Anda di halaman 1dari 13

KAJIAN RELIGI, ETIKA, YURIDIS, SOSIAL KULTURAL, DAN SOSIO-

EKONOMIS TERHADAP TUJUAN PENDIDIKAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Pedagogik

Dosen pengampu:
Prof. Dr. H. Juntika Nurihsan, M.Pd.

Bestari Kirana Putri 1907023


Vina Fauziah Fitriani 1906592

ENGLISH LANGUAGE EDUCATION STUDY PROGRAM


SCHOOL OF POSTGRADUATE STUDIES
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah upaya normatif yang membawa manusia dari kondisi apa
adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya. Melalui proses pendidikan diharapkan
manusia berkembang kearah bagaimana dia harus menjadi dan berada, sehingga
pendidikan harus bertolak dari pemahaman tentang hakikat manusia. Pendidik harus
memahami manusia dalam hal aktualisasinya, kemungkinan, dan pemikirannya,
bahkan memahami perubahan yang dapat diharapkan terjadi dalam diri manusia.
Mendidik anak berarti bertindak secara bertujuan dalam mempengaruhi
perkembangan peserta didik sebagai satu kesatuan pribadi. Kegiatan mengajar dan
melatih adalah dua kegiatan yang seiring dilakukan dalam proses pendidikan. Apakah
keduanya itu memang merupakan perbuatan mendidik, akan terpulang kepada
persoalan tujuan dan fokus yang disebutkan, dan tidak lepas dari hakikat manusia
yang diberi pengaruh itu.
Hakikat manusia yaitu lahir dengan fitrahnya dan memiliki kemerdekaan untuk
berkembang, maka pendidikan harus dipandang sebagai upaya untuk
mengembangkan kemerdekaan manusia yang memungkinkan manusia bereksistensi.
Kemerdekaan yang dimiliki manusia mengandung makna bahwa manusia itu tidak
akan menjadi baik dan benar secara otomatis.
Hakikat pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah
terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan
norma-norma yang dianut. Contoh manusia ideal yang menjadi tujuan pendidikan
tersebut antara lain : manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil. Oleh karena itu, pendidikan bersifat normatif
dan harus dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat hal diatas, maka pendidikan
tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, melainkan harus dilaksanakan secara
bijaksana. Pendidikan harus dilaksanakan secara disadari dengan mengacu kepada
suatu landasan yang kokoh, sehingga jelas tujuannya, tepat isi kurikulumnya, serta
efisien dan efektif cara-cara pelaksanaannya.
Berdasarkan undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Pasal 3) yang mengamanatkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan
pendidikan nasional tersebut menyiratkan bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan
peserta didik yang memiliki berbagai kecerdasan, baik kecerdasan spiritual, emosional,
sosial, intelektual maupun kecerdasan kinestetika. Pendidikan nasional memiliki misi
mulia (mission sacre) terhadap anak didik, yaitu membangun pribadi yang memiliki ilmu
pengetahuan, meningkatkan kemampuan teknis, mengembangkan kepribadian yang
kokoh dan membentuk karakter yang kuat.
Terbentuknya karakter peserta didik yang kuat dan kokoh diyakini merupakan hal
yang penting dan mutlak dimiliki setiap peserta didik untuk menghadapi tantangan hidup
di masa mendatang. Pengembangan karakter yang diperoleh melalui pendidikan, baik
pada tingkat sekolah maupun perguruan tinggi dapat mendorong peserta didik menjadi
anak-anak bangsa yang memiliki kepribadian unggul. Berdasarkan tujuan pendidikan
nasional maka sangat penting bagi kita mengkaji tujuan pendidikan dari berbagai
perspektif yaitu perspektif religi, etika, yuridis, sosio-kultural, dan sosio-ekonomi.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan diatas maka, permasalahan yang akan
di dibahas dalam makalah ini adalah, meliputi:
1. Bagaimana pengertian perspektif dan tujuan pendidkan?
2. Bagaimana perspektif religi terhadap tujuan pendidikan?
3. Bagaimana perspektif etika terhadap tujuan pendidikan?
4. Bagaimana perspektif yuridis terhadap tujuan pendidikan?
5. Bagaimana perspektif sosio-kultural terhadap tujuan pendidikan?
6. Bagaimana perspektif sosio-ekonomi terhadap tujuan pendidikan?

