Anda di halaman 1dari 15

Manajemen Mutu Sekolah Total Quality Management dalam Sebuah Manajemen

Pendidikan Formal

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan masyarakat dan dinamisator masyarakat
sendiri. Ada kecenderungan betapa sektor pendidikan selalu terbelakang dalam berbagai sektor
pembangunan lainnya. Artinya, sektor pendidikan menjadi sektor marginal dibandingkan dengan
sektor pembangunan yang lain walaupun sektor pendidikan merupakan sektor yang urgen dalam
akselerasi pembangunan negara.
Salah satu contohnya adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah
membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu
bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun di sisi lain perubahan tersebut juga telah membawa
manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam
persaingan global, bangsa Indonesia perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, khususnya kapasitas intelektual generasi penerus. Oleh sebab itu,
peningkatan kualitas SDM merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah,
intensif, efektif, dan efisien dalam proses pembangunan kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing
dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Kadar kualitas SDM yang terukur akan menjadi tolak ukur untuk menambal-sulam
(rekonstruksi) atau bahkan mendekonstruksi pendidikan dari waktu ke waktu. Peranan guru
sebagai pendidik yang andal dan berkualitas merupakan salah satu faktor yang strategis untuk
mewujudkan tujuan pendidikan. Guru harus memenuhi persyaratan kualifikasi minimal (latar
belakang pendidikan keguruan/umum dan memiliki akta mengajar). Setelah guru memenuhi
persyaratan kualifikasi, maka guru akan dan sedang berada pada tahapan kompetensi. Namun,
fenomena menunjukkan bahwa pendidik di sekolah masih banyak yang tidak memenuhi
persyaratan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan mutu di sekolah dalam rangka
menghasilkan peserta didik sesuai dengan yang diharapkan masih belum optimal.
Dalam hal ini Manajemen Mutu Sekolah atau Total Quality Management sangat berperan
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang diharapkan dapat memberikan perubahan
yang lebih baik sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan dinamika masyarakat dalam menjawab
permasalahan-permasalahan pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah. Komponen yang paling
berperan dalam meningkatkan mutu ialah peran dan fungsi guru serta peran kepemimpinan kepala
sekolah.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin penulis kupas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari Mutu Pendidikan?
2. Apa saja yang menjadi Indikator dalam Mutu Pendidikan?
3. Apa yang dimaksud dengan Total Quality Management (TQM) di Lembaga Pendidikan?
4. Bagaimana Implementasi Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidikan?
5. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah?
6. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Mutu Terpadu di Sekolah?
7. Bagaimana upaya Marketing Pendidikan dalam Upaya Memasarkan Mutu Sekolah?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Menjelaskan pengertian dari Mutu Pendidikan.
2. Mengidentifikasi Indikator dalam Mutu Pendidikan.
3. Menjelaskan Total Quality Management (TQM) di Lembaga Pendidikan.
4. Menjelaskan Implementasi Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidikan.
5. Menjelaskan Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah.
6. Menjelaskan Pengertian Manajemen Mutu Terpadu di Sekolah.
7. Menjelaskan upaya Marketing Pendidikan dalam Upaya Memasarkan Mutu Sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mutu Pendidikan
Membicarakan tentang pengertian kualitas atau mutu dapat berbeda makna bagi setiap
orang, karena mutu memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Dalam
mendefinisikan mutu, ada empat pakar utama dalam TQM (Total Quality Management) yang
saling berbeda pendapat, tetapi sebenarnya memiliki maksud yang sama.
Menurut Joseph Juran, seperti yang dikutip oleh M. N. Nasution, kualitas atau mutu
diartikan sebagai kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan pelanggan atau kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.[1] Sementara, W.
Edwards Deming menyatakan bahwa kualitas atau mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan
pasar atau apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Adapun menurut Philip B.
Crosby, mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau
distandarkan atau kualitas sebagai nihil cacat, esempurnaan, dan kesesuaian terhadap
persyaratan. Feigenbaum juga mencoba untuk mendefinisikan bahwa mutu adalah kepuasan
pelanggan sepenuhnya (full customer satisfication).
Dalam mendefinisikan mutu/kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Dalam
hal ini, ada beberapa elemen yang bisa membuat sesuatu dikatakan berkualitas.[2] Pertama,
kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Kedua, kualitas mencakup
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. Ketiga, kualitas merupakan kondisi yang selalu
berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat
yang lain). Keempat, kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Dzaujak Ahmad, bahwa mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan
secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah,
sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang
berlaku.[3]
Sudarwan Danim memiliki pandangan lain tentang pengertian mutu. Menurutnya, mutu
pendidikan mengacu pada masukan, proses, luaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat
dari beberapa sisi. Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti
kepala sekolah, guru, laboran, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria
masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana, sarana sekolah, dan lain-
lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti
peraturan, struktur organisasi, deskripsi kerja, dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan
yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita.
Berdasarkan deskripsi dari beberapa pakar di atas dapat disimpulkan bahwa mutu
pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien
untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dilihat
dari definisi ini, maka mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan
dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan terus berubah seiring dengan perubahan zaman
yang melingkarinya, sebab pendidikan merupakan buah dari zaman itu sendiri. Oleh karena itu,
pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan
semakin tingginya kebutuhan dan tuntunan kehidupan masyarakat.

