Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

“DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN”

‘KONSEP DAN TEORI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN’

Oleh:

NAMA : ELZA DWI PUTRI

NIM : 18029105

DOSEN PEMBIMBING :

Dra. Ida Murni Saan, M. Pd. dan Rosmaria M. Pd.

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
Tokoh-tokoh Pendidikan Indonesia

1. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara, yang sebelumnya bernama Raden Mas Suwardi
Suryaningrat, lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 mei 1889. Ia adalah salah
seorang putera terbaik negeri ini. Yang memiliki pemikiran yang sangat maju
pada zamanya dalam memperjuangkan pendidikan, yang hasil pemikiranya
masih relevan hingga saat ini. Pemikiranya memiliki inti ingin “ memajukan
bangsa tanpa membedakan RAS, budaya, dan bangsa”. Melihat buah pemikiran
tersebut, betapa pemikiranya  sampai saat ini masih relevan.
Ajaran Ki Hajar Dewantara yang saat ini dipakai sebagai lambang
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), yaitu
a. Ing Ngarso Sung Tulado, yang berarti seorang guru hendakya memberikan
teladan yang baik kepada murid-muridnya. 
b. Ing Madya Mangun Karso, yang berarti seorang guru harus terus membuat
inovasi dalam pembelajaran. dan
c. Tut Wuri Handayani, yang berarti seorang guru harus dapat membangkitkan
motifasi, memberikan dorongan kepada anak didiknya untuk terus maju,
berkarya, dan berprestasi.
Semboyan tersebut sampai saat ini massih relevan, meskipun jika kita
perhatikan ada beberapa guru yang kurang faham tentang falsafah tersebut.
Seorang pendidik harus menjadi teladan bagi anak didiknya dalam berbagai
hal, sehingga guru dapat menjadi panutan bagi anak didiknya.
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh yang berjasa di bidang pendidikan dan
beliaulah yang mendirikan taman siswa pada tahun 1922. Karena jasanya yang
sangat besar tersebut maka sampai sekarang pada tanggal 2 mei di peringati
sebagai hari Pendidikan Nasional.Penyelenggaraan Taman Siswa didasarkan
pada asas pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai
berikut:
1)    Asas kemerdekaan;
2)    Asas kodrat alam;
3)    Asas kebudayaan;
4)    Asas kebangsaan;
5)    Asas kemanusiaan;

Tujuan taman siswa

1. Sebagai yang dinyatalan dalam “keterangan Azas Taman Siswa 1922″


pasal 1, tujuan Taman siswa sebagai lembaga pendidkan dan kebudayaan
ialah terwujudnya masyarakat tertib dan damai.
2. Tertib yang sebenarnya itu tidak akan ada  jika tidak ada damai. Dan,
damai antara manusia itu hanya mungkin ada dalam keadilan sosial sebagai
wujud berlakunya kedaulatan adab kemanusiaan yang menghilangkan
segala rintangan oleh manusia terhadap sesamanya dalam syarat-syarat
hidupnya serta menjamin terbaginya sarat hidup lahir dan batin secara sama
rata, sama rasa.

Jenis-jenis Pendidikan Taman Siswa

1) Taman Indria (setingkat TK)


2) Taman Anak (setingkat kelas I-III SD)
3) Taman Muda (setingkat kelas IV-VI SD)
4) Taman Dewasa (setara SMP)
5) Taman Madia (setara SMA)
6) Taman Guru B-1 (mendidik calon guru untuk Taman Anak dan
Taman Muda)
7) Taman Guru B-2
8) Taman Guru B-3 (mendidik calon guru untuk taman dewasa) Taman
Guru B-3 ini terdiri dari 2 bagian, bagian A untuk jurusan ilmu pasti
dan bagian B untuk jurusan budaya.
9) Taman Guru Indria (mendidik anak wanita yang ingin menjadi guru
pada taman indria)
Hasil Yang di Capai Taman Siswa

1) Gagasan / pemikiran tentang pendidikan nasional ( kebangsaan)


2) Lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indriya sampai Sarjana
Wiyata
3) Sejumlah alumni perguruan yang telah menjadi toko nasional seperti :
Ki Hajar Dewantara, Ki Mangunsarkoro dan Ki Suratman

Di dalam penyelenggaraan pendidikan Ki Hajar Dewantara menerapkan


system among, yang mengemukakan dua dasar, yaitu:

a. Kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan


kekuatan lahir dan batin sehingga dapat hidup merdeka.
b. Kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai
kemajuan dengan cepat dan sebaik-baiknya.
Setelah Indonesia merdeka Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan kebudayaan yang pertama, Anggota dan
Wakil Ketua DPA, Anggota Parlemen dan mendapat gelar “ Doktor Honoris
Causa” dalam ilmu kebudayaan dari Universitas Gajah Mada pada tanggal 19
Desember 1956.
Ki Hajar Dewantara meninggal pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta.
Beliau telah memberikan karya terbaiknya kepada nusa dan bangsa. Semboyan
“ Tut Wuri Handayani” yang diabadikan sebagai lambang dan semboyan
Departemen pendidikan dan Kebudayaan Republik indonesia.

