Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PAHLAWAN NASIONAL YANG BERJUANG

UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pak H.Abdul Kabir, S Sos,.M. Si
(Dosen Pengampu)

Di Susun Oleh :
Wafiq Aryadi
2019-102-309
Manajemen 2A Malam
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara tentang pendidikan pada umumnya, serta pendidikan Islam pada


khususnya di Indonesia tidak dapat ditinggalkan pembicaraan terhadap tokoh dan
pejuang pendidikan Indonesia sejati yang bernama Ki Hajar Dewantara. Seorang
pakar yang berkecimpung atau mengonsentrasikan keahliannya dalam bidang
pendidikan, amatlah naif apabila tidak mengetahui dan memahami pemikiran
pendidikan Ki Hajar Dewantara. Hal yang demikian itu terjadi antara lain di sebabkan
karena berbagai konsep strategis tentang pendidikan di Indonesia dalam hampir
seluruh aspeknya senantiasa merujuk pada pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Gagasan dan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara telah ditulis dalam


berbagai karangannya yang mendapatkan sambutan hangat dari kepala Negara,
Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno. Karena demikian luas dan
mendalam pemikiran pendidikannya itu, maka boleh jadi ia belum dapat dibaca oleh
para pakar pendidikan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, karena
berbagai alasan. Bagaimanakah corak, sifat, dan karakter pemikiran pendidikannya
itu, boleh jadi belum dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat.

Demikian pula dalam situasi reformasi seperti sekarang ini, konsep


pendidikan di Indonesia tengah ditinjau ulang untuk kemudian dihasilkan suatu
rumusan konsep pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Dalam kaitan
mencari rumusan kosep pendidikan yang demikian itu, maka sebaiknya kita
menengok sejenak pemikiran-pemikiran pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar
Dewantara, dalam kerangka al-mahafadzah ala al-qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-
jadid al-ashlah (meneruskan hal-hal masa lalu yang masih relevan dan mengambil
pemikiran baru yang lebih baik).

Sebagai seorang Muslim yang taat dan tinggal dalam lingkungan budaya
Jawa yang kental, maka dapat diduga kuat, bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara
itu, selain dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, situasi politik dan perjalanan
hidupnya, juga akan dipengaruhi oleh pandangannya tentang ajaran Islam. hal ini
pada gilirannya menjadi dasar yang kuat untuk mengindetifikasi corak dan sifat
gagasan-gagasan pendidikannya itu.
Penididikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia
dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam
kondisi apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan pendidikan.
Pendidikan diambil dari kata dasar didik, yang ditambah imbuhan menjadi mendidik.
Mendidik berarti memlihara atau memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Dari pengertian ini didapat beberapa hal yang berhubungan dengan
Pendidikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah suatu usaha manusia
untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau sekolompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya
pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam
penididkan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu
adalah pendidik dan subjek didik. Subjeksubjek itu tidak harus selalu manusia, tetapi
dapat berupa media atau alatalat pendidikan. Sehingga pada pendidikan terjadi
interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan.
Menurut wadah yang menyelenggarakan pendidikan, pendidikan dapat dibedakan
menjadi pendidikan formal, informal dan nonformal.

JENIS PENDIDIKAN

Pendidikan formal adalah segala bentuk pendidikan atau pelatihan yang diberikan

secara terorganisasi dan berjenjang, baik bersifat umum maupun bersifat khusus.

Contohnya adalah pendidikan SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi negeri ataupun swasta.

Pendidikan Informal dalah jenis pendidikan atau pelatihan yang terdapat di dalam keluarga

atau masyarkat yang diselenggarakan tanpa ada organisasi tertentu(bukan organisasi).

Pendidkan nonformal adalah segala bentuk pendidikan yan diberikan secara terorganisasi

tetapi diluar wadah pendidikan formal.

