Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Tugas UTS Ilmu Pendidikan Islam II
DISUSUN OLEH :
KELAS PAI 5 D
DOSEN PEMBIMBING :
TA 2021 M /1443 H
KI HADJAR DEWANTARA
Orang tua : Anak dari pasangan Pangeran Soerjaningrat dan juga Raden Ayu
Sandiah.
Saudara : Soerjopranoto
PEMBAHASAN
Secara mendalam Ki Hadjar Dewantara tidak sepakat dengan system pendidikan yang
diwariskan oleh kolonial belanda, orientasi pada pendidikan warisan tersebut hanya pada segi
kognitif (penalaran) tanpa melihat dari segi yang lain, yaitu pendidikan keteladanan (budi
pekerti/akhlak) sehingga produk yang dihasilkan oleh sistem pendidikan tersebut adalah
lahirnya manusia yang sombong, tidak mempunyai perangai yang baik, sedangkan
pembentukan moral yang baik merupakan tugas dari pendidikan teladan (akhlak). Dengan
keteladanan dari seorang pendidik, anak didik diharapkan mampu menjadi manusia yang
luhur dan berguna bagi nusa dan bangsa.
Kecerdasan otak bukanlah hal yang utama dalam pendidikan akan tetapi bagaimana
peserta didik memiliki budi pekerti yang mulia merupakan tujuan utama dalam pendidikan.
Sehingga peserta didik yang nantinya menjadi orang yang cerdas dan tidak akan
menyalahgunakan kecerdasannya untuk mengintimidasi orang lain.
Ki Hadjar Dewantara mengganti nama itu ketika beliau berusia 39 tahun, alasan
beliau mengganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara adalah karena keinginan beliau untuk
lebih merakyat atau lebih dekat dengan rakyat. Dengan mengganti nama tersebut, akhirnya
Ki Hadjar Dewantara dapat leluasa bergaul dengan rakyat kebanyakan. Sehingga dengan
demikian perjuangannya menjadi lebih mudah diterima oleh rakyat pada masa itu. Menurut
silsilah susunan Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara masih mempunyai alur
keturunan dengan Sunan Kalijaga.
Sebagai tokoh nasional yang dihormati dan disegani baik oleh kawan maupun lawan,
Ki Hadjar Dewantara sangat kreatif, dinamis, jujur, sederhana, konsisten, konsekuen dan
berani. Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti berjuang untuk bangsanya hingga
akhir hayat. Perjuangan beliau dilandasi dengan rasa ikhlas yang mendalam, disertai rasa
pengabdian dan pengorbanan yang tinggi dalam mengantarkan bangsanya ke alam
merdeka.Karena pengabdiannya terhadap bangsa dan Negara, pada tanggal 28 November
1959, Ki Hadjar Dewantara ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional”. Dan pada tanggal 16
Desember 1959, pemerintah menetapkan tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara tanggal 2 Mei
sebagai “Hari Pendidikan Nasional” berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor: 316 tahun
1959.
Selain riwayat diatas Ki Hadjar Dewantara juga memiliki karir dalam dunia
jurnalistik, politik dan sebagai pendidik sebagai berikut, diantaranya:
2. Pendiri National Onderwijs Institut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa)
Dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari pengasingan
ke negeri Belanda. Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa
pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang
pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Ia mendirikan
sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa
(Perguruan Nasional Taman siswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan
pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan
tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Di tengah keseriusannya
mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin
menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan
kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui
tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi
bangsa Indonesia.
Pada tahun 1948, Ki Hadjar Dewantara dipilih sebagai ketua peringatan 40 tahun
Peringatan Kebangkitan Nasional, pada kesempatan itu beliau bersama partai-partai
mencetuskan pernyataan untuk menghadapi Belanda. Pada peringatan 20 tahun Ikrar
Pemuda (28 Oktober 1948), Ki Hadjar Dewantara ditunjuk sebagai ketua pelaksana
peringatan Ikrar Pemuda. Setelah pengakuan kedaulatan di Negeri Belanda Desember
1949 Ki Hadjar Dewantara menjabat sebagai anggota DPR RIS yang selanjutnya berubah
sebagai DPR RI. Pada tahun 1950, Ki Hadjar Dewantara mengundurkan diri dari
keanggotaan DPR RI dan kembali ke Yogyakarta untuk mengabdikan diri sepenuhnya
kepada Tamansiswa sampai akhir hayatnya.
