Anda di halaman 1dari 7

KETAMANSISWAAN

Kelompok 5

Devi Ekayanti

Fauziyah Nurhayati

Kasetyaningasih

Mas Ajeng Melyna Anggraini

Siti Fatimah
 Latar Belakang
Setiap 2 Mei kita dihadapkan pada kesibukan rutin memperingati Hari Pendidikan
Nasional. 2 Mei itu merupakan tanggal kelahiran tokoh pendidikan nasional yaitu Ki Hajar
Dewantara. Sebagai Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara telah memberikan pengabdian
dan jasa yang besar bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Bagian dari 
semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan kementrian Pendidikan Nasional
Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI
Ki Hajar Dewantara.
Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan
seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Berbagai usaha telah beliau lakukan untuk bangsa Indonesia, dan hal itu tidak hanya
di bidang pendidikan namun dalam bidang jurnalistik beliau telah memberikan kontribusi
yang besar. Hal ini sudah sepatutnya menjadi teladan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak
hanya memperingati hari kelahirannya saja, namun lebih dari itu meniru teladannya dalam
semangat untuk memajukan bangsa melalui pendidikan.
BAB 1

 SIKAP DAN PERJUANGAN KI HAJAR DEWATARA

Ki Hadjar Dewantara, yang bernama asli Suwardi Suryaningrat yang lahir pada 2 Mei
1879 di Yogyakarta.Beliau dibesarkan di lingkungan keraton Yogyakarta atau lebih tepatnya
di keluarga Kadipaten Pakualam, putra dari GPH Soerjaningrat, dan cucu dari Pakualam III.

Ki Hadjar Dewantara sebetulnya bukan hanya seorang tokoh pendidikan, tapi juga
tokoh pergerakan nasional. Dalam sejarah pergerakan kemerdekaan, kita mengenal istilah
Tiga Serangkai, yaitu E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangunkoesoemo, dan Ki Hadjar
Dewantara. Mereka mendirikan partai politik pertama di Hindia Belanda yang dikenal dengan
sebutan Indische Partij pada 25 Desember 1912.

Ki Hadjar Dewantara kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar


antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer dan Poesara dan dikenal sebagai jurnalis dan penulis ulung. Dia menulis esai berjudul
Als ik een Nederlander was… (Seandainya saya seorang Belanda….). Esai ini merupakan
kritik yang sangat tajam terhadap rencana pemerintah kolonial untuk menyelenggarakan 100
tahun kemerdekaan Belanda. Karena kritiknya yang sangat tajam tersebut, Ki Hadjar
kemudian dikirim ke Negeri Belanda selama enam tahun (1913-1919).

Namun, pengasingannya ke Negeri Belanda itu tidak membuat idealisme perjuangan


Ki Hadjar surut. Sebaliknya ia justru belajar banyak hal, terutama dalam bidang politik dan
pendidikan. Kesempatan tersebut dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan
pengajaran, sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil memperoleh Europeesche Akte. Ia juga
berkenalan dengan gagasan pendidikan Friederich Wilhelm August Frobel (1782-1852), yang
menjadikan permainan sebagai media pembelajaran, dan Maria Montessori (1870-1952), yang
memberikan kemerdekaan kepada anak-anak.

Pada tahun 1918, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air. Di tanah air Ki Hadjar
Dewantara semakin mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat
perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama rekan-rekan seperjuangannya, dia pun mendirikan
sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut
Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922

