Anda di halaman 1dari 2

Nama : Kiki Andila

Prodi : PP Prajabatan PGDS-2


MK : Filosofi Pendidikan
01.01.2-T1-3. Eksplorasi Konsep - Perjalanan Pendidikan Nasional dari Perspektif Ki Hadjar
Dewantara

GERAKAN TRANSFORMASI KI HADIAR DEWANTARA DALAM PERKEMBANGAN


PENDIDIKAN SEBELUM DAN SESUDAH KEMERDEKAAN

Sejak Indonesia meraih kemerdekaannya, masyarakat merasakan tanggung jawab untuk terus
mengembangkan dan memperbaiki sektor pendidikan. Namun, sayangnya, kurangnya contoh yang
baik di sekolah dan minimnya motivasi untuk mengejar pengetahuan secara mandiri menjadi
hambatan. Selama masa penjajahan, Indonesia hanya dianggap sebagai objek perdagangan, dan
instruksi pendidikan hanya ditujukan untuk membantu kepentingan perusahaan dengan
memberikan pelajaran dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung secara terbatas, khususnya
bagi bangsa Eropa. Selain itu, didirikan pula "sekolah-sekolah kabupaten" yang hanya bertujuan
mendidik calon pegawai.

Ki Hadjar Dewantara berkomitmen untuk memperluas cakupan pendidikan kepada generasi muda.
Mendidik kaum muda menjadi suatu keharusan utama dalam melepaskan diri dari belenggu
penjajahan. Pendidikan yang berakar pada kebudayaan dan nasionalisme dianggap sebagai
langkah untuk menghindari kebodohan. Pendidikan pada masa kolonial dianggap tidak
memberdayakan, melainkan menciptakan manusia yang bergantung pada nasib dan bersikap pasif.
Keinginan untuk merdeka diawali dengan persiapan generasi bumi putra yang mandiri, bebas, dan
berdedikasi. Oleh karena itu, generasi muda perlu dipersiapkan agar menjadi bangsa yang mandiri,
memiliki kesadaran akan kemerdekaan, dan jiwa merdeka.

Pada tahun 1922, Ki Hajar Dewantara mengusung cita-cita mulia untuk mengubah secara radikal
bidang pendidikan. Cita-cita tersebut merupakan hasil dari kesadaran kultural dan kebangkitan
politik dalam gerakan transformasi. Ki Hajar Dewantara diakui sebagai tokoh nasionalis yang
memperjuangkan bangsa Indonesia, terutama di bidang pendidikan. Taman Siswa, yang disebut
sebagai perguruan, dibentuk untuk membedakannya dari sekolah masa itu yang dianggap sebagai
pabrik tanpa jiwa. Perguruan menjadi tempat tinggal guru dan tempat guru mendidik murid-
muridnya. Di dalam perguruan, terjalin hubungan erat antara murid dan murid, murid dan guru, di
mana mereka merasa seperti satu keluarga. Meskipun murid telah lama meninggalkan perguruan,
hubungan batin tetap terjaga.

Struktur pendidikan yang diinginkan oleh Ki Hajar Dewantara diharapkan mampu mendidik
peserta didik, dengan memegang prinsip semboyan Ki Hajar Dewantara, yaitu "ing ngarso sung
tuladha" (memberi contoh di depan), "ing madya mangun kar sa" (memajukan cita-cita di tengah),
dan "tut wuri handayani" (mengikuti dan mendukung di belakang). Dengan demikian, perjuangan
Ki Hajar Dewantara dapat dianggap sebagai investasi pada generasi bangsa. Ki Hajar Dewantara
berharap agar bangsa ini memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai positif leluhur dan
norma-norma yang berlaku. Dalam konteks pendidikan saat ini, konsep pendidikan karakter
menjadi sangat relevan, khususnya dalam era "Merdeka Belajar". Pendidikan karakter menjadi
kunci untuk menjaga budaya asli dan nilai-nilai anak bangsa, terutama di tengah arus globalisasi
yang mempengaruhi identitas bangsa.

Anda mungkin juga menyukai