Anda di halaman 1dari 10

C.

Kajian Manajemen Pendidikan Berorientasi pada Hasil


Manajemen pendidikan berorientasi pada hasil (Outcome-based
Education - OBE) didefinisikan oleh Davis (2003) sebagai “an approach to
education in which decisions about the curriculum are driven by the exit learning
outcomes that the students should display at the end of the course”. OBE
merupakan pendekatan dalam pendidikan di mana keputusan mengenai
kurikulum dibuat berdasarkan hasil pembelajaran yang harus ditampilkan oleh
siswa pada akhir proses pembelajaran. Metode OBE merupakan metode
pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memiliki fokus dalam mengukur
performansi siswa secara empiris.
Pada OBE penilaiannya bisa bersifat subjektif karena lebih berdasarkan
pendapat guru dan persepsi orang tua. Akan tetapi, bisa objektif apabila fokus
pada pelayanan dan skor nilai ujian. Indikator hasil ini lebih pada outcome, tetapi
istilah tersebut bisa juga menyangkut komponen lain (input dan proses). Indikator
hasil juga menyangkut tingkat kehadiran, penskoran nilai atau kenaikan kelas
yang menggambarkan secara umum “kesehatan: dari sekolah”.
Indikator tersebut dapat dijadikan dasar pertimbangan dari aspek
program, keseluruhan program sekolah, kebijakan yang telah dilaksanakan dan
atau pengembangan rencana karena kelompok pembuatan kebijakan, dan
memastikan bahwa indikator yang telah disebutkan memenuhi aspek
akuntabilitas. Oleh karena itu, indikator harus mudah dipahami, valid, dan mudah
dikomunikasikan kepada yang lainnya.
Selain itu, sekolah memiliki output yang diharapkan yaitu berupa prestasi
sekolah yang dihasilkan melalui proses pembelajaran dan manajemen di sekolah.
Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa
prestasi akademik dan output berupa prestasi non-akademik. Output prestasi
akademik misalnya lomba karya ilmiah remaja, lomba (bahasa Inggris,
matematika, fisika, dsb), cara berpikir (kritis, kreatif divergen, nalar, rasional,
induktif, deduktif, dan ilmiah). Output nonakademik, misalnya akhlak/budi
pekerti, dan perilaku sosial yang baik seperti bebas narkoba, kejujuran, kerjasama
yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi,
toleransi kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian dan kepramukaan
(Rohiat, 2008).
Sementara itu, untuk memonitoring hasil kebijakan, kita harus
membedakan antara dua jenis akibat yait keluaran (ouput) dan dampak (impact).
Keluaran kebijakan adalah barang-barang, jasa, atau sumber daya yang diterima
oleh kelompok sasaran dan kelompok penerima (beneficiaries). Sebaliknya,
dampak kebijakan merupakan perubahan nyata pada tingkah laku atau sikap yang
dihasilkan oleh keluaran kebijkan tersebut (Nanang, 2012).
Di sisi lain manajemen pendidikan juga berkaitan dengan Outcomes-
Based Education. Dalam hal ini, Spady (dalam Makmuri, 2016) menjelaskan
bahwa sebagai pendekatan yang komprehensif dalam mengatur operasional
sistem pendidikan dengan penekanan pada kemampuan siswa
mengimplementasikan keterampilan yang di dapat dari proses pembelajaran.
Adapun keunggulan dari Outcomes-Based Education yaitu:
1. Clarity: fokus pada hasil menciptakan harapan yang jelas tentang apa
yang harus dicapai pada akhir pembelajaran. siswa akan memahami
apa yang diharapkan dari mereka dan guru akan mengetahui bahwa
mereka dibutuhkan untuk mengajar.
2. Flexibility: mengenai kejelasan tentang apa yang perlu dilakukan,
pengajar dapat menyusun strategi pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan siswa. Selain itu, Outcomes-Based Education tidak
menentukan strategi pembelajaran yang spesifik, namun memberikan
kebebasan kepada guru untuk menggunakan strategi pembelajaran apa
saja.
3. Comparison: dimana Outcomes-Based Education memberikan
kemungkinan perbandingan antar lembaga dan institusi. Pada tingkat
individu, lembaga pendidikan dapat mengukur apakah hasil pencapaian
siswanya telah mencukupi jika ditempatkan atau berada pada lembaga
pendidikan atau institusi lain. Pada tingkat lembaga, setiap
lembaga/institusi dapat saling memeriksa dan menemukan persamaan
serta celah yang perlu diperbaiki.
4. Involvement: dimana Outcomes-Based Education membutuhkan
keterlibatan siswa di kelas. Siswa juga diharapkan untuk belajar dan
memperkaya pengetahuan dan keterampilan mereka secara mandiri
sehingga memperoleh pemahaman yang utuh. Peningkatan keterlibatan
siswa memungkinkan siswa untuk merasa bertanggung jawab terhadap
masa depan mereka, termasuk dengan melibatkan orang tua dan
masyarakat.

