Anda di halaman 1dari 3

Nama : Renzy Ayu Rohmatillah

NIM : 2398011589

Tugas 1.4: Argumentasi Kritis

Ki Hajar Dewantara adalah seorang aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia sekaligus


pelopor pendidikan bagi rakyat Indonesia. Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei
1889 dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Beliau memiliki ayah yang bernama
K.P.H. Suryaningrat dan ibunya bernama Raden Ayu Sandiyah. Ki Hajar Dewantara memiliki
latar belakang keluarga bangsawan dan tumbuh dengan lingkungan yang sangat kental oleh
kesenian, nilai-nilai kultur dan religius. Pengalaman masa kecil ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangannya di masa depan.

Ki Hajar Dewantara tergabung dalam beberapa pergerakan, salah satunya adalah


Paguyupan Selasa Kliwon. Paguyupan ini dilaksanakan setiap hari Selasa Kliwon sebagai wadah
perkumpulan untuk membahas tentang penyelenggaraan pendidikan bagi generasi muda
bumiputera (Utami, 2020). Kemudian pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan
perguruan Taman Siswa. Taman Siswa didirikan dengan tujuan untuk membangun peserta didik
menjadi manusia yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa. Taman Siswa juga menjadi bentuk
perjuangan kemerdekaan melalui pendidikan dengan harapan bisa menumbuhkan nasionalisme
peserta didik.
Ki Hajar Dewantara mengkritisi sistem pendidikan barat pada pengajaran di Indonesia di
masa pemerintahan kolonial Belanda. Pengajaran pendidikan barat hanya mementingkan
pengajaran yang mengarah ke intelektualitas dan materialistis. Menurut Ki Hajar Dewantara,
pendidikan dengan sistem barat dapat merusak budi pekerti anak atau peserta didik. Pendidikan
sistem Barat hanya menghasilkan manusia-manusia pasif yang kesadarannya rendah dalam hal
berkreasi secara mandiri (Samho, 2017). Perlu adanya pendidikan yang kultural disamping
pendidikan yang mengutamakan kecerdasan pikiran.
Pendekatan pembelajaran di Taman Siswa menerapkan sistem Among. Melalui Taman
Siswa diharapkan terselenggara pendidikan yang berdasarkan karakter dan budaya Indonesia
dapat membuat peserta didik menemukan dan menggali potensi yang dimiliki dan bisa
berekspresi secara kreatif, mandiri dan bertanggung jawab. Perbedaan mencolok antara
pendidikan sistem barat dengan yang diterapkan Taman Siswa yakni apabila pendidikan sistem
barat memiliki dasar perintah, hukuman, dan paksaan, maka sistem Among memiliki dasar
Momong, Among atau Ngemong. Dasar pendidikan Momong, Among atau Ngemong memiliki arti
bahwa pendidikan itu sifatnya adalah mengasuh (Dewantara, 1977: 487-489). Sistem Among
memposisikan peserta didik sebagai posisi sentral, sedangkan pamong atau guru memiliki
kewajiban membimbing dan mengarahkan peserta didik. Guru tidak dianjurkan untuk bertindak
dominan saat proses pengajaran, melainkan harus memperhatikan kemerdekaan peserta didik.
Kemerdekaan peserta didik perlu diperhatikan juga agar tidak menjadi terlalu bebas dan tetap
terarah. Pada masa Indonesia dikuasai pemerintahan Jepang, beberapa cabang Taman Siswa
sempat ditutup. Namun setelah masa kemerdekaan Republik Indonesia, Taman Siswa yang
sempat ditutup kembali dibuka. Taman Siswa menyesuaikan isi pendidikannya dengan kemajuan
zaman dan patuh terhadap peraturan-peraturan yang dicanangkan oleh pemerintah untuk
kemajuan pendidikan di Indonesia.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini diadopsi oleh sistem pendidikan saat ini. Kurikulum
Merdeka memungkinkan siswa untuk mempelajari hal-hal yang sesuai dengan minat siswa. Hal
ini dapat memancing siswa untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Guru
juga berkesempatan untuk menyesuaikan pembelajaran dengan kemampuan siswa sehingga
pembelajaran tidak cenderung terburu-buru.
Daftar Pustaka

Dewantara, Ki Hadjar. 1977. Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur


Persatuan Taman Siswa.

Utami, R. D. 2020. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dan Sistem Among di Perguruan Taman
Siswa Yogyakarta ( 1922-1945 ). 2(2), 87–99.

Samho, Bartolomeus Samho dan Oscar Yasunari. 2017. Konsep Pendidikan Ki Hadjar
Dewantara dan Tantangan-Tantangan Implementasinya di Indonesia Dewasa Ini,
http.//journal.unpar.ac.id/index.php/Sosial/article/view/19/10

Anda mungkin juga menyukai