4. Boedi Oetomo
Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk
mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu
mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
5. Syarekat Islam cabang Bandung 1912
6. Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia)
Selain itu ada beberapa penghargaan yang diperoleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu sebagai
berikut:
2. Aktivitas Pergerakan
Dalam catatan biografi Ki Hajar Dewantara setidaknya pada tahun 1913 dimana
ketika Pemerintah Hindia Belanda akan mengumpulkan sumbangan dari masyarakat
Pribumi kala itu yang nantinya akan digunakan sebagai perayaan kemerdekaan Belanda
dari Perancis menimbulkan reaksi kritis yang berasal dari kalangan nasionalis, termasuk
diantaranya adalah Soewardi atau Ki Hajar Dewantara, hingga kemudian beliau
menuliskan sebuah kolom di dalam surat kabar De Expres dengan judul “ Als ik een
Nederlander was” bahkan artikel ini dirasa begitu tajam yang juga termasuk kritikan yang
sangat pedas bagi pada pejabat Hindia Belanda kala itu.
Bahkan karena memang gaya tulisan yang dibuatnya berbeda dengan penulisan
sebelumnya, maka banyak diantara pejabat yang menyangsikan bahwa tulisan tangan
tersebut dibuat oleh Soewardi. Mengulas seputar biografi Ki Hajar Dewantara ternyata
dari tulisan beliau tersebut banyak diantaranya yang juga berpendapat jika memang
Soewardi yang membuat, maka ada campur tangan dari DD atau Douwes Dekker selaku
pimpinan dari De Expres ini yang memang ingin memanas-manasi Soewardi sehingga
berani untuk membuat tulisan tersebut. Akibat dari tulisan yang dibuatnya tersebut maka
beliau kemudian diasingkan ke Pulau Bangka, padahal kala itu usianya masih 24 tahun.
Berkenaan dengan biografi Ki Hajar Dewantara ini adalah awal mula Soewardi
merintis cita-citanya untuk memajukan para kaum pribumi dengan belajar mengenai ilmu
pendidikan sampai nantinya berhasil mendapatkan akta atau ijazah pendidikan, sehingga
dari akta atau ijazah tersebut dapat digunakan sebagai pijakan untuk mendirikan lembaga
pendidikan yang sudah didirikannya tersebut. Pada studinya tersebut ia kemudian terpikat
dengan ide-ide dari sejumlah tokoh pendidikan Barat, diantaranya adalah Montessori dan
juga Froebel, dari pengaruh-pengaruh tersebutlah kemudian membuatnya
mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Ketika negara Indonesia sudah memasuki fase kemerdekaan, karena ini adalah
bagian yang sangat penting, kontribusi beliau sangatlah besar di dalam pembangunan
pendidikan di Indonesia. Pada kabinet pertama Republik Indonesia Ki Hajar Dewantara
ini langsung diangkat menjadi Menteri Pengajar Indonesia. Dalam catatan biografi Ki
Hajar Dewantara pada tahun 1957 beliau telah mendapatkan gelar doktor kehormatan
dari sebuah universitas tertua yang ada di Indonesia yaitu Universitas Gadjah Mada.
Menurut catatan yang ada dalam biografi Ki Hajar Dewantara saat menerima
gelar sebagai doktor kehormatan dari Universitas Gadjah Mada beliau pernah
memberikan sebuah sambutan. Beliau menyebutkan bahwa pendidikan ala Belanda yang
selama itu diberikan kepada masyarakat pribumi tidak sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia karena memang hanya mementingkan beberapa aspek saja, diantaranya adalah
intelektual, individual, material dan juga kepentingan yang berhubungan dengan kolonial,
juga tidak mengandung cita-cita kebudayaan nasional Indonesia. bahkan setelah masa
penjajahan berakhir sebenarnya sistem pendidikan masyarakat Indonesia kala itu juga
masih dipengaruhi secara kuat oleh bekas penjajahan Belanda. Mengulas biografi Ki
Hajar Dewantara tentunya sangat penting juga untuk mengenal perkembangan pada
pendidikan di negara Indonesia kala itu.
Indonesia telah memiliki akar atau sejarah pendidikan yang sangat panjang sejak
melalui masa penjajahan sampai sekarang ini sudah masuk ke era globalisasi. Bahkan
pendidikan yang ada di Indonesia sendiri sebenarnya pernah mengalami masa kejayaan
ilmu. Dalam catatan biografi Ki Hajar Dewantara hal ini juga sangat banyak disinggung.
