Pendidikan Formal
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan masyarakat dan dinamisator masyarakat
sendiri. Ada kecenderungan betapa sektor pendidikan selalu terbelakang dalam berbagai sektor
pembangunan lainnya. Artinya, sektor pendidikan menjadi sektor marginal dibandingkan dengan
sektor pembangunan yang lain walaupun sektor pendidikan merupakan sektor yang urgen dalam
akselerasi pembangunan negara.
Salah satu contohnya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah
membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu
bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun di sisi lain perubahan tersebut juga telah membawa
manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam
persaingan global, bangsa Indonesia perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, khususnya kapasitas intelektual generasi penerus. Oleh sebab itu,
peningkatan kualitas SDM merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah,
intensif, efektif, dan efisien dalam proses pembangunan kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing
dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Kadar kualitas SDM yang terukur akan menjadi tolak ukur untuk menambal-sulam
(rekonstruksi) atau bahkan mendekonstruksi pendidikan dari waktu ke waktu. Peranan guru
sebagai pendidik yang andal dan berkualitas merupakan salah satu faktor yang strategis untuk
mewujudkan tujuan pendidikan. Guru harus memenuhi persyaratan kualifikasi minimal (latar
belakang pendidikan keguruan/umum dan memiliki akta mengajar). Setelah guru memenuhi
persyaratan kualifikasi, maka guru akan dan sedang berada pada tahapan kompetensi. Namun,
fenomena menunjukkan bahwa pendidik di sekolah masih banyak yang tidak memenuhi
persyaratan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan mutu di sekolah dalam rangka
menghasilkan peserta didik sesuai dengan yang diharapkan masih belum optimal.
Dalam hal ini Manajemen Mutu Sekolah atau Total Quality Management sangat berperan
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diharapkan dapat memberikan perubahan
yang lebih baik sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan dinamika masyarakat dalam menjawab
permasalahan-permasalahan pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah. Komponen yang paling
berperan dalam meningkatkan mutu ialah peran dan fungsi guru serta peran kepemimpinan kepala
sekolah.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin penulis kupas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari Mutu Pendidikan?
2. Apa saja yang menjadi Indikator dalam Mutu Pendidikan?
3. Apa yang dimaksud dengan Total Quality Management (TQM) di Lembaga Pendidikan?
4. Bagaimana Implementasi Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidikan?
5. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah?
6. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Mutu Terpadu di Sekolah?
7. Bagaimana upaya Marketing Pendidikan dalam Upaya Memasarkan Mutu Sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mutu Pendidikan
Membicarakan tentang pengertian kualitas atau mutu dapat berbeda makna bagi setiap
orang, karena mutu memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Dalam
mendefinisikan mutu, ada empat pakar utama dalam TQM (Total Quality Management) yang
saling berbeda pendapat, tetapi sebenarnya memiliki maksud yang sama.
Menurut Joseph Juran, seperti yang dikutip oleh M. N. Nasution, kualitas atau mutu
diartikan sebagai kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pelanggan atau kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.[1] Sementara, W.
Edwards Deming menyatakan bahwa kualitas atau mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan
pasar atau apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Adapun menurut Philip B.
Crosby, mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau
distandarkan atau kualitas sebagai nihil cacat, esempurnaan, dan kesesuaian terhadap
persyaratan. Feigenbaum juga mencoba untuk mendefinisikan bahwa mutu adalah kepuasan
pelanggan sepenuhnya (full customer satisfication).
Dalam mendefinisikan mutu/kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Dalam
hal ini, ada beberapa elemen yang bisa membuat sesuatu dikatakan berkualitas.[2] Pertama,
kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Kedua, kualitas mencakup
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Ketiga, kualitas merupakan kondisi yang selalu
berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat
yang lain). Keempat, kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Dzaujak Ahmad, bahwa mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan
secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah,
sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang
berlaku.[3]
Sudarwan Danim memiliki pandangan lain tentang pengertian mutu. Menurutnya, mutu
pendidikan mengacu pada masukan, proses, luaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat
dari beberapa sisi. Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti
kepala sekolah, guru, laboran, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria
masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana, sarana sekolah, dan lain-
lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti
peraturan, struktur organisasi, deskripsi kerja, dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan
yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita.
Berdasarkan deskripsi dari beberapa pakar di atas dapat disimpulkan bahwa mutu
pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien
untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dilihat
dari definisi ini, maka mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan
dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan terus berubah seiring dengan perubahan zaman
yang melingkarinya, sebab pendidikan merupakan buah dari zaman itu sendiri. Oleh karena itu,
pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan
semakin tingginya kebutuhan dan tuntunan kehidupan masyarakat.