Tujuan Perguruan Tamansiswa itu adalah menuju Indonesia merdeka, demi


terwujudnya masyarakat tertib dan damai. Perguruan Tamansiswa juga didirikan untuk
menampung minat masyarakat Hindia yang ingin bersekolah namun terkendala oleh berbagai
hal, termasuk status sosial. Sebab, pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Hindia
Belanda saat itu lebih diperuntukkan bagi kaum bangsawan maupun pangreh praja (pegawai
pemerintah), sehingga rakyat jelata tidak bisa bersekolah.Kehadiran Perguruan Tamansiswa
membuka kesempatan bagi semua orang untuk bisa bersekolah secara mudah dan murah.
Mudah karena tidak ada persyaratan-persyaratan khusus, sedangkan murah dalam artian
biayanya terjangkau oleh semua golongan. Tidak mengherankan bila dalam kurun waktu
delapan tahun (1922-1930) jumlah Perguruan Tamansiswa telah mencapai 100 cabang dengan
jumlah puluhan ribu murid.
Taman Siswa bisa dianggap sebagai tempat pemumpukan kader masyarakat
Indonesia di masa mendatang dan yang sudah pasti akan berusaha pula untuk menumbangkan
kekuasaan kolonial. Oleh karena itu pemerintah jajahan berusaha untuk menghalang-halangi
perkembangan Taman Siswa khususnya, sekolah-sekolah partikelir umumnya.

NamunKi Hajar Dewantara tidak gentar menentang setiap kebijakan pemerintah


kolonial Hindia Belanda yang dianggapnya merugikan pendidikan untuk rakyat. Ketika
pemerintah kolonial mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932, misalnya,
Ki Hajar Dewantara tetap menggerakkan Taman Siswa. Ordonansi Sekolah Liar mengatur
bahwa setiap lembaga pendidikan harus mendapatkan izin dari pemerintah kolonial. Jika
tidak, maka pemerintah berhak membubarkan sekolah atau lembaga pendidikan itu. Namun,
Taman Siswa jalan terus bahkan justru berkembang pesat. Frances Gouda dalam Dutch
Cultures Overseas: Colonial Practice in the Netherlands Indies 1900-1942 (2006) mencatat,
satu dekade setelah penerapan peraturan tersebut, Taman Siswa sudah mendirikan 166
sekolah yang memiliki sekitar 11.000 murid.

Setelah Indonesia merdeka, berkat segenap sumbangsihnya bagi kepentingan


pendidikan nasional, maka oleh Sukarno selaku Presiden RI pertama, Ki Hajar Dewantara
ditunjuk untuk menjabat sebagai Menteri Pengajaran sejak 2 September 1945. Ki Hajar
Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta pada 2 April 1959 dalam usia 70 tahun. Atas jasa-
jasanya, pemerintah RI menetapkannya sebagai pahlawan nasional serta menyematkan gelar
Bapak Pendidikan Nasional. Hari kelahiran Ki Hajar Dewantara pun diperingati sebagai Hari
Pendidikan Nasional.
BAB 2

 ASAS TAMANSISWA

Azas 1922 adalah asas perjuangan yang di dalamnya terkandung dasar-dasar yang
menjelasakan sifat-sifat Tamansiswa.

1. ASAS PERTAMA :Setiap orang berhak mengatur dirinya sendiri dengan


mengingat tertib persatuan dalam kehidupan umum agar tercipta kedamaian.

Pasal 1 termasuk kodrat alam dan kemajuan berjalan kodrati alias evolusi.
Dasar ini yang mewujudkan sistem “among”, artinya guru-guru meski di
belakang tetapi mempengaruhi dan memberi jalan kepada anak didik untuk
berjalan sendiri

2. ASAS KEDUA:Pendidikan yang diberikan hendaknya dapat menjadikan


manusia yang merdeka.
Pasal 2 ini berdasar pada dasar kemerdekaan yang menegaskan bahwa
kemerdekaan tadi hendaknya diterapkan dalam cara berfikir anak didik  agar
mandiri dan tidak mengikuti buah pemikiran orang lain. Artinya dengan ilmu
dan pengetahuan yag dimiliki, anak didik tersebut dapat hidup, dan
kehidupannya bermanfaat bagi masyarakat.

3. ASAS KETIGA :Pendidikan hendaknya didasarkan atas keadaan dan


budaya Indonesia.

Pasal 3 mencakup kepentingan sosial, ekonomi, dan politik. Penyesuaian


diri dan hidup kebarat-baratan menimbulkan berbagai kekacauan. Pendidikan
Barat mementingkan kecerdasan dan melanggar dasar-dasar kodrati dari
kebudayaan sendiri, sehingga tidak menjamin keserasian dan dapat memberi
kepuasan. Inilah yang disebut dasar Kebudayaan.
4. ASAS KEEMPAT :Pendidikan diberika kepada seluruh rakyat Indonesia
tanpa terkecuali.