Melihat dari berbagai aspek pendidikan yang ada saat ini, baik formal maupun non-

formal bahwa betapa pentingnya hidup dengan pendidikan seperti yang ada di kota

maupun di desa mulai mengalami pergeseran nilai, norma serta adat istiadat yang tidak

lagi dihiraukan oleh banyak orang apa yang menjadi acuan dasar yang seharusnya di

lewati oleh seorang anak didik sejak kecil. Mungkin kita perlu kembali pada pedoman.
B. Rumusan Masalah

1.Bagaimanakah biografi Ki Hajar Dewantara?

2.Apa karya-karya Ki Hajar Dewantara?

3.Bagaimana pemikiran-pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara?

C.Tujuan

1.Untuk mengetahui biografi Ki Hajar Dewantara

2.Untuk mengetahui karya-karya Ki Hajar Dewantara

3. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara


BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara yang nama aslinya Suwardi Suryaningrat dilahirkan pada 2 Mei
1889, bertepatan dengan 1303 H di Yogyakarta, dan wafat pada 26 April 1959
bertepatan dengan 1376 H (berusia 70 tahun).

Dilihat dari segi leluhurnya, ia adalah putra dari Suryaningrat, putra Paku Alam III.
Sebagai seorang keluarga ningrat, ia termasuk yang memperoleh keuntungan dalam
mendapatkan pendidikan yang baik. Pendidikan dasarnya ia peroleh dari sekolah
rendah Belanda (Europeesche Lagere School, ELS). Setelah itu ia melanjutkan ke
Sekolah Guru (Kweek School); tetapi sebelum sempat menyelesaikannya, ia pindah
ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Arten). Namun di sekolah ini pun ia
alami kesulitan ekonomi. Sejak itu, ia memilih terjun ke dalam bidang jurnalistik,
suatu bidang yang kelak mengantarkannya ke dunia pergerakan politik nasional.

Pada tahun 1912, nama Ki Hajar Dewantara dapat dikatogorikan sebagai tokoh
muda yang mendapat perhatian Cokroaminoto untuk memperkuat barisan Syarekat
Islam cabang Bandung. Oleh karena itu, ia bersama dengan Wignyadisastra dan
Abdul Muis, yang masing-masing diangkat sebagai ketua dan wakil ketua, Ki Hajar
Dewantara diangkat sebagai sekertaris, tidak genap satu tahun. Hal ini terjadi,
karena bersama dengan E.F.E. Dowes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia
diasingkan ke Belanda (1913) atas dasar orientasi politik mereka yang cukup
radikal. Selain alasan itu, Ki Hajar Dewantara pun jauh lebih mengaktifkan dirinya
pada Indische Partij yang didirikan pada tanggal 6 September 1912. Dengan alasan
ini, maka Ki Hajar Dewantara tidak memiliki kesempatan untuk menjadi tokoh
penting di lingkungan Syarikat Islam.

Sebagai tokoh politik dan tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara tidak
hanya terlibat dalam konsep dan pemikiran melainkan juga terlibat aktif sebagai
pelaku yang berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda
dan Jepang melalui pendidikan yang diperjuangkannya melalui Sistem Pendidikan
Taman Siswa yang didirikan dan diasuhnya. Dalam posisinya yang demikian itu,
maka dapat diduga ia memiliki konsep-konsep yang strategis tentang pendidikan di
Indonesia. Konsep ini cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut. Karena jasanya yang
demikian besar dalam dunia pendidikan nasional, maka hari kelahirannya, tanggal 2
Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
B. Karya-karya Ki Hajar Dewantara

Karya Warisan Pertama Ki Hajar Dewantara adalah Taman Siswa yang menjadi
representasi institusi pendidikan pribumi pada masa kolonial dan tetap eksis sampai
hari ini. Kedua adalah tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan
dan kebudayaan.

Tulisan-tulisan itu dikumpulkan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan


Taman Siswa dalam buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian I Pendidikan (1962)
dan Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian II: Kebudayaan (1967). Kepiawaian dalam
menulis karena beliau sejak muda menjadi penulis dan wartawan.