B. Indikator Mutu Pendidikan


Setelah memahami definisi mutu, maka harus diketahui pula apa saja yang termasuk dalam
dimensi mutu. Gavin, seperti yang dikutip oleih M. N. Nasution[4] mendefinisikan delapan
dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas produk. Kedelapan
dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kinerja/performa (performance), yaitu berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan
merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu
produk yakni karakteristik pokok dari produk inti.
2. Bentuk khusus (features), merupakan aspek kedua dari performa yang menambah fungsi dasar
serta berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya, yaitu ciri-ciri/keistimewaan
tambahan atau karakteristik pelengkap/tambahan.
3. Keandalan (reliability), yaitu berkaitan dengan kemungkinan suatu produk yang berfungsi secara
berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. Dengan demikian, keandalan
merupakan karakteristik yang merefleksikan kemungkinan tingkat keberhasilan dalam
penggunaan suatu produk.
4. Konformitas (conformance), yaitu berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi
yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Kalau menurut Tjiptont,
konformitas berkaitan dengan sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar
yang telah ditetapkan sebelumnya.[5]
5. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus
digunakan.
6. Kemampuan pelayanan (serviceability), merupakan karakteristik yang berkaitan dengan
kecepatan/kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika (aesthetics), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif
sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan
individual.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu karakteristik yang berkaitan dengan
reputasi (brand name, image).
Adapun tolak ukur yang dapat dijadikan tolak ukur mutu pendidikan yaitu hasil akhir
pendidikan, hasil langsung pendidikan (hasil langsung inilah yang dipakai sebagai titik tolak
pengukuran mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan, misal: tes tertulis, daftar cek, anekdot,
skala rating, dan skala sikap), proses pendidikan, instrument input (alat berinteraksi denagn raw
input, yakni siswa), serta raw input dan lingkungan.[6]
Dalam proses pendidikan yang bermutu, tercakup berbagai input, seperti bahan ajar
(kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru),
administrasi, sarana dan prasarana, sumber daya lainnya, serta penciptaan suasana yang kondusif.
Antara proses dan pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi, agar proses itu tidak
salah arah, maka mutu dalam arti hasil output harus dirumuskan terlebih dahulu oleh sekolah, dan
target yang akan dicapai untuk setiap tahun kurun waktu tertentu harus jelas. Selain itu,
berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil output yang ingin dicapai.
C. Total Quality Management (TQM) di Lembaga Pendidikan
Manajemen Mutu Terpadu sangat populer di lingkungan organisasi profit,
khususnya di lingkungan berbagi badan usaha/perusahaan dan industri, yang telah terbukti
keberhasilannya dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya masing–masing
dalam kondisi bisnis yang kompetitif. Kondisi seperti ini telah mendorong berbagai pihak untuk
mempraktekannya di lingkungan organisasi non profit termasuk di lingkungan lembaga
pendidikan.
Menurut Hadari Nawari, TQM (Manajemen Mutu Terpadu) adalah manejemen
fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas,
agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan
tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community
development).[7] Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai proses atau rangkaian kegiatan
mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, yang harus diintegrasi pula dengan pentahapan