2. Muhammad Syafei
Muhammad Syafei adalah seorang berdarah minang yang dilahirkan di
Kalimantan Barat. Ia dilahirkan tepatnya di daerah Natan tahun 1985. Ayahnya
bernama Mara Sultan dan ibunya bernama Khadijah. Syafei berhasil
menamatkan pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat pada tahun 1908.
Kemudian Ia pun meneruskan pendidikanya ke Sekolah Raja (Sekolah Guru)
dan lulus pada tahun 1914.
Perjalanan hidup mengharuskan dirinya hijrah ke Jakarta dan menjadi guru
pada sekolah Kartini selama 6 tahun. Di sela-sela kesibukanya, ia
menyempatkan diri untuk belajar menggambar. Ia aktif dalam pergerakan Budi
Utomo serta membantu pergerakan Wanita Putri Merdeka. Pada tanggal 31
Mei 1922 Mohammad Syafei berangkat ke negeri belanda untuk menempuh
pendidikan atas biayanya sendiri. Beliau belajar selama 3 tahun dan
memperdalam ilmu musik, menggambar, pekerja tangan, sandiwara, termasuk
memperdalam pendidikan dan keguruan.  Pada tahun 1925, beliau kembali ke
Indonesia untuk mengabdikan ilmu pengetahuannya.
Sekembalinya dari belanda, Syafei menerapkan ilmunya dengan
mengelola sebuah sekolah yang kemudian dikenal Sekolah INS Kayutanam.
Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini
didirikan di kayutanam. Kayutanam adalah sebuah nama desa kecil di Sumatra
Barat, sedangkan INS sebuah lembaga pendidikan yang merupakan akronim
dari  Indonesische Nenderlandsche school. INS kayu tanam tahun 1926
memiliki 75 orang siswa terdiri atas dua kelas (IA dan IB). Gedung sekolah
INS Kayutanam dibangun sendiri oleh siswa tahun 1927 terbuat dari bambu
beratap rumbia. Oleh karena membutuhkan lahan luas, maka pada tahun 1937
dipindahkan ke pelabuhan, kurang lebih dari dua kilometer dari Kayutanam.
Kemajuan terus berkembang dengan terbangunnya asrama
dengan.kapasitas 300 orang dan tiga perumahan guru. Dengan jumlah murid 60
orang.Asrama dilengkapi dengan satu ruang makan dan dapur,restoran, gedung
koperasi, lapangan tenis, kolam renang, taman baca, lapangan, ruang ibadah,
ruang teori dan praktik) dan sarana prasarana lainnya. Adapun tujuannya
sekolah ini diantaranya:

1)      Mendidik anak-anak agar mampu berfikir secara rasional

2)      Mendidik anak agar mampu bekerja secara teratur dan sungguh-sungguh

3)      Mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang berwatak baik

4)      Menanamkan rasa Persatuan


Mohammad Syafei meninggal dunia pada tanggal 5 maret 1969, meskipun
sudah tiada, namun jasa-jasa beliau tidak akan pernah terlupakan apalagi para
lulusan dari INS tersebar keberbagai pelosok tanah air, yang tentu saja
kiprahnya sangat besar bagi pembangunan bangsa dan negara