Ketiga, Buku Bagian I Pendidikan terbagi dalam 8 bab: pendidikan nasional,


politik pendidikan, pendidikan kanak-kanak, pendidikan kesenian, pendidikan
keluarga, ilmu jiwa, ilmu adab, dan bahasa. Tulisan tertua dalam buku ini yakni
’’Pendidikan dan Pengajaran Nasional’’ yang disampaikan sebagai prasaran dalam
Kongres Permufakatan Pergerakan Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada 31
Agustus 1928.

Ki Hadjar Dewantara dalam tulisan itu mengatakan bahwa kemerdekaan dalam


dunia pendidikan memiliki tiga sifat: berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain,
dapat mengatur diri sendiri. Buku Bagian II Kebudayaan terbagai dalam 5 bab:
kebudayaan umum, kebudayaan dan pendidikan/kesenian, kebudayaan dan
kewanitaan, kebudayaan dan masyarakat, hubungan dan penghargaan kita.

Dua buku itu adalah representasi pemikiran dan pembuktian dalam praktik
pendidikan dan pengajaran dari Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan dan kebudayaan
adalah basis kehidupan yang menentukan kualitas manusia dan bangsa.

C. Gagasan dan Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa pada masa hidupnya Ki Hajar


Dewantara banyak mengabdikan dirinya bagi kepentingan pendidikan nasional,
melalui Taman Siswa yang didirikan dan diasuhnya. Dalam kapasitasnya yang
demikian itu dapat diduga kuat bahwa ia banyak memiliki gagasan dan pemikiran
dalam bidang pendidikan yang dikemukakannya.
PERANAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI
INDONESIA SAAT INI
Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara,
Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang
mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar dewantara mendidik dalam arti yang
sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni
pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang
merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk
dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha
bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka
tabir aktual transenden dari sifat alami manusia (humanis).
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di
sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri
merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang
mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya,
mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh
sikap yang mandiri dan dewasa.
Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus
dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu
sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah
(kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia
dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat,
mentalitas demokratik). Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi
bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas,
moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani
dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya
sebagai Raden Mas soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. Menurut
tulisan Theo Riyanto, perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin
menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria
pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke
guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk
melindungi bangsa dan Negara ini
1. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan

Secara sederhana visi dapat diartikan suatu cita-cita ideal yang bersifat jangka
panjang jauh ke depan dan mengandung makna yang amat dalam yang kemudian
berfungsi sebagai arah pandang ke mana suatu kegiatan akan diarahkan. Secara
konseptual visi biasanya berisi rumusan kalimat yang tegas, jelas, dan singkat.

Sedangkan misi adalah serangkaian langkah-langkah strategis yang lebih


terperinci dan terukur yang apabila dilaksanakan akan terasa pengaruhnya baik
secara psikologis, sosiologis maupun kultural. Kumpulan dari misi tersebut
selanjutnya berfungsi untuk mencapai visi.

Adapun tujuan, adalah langkah-langkah strategis yang lebih terukur dan dapat
dijangkau hasilnya dalam kurun dan kadar tertentu. Dalam berbagai tulisannya, Ki
Hajar Dewantara tidak mengemukakan visi dan misi tujuan pendidikan secara
eksplisit. Namun dari berbagai pernyataannya yang dapat dilihat menurut batasan
pengertian tersebut di atas dapat dijumpai bahwa ia memiliki visi dan misi
pendidikan tersebut. Ki Hajar Dewantara misalnya mengatakan bahwa pendidikan
nasional sebagaimana dianut oleh Taman Siswa adalah pendidikan yang beralaskan
garis hidup dari bangsanya (cultureel-national) dan ditujukan untuk keperluan
perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat
bekerja bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia
di seluruh dunia.

