Anda di halaman 1dari 7

TEKS BIOGRAFI

DISUSUN OLEH :

SHINTA NURIKA

X IPA 4/32
BAPAK PENDIDIKAN NASIONAL

A. RIWAYAT

Ki Hajar Dewantara adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis,


politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan
Belanda. Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta, tanggal 2 Mei 1889 dengan nama asli
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Ki Hajar Dewantara berasal dari lingkungan keluarga
Kadipaten Pakualaman, putra dari GPH Soerjaningrat, dan cucu dari Pakualam III. Bisa
dibilang, ia besar dan tumbuh di lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Ketika telah
berumur 40 tahun menurut hitungan Tahun Saka, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat mulai
mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak itu, Ki Hadjar Dewantara tak
lagi memakai nama keluarga keraton yang menunjukkan gelar kebangsawanannya itu. Hal
tersebut dimaksudkan agar Ki Hadjar Dewantara bisa bebas bergaul dengan rakyat, baik fisik
maupun hatinya.

Ia pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak


Eropa/Belanda dan juga kaum bangsawan. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke
STOVIA yaitu sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada
masa kolonial Hindia Belanda, yang kini dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Namun, bapak pendidikan tersebut tidak sampai tamat sekolah di STOVIA
disebabkan sakit yang menimpa dirinya kala itu.

Beliau cenderung tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, yang dibuktikan
dengan profesinya. Ki Hajar Dewantara berprofesi sebagai seorang wartawan di beberapa
perusahaan surat kabar antara lain Sedyotomo, De Express, Midden Java, Tjahaja Timoer,
Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda dan juga Poesara. Pada masanya Kihajar Dewantara dikenal
sebagai penulis handal karena tulisan-tulisannya dinilai sangat komunikatif, tajam dan
bersifat patriotik sehingga dapat membangkitkan semangat anticolonial bagi para
pembacanya. Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial politik salah satunya
yaitu organisasi Boedi Oetomo yang berdiri tahun 1908. Perannya dalam organisasi tersebut
sebagai propaganda dalam menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat
kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Bersama dengan Douwes Dekker,
mereka mendirikan organisasi yang bernama Indische Partij yang terkenal.

Soewardi juga menjadi anggota organisasi Insulinde, yaitu suatu organisasi multietnik
yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda,
atas pengaruh Douwes Dekker.

Ki Hajar Dewantara sempat diasingkan ke Pulau Bangka oleh pemerintah Hindia


Belanda. Penangkapan bermula saat pemerintah Hindia Belanda akan melakukan perayaan
kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913 dengan meminta sumbangan dari
rakyat. Melihat hal tersebut, Soewardi bereaksi dan kemudian ia menulis “Een voor Allen
maar Ook Allen voor Een” atau “Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu juga”. Namun
tulisannya yang paling terkenal yaitu “Seandainya Aku Seorang Belanda”, yang dimuat di
dalam surat kabar De Express pimpinan Douwes Dekker pada 13 Juli 1913. Isi artikel
tersebut menjadi artikel pedas bagi kalangan pejabat Hindia Belanda. Akibat tulisan tersebut,
ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau
Bangka (atas permintaannya sendiri). Namun, pengasingannya tersebut di protes oleh anggota
Tiga Serangkai lainnya yang kemudian ketiganya diasingkan di Belanda oleh pemerintah
colonial (1913). Kala itu Soewardi berusia 24 tahun.

Selama pengasingan di Belanda, Ki Hajar Dewantara mulai bercita-cita untuk


memajukan kaumnya yaitu kaum pribumi. Ia berhasil mendapatkan ijazah pendidikan yang
dikenal dengan nama Europeesche Akte atau Ijazah pendidikan yang bergengsi di Belanda.
Ijazah tersebut yang membantu beliau untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang
akan ia buat di Indonesia. Ia juga memperoleh pengaruh dalam mengembangkan sistem
pendidikannya sendiri selama ia di Belanda.

Pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara kemudian menikahi seorang wanita bangsawan
yang bernama Raden Ajeng Sutartinah yang merupakan putri paku alaman, Yogyakarta.
Beliau dikaruniai dua orang anak bernama Ni Sutapi Asti dan Ki Subroto Haryomataram.

Kemudian pada bulan September 1919, ia kembali ke Indonesia dan langsung


bergabung sebagai guru di sekolah yang didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajarnya
tersebut kemudian digunakan untuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode
pengajaran pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922, sekolah tersebut
bernama National Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian dikenal sebagai
Tamansiswa.

Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini masih dipakai dalam dunia
pendidikan rakyat Indonesia yang berbunyi dalam bahasa Jawa yaitu “Ing ngarsa sung
tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” (di depan memberi contoh, di tengah
memberi semangat, di belakang memberi dorongan).

Ki Hajar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan


dimakamkan di Taman Wijaya Brata, makam untuk keluarga Taman Siswa.

B. IDE DAN PEMIKIRAN


1. “Pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir,
sedang merdekanya hidup batin terdapat dari pendidikan.”
Kongres Permufakatan Persatuan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, 31 Agustus
1928 di Surabaya.
2. “Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk peri kehidupan bersama
adalah memerdekakan manusia sebagai anggota persatuan (rakyat).”
Kongres Permufakatan Persatuan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, 31 Agustus
1928 di Surabaya.
3. “Amongsystem kita yaitu : menyokong kodrat alamnya anak-anak yang kita didik,
agar dapat mengembangkan hidupnya lahir dan batin menurut kodratnya sendiri-
sendiri.
Mingguan Nasional, 20 Sept 1952 Th III no 38
4. “Orang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti itu senantiasa memikirkan dan
merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti
dan tetap..”
Keluarga, th I, No 1,2,3,4
5. “Dengan adanya budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka
(berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia
beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.
Dimana ada kemerdekaan disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguh pun disiplin
itu bersifat selfdisiplin, yaitu kita sendiri mewajibkan dengan sekeras-kerasnya. Dan
peraturan yang sedemikian itu harus ada di dalam suasana yang merdeka.”
Ki Hadjar Dewantara tentang merdeka dan budi pekerti
6. “Janganlah orang mengira bahwa dasar kekeluargaan itu mengijinkan kita melanggar
peraturan. Kekeluargaan kita adalah sikap kita pada yang takluk kepada organisasi
kita. Barang siapa dengan terang-terangan atau dengan sengaja
mengabaikan..Wajiblah kita memandang dia sebagai orang luaran.”
Pusara, Pebruari 1940 Jilid X no 2
7. “Didalam hidupnya anak-anak adalah tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat
pendidikan yang amat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan, dan
alam pergerakan pemuda.”
Wasita, th I no 4 – Juni 1935
8. “Guru jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja tetapi harus juga
mendidik si murid akan dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna
amal keperluan umum. Pengetahuan yang baik dan perlu itu yang manfaat untuk
keperluan lahir batin dalam hidup bersama.”
Azas Taman Siswa
9. “Kekuatan rakyat itulah jumlah kekuatan tiap-tiap anggota dari rakyat itu. Segala daya
upaya untuk menjunjung derajat bangsa tidak akan berhasil kalau tidak dimulai dari
bawah. Sebaliknya rakyat yang sudah kuat akan pandai melakukan segala usaha yang
perlu atau berguna untuk kemakmuran negeri.”
10. Mempunyai ketetapan, tidak tergoyahkan, berisi dengan berilmu pengetahuan, hingga
yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa apa yang dilakukannya adalah benar dan baik.
Tetep, Teteg, Antep, Mantep
11. Percaya, tegas, penuh ilmu hingga matang jiwanya, serta percaya diri, tidak mudah
takut, tabah menghadapi rintangan apapun.
Ngandel, Kendel, Kandel, Bandel
12. Dalam berbicara orang diniscayakan tetap berpikiran jernih, hingga dapat
mencetuskan ide-ide unggul dan berakhir dengan kemenangan.
Neng-Ning-Nung-Nang (Meneng, wening, hanung, menang)
C. PRESTASI

Selepas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945, Ki Hajar Dewantara


kemudian diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Pengajaran Indonesia pertama
dalam Kabinet pertama Republik Indonesia yang kini dikenal dengan nama Menteri
Pendidikan. Berkat jasa-jasanya, ia kemudian mendapat gelar Dokter Bidang Kebudayaan
dari universitas tertua Indonesia, yakni Universitas Gadjah Mada. Ia juga dianugerahi gelar
sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan juga sebgai Pahlawan Nasional oleh
presiden ketika itu atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan bangsa Indonesia. Pemerintah
juga menetapkan tanggal kelahiran Ki Hajar Dewantara pada tanggal 2 Mei diperingati
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama kapal
perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas
Rupiah pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional
yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia N0.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)
Daftar Pustaka

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara ; diakses 13-01-2017

http://dewantara.id/2017/07/15/12-pemikiran-ki-hadjar-dewantara-tentang-pendidikan-dan-
kehidupan/ ; diakses 16-01-2017

https://www.satujam.com/biografi-dan-prestasi-ki-hajar-dewantara/ ; diakses 16-01-2017

Anda mungkin juga menyukai