pelaksanaan fungsi–fungsi manajemen, agar terwujud kerja sebagai kegiatan memproduksi sesuai
yang berkualitas. Setiap pekerjaan dalam manajemen mutu terpadu harus dilakukan melalui
tahapan perencanaan, persiapan (termasuk bahan dan alat), pelaksanaan teknis dengan metode
kerja/cara kerja yang efektif dan efisien, untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Pengertian lain dikemukakan oleh Santoso yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan
Anastasia Diana bahwa “TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai
strategi usaha dan berorentasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota
organisasi”.[8] Di samping itu Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) menyatakan pula
bahwa “ Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, Hadari Nawawi mengemukakan tentang
karakteristik TQM sebagai berikut :[9]
1. Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal;
2. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas;
3. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah;
4. Memiliki komitmen jangka panjang;
5. Membutuhkan kerjasama tim;
6. Memperbaiki proses secara kesinambungan;
7. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan;
8. Memberikan kebebasan yang terkendali;
9. Memiliki kesatuan yang terkendali; dan
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
D. Implementasi Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidikan
Di lingkungan organisasi non profit, khususnya pendidikan, penetapan kualitas
produk dan kualitas proses untuk mewujudkannya, merupakan bagian yang tidak mudah dalam
pengimplementasian Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Kesulitan ini disebabkan oleh karena
ukuran produktivitasnya tidak sekedar bersifat kuantitatif, misalnya hanya dari jumlah lokal dan
gedung sekolah atau laboratorium yang berhasil dibangun, tetapi juga berkenaan dengan aspek
kualitas yang menyangkut manfaat dan kemampuan memanfaatkannya.
Demikian juga jumlah lulusan yang dapat diukur secara kuantitatif, sedang
kualitasnya sulit untuk ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan itu di lingkungan organisasi
bidang pendidikan yang bersifat non profit, menurut Hadari Nawari,[10] ukuran produktivitas
organisasi bidang pendidikan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, Produktivitas Internal,
yaitu berupa hasil yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti jumlah atau prosentase lulusan
sekolah, atau jumlah gedung dan lokal yang dibangun sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan. Kedua, Produktivitas Eksternal, yaitu berupa hasil yang tidak dapat diukur secara
kuantitatif, karena bersifat kualitatif yang hanya dapat diketahui setelah melewati tenggang waktu
tertentu yang cukup lama.

1. Tanda-Tanda Suksesnya Adaptasi Manajemen Mutu Terpadu


Menurut Hadari Nawawi bagi organisasi pendidikan, adaptasi manajemen mutu terpadu dapat
dikatakan sukses, jika menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut :
a. Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus meningkat.
b. Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain
masyarakat yang dilayani semakin berkurang.
c. Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat.
d. Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak berkurang/hilang tanpa
diketahui sebab – sebabnya.
e. Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui pengawasan melekat, sehingga
mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan dalam pemberian pelayanan umum
dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
f. Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.
g. Peningkatan ketrampilan dan keahlian bekerja terus dilaksanakan sehingga metode atau cara
bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sebagai cara bekerja yang paling efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk
dan pelayanan umum terus meningkat.