Pada bagian lain Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah


tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan
yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Lebih lanjut Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa pendidikan yang


dilakukan dengan keinsyafan, ditujukan ke arah keselamatan dan kebahagiaan
manusia, tidak hanya bersifat laku pembangunan, tetapi tetapi sering merupakan
perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan,
tak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah
usaha kebudayaan, berasaskan peradaban, yakni memajukan hidup agar
mempertinggi derajat kemanusiaan.

Dengan memperhatikan beberapa pernyataan tersebut diatas, tampak sekali


bahwa visi, misi dan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah bahwa
pendidikan sebagai alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat dan
kemajuan umat manusia secara universal, sehingga mereka dapat berdiri kokoh
sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dengan tetap berpijak kepada
identitas dirinya sebagai bangsa yang memiliki peradaban dan kebudayaan yang
berbeda dengan bangsa lain.
2. Kurikulum (Mata Pelajaran)

Istilah “kurikulum” berasal dari dunia olahraga zama Romawi Kuno di Yunani,
yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis
start sampai garis finish. Dalam pengertian yang sederhana kurikulum sering
diartikan dengan sejumlah mata pelajaran atau bidang studi. Namun dalam
perkembangan selanjutnya pengertian kurikulum tidak hanya terbatas pada
pengertian sejumlah mata pelajaran atau bidang studi saja, melainkan termasuk
pula kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar. Kegiatan-
kegiatan belajar dimaksud dapat dilakukan dalam kelas dengan mengikuti ceramah,
Sejalan dengan itu pendapat berikutnya mengatakan bahwa menurut pandangan
modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang studi.
Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata terjadi dalam
proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang aktual, yang
nyata yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses belajar.

Pemikiran dan gagasan Ki Hajar Dewantara dalam bidang kurikulum terlihat


sangat dipengaruhi oleh semangat kemandirian yang dibangunnya dengan
bertumpu pada budaya bangsa sendiri, yaitu budaya Indonesia. Sungguhpun ia
dibesarkan dalam lingkungan pendidikan Belanda, tapi ia laksana ikan dalam laut.
Sungguhpun air laut itu asin, tapi ikan tidak asin, kecuali sengaja diasin. Ki Hajar
Dewantara memperlihatkan kejeniusan, keorisinalan, dan kemandiriannya dalam
menyusun dan mengembangkan kurikulum (mata pelajaran). Ia ingin mandiri dan
tidak mau menjiplak produk Belanda. Ia ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
juga dapat mengurus dan merumuskan sendiri tentang pendidikan yang terbaik bagi
bangsanya.

3. Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan budi pekerti termasuk bidang kajian yang mendapat perhatian


yang menonjol dari Ki Hajar Dewantara. Pemikiran dan gagasannya tentang
pendidikan budi pekerti secara akademis amat luas, kokoh dan komprehensif,
sebagaimana hal ini terlihat pada sejumlah refrensi dari para tokoh dalam bidangnya
yang ia gunakan. Penguasaannya terhadap ilmu jiwa yang demikian luas yang
mendalam telah digunakannya secara fungsional, proporsional dan elegan dalam
membangun konsep atau teorinya tentang pendidikan budi pekerti. Demikian pula
semangat nasionalisme, kemandirian dan kemerdekaannya dari pengaruh budaya
Belanda telah semakin mendorong baginya untuk merumuskan konsep budi pekerti
yang khas bagi bangsa Indonesia.

Gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan budi pekerti


terlihat dengan jelas diarahkan pada pembentukkan karakter bangsa yang sesuai
dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Ia menginginkan agar bangsa
Indonesia memiliki sikap dan pandangan yang maju disatu pihak.
4. Pendidikan Agama