3. KH. Ahmad Dahlan


Kiai Haji Ahmad Dahlan (lahir di Kauman, Yogyakarta, tahun 1868),
adalah putra dari K.H. Abu Bakar bin kiai Sulaiman, seorang Khatib tetap di
masjid Agung Yogyakarta. Ketika lahir, Abu Bakar member nama si anak
dengan Muhammad Darwis.
Pembentukan ide-ide dan aktivitas baru pada diri Ahmad Dahlan tidak
dapat dipisahkan dari proses sosialisasi dirinya sebagai pedagang dan ulama
serta dengan alur  pergerakan sosial keagamaan, kultural, dan kebangsaan yang
sedang berlangsung di indonesia pada abad ke XX. Sebagai seorang pedagang
sekaligus ulama, Ahmad Dahlan sering melakukan perjalanan ke berbagai
tempat di Residensi Yogyakarta maupun daerah lainya seperti Periangan,
Jakarta, Jombang, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang,
Semarang, Kudus, Pekalongan, Purwokerto, dan Surakarta. Di tempat-tempat
itu ia bertemu dengan para ulama, pemimpin lokal, maupun kaum cerdik
cendekia lainya yang sama-sama menjaadi pedagang ataupun bukan.
Dalam pertemuan-pertemuan itu, mereka berbicara tentang agama islam,
masalah umum yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang secara langsung
berhubungan dengan kemunculan, kstatisaan, atau keterbelakangan penduduk
muslim pribumi di tengah-tengah masyarakat kolonial. Dalam konteks
pergerakan sosial keagamaan, budaya, dan kebangsaan, hal ii diungkap dengan
adanya interaksi personal maupun formal antara Ahmad Dahlan dengan
orgaisasi, seperti: Budi Utomo, Sarikat Islam, dan Jamiat Khair, maupun
hubungan formal antara organisasi yang ia cirikan kemudian, terutama dengan
Budi Utomo.
Secara personal, Ahmad Daahlan mengenal organisasi  Budi Utomo
melalui pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, seorang anggota Budi
Utomo di Yogyakarta yang mempunyai hubungan dekat dengan dr. Wahidin
Sudirohusodo seorang pemimpin budi utomo yang tinggal di Ketandan
Yogyakarta. Melalui Joyosumarto ini kemudian Ahmad Dahlan berkenalan
dengan dr. Wahidin Sudirohusodo secara pribadi dan sering menghadiri rapat
anggota maupun pengurus yang diselenggarakan oleh Budi Utomo walaupun
secara resmi ia belum menjadi anggota organisasi ini. Setelah banyak
mendegar aktivitas dan organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan pribadi
dan kehadiranya dalam pertemuan-pertemuan resmi, Ahmad Dahlan kemudian
secara resmi menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1909.
K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh Islam yang giat
memperjuangkan umat Islam melalui bidang pendidikan. Dia adalah tokoh
pendiri organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta. Ada
beberapa hal yang melatar belakangi beliau mendirikan Muhammadiyah ini,
diantaranya adalah:

1)      Umat islam tidak memegang teguh Alquran dan Hadis Nabi sehingga
menyebabkan perbuatan syirik semakin merajalela.

2)      Keadaan umat Islam sangat menyedihkan akibat dari penjajahan

3)      Persatuan umat islam semakin menurun

Organisasi Muhammadiyah aktif menyelenggarakan lembaga


pendidikan sekolah pada semua jenjang pendidikan dan tersebar ke berbagai
pelosok tanah air. Tujuannya adalah terwujudnya manusia muslim, berakhlak,
cakap, percaya kepada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat dan negara.
K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 25 februari 1923, dalam
usia 55 tahun.

4. Rahmah El Yunusiah
Bentuk realisasi dari pemikiran pendidikan Rahmah el-Yunusiyah adalah
berupa pendirian sekolah–sekolah bagi perempuan. Hal ini merupakan
tanggapan dari situasi pada masa itu dan sejalan pula dengan teorinya Arnold J.
Toynbee yaitu : “Challenge and Respons”. Sedangkan tujuan pendidikannya
untuk mencerdaskan kaum perempuan agar pendidikan pada masa itu tidak
berpusat pada laki–laki, dengan demikian hal ini sejalan dengan teori
Feminisme, yaitu teori poststrukturalis dan postmodernisme.
Beberapa hambatan pada kaum perempuan Indonesia. Pendidikan yang
belum berpihak pada kaum perempuan dapat pula ditemui dalam bidang lain.
Misalnya dalam bidang kesehatan dan pekerjaan. Perusahaan masih banyak
yang belum memberi lapangan kerja pada perempuan. Angka perempuan
menganggur lebih tinggi dapat ditemui dimana-mana dibanding laki-laki.
Kalaupun perempuan banyak ditemui bekerja disektor informal (pabrik) itu
bukan berarti hilangnya diskriminasi. Angka kaum perempuan upahnya tidak
dibayar oleh perusahaan mencapai 41,3% lebih tinggi dibanding laki-laki yang
hanya 10% menjadi bukti beban yang diterima perempuan diluar rumah.
a. Latar Belakang Didirikannya Diniyah Putri
1) Adanya rasa ketidakpuasan terhadap diniyah School yan didirikan
kakaknya. Dimana menurut rama sisitem ini tidak dapat melayani
kebutuhan kaum wanita yang tidak terjankau, baik yang berkaitan
denan persoalan agama maupun yang berkaitan dengan kebutuhan
keterampilan keputrian sebagai istri, ibu dari anak-anak dan sebagai
perangkat moral bangsa
2) Tidak puas dengan kondisi pemahaman agama yang dimonopoli oleh
kelompok laki-laki saja
b. Tujuan Pendidikan Diniyah Putri
Melaksanakan pendidikan dan pengajaran berdasarkan islam dengan
tujuan membentuk putri yang berjiwa islam dan ibu pendidikan yang cakap,
aktif serta bertanggung jawab
c. Dasar pendidikan Diniyah Putri
Yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah
DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali pers

Ki Hadajar Dewantara. 1964. Azas-Azas dan dasar-Dasar Taman Siswa.  Majelis


Luhur Taman Siswa Yogyakarta, Cetakan ke tiga

Mohammad, Herry. 2006. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad


20. Jakarta: Gema Insani Press

M. Sukardjo. 2009. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta:


Rajawali pers

Anda mungkin juga menyukai