ARGUMENTASI TENTANG GERAKAN TRANSFORMASI KI HADJAR DEWANTARA
DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SEBELUM DANSESUDAH KEMERDEKAAN
Sejak kemerdekaan Indonesia, masyarakat merasa memiliki kewajiban untuk memajukan
dan memperbaiki berbagai hal dalam pendidikan. Namun tidak ada contoh yang baik untuk diterapkan di sekolah. Kemudian tidak ada cukupnya motivasi untuk mencari pengetahuan sendiri dan hanya berfokus pada nilai yang tinggi pada rapor. Indonesia hanya dipandang sebagai objek perdagangan selama masa penjajahan. Kemudian terdapat intruksi untuk mengajarkan kepada rakyat untuk belajar membaca, menulis dan berhitung seperlunya saja guna membantu jalannya perusahaan. Pemberian pengajaran bebas hanya bisa untuk bangsa Eropa. Di saat bersaman didirikan juga “sekolah-sekolah kabupaten” yang hanya untuk mendidik calon pegawai. Ki Hadjar Dewantara bertekad untuk meluaskan semangat pendidikan kepada generasi muda. Upaya untuk mendidik kaum muda merupakan syarat utama dalam membebaskan diri dari jeratan penjajah. Pendidikan yang mendasarkan kebudayaan nasional dapat menghindari dari kebodohan. Pendidikan yang ada pada masa kolonial tidak mencerdaskan, melainkan mendidik manusia untuk tergantung pada nasib dan bersikap pasif. Keinginan untuk merdeka harus dimulai dengan mempersiapkan kaum bumi putra yang bebas, mandiri, dan pekerja keras. Sehingga generasi muda harus dipersiapkan agar kelak menjadi bangsa yang mandiri, sadar akan kemerdekaan, sehingga kemerdekaan itu dimiliki oleh orang yang terdidik dan memiliki jiwa yang merdeka. Maka dari itu, pada tahun 1922 Ki Hadjar Dewantara memiliki cita-cita yang sangat mulia, beliau menghendaki perubahan radikal dalam lapangan pendidikan dan pengajaran. Cita-cita baru tadi merupakan gabungan kesadaran kultural dan kebangkitan politik Gerakan Transformasi, dimana Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai tokoh nasionalis yang memperjuangkan bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang pendidikan. Taman Siswa ialah sebuah perguruan. Istilah perguruan ini sengaja dipakai untuk membedakannya dari kata sekolah yang pada masa itu merupakan pabrik yang tak berjiwa dimana sekolah yang hanya menghasilkan orang-orang yang pintar tetapi tidak memiliki karakter sebagai bangsa Indonesia. Perguruan ialah tempat tinggal guru dan juga tempat guru mendidik murid-muridnya. Dalam perguruan, murid dan murid, murid dan guru merasa satu keluarga. Hubungan batin antara murid dengan murid, antara guru dengan murid selalu erat meskipun murid-murid itu sudah lama meninggalkan perguruan. Seorang pendidik juga diharapkan mampu mendidik peserta didik dengan memegang semboyan dari Ki Hadjar Dewantara yakni, ing ngarso sung tuladha (dimuka memberi contoh), ing madya mangun karsa (di tengah membangun cita-cita), tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya). Dapat disimpulkan bahwa perjuangan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah bentuk investasi kepada generasi bangsa, dimana beliau ingin bangsa ini memiliki karakternya sendiri yang sejalan dengan nilai positif leluhur dan norma-norma yang berlaku, jika dikaitkan dengan konteks pendidikan sekarang maka sangat layak dan tepat saat ini menggunakan konsep pendidikan karakter dalam merdeka belajar, bisa kita amati arus perkembangan zaman yang dimana budaya jati diri anak bangsa mulai tergerus oleh budaya barat, dan tentu jika dibiarkan halteersebut akan berakibat menghilangkan ciri atau nilai asli dari bangsa ini, maka dari itusudah sangat tepat digunakan era sekarang ini pendidikan karakter.