Ki Hajar Dewantara menunjukkan sikap sebagai seorang nasionalis religius


yang bersikap toleran, demokrat, menghargai keragaman dan sekaligus juga
realistik. Selain itu, ia juga menginginkan agar masing-masing agama memiliki
tanggung jawab moral untuk memperbaiki akhlak dan sopan santun masyarakat
dengan cara menonjolkan sisi-sisi pengalaman agama dalam bentuk budi pekerti
yang mulia. Ia juga menginginkan agar masyarakat bersikap realistik dan objektif
serta toleran. Hal ini terlihat pernyataan yaitu bahwa dari satu sisi suatu lembaga
pendidikan dapat mengajarkan agama yang sesuai dengan misi lembaga tersebut
kepada siswa yang memiliki agam yang berbeda, dengan catatan tidak boleh
dengan paksaaan. Sementara itu kepada penganut agama lain yang minoritas harus
dengan kebesaran jiwa menerima realitas penganut agama lain yang mayoritas. Jika
di lembaga pendidikan tersebut penganut agama yang mayoritas adalah Islam,
kemudian membiasakan tradisi secara islami, maka penganut non-Muslim harus
menerima keadaan tersebut. Demikian pula sebaliknya.

Jalan pemecahan masalah (solusi) yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara


terhadap persoalan pendidikan agama tersebut tampaknya cukup toleran, demokrat,
menghargai perbedaan, seimbang, sesuai dengan prinsip menjungjung hak-hak
asasi manusia dan sekaligus juga realistik. Dari sikapnya ini terlihat, bahwa ia
memang bukan seorang kiai atau ulama, tapi cara pandangnya tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

5. Pendidikan Taman Kanak-kanak

Pendidikan Taman Kanak-kanak termasuk ke dalam sistem pendidikan yang


diselenggarakan di Indonesia. Dalam bahasa Arab dijumpai adanya istilah Bustanul
Athfal (Tempat bermaik Kanak-kanak), Riyadlul Athfal (Taman Kanak-kanak), dan
sebagainya. Para Ulama Islam seperti Imam Al-Ghazali, Ibn Jama’ah dan lain-lain
sudah menyinggung perlunya pendidikan kanak-kanak sebagai bagian yang tidak
boleh dianggap sepele dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia yang utuh.

Perhatian terhadap pentingnya pendidikan kanak-kanak ini telah pula di


lakukan oleh Ki Hajar Dewantara sebagaimana hal itu dijumpai dalam bagian
pendidikan yang terdapat pada Taman Siswa. Dalam hubungan ini Ki Hajar
Dewantara mengatakan, “Barangkali pembaca sudah pernah mendengar, bahwa
dalam Taman Siswa diadakan adalah Taman Anak, yaitu kalau di HIS sama dengan
Voorklas, kelas I, II dan III yang dimana Legere School (Taman Muda), yaitu bagian
kedua dari kelas 4 sampai kelas 7, kalau menurut aturan HIS.

hidup dan tumbuh di bumi Indonesia sendiri. Membaca dan melihat konsep
dari luar adalah suatu keharusan, tetapi semuanya itu bukan untuk ditiru mentah-
mentah begitu saja, melainkan membangun konsep yang baru dan khas milik kita
sendiri. Dengan cara demikian jati diri, karakter dan kepribadian sebagai bangsa
akan tampak jelas dan terpelihara sebagaimana mestinya.
6. Wawasan Global-Internasional

Berbagai konsep pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan sebagaimana


di kemukakan oleh Ki Hajar Dewantara selalu didasarkan pada dasar kebangsaan
Indonesia, dalam arti yang luas, tinggi dan dalam, dan hanya terbatas oleh syarat-
syarat Adab Kemanusiaan, seperti yang dimaksudkan oleh segala pengajaran
agama. Namun demikian, dasar kebangsaan ini menurut Ki Hajar Dewantara harus
pula dibangun dalam hubungan yang lebih luas dengan dunia Internasional. Dalam
hubungan ini, ia mengatakan: meskipun cara penyelenggaraan pengajaran itu harus
seimbang dengan kekuatan dan keadaan lain-lain dari masyarakat, tetapi hendaklah
selalu diusahakan memperbaiki segala peraturan pengajaran, hingga dapat
memenuhi syarat-syarat dan ukuran-ukuran internasional.

