yang biasanya tidak setimpal
dengan kesalahannya.
Ki Hajar Dewantara menawarkan konsep trilogi pendidikan yang bersifat memanusiakan manusia
dengan cara membentuk pribadi yang berakhlak mulia untuk dapat memberi teladan.
Pandangan Ki Hajar Dewantara mengimplisitkan landasan tugas pendidik adalah mengacu kepada
pemulihan harkat dan martabat manusia dan diarahkan kepada bakat serta kodratnya.
Hal ini berarti pendidik harus bersikap menuntun dan memberikan kebebasan kepada anak untuk
mengembangkan kretifitas yang memberikan manfaat bagi tumbuh kembang anak.
Karya-karya Ki Hajar Dewantara
Sebagai seorang pendidik, budayawan serta jurnalis, Ki Hajar Dewantara memiliki beberapa karya di
masa hidupnya. Karya-karya tersebut telah banyak dipublikasikan dan telah memberikan sumbangsih
terhadap perkembangan Pendidikan di Indonesia, karya-karya tersebut antara lain:
1. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Pertama: Tentang Pendidikan
Buku ini membahas gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam bidang Pendidikan di antaranya
mengenai Pendidikan nasional. Pendidikan kanak-kanak, Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan etuka
keteladanan, Pendidikan dan kesusilaan. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa kemerdekaan bangsa
untuk mendapat kesejahteraan tidak hanya dicapai melalui jalan politik, tetapi juga melalui pendidikan.
2. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Kedua: tentang Kebudayaan
Dalam buku ini, Ki Hajar Dewantara menulis tentang kebudayaan dan kesenian antara lain:
Pembangunan Kebudayaan Nasional, Kebudayaan SIfat Pribadi Bangsa, Asosiasi antara Barat dan Timur.
3. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan
Buku ini berisi tulisan-tulisan mengenai politik antara tahun 1913-1922 yang membuat ramai dunia
imperialis Belanda dan tulisan-tulisan mengenai wanita dan perjuangannya.
4. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis
Pada buku bagian keempat ini, Ki Hajar Dewantara banyak melukiskan kisah kehidupan dan perjuangan
hidup perintis.
Table of Contents
• Biografi Ki Hajar Dewantara
o 1. Pendidikan Ki Hajar Dewantara
o 2. Profesi Ki Hajar Dewantara
o 3. Mendirikan Inische Partij
o 4. Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa
o 5. Wafatnya Ki Hajar Dewantara
o 6. Kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional
• Konsep Trilogi Ki Hajar Dewantara
o 1. Ing Ngarsa Sung Tuladha
o 2. Ing Madya Mangun Karsa
o 3. Tut Wuri Handayani
• Karya-karya Ki Hajar Dewantara
o 1. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Pertama: Tentang Pendidikan
o 2. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Kedua: tentang Kebudayaan
o 3. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan
o 4. Ki Hajar Dewantara, Buku Bagian Keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis

Anda mungkin juga menyukai