D. Kajian Managemen Pendidikan Berorientasi pada TQM (Total Quality


Management)
Pendekatan lain dalam pendidikan adalah dengan melihat dari
kualitas/mutu pendidikan yang dilakukan. Kualitas merupakan bagian terpenting
dari semua hal dan peningkatan kualitas mungkin merupakan tugas yang paling
penting yang harus dihadapi oleh setiap institusi (Sallis, 2002). Urgensi
penerapan manajemen mutu adalah perlu adanya suatu pengelolaan agar mutu
yang baik bisa dicapai oleh suatu organisasi. Pengelolaan inilah yang disebut
sebagai manajemen mutu. Manajemen mutu merupakan sistem manajemen yang
mengangkat kualitas sebagai strategi, dibangun berdasar konsep kualitas dan
beroirentasi pada kepuasan. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat
karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan
konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan
kualitatif.
TQM merupakan hal yang baru dalam bidang pendidikan, karena TQM
biasa diterapkan dalam bidang industri. Hanya sedikit literatur yang memuat
referensi asal mula TQM di bidang pendidikan sebelum tahun 1980an. Beberapa
upaya reorganisasi praktek pendidikan berkonsep TQM telah dilaksanakan di
beberapa universitas di Amerika dan beberapa lainnya di Inggris. Inisiatif ini
bermula di Amerika baru kemudian di Inggris. Dalam hal ini institusi-institusi
yang menggunakan indikator prestasi pun telah mulai menunjukkan
keseriusannya terhadap TQM sebagai upaya untuk meningkatkan standar
pelayanannya.
TQM berasal dari kata manajemen, kualitas, dan total.
Manajemen di dalam TQM berarti pengelolaan setiap orang yang
berada di dalam organisasi, apapun status, posisi atau perannya.
Kualitas (quality) sering disama artikan dengan mutu; dan total
yang dalam TQM adalah melibatkan semua komponen organisasi
yang berlangsung secara terus-menerus. Sehingga TQM
merupakan suatu bentuk teknik manajemen dari semua
komponen yang berfokus kepada kualitas/mutu.
Beberapa tahun ke belakang TQM mendapatkan perhatian
lebih, khususnya di bidang pendidikan guna meningkatkan mutu
pendidikan tersebut. Peningkatan mutu ini menjadi semakin
penting di era kompetisi yang serba tidak jelas, sehingga mutu
menjadi faktor pembeda institusi pendidikan yang satu dan yang
lain. Sekolah-sekolah dan universitas pun menerapkan berbagai
strategi kompetitif untuk memperlihatkan mutu institusinya dan
mampu bertahan menghadapi kompetisi global (Sallis, 2012).
Secara filosofis konsep ini menekankan pada pencarian
secara konsisten terhadap perbaikan yang berkelanjutan untuk
mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Institusi atau
lembaga pendidikan memposisikan diri sebagai institusi jasa
yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang
dibutuhkan pelanggan (costumer). Prinsip dasar TQM adalah
bahwa pelanggan dan kepentingannya harus diutamakan. Jasa
yang diberikan tentulah harus bermutu dan memberikan
kepuasan kepada pelanggan. Sehingga dibutuhkan manajemen
yang dapat memberdayakan lembaga pendidikan agar lebih
bermutu (Sallis, 2011).
TQM berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai
sasaran utama. Dalam penerapaan TQM di bidang pendidikan
pelanggan dapat dibedakan menjadi 2 kategori yaitu:
1. Pelanggan internal
Dalam dunia pendidikan yang dimaksud pelanggan
internal adalah orang-orang yang berperan dalam
manajemen institusi yang termasuk di dalamnya juga
para pengelola institusi seperti kepala sekolah, guru, staf,
dan lain-lain.