C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah, maka terdapat tujuan pembahasan yaitu:
1. Menjelaskan pengertian perspektif dan tujuan pendidikan
2. Menjelaskan perspektif religi terhadap tujuan pendidikan
3. Menjelaskan perspektif etika terhadap tujuan pendidikan
4. Menjelaskan dan memberikan contoh perspektif yuridis terhadap tujuan
pendidikan
5. Menjelaskan perspektif sosio-kultural terhadap tujuan pendidikan
6. Menjelaskan perspektif sosio-ekonomi terhadap tujuan pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

Perspektif Sosio-Kultural Terhadap Tujuan Pendidikan


Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 bahwa
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Berdasarkan UU di atas jelas bahwa, selain bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, fungsi pendidikan nasional kita susungguhnya juga diarahkan
untuk membentuk watak atau karakter bangsa Indonesia, sesuai dengan potensi
keunggulan budaya lokal bangsa yang beradab dan bermartabat luhur. Dapat diartikan
disini, bahwa siswa perlu mengakomodasi segala potensi, termasuk kekayaan sosial-
budaya atau sosiokultural yang ada. Untuk ini diperlukan pengembangan
pembelajaran siswa yang memberi peluang bagi guru untuk mengembangkan muatan
karakter yang berbasis sosial-budaya yang terjadi di sekitar proses pembelajaran itu
berlangsung, yaitu pembelajaran yang akomodatif yang ditinjau dari sudut pandang
keunggulan lokal dan ber wawasan sosiokultural.

Larson dan Smalley (1972: p.39) menggambarkan sociocultural sebagai sebuah blue
print yang menuntun perilaku manusia dalam sebuah masyarakat dan ditetaskan dalam
kehidupan keluarga. Sociocultural mengatur tingkah laku seseorang dalam kelompok,
membuat seseorang sensitif terhadap status, dan membantunya mengetahui apa yang
diharapkan orang lain terhadap dirinya dan apa yang akan terjadi jika tidak memenuhi
harapan-harapan mereka. Sociocultural membantu seseorang untuk mengetahui
seberapa jauh dirinya dapat berperan sebagai individu dan apa tanggung jawab dirinya
terhadap kelompok. Sosiokultural (sociocultural) juga didefinisikan sebagai gagasan-
gagasan, kebiasaan, keterampilan, seni, dan alat yang memberi ciri pada sekelompok
orang tertentu pada waktu tertentu. Sosiokultural adalah sebuah sistem dari pola-pola
terpadu yang mengatur perilaku manusia (Condon 1973: p.4). Kenyataan bahwa tak
ada masyarakat yang ada tanpa sebuah sosial-budaya menggambarkan perlunya
sosiokultural untuk memenuhi kebutuhan psikologi dan biologis tertentu pada
manusia.
Sosiokultural menentukan, bagi masing-masing orang, sebuah konteks tingkah
laku afektif dan kognitif, sebuah template untuk kehidupan sosial dan perseorangan.
Namun, seseorang cenderung merasakan kenyataan dalam konteks sosial-budayanya
sendiri. Dengan demikian jelas bahwa sosio-kultural, sebagai kondisi manifestasi
perilaku yang mendarah daging dan mode dari persepsi, menjadi sangat penting dalam
sebuah entitas atau kelompok tertentu. Karakter adalah bagian dari sosial budaya, dan
sosial budaya adalah bagian dari sebuah karakter. Kedua hal ini berjalin dengan erat
sehingga seseorang tidak dapat memisahkan keduanya tanpa kehilangan arti dari
keduanya tersebut.
Sosio-kultural berkaitan dengan pendidikan. Kultural erat kaitannya dengan
kebudayaan. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu
tersebut atau dihadirkan dan diambil oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui
belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya system
social di masyarakat merupakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan
orang. Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan
pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus
kebudayaan, secara ringkas adalah (1) kebudayaan menjadi kondisi belajar, (2)
kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon tertentu, (3)
kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan
dengan sistem nilai yang berlaku, (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu
dalam kebudayaan. Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya
tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau berakhirnya
suatu kebudayaan.
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab
kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan
dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal
maupun secara formal. Sebaliknya bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu
ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarkat dimana proses pendidikan itu
berlangsung.
Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mentransmisi kebudayaan kepada
generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk mentranformasikan
kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman. Dengan kata lain,
sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan, yakni proses
sosialisasi dan sebagai agen pembaruan. Dalam bidang pendidikan, kedua fungsi
tersebut kadang-kadang dipertentangkan, antara penganut pendidikan sebagai
pelestarian.
Sistem pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan
bangsa Indonesia (UU RI No. 2/1978) pasal 1 ayat 2. Karena masyarakat Indonesia
sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka
kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai Kebudayaan
Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang
diterima sacara nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan
nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis seiring dengan
semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia sesuai dengan
asas Bhineka Tunggal Ika.
Pandangan bahwa pendidikan merupakan gejala kebudayaan didasarkan pada
beberapa hal seperti: manusia adalah mahluk sosial dan berbudaya. Pendidikan hanya
dapat dilakukan oleh mahluk yang berbudaya yang menghasilkan nilai kebudayaan itu
sendiri adalah manusia. Hal ini juga yang merupakan perbedaan antar manusia dan
hewan dengan adanya budaya dan pendidikan. Sifat dunia hewan statis dimana insting
dan reflek sebagai pembatas. Kehidupan tersendiri bagi hewan tersebut. Sifat dunia
manusia terbuka, dimana manusia memberi arti bagi dunianya (secara konkrit).
Perkembangan pendidikan sejajar dengan perkembangan budaya, pendidikan
selalu berubah sesuai perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan
proses transfer kebudayaan dan sebagai tuntutan perkembangan kebudayaan. Kedua
sifat tersebut berkaitan erat dan terintegrasi. Untuk itu perlu pendidikan formal dan
informal ( sengaja atau tidak). Perbedaan kebudayaan menjadi cermin bagi bangsa
lain. Membuat perbedaan sistem, isi dan pendidikan pengajaran sekaligus menjadi
cermin tingkat pendidikan dan kebudayaan.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah budaya sangat beragam bila
dibandingkan dengan negara-negara yang lain di muka bumi ini. Karakternya yang
berkepulauan berpotensi untuk adanya keanekaragaman adat, budaya dan tardisi.
Maka hendaknya pendidikan harus diarahkan untuk meneguhkan identitas
kebudayaan itu. Pendidikan yang berlandaskan kearifal-kearifal lokal akan mampu
mewujudkan manusia Indonesia yang berbudaya.
Kebudayaan yang diwariskan oleh generasi terdahulu merupakan buah kejayaan
bangsa ini. Maka sebagai anak bangsa patut bagi kita untuk terus melestarikannya.
Karena budaya itu dapat menjadi pendidikan hidup di luar pendidikan formal.
Manusia Indonesia yang sejak dini dididik dengan cara-cara yang berbudaya, suatu
ketika aka tumbuh menjadi intelektualis yang berbudaya pula; tidak lupa dari mana ia
berasal, selalu ingat akan tanah tumpah darahnya, dan tertanam sikap menghargai
akan perjuangan para pendahulunya.
Maka dengan demikian dalam perspektif budaya, tujuan pendidikan dimaksudkan
untuk menciptakan insan Indonesia yang berbudaya, bangga akan kebudayaan dan
mampu merefleksikan kebudayaan itu di tengah pergaulan dunia.