Sejalan dengan wawasan global-internasional tersebut, Ki Hajar Dewantara


sangat menekankan pentingnya pengajaran bahasa dunia. Untuk kepentingan
pengajaran bahasa ini, dalam bukunya Bagian Pertama Pendidikan, ia menguraikan
pandangannya tentang bahasa dalam satu bab khusus tentang bahasa sebanyak
lebih kurang enam puluh halaman. Ia mengatakan bahwa bahasa yang dipelajarkan
pada sekolah-sekolah rendah hanya bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Sedangkan untuk sekolah menengah selain bahasa itu perlu pula bahasa Inggris
sebagai bahasa dunia internasional dan bahasa Jerman untuk keperluan perluasan
ilmu pengetahuan, yang sebaik-baiknya diajarkan di sekolah menengah tinggi.

7. Sistem Pondok

Selain berbicara tentang berbagai aspek yang terkait dengan pendidikan, Ki


Hajar Dewantara juga berbicara tentang sistem pondok. sistem pondok, asrama
atau pawiyatan mengandung keuntungan dari segi ekonomi, sosial kemasyarakatan
dan secara akademis akan mendukung terciptanya hasil pendidikan yang
berkualitas secara sempurna. Dengan sistem ini, seorang anak diajar cara hidup
bermasyarakat, dan sekaligus dapat memanfaatkan seluruh waktunya untuk
kepentingan pendidikan.

pendidikan yang berbasiskan pada sistem asrama ini tampak masih cukup
menarik di zaman sekarang ini. Di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan
barbagai godaan yang dapat menjerumuskan peserta didik ke dalam kehidupan
yang menyuramkan masa depannya, sistem pendidikan yang berbasiskan pondok
ini merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan. Berbagai lembaga pendidikan
yang menginginkan lulusannya berhasil dalam studinya dengan baik masih terus
mengembangkan konsep pendidikan yang berbasis pondok ini.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1.Terbukti dengan amat jelas dan meyakinkan, bahwa Ki Hajar Dewantara adalah
seorang pendidikan yang sejati. Berbagai pemikiran, gagasan dan konsep-konsep
yang ditawarkannya bukan hanya dalam teori tetapi telah ia praktikan melalui
Perguruan Taman Siswa yang diasuhnya.

2. Corak pemikiran dan gagasan pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar


Dewantara amat dipengaruhi oleh situasi perjuangan dan pergerakan untuk
kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah Belanda dan Jepang. Ia mengkritik
pendidikan yang diberikan pemerintah Belanda kepada bangsa Indonesia sebagai
pendidikan yang tidak bermutu, sekularistik, diskriminatif dan bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan.

3. Gagasan pemikiran Ki Hajar Dewantara dikemukakan sebagai berikut:

a. Visi, misi dan Tujuan Pendidikan

b. Kurikulum (Mata pelajaran)

c. Pendidikan budi pekerti

d. Pendidikan agama

e. Pendidikan Taman Kanak-kanak

f. Wawasan global-internasional

g. Sistem pondok

B. Saran

Demikian makalah ini kami buat. Penulis sadar akan banyaknya kekurangan
dan jauh dari hal sempurna. Masih banyak kesalahan dari makalah ini. Penulis juga
membutuhkan kritik dan saran agar bisa menjadikan motivasi bagi penulis agar ke
depan bisa lebih baik lagi. Terima kasih juga kami ucapkan kepada segala pihak
yang telah membantu hingga makalah ini dapat kami selesaikan.
DAFTAR PUSTAKA

Penulis, Tim. Ensiklopedi Islam Indonesia Jilid I. Jakarta: Djambatan. 2002

Dewantara, Ki Hajar. Bagian Pertama Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur


Persatuan Taman Siswa. 1962

Lihat Sudirman, dkk. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Karya. 1989

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung:

Anda mungkin juga menyukai