2. Pelanggan eksternal
Pelanggan eksternal adalah masyarakat,
pemerintah, dan dunia industri.
Pelanggan Pendidikan dari Sistem TQM
Pendidikan
Jasa
(nilai tambah yang diberikan):
Pelajar: Pelanggan atau klien eksternal
utama
Orangtua/ kepala daerah/ Pelanggan eksternal kedua
sponsor:
Pemeritah/ masyarakat/bursa Pelanggan eksternal ketiga
kerja:
Guru/ staf: Pelanggan internal

Suatu institusi pendidikan dapat dikatakan bermutu jika


dapat memenuhi kepuasan pelanggan, baik internal dan
eksternal atas jasa dan pelayanan yang diberikan.
Selain dari segi pelanggan, institusi disebut bermutu
dalam TQM jika memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Mutu ini
ditentukan dari 2 faktor yaitu terpenuhinya spesifikasi
sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang diharapkan
sesuai tuntutan dan kebutuhan pengguna jasa. Dalam hal
kualitas juga harus memenuhi (Sallis, 2011):
1. Quality in fact
Standar mutu dan pelayanan diukur dengan kriteria
sesuai dengan spesifikasi. Dalam penyelenggaraan di
pendidikan hal ini dapat dilihat dari profil lulusan yang
sesuai dengan kualifikasi tujuan pendidikan, yang
berbentuk standar kemampuan dasar berupa kualifikasi
akademik minimal yang dikuasai peserta didik.
2. Quality in perception
Diukur dari kepuasan pengguna, meningkatnya
minat, harapan, dan kepuasan pelanggan. Dalam
penyelenggaraan di pendidikan dapat dilihat dari
kepuasan dan bertambahnya minat pelanggan eksternal
(masyarakat, pemerintah, dan industri) terhadap lulusan
institusi pendidikan.
Dalam penerapan TQM dalam bidang pendidikan ada
beberapa pokok-pokok yang harus diperhatikan dan menjadi
fokus dalam institusi pendidikan (Sallis, 2012):
1. Perbaikan terus menerus (continuous improvement)
Pihak pengelola akan terus menerus melakukan
perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus untuk
menjamin semua komponen mencapai standar mutu yang
ditetapkan. Hal ini berarti lembaga senantiasan
memperbaharui proses berdasarkan pada kebutuhan dan
tuntutan pelanggan.
2. Menentukan standar mutu (quality assurance)
Hal ini digunakan untuk menetapkan standar mutu
dari semua komponen yang bekerja. Standar mutu ini
dapat berupa kepemilikan atau akuisisi kemampuan dasar
pada masing-masing bidang dan sesuai dengan jenjang
yang ditempuh. Selain itu manajemen juga harus
menentukan standar mutu untuk semua materi, kurikulum,
dan standar evaluasi yang akan dijadikan alat untuk
mencapai standar kemampuan dasar.
Standar mutu pada penilaian hasil pembelajaran
diarahkan pada dua aspek yaitu instructional effect yaitu
hasil yang kasat mata dan nurturant effect yang
merupakan hasil laten proses pembelajaran seperi
terbentuknya kebiasaan membaca, kebiasaan
memecahkan masalah.
3. Perubahan kultur (culture change)
Konsep ini bertujuan membentuk budaya
organisasi yang menghargai mutu dan menjadikan mutu
sebagai orientasi semua komponen organisasi. Jika TQM
ditetapkan dan diterapkan maka semua pihak harus
membangun kesadaran diri akan pentingnya
mempertahankan dan meningkatkan mutu pembelajaran.
Perubahan kultur kepada kultur mutu ini dapat dilakukan
dengan cara: perumusan keyakinan bersama, intervensi
nilai-nilai agama, yang dilanjutkan pada perumusan visi
misi organisasi.
4. Perubahan organisasi (upside down organization)
Perubahan organisasi akan sangat mungkin terjadi
jika terdapat perubahan visi misi, serta tujuan organisasi
berubah atau mengalami perkembangan. Perubahan ini
akan terjadi pada sistem atau struktur organisasi, yang juga
berpengaruh pada perubahan kewenangan, tugas-tugas,
dan tanggung jawab.
5. Mempertahankan hubungan dengan pelanggan (keeping
close to the costumer)
Karena olembaga menginginkan kepuasan
pelanggan, maka perlunya mempertahankan hubungan
baik dengan pelanggan. Dan inilah yang dikembangkan
dalam unit public relations.
Berbagai informasi antara lembanga dan
pelanggan harus terus menerus dipertukarkan, agar
lembaga dapat terus melakukan perubahan-perubahan
atau improvisasi yang diperlukan terutama yang
berdasarkan pada perubahan sifat dan pola tuntutan serta
kebutuhan pelanggan.
Pelanggan juga diperkenankan untuk melakukan
kunjungan, pengamatan, dan penilaian dan memberikan
masukan kepada institusi. Semua hal ini selanjutnya akan
diolah dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan
mutu proses dan hasil.
TQM memiliki kelebihan bagi lembaga pendidikan,
kelebihan tersebut di antaranya adalah:
1. TQM dapat membantu sekolah dalam meningkatkan
mutu pelayanan yang lebih baik kepada siswa, orang
tua dan lembaga terkait.
2. Sebagai upaya mereformasi pendidikan, peningkatan
mutu melalui TQM merupakan cara mendasar untuk
memenuhi persyaratan pelanggan (akuntabilitas
public).
3. Meningkatkan kegairahan dan tantangan bagi guru dan
siswa dalam lingkungan belajar mengajar yang tidak
puas dengan sekedar nilai “ cukup baik “