Pendidikan Indonesia cukup maju pada masa-masa kerajaan, terlihat jelas pada masa
kerajaan Kutai yang ada di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara hingga Kerajaan
Kalingga dan juga Kerajaan Sriwijaya, hingga kemudian memasuki masa penjajahan dari
bangsa-bangsa, maka pendidikan di Indonesia mengalami kemunduran atau pembodohan.
Beliau memang dikenal sebagai sosok yang memiliki peran penting di dalam
kemajuan pendidikan yang ada di Indonesia, sehingga ada banyak sekali pemikiran-
pemikirannya terkait dengan pendidikan ini, bukan hanya pada masa awal kemerdekaan
saja, melainkan juga pasca kemerdekaan beliau juga memiliki kontribusi yang tergolong
begitu besar. Apalagi saat bangsa Indonesia menghadapi carut-marut pendidikan yang
terjadi pada masa reformasi dan juga globalisasi.
Jika dilihat dari biografi Ki Hajar Dewantara sistem pendidikan yang digagas oleh
beliau adalah sistem pendidikan yang tanggap dan juga mampu untuk menjawab tatanan
dunia yang global. Sehingga apa yang terjadi di masa sekarang ini tampaknya memang
sudah diprediksi oleh Ki Hajar Dewantara dulu, yaitu dengan konsep pendidikan nasional
yang digagasnya. Diantara sistem pendidikan yang digagas tersebut adalah kontinuitet,
konvergensi dan juga konsentris. Asas tersebut digunakan untuk mengubah paradigma
dan juga pola pikir dalam menyikapi sebuah kemajemukan budaya nasional dan juga
internasional.
Bagian ketiga ini adalah bulir akhir bahwa beliau juga memandang penting
tentang budi pekerti. Menurut beliau pendidikan ala barat memang hanya berorientasi
pada intelektualitas, materialisme dan juga individualisme saja, namun tidak dengan budi
pekerti dan memang kurang cocok dengan kebutuhan atau corak dari bangsa Indonesia.
Beliau juga memikirkan bahwa pendidikan tidak cukup hanya untuk membuat
anak menjadi pintar dan juga unggul dalam aspek kognitif, melainkan juga harus
mengembangkan seluruh potensi yang ada seperti diantaranya adalah daya cipta
(kognitif), daya rasa (afektif) dan juga daya karsa (koatif). Sehingga harus membuat anak
menjadi sosok yang mandiri dan memiliki kepedulian terhadap orang lain, bangsa dan
juga kemanusiaan.
B. Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Sebagai bangsawan Jawa, Soewardi Soerjaningrat mengenyam Pendidikan
Europeesche Lagere School (ELS), sekolah rendah untuk anak-anak Eropa.
Pada waktu itu, Ki Hajar Dewantara termasuk penulis terkenal. Tulisannya yang
tajam dan patriotik membuatnya mampu membangkitkan semangat anti kolonial bagi
pembacanya.
Selain sebagai wartawan, ia juga aktif di berbagai organisasi sosial dan politik.
Ketika tahun 1908, Ki Hajar Dewantara aktif di seksi propaganda organisasi Boedi
Oetomo untuk menyosialisasikan dan memebangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia
tentang pentingnya kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Perguruan ini mengubah metode pengajaran kolonial yaitu dari sistem pendidikan
“perintah dan sanksi” kependidikan pamong yang sangat menekankan pendidikan
mengenai pentingnya rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai
bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
1. Pendidikan adalah proses budaya untuk mendorong siswa agar memiliki jiwa
merdeka dan mandiri.
2. Membentuk watak siswa agar berjiwa nasional, namun tetap membuka diri
terhadap perkembangan internasional.
3. Membangun pribadi siswa agar berjiwa pionir-pelopor.
4. Mendidik berarti mengembangkan potendi atau bakat yang menjadi korat
alamnya masing-masing siswa.
Dengan adanya aksi tersebut maka Gubernur Jenderal pada 13 februari 1933
mengeluarkan ordinasi baru yaitu membatalkan “OO 1932” dan berlaku mulai 21
Februari 1933.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), trilogi berarti tiga hal yang saling
bertaut atau bergantung. Konsep trilogi Ki Hajar Dewantara yang digunakan sebagai
pijakan yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
1. Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti bahwa pendidik yang berada di depan
hendaknya menjadi contoh. Sung dalam bahasa Jawa berarti memberi, berasal dari kata
asung. Sedangkan sung berarti menjadi, karena antara memberi dan menjadi memiliki
makna yang berbeda.
Kata Ing Ngarsa tidak dapat berdiri sendiri jika tidak mendapatkan kalimat
penjelas di belakangnya. Artinya seorang yang berada di depan jika belum menjadi
teladan maka belum pantas menyandang gelar pendidik.