Perspektif Sosio-Ekonomi Terhadap Tujuan Pendidikan


Dalam perspektif ekonomi, pendidikan merupakan human invesment yang akan
menghasilkan manusia-manusia yang handal untuk menjadi subyek penggerak
pembangunan ekonomi nasional. Dalam pandangan Suryadi (2002) investasi di bidang
pembangunan pendidikan bernilai sangat strategis dalam jangka panjang, sebab manusia-
manusia terdidik akan memberikan kontribusi yang amat besar terhadap kemajuan
pembangunan, termasuk untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Di era global sekarang ini, berbagai bangsa di dunia telah mengembangkan
knowledge-based economy (KBE), yang mensyaratkan dukungan SDM berkualitas.
Karena itu, pendidikan mutlak diperlukan guna menopang pengembangan ekonomi
berbasis pengetahuan - education for the knowledge economy (EKE). Dalam konteks ini,
satuan pendidikan harus pula berfungsi sebagai pusat penelitian dan pengembangan
(research and development), yang menghasilkan produk-produk riset unggulan yang
mendukung KBE. Pengembangan ekonomi nasional berbasis pada keunggulan sumber
daya alam dan sosial yang tersedia, ditambah dengan ketersediaan SDM bermutu sangat
menentukan kemampuan bangsa dalam memasuki kompetensi global dan ekonomi pasar
bebas, yang menuntut daya saing tinggi.
Oleh karena itu, pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang
memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis yang
memadai. Pendidikan juga harus dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional yang
memiliki kemampuan kewirausahaan, yang menjadi salah satu pilar utama aktivitas
perekonomian nasional. Bahkan peran pendidikan menjadi sangat penting dan strategis
untuk meningkatkan daya saing nasional dan membangun kemandirian bangsa, yang
menjadi prasyarat mutlak dalam memasuki persaingan antarbangsa di era global.
Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang
beradaptasi terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral.
Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja
untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang memakmurkan diri,
perusahaan dan negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai
sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin secepatnya diraih
supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem
pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status
pendidikan tinggi , namun tidak akan menjadikan mereka sebagai individu yang
beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan
pengaruh dari paradigma pendidikan baru yang sekunder.
Pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan tenaga-tenaga yang dapat
mengikuti dan melibatkan diri dalam proses perkembangan, karena pembangunan
merupakan proses perkembangan, yaitu suatu proses perubahan yang meningkat dan
dinamis. Ini berarti bahwa membangun hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-
manusia yang berjiwa pembangunan, yaitu manusia yang dapat menunjang
pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spiritual serta sosial budaya.
UNESCO menggaris bawahi tujuan pendidikan sebagai “ menuju humanism
Ilmiah”. Pendidikan bertujuan menjadikan orang semakin menjunjung tinggi nilai-
nilai luhur manusia. Keluhuran manusia haruslah dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Maka humanism ilmiah menolak ide tentang manusia yang bersifat
abstrak semata. Manusia harus dipandang sebagai mahluk konkret yang hidup dalam
ruang dan waktu harus diakui sebagai pribadi yang mempunyai martabat yang tidak
boleh di objekkan. Dalam kerangka ini maka tujuan sistem pendidikan adalah latihan
dalam ilmu dan latihan dalam semangat ilmu. Pendidikan harus mengarah membuat
orang menjadi kreatif. Pada dasarnya setiap individu memiliki potensi kreativitas dan
potensi inilah yang ingin dijadikan aktual oleh pendidikan.
Semangat kreatif, non conformist dan ingin tahu, menonjol dalam diri manusia
muda. Mereka umumnya bersikap kritis terhadap nilai-nilai yang ada dan jika mereka
menemukan bahwa nilai-nilai itu sudah ketinggalan jaman, maka mereka ingin
merombak. Disini pendidikan berfungsi ganda, menyuburkan kreativitas, atau
sebaliknya mematikan kreativitas.
Pendidikan harus mempersiapkan orang untuk hidup berinteraksi dengan
masyarakat secara bertanggung jawab. Hal tidak hanya hidup dan menyesuaikan diri
dengan struktur-struktur sosial itu. Disini seorang individu merealisisr dimensi-
dimensi sosialnya lewat proses belajar berpartisipasi secara aktif lewat keterlibatan
secara menyeluruh dalam lingkungan sosialnya.dalam kerangka sosialitas pada
umumnya ini, suatu misi pendidikan ialah menolong manusia muda melihat orang lain
bukan sebagai abstraksi-abstraksi, melainkan sebagai makhluk konkrit dengan segala
dimensi kehidupannya.
Manusia secara lahiriah tidak akan pernah terlepas dari ketergantungan akan