3. Dimensi Kualitas
Menurut Hadari Nawawi, dimensi kualitas yang dimaksud adalah :[12]
a. Dimensi Kerja Organisasi
Kinerja dalam arti unjuk perilaku dalam bekerja yang positif, merupakan gambaran konkret dari
kemampuan mendayagunakan sumber–sumber kualitas, yang berdampak pada keberhasilan
mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi (sekolah).
b. Iklim Kerja
Penggunaan sumber–sumber kualitas secara intensif akan menghasilkan iklim kerja yang kondusif
di lingkungan organisasi. Di dalam iklim kerja yang diwarnai kebersamaan akan terwujud
kerjasama yang efektif melalui kerja di dalam tim kerja, yang saling menghargai dan menghormati
pendapat, kreativitas, inisiatif dan inovasi untuk selalu meningkatkan kualitas.
c. Nilai Tambah
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas secara efektif dan efisien akan memberikan nilai tambah
atau keistimewaan tambahan sebagai pelengkap dalam melaksanakan tugas pokok dan hasil yang
dicapai oleh organisasi. Nilai tambah ini secara konkret terlihat pada rasa puas dan berkurang atau
hilangnya keluhan pihak yang dilayani (siswa).
d. Kesesuaian dengan Spesifikasi
Pendayagunaan sumber–sumber kualitas secara efektif dan efisien bermanifestasi pada
kemampuan personil untuk menyesuaikan proses pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya dengan
karakteristik operasional dan standar hasilnya berdasarkan ukuran kualitas yang disepakati.
e. Kualitas Pelayanan dan Daya Tahan Hasil Pembangunan
Dampak lain yang dapat diamati dari pendayagunaan sumber-sumber kualitas yang efektif dan
efisien terlihat pada peningkatan kualitas dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada siswa.
f. Persepsi Masyarakat
Pendayagunaan sumber–sumber kualitas yang sukses di lingkungan organisasi pendidikan dapat
diketahui dari persepsi masyarakat (brand image) dalam bentuk citra dan reputasi yang positip
mengenai kualitas lulusan baik yang terserap oleh lembaga pendidikan yang lebih tinggi ataupun
oleh dunia kerja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien
untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.
Menurut Hadari Nawari, TQM (Manajemen Mutu Terpadu) adalah manejemen fungsional dengan
pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya
sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan
umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development).
Kesulitan penerapan TQM dalam bidang pendidikan adalah kesulitan dalam penentuan kualitas
produknya (lulusan) yang lebih bersifat kualitatif.
Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada
sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data
kuantitatif dan kualitatif, serta pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara
berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi
kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
B. Saran
Adapun yang menjadi saran dalam penulisan ini antara lain:
Bagi pembaca diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat yaitu lebih mendalami tentang
Manajemen Mutu Sekolah/Total Quality Management.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga diharapkan bagi penulis berikutnya dapat
melengkapi kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.
Bagi pembaca diharapkan bisa memberikan saran dan kritik kepada penulis sehingga penulis dapat
mengetahui kesalahan serta kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Dzaujak. 1996. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Anonim. 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan/Kultur Sekolah. Depdiknas: Hand Out
Pelatihan Calon Kepala Sekolah, Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama.
Cravens, David W. 1996. Strategic Marketing. Jakarta: Erlangga.
Minarti, Sri. 2011. Manajemen Sekolah, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi ; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, M. N. 2000. Manajemen Mutu Terpadu; Total Quality Management. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan
Ilustrasi di Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2009. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi.
Umiarso dan Imam Gojali, 2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Jogjakarta:
IRCiSoD.
Usman, Husaini. ‘Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuju Sistem
Desentralistik”. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 8/No.1/Februari 2001.
[1] David W. Cravens, Strategic Marketing (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 23.
[2] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di
Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 274.
[1] M. N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2000), hlm. 15.
[2] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 3-4.
[3] Dzaujak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar (Jakarta: Depdikbud, 1996),
hlm. 8.
[4] M. N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2000), hlm. 17-18.
[5] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 27.
[6] Sri Minarti, Manajemen Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 335-336.
[7] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di
Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 46.
[8] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 4.
[9] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di
Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 127.
[10]Umiarso dan Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. (Jogjakarta: IRCiSoD, 2010),
hlm. 138.
[11] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di
Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 138-141.
[12] Ibid., hlm. 141.
[13] Husaini Usman, ‘Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuju Sistem
Desentralistik”. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 8/No.1/Februari 2001.
[14] Anonim, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan/Kultur Sekolah (Depdiknas: Hand Out Pelatihan
Calon Kepala Sekolah, Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama, 2000), hlm. 6.
[15] Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 178-179.
[16] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi ; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 126.