Pasal 4 berisi dasar kerakyatan, bahwa pengajaran harus diperluas dan


tidak hanya sekelompok kecil masyarakat. Dalam pasal ini terdapat dasar
Kerakyatan atau demokrasi yang dianut oleh Tamansiswa. Disini yang lebih
diutamakan adalah bagaimana memberikan pendidikan kepada seluruh lapisan
masyarakat.
5. ASAS KELIMA :Untuk mencapai azas kemerdekaan maka kita harus
bekerja sesuai kemampuan diri sendiri.

Pasal 5 merupakan azas sangat penting bagi semua orang yang ingin
mngejar kemerdekaan hidup. Azas ini mendasari kemandirian. Dinyatakan juga
dalam pasal ini bahwa pokok dari asas kita adalah berusaha dengan kekuatan
diri sendiri (mandiri).

6. ASAS KEENAM :Oleh karena itu kita harus bersandar pada kekuatan
diri sendiri.
Pasal 6 berisi syarat-syarat mengejar kemerdekaan dengan sistem mandiri. Syarat
mutlak agar menjadi pribadi yang merdeka dan mandiri yaitu keharusan untuk
dapat mengontrol atau memenejemen segala macam usaha dan langkah hidup
kita.

7. ASAS KETUJUH :Pamong hendaklah mendidik anak dengan sepenuh


hati, tulus , ikhlas dan tanpa mengharapkan imbalan.

Pasal 7 mengharuskan keikhlasan lahir batin bagi guru-guru untuk mendekati


anak didik.Disini dikemukakan “ sumpah jabatan “ seorang pamong dan
sekaligus ditunjukan kemuliaan profesi guru. Pengabdian melalui dunia
pendidikan hendaknya merupakan pilihan secara suka rela dengan dilandasi
oleh “sepi ing pamrih “ dan rasa penuh tanggung jawab.Pamong
melaksanakan tugasnya bukan karena kewenangan dan kekuasaanya,
melainkan didorong oleh kecenderungan hatinya untuk menyerahkan diri
sepenuh hati akan tugas yang merupakan amanah itu

 KESIMPULAN

Saat ini kita sebagai generasi muda telah merasakan begitu besar jasa yang telah dilakukan Ki
Hajar Dewantara, perjuangan beliau dalam dunia pendidikan tidak hanya berdampak untuk
perguruan Taman Siswa, namun juga pendidikan di seluruh Indonesia. perjuangan tidak kenal
lelah yang telah dilakukannya membuahkan sebuah jasa yang besar untuk bangsa ini.

Kita harus selalu mengenang dan menghargai perjuangan yang telah dilakukan oleh Ki Hajar
Dewantara, kita tidak akan dapat mengenyam pendidikan sebebas sekarang jika tidak karena
apa yang telah dilakukan beliau. Hal ini dapat kita wujudkan dengan semangat kita dalam
segala hal terutama dalam pendidikan. Manusia tidak pernah berhenti belajar sampai ia
meninggal, hal itulah telah dan yang harus kita ikuti dari beliau.

Selalu haus akan pengetahuan dan tidak pernah lelah berjuang dalam setiap hal yang kita
lakukan. Ki Hajar Dewantara telah memberikan teladan bagi seluruh rakyat Indonesia bahwa
dengan pendidikan kita dapat memperkuat bangsa kita, dengan ilmu pengetahuan kita akan
mencapai hidup yang mulia. Sebagai penerus bangsa adalah kewajiban kita semua untuk
selalu menghargai dan meneladani semangat beliau.

 DAFTAR PUSTAKA
Wiryopranoto,Suhartono (dkk).2017.KI HAJAR DEWANTARA “Pemikiran dan Perjuangannya”. Jakarta.
Museum Kebangkitan Nasional
https://www.kolomedu.com/2016/05/sejarah-dan-perjuangan-ki-hajar.html
https://geotimes.co.id/kolom/pendidikan/tamansiswa-ki-hajar-dewantara-dan-sistem-
pendidikan-kolonial/

Anda mungkin juga menyukai