ekonomi. Dalam memenuhi hajat hidupnya, manusia selalau mengandalkan kekuatan
ekonomi. Bahkan ekonomi menjadi faktor penentu kesejahteraan sebuah bangsa. Para
ahli atau ekonom menyatakan bahwa dengan ekonomi saja tidak cukup untuk
mensejahterakan sebuah bangsa. Maka dipandang perlu adanya sumber daya manusia
yang mumpuni agar mampu mengolah kekayaan negara menjadi prospek ekonomi
yang tinggi yang itu tentu diperuntukan bagi kesejahteraan bangsanya.  Bahkan
sumber daya manusia dikatakan sebagai investasi ekonomi jangka panjang. Apatah
punya sumber ekonomi yang mumpuni, jika tidak didukung dengan muatan sumber
daya yang mumpuni pula.
Pendidikan mempunyai peranan penting dalam hal ini. Dengan pendidikan,
potensi ekonomi sebuah bangsa akan dapat dimanfaatkan. Maka ekonomi dan
pendidikan adalah sebuah mata rantai yang tidak ada ruang putusnya. Negara yang
disokong dengan sumber daya manusia yang banyak, akan mampu mengelolah
sumber-sumber ekonominya dengan baik.
Philip Kotler (1997) berpendapat bahwa ada empat faktor yang berpengaruh
terhadap kemajuan sebuah bangsa adalah:
1) Natural Capital (sumber daya alam) seperti tanah, mineral, tambang, air, dan lain-
lain;
2) Physical Capital (modal fisik) seperti mesin-mesin, bangunan, dan infrastruktur;
3) Human Capital (SDM) yaitu nilai produktivitas manusia seperti kreativitas,
inovasi;
4) Social Capital (modal sosial) seperti kualits keluarga, komunitas, organisasi
masyarakat, yang menjadi perekat hubungan sosial.
Dari keempat modal tersebut SDM menurut Harbison merupakan modal paling
utama karena SDM yang berkualitas akan mampu mengelola dan memobilisasi dana,
mengembangkan teknologi, memproduksi barang dan jasa, dan melakukan aktivitas
perdagangan. Oleh karena itu, jika suatu negara tidak berhasil dalam mengembangkan
SDM maka negara tersebut tidak akan membuat apapun, apakah itu membuat sistem
politik yang moderen, menumbuhkan nasionalisme dan membangun masyarakat yang
sejahtera. Maka untuk mencapai kemajuan maka pemberdayaan SDM melalui
pendidikan harus menjadi pilihan utama dan pertama. Hal tersebut terbukti dibeberapa
negara bahwa negara maju memiliki pendidikan yang maju pula.
Dengan demikian dalam perspekstif ini bagi tujuan pendidikan adalah:
1. Faktor penentu kemajuan bangsa di masa depan;
2. Salah satu bentuk investasi modal manusia (human invesment) dalam menentukan
kualitas SDM dalam pembangunan ekonomi sebuah negara.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini, dapat kita simpulkan bahwa:
1. Perspektif adalah cara pandang seseorang terhadap sesuatu.
2. "Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 3, Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab." 
3. Perspektif religi terhadap tujuan pendidikan adalah islam memandang bahwa
tujuan pendidikan yaitu Pembinaan akhlak; Penguasaan ilmu; Keterampilan
bekerja dalam masyarakat; Mengembangkan akal dan akhlak; Pengajaran
Kebudayaan; Pembentukan kepribadian; Menghambakan diri kepada Allah; serta
Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat
4. Perspektif etika terhadap tujuan pendidikan yaitu : Menghasilkan manusia yang
berakhlak mulia; Menghasilkan manusia yang religius dan humanis;
Menghasilkan manusia yang sosialis; dan Menghasilkan manusia yang
mempunyai sifat perasa.
5. Perspektif yuridis terhadap tujuan pendidikan yaitu : Menciptakan manusia
Indonesia yang sadar hukum; Menciptakan manusia Indonesia yang paham
hukum; dan Menciptakan manusia Indonesia yang taat hukum.
6. Perspektif sosio-kultural terhadap tujuan pendidikan yaitu untuk menciptakan
insan Indonesia yang berbudaya, bangga akan kebudayaan dan mampu
merefleksikan kebudayaan itu di tengah pergaulan dunia
7. Perspektif sosio-ekonomi terhadap tujuan pendidikan yaitu  Faktor penentu
kemajuan bangsa di masa depan; dan Salah satu bentuk investasi modal manusia
(human invesment) dalam menentukan kualitas SDM dalam pembangunan
ekonomi sebuah negara.
DAFTAR PUSTAKA

Buchori, Mochtar. 1995. Transformasi Pendidikan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Kartadinata, Sunaryo. 2014. Politik Jati Diri : Telaah Filosofi dan Praksis
Pendidikan bagi Penguatan Jati Diri Bangsa. Bandung : UPI PRESS.

Irianti, Yoyon Bahtiar. Kebijakan Pendidikan dalam Konteks Desentralisasi


Pembangunan Manusia.

Mustadi, Ali. 2011. Pendidikan Karakter Berwawasan Sosio Kultural.

Pratiwi, Rahayu Kusumah. Landasan Pendidikan.

Sauri, Sofyan. Pendidikan Nilai dalam Sains.

Suastra, I Wayan. Perspektif Kultural Pendidikan Sains: Belajar Sebagai Proses


Inkulturasi

Suyitno, Y. Landasan Filosofis Pendidikan Dasar.

Tawaulu, Abdul Karim. Perspektif Agama Bagi Isi dan Tujuan Pendidikan.

Widisuseno, Iriyanto. Pendidikan Berbasis Multikulturalisme Suatu Upaya


Penguatan Jatidiri Bangsa

Anda mungkin juga menyukai