Ing Ngarsa Sung Tuladha menekankan pada ranah afektif yang berkaitan dengan
sikap, perilaku, emosi, dan nilai. Ranah ini mengenai perilaku-perilaku pendidik yang
akan menjadi teladan bagi peserta didik karena sejatinya setiap apapun yang dilakukan
pendidik akan menarik perhatian dan contoh bagi peserta didik. Pendidik tidak bisa
memerintahkan peserta didik untuk melakukan hal-hal yang pendidik sendiri belum
memberikan contoh kepada peserta didik.
Ing Madya Mangun Karsa berarti seorang pendidik jika berada di tengah-tengah
peserta didiknya harus mampu terlibat dalam setiap pembelajaran yang dilakukan siswa
agar semua bisa mempersatukan semua gerak dan perilaku secara serentak untuk
mencapai tujuan bersama.
Ajaran Ing Madya Mangun Karsa ini erat kaitannya dengan kebersamaan,
kekompakan, dan kerjasama. Seorang pendidik tidak hanya melihat kepada orang yang
didiknya, tetapi juga harus berada di tengah-tengah orang yang dididiknya.
Di dalam Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen
disebutkan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru di
antaranya kompetensi pedagogic artinya bahwa seorang guru harus mampu
mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya. Seorang
guru harus memfasilitasi siswanya untuk membentuk kepribadian baik secara akademik
maupun non akademik.
Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan
dorongan moral atau dorongan semangat sehingga memiliki arti seseorang harus
memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Pendidik harus mampu
memberi kemerdekaan kepada peserta didik dengan perhatian sepenuhnya untuk
memberikan petunjuk dan pengarahan.
Dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen terdapat empat kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang guru di antaranya kompetensi sosial, artinya seorang
guru harus mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik maupun siswa.
Tidak membedakan agama, jenis kelamin, suku, latar belakang keluarga, serta
status sosial keluarga dalam memberi perlakuan. Pendidik dapat pula berkomunikasi
dengan lisan maupun tulisan dalam berperilaku sosial, sebab guru perlu cakap dalam
bersosialisasi untuk dapat lebih dekat dengan siswanya.
Ki Hajar Dewantara juga menyebutkan tujuan trilogi tersebut adalah sebagai berikut:
Tertib tidak akan tercapai jika tidak ada damai antar manusia. Manusia yang merdeka
lahir dan batin adalah individu yang merdeka perasaaannya dan merdeka perbuatannya.
masyarakat tertib dan damai hanya terwujud dalam satu kehidupan bersama berdasarkan
cinta dan kasih sayang antar sesama, sama dalam hak dan kewajiban, sama derajat dan
martabatnya.
Hal ini berarti pendidik harus bersikap menuntun dan memberikan kebebasan
kepada anak untuk mengembangkan kretifitas yang memberikan manfaat bagi tumbuh
kembang anak.
Metode among menempatkan anak didik sebagai subyek dan sebagai obyek
sekaligus dalam proses pendidikan metode among mengandung pengertian bahwa
seorang pamong/guru dalam mendidikharus memiliki rasa cinta kasih terhadap anak
didiknya dengan meperhatikan bakat, minat, dan kemampuan anak didik dan
menumbuhkan daya inisiatif serta kreatifitas anak didiknya. Pamong tidak dibenarkan
bersifat otoriter terhadap anak didiknya dan bersikap Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing
Madya Mangun Karsa, Tut wuri Handayani.
Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa remaja yang berumur 14-16 tahun
berada dalam periode atau masa dimana mereka mencari hakikat jati diri, mulai
melatih diri terhadap segala tingkah laku yang sukar atau berat dengan niat yang
disengaja seperti perilaku sosial, mulai melatih dirinya lebih mandiri terutama dari
orang tua, serta mencari kenyamanan dan rasa damai dalam batinnya.
Buku ini khusus memuat tulisan-tulisan mengenai politik antara tahun 1913-1922
yang menggegerkan dunia imperialis Belanda, dan tulisan-tulisan mengenai wanita dan
perjuangannya
4. Ki Hadjar Dewantara, buku bagian keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup
Penulis Dalam buku ini Ki Hadjar Dewantara banyak melukiskan kisah kehidupan
dan perjuangan hidup perintis dan pahlawan kemerdekaan yakni Ki Hadjar
Dewantara sendiri.
Namanya juga diabadikan sebagai salah satu kapal perang di Indonesia yaitu KRI
Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas Rp 20.000 tahun emisi
1998.