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Manajemen pendidikan berorientasi tujuan menitik
beratkan tujuan pendidikan pada setiap fungsi-fungsi
manajemen yang diterapakan. Manajemen pendidikan
berorientasi proses manajemen pendidikan yang berlandaskan
kegiatan pengelolaan pada suatu sistem pendidikan yang
bertujuan untuk mencapai pelaksanaan proses belajar mengajar
yang baik. Manajemen pendidikan berorientasi hasil mengacu
pada prestasi akademik dan non akademik yang kemudian
dipertimbangkan dalam monitoring kebijakan yang ada.
Penerapan TQM berfokus pada mutu dari pendidikan. TQM
memang tidak mudah, diperlukan komitmen dan kerja sama
yang baik antar departemen terkait, oleh karena itu perlu ada
kejelasan secara sistemik dalam memberikan kewenangan antar
institusi terkait. Jika manajemen ini diterapkan sesuai dengan
ketentuan yang ada dengan segala dinamika dan
fleksibilitasnya, maka akan menjadi perubahan yang cukup
efektif bagi pengembangan dan peningkatan mutu dan mutu
pendidikan nasional.
Referensi

Davis, Margery H. (2003). Outcome-Based Education. Journal of Veterinary


Medical Education, 30 (3), p. 227-232.

Rohiat. (2008). Manajemen Sekolah. Bandung: PT Reflika Aditama.

Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah Teori Dasar dan Praktik


Dilengkapi dengan Contoh Rencana Strategi dan Rencana
Operasional. Bengkulu: Refika Aditama.

Sallis, Edward. (2002). Total Quality Management in Education 3rd Ed. Kogan
Page: London.

Sallis, E. (2011). Manajemen Pendidikan Berbasis Industri. Jogjakarta:


IRCiSoD.

Sallis, E. (2012). Total Quality Management in Education. Jogjakarta: IRCiSoD.

Anda mungkin juga menyukai