2. Sumber-Sumber Mutu atau Kualitas


Manajemen Mutu Terpadu di lingkungan suatu organisasi non profit termasuk pendidikan
tidak mungkin diwujudkan jika tidak didukung dengan tersedianya sumber–sumber untuk
mewujudkan kualitas proses dan hasil yang akan dicapai. Di lingkungan organisasi yang
kondisinya sehat, terdapat berbagai sumber kualitas yang dapat mendukung pengimplementasian
TQM secara maksimal. Beberapa sumber kualitas tersebut akan kita perinci satu per satu dalam
uraian berikut :[11]
a. Komitmen Pucuk Pimpinan (Kepala Sekolah) terhadap kualitas.
Komitmen ini sangat penting karena berpengaruh langsung pada setiap pembuatan keputusan dan
kebijakan, pemilihan dan pelaksanaan program dan proyek, pemberdayaan SDM, dan pelaksanaan
kontrol.
b. Sistem Informasi Manajemen
Sumber ini sangat penting karena usaha mengimplementasikan semua fungsi manajemen yang
berkualitas, sangat tergantung pada ketersediaan informasi dan data yang akurat, cukup/lengkap
dan terjamin kekiniannya sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok organisasi.
c. Sumberdaya manusia yang potensial
SDM di lingkungan sekolah sebagai aset bersifat kuantitatif dalam arti dapat dihitung
jumlahnya.Disamping itu SDM juga merupakan potensi yang berkewajiban melaksanakan tugas
pokok organisasi (sekolah) untuk mewujudkan eksistensinya.
d. Keterlibatan semua Fungsi
Semua fungsi dalam organisasi sebagai sumber kualitas, sama pentingnya satu dengan yang
lainnnya, yang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu semua fungsi harus
dilibatkan secara maksimal, sehingga saling menunjang satu dengan yang lainnya.
e. Filsafat Perbaikan Kualitas secara Berkesinambungan
Realisasi TQM tidak boleh digantungkan pada individu kepala sekolah sebagai sumber kualitas,
karena sikap dan perilaku individu terhadap kualitas dapat berbeda. Dengan kata lain sumber
kualitas ini harus ditransformasikan pada filsafat kualitas yang berkesinambungan dalam
merealisasikan TQM.

3. Dimensi Kualitas
Menurut Hadari Nawawi, dimensi kualitas yang dimaksud adalah :[12]
a. Dimensi Kerja Organisasi
Kinerja dalam arti unjuk perilaku dalam bekerja yang positif, merupakan gambaran konkret dari
kemampuan mendayagunakan sumber–sumber kualitas, yang berdampak pada keberhasilan
mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi (sekolah).
b. Iklim Kerja
Penggunaan sumber–sumber kualitas secara intensif akan menghasilkan iklim kerja yang kondusif
di lingkungan organisasi. Di dalam iklim kerja yang diwarnai kebersamaan akan terwujud
kerjasama yang efektif melalui kerja di dalam tim kerja, yang saling menghargai dan menghormati
pendapat, kreativitas, inisiatif dan inovasi untuk selalu meningkatkan kualitas.
c. Nilai Tambah
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas secara efektif dan efisien akan memberikan nilai tambah
atau keistimewaan tambahan sebagai pelengkap dalam melaksanakan tugas pokok dan hasil yang
dicapai oleh organisasi. Nilai tambah ini secara konkret terlihat pada rasa puas dan berkurang atau
hilangnya keluhan pihak yang dilayani (siswa).
d. Kesesuaian dengan Spesifikasi
Pendayagunaan sumber–sumber kualitas secara efektif dan efisien bermanifestasi pada
kemampuan personil untuk menyesuaikan proses pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya dengan
karakteristik operasional dan standar hasilnya berdasarkan ukuran kualitas yang disepakati.
e. Kualitas Pelayanan dan Daya Tahan Hasil Pembangunan
Dampak lain yang dapat diamati dari pendayagunaan sumber-sumber kualitas yang efektif dan
efisien terlihat pada peningkatan kualitas dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada siswa.
f. Persepsi Masyarakat
Pendayagunaan sumber–sumber kualitas yang sukses di lingkungan organisasi pendidikan dapat
diketahui dari persepsi masyarakat (brand image) dalam bentuk citra dan reputasi yang positip
mengenai kualitas lulusan baik yang terserap oleh lembaga pendidikan yang lebih tinggi ataupun
oleh dunia kerja.

E. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah


1. Kebijakan Strategis
Ada tiga faktor yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di negara kita.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak konsisten.
Kedua, peyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistis. Ketiga, peran serta masyarakat
khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim.[13]
Berdasarkan penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi daerah yang sedang
berjalan, maka kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk meningkatkan SDM adalah sebagai
berikut:
a) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based management), di mana sekolah
diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu secara keseluruhan.
b) Pendidikan yang berbasiskan pada partisipasi komunitas (community based education), di mana
terjadi interaksi yang positif antara sekolah dan masyarakat (sekolah sebagai community learning
center).
c) Dengan mengunakan paradigma belajar atau learning paradigma, akan menjadikan pelajar-
pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan.

2. Prinsip-Prinsip Manajemen Peningkatan Mutu


Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang
bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada
ketersediaan data kuantitatif dan kualitatif, serta pemberdayaan semua komponen sekolah untuk
secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna
memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa manajemen peningkatan mutu
memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Peningkatan mutu harus dilaksanakan di sekolah;
b) Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan yang baik;
c) Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta, baik bersifat kualitatif maupun
kuantitatif;
d) Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di sekolah; serta
e) Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan kepada siswa,
orang tua, dan masyarakat.
---

3. Teknik Penyusunan Program Peningkatan Mutu


Adapun penyusunan program peningkatan mutu, dilakukan dengan pengaplikasian empat
teknik, yaitu:
a) School Review
School Review adalah suatu proses di mana seluruh komponen sekolah bekerja sama,
khususnya dengan orang tua dan tenaga professional (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai
efektivitas sekolah serta mutu lulusan. School review akan menghasilkan rumusan tentang
kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan, dan prestasi siswa, serta rekomendasi untuk
pengembangan program tahun mendatang.
b) Benchmarking
Benchmarking yaitu suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai
dalam suatu periode tertentu. Adapun langkah-langkah yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1) Tentukan focus, 2) Tentukan aspek/variable atau indikator, 3) Tentukan standar, 4) Tentukan
gap (kesenjangan) yang terjadi, 5) Bandingkan standar dengan kita, 6) Rencanakan target untuk
mencapai standar, 7) Rumuskan cara-cara program untuk mencapai target.
c) Quality Assurance
Adapun Quality Assurance akan menghasilkan informasi yang merupakan umpan balik bagi
sekolah serta memberikan jaminan untuk orang tua siawa bahwa sekolah senantiasa memberikan
pelayanan terbaik bagi siswa.
Untuk melaksanakan quality assurance, menurut Bahrul Hayat dalam Hand Out Pelatihan
Calon Kepala sekolah, sekolah harus:[14]
1) Menekankan pada kualitas hasil belajar;
2) Hasil kerja siswa dimonitor secara terus-menerus;
3) Informasi dan data dari sekolah dikumpulkan serta dianalisis untuk memperbaiki proses
disekolah; dan
4) Semua pihak mulai kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan juga orang tua siswa harus
memiliki komitmen untuk secara bersama mengevaluasi kondisi sekolah yang kritis dan berupaya
untuk memperbaiki.
d) Quality Control
Quality control merupakan suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan
kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Quality control memerlukan indikator kualitas
yang jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi.
Karakteristik manajemen peningkatan mutu sekolah secara inklusif memuat elemen-
elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses dan output. Selanjutnya yang
dikategorikan menjadi input, output dan proses yaitu;
 Input (masukan), Secara umum input sekolah meliputi: visi, misi, tujuan, sasaran, manajemen,
sumberdaya manusia, dan lainnya.
 Proses, meliputi proses belajar mengajar, kepemimpinan, lingkungan sekolah, pengelolaan tenaga
kependidikan, sekolah memilki budaya mutu, sekolah memilki tem work yang kompak, sekolah
memilki kewenangan, partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat, sekolah memilki
transparansi manajemen, sekolah memiliki kemauan untuk berubah, melakukan evaluasi secara
berkelanjutan, sekolah responsive, memiliki komunikasi yang baik, memiliki akuntabilitas, dan
kemampuan menjaga sustainabilitas.
 Output adalah prestasi yang diraih sekolah akibat dari proses belajar mengajar dan manajemen
sekolah, baik berupa prestasi akademik maupun non akademik.[15]

F. Manajemen Mutu Terpadu di Sekolah


Manajemen Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM)
atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan
melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk. Mendefinisikan PMT
sebagai suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu
organisasi yang mengutamakan kepentingan pelanggan. Pendekatan ini bertujuan untuk
meningkatkan dan mengendalikan mutu.
Sedangkan yang dimaksud dengan PMT pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara
mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan
dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu dan berkesinambungan,
sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan
melebihi kebutuhan para pelanggan, baik masa kini maupun yang akan datang.

1. Komponen dan Prinsip-Prinsip dalam Mutu Pendidikan


Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan yang termuat dalam buku Panduan
Manajemen Sekolah ada lima macam. Pertama, siswa, meliputi kesiapan dan motivasi belajarnya.
Kedua, guru, meliputi kemampuan professional, moral kerja (kemampuan personal), dan kerja
sama (kemampuan sosial). Ketiga, kurikulum, meliputi relevansi konten (isi) dan operasionalisasi
proses pembelajarannya. Keempat, sarana dan prasarana, meliputi kecukupan dan keefektifan
dalam mendukung proses pembelajaran. Kelima, masyarakat (orang tua, pengguna lulusan, dan
pengguruan tinggi), yaitu partisipasinya dalam pengembangan program-program pendidikan
sekolah.
Ada delapan prinsip yang harus diterjemahkan dalam tataran praktis manajerial sekolah dalam
rangka memanajemen pola organisasi demi meningkatkan mutu pendidikan. Kedelapan prinsip
tersebut secara terperinci dijelaskan dalam uraian berikut:
a. Fokus pada Pelanggan
Dalam lingkup pendidikan, kepuasan pengguna jasa pendidikan merupakan faktor yang sangat
penting dalam TQM. Oleh sebab itu, identifikasi pengguna jasa pendidikan dan kebutuhan mereka
merupakan aspek yang krusial. Adapun langkah pertama TQM adalah memandang peserta didik
sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan baik.
b. Kepemimpinan
Pemimpin menetapkan kesatuan tujuan dan arah organisasi. Pemimpin puncak perlu
menyusun visi sekolah dengan jelas dan dilengkapi dengan sasaran dan tujuan yang konsisten serta
didukung pula dengan perencanaan taktis dan strategis.
c. Pelibatan Anggota
Anggota pada semua tingkatan merupakan inti suatu organisasi, dan pelibatan penuh mereka
memungkinkan kemampuannya dipakai untuk manfaat organisasi.
d. Pendekatan Proses
Pendekatan proses ialah suatu pendekatan untuk perencanaan, pengendalian, dan peningkatan
proses-proses utama dalam sekolah (trilogi proses mutu) dengan lebih menekankan terhadap
keinginan pelanggan daripada keinginan fungsional.
e. Pendekatan Sistem pada Manajemen
Pendekatan sistem memandang suatu organisasi secara keseluruhan daripada bagian-bagian,
yang diekspresikan sebagai holistik.
f. Perbaikan Berkesinambungan
Perbaikan berkesinambungan atas kinerja organisasi secara menyeluruh hendaknya dijadikan
sebagai sasaran tetap dari organisasi. Proses berkesinambungan adalah prinsip dasar dimana mutu
menjdi pusatnya.
g. Pendekatan Fakta pada Pengambilan Keputusan
Keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan informasi. Pengambilan keputusan
yang dilakukan berdasarkan pendapat atau informasi lisan sering kali menimbulkan bias.
h. Hubungan yang Saling Menguntungkan dengan Pemasok
Hubungan antara sekolah dan pemasoknya (masyarakat) yang saling bergantung dan saling
menguntungkan akan meningkatkan kemampuan keduanya untuk menciptakan nilai.

2. Peran Kepemimpinan dalam Peningkatan Mutu Pendidikan


Kepemimpinan adalah unsur terpenting dalam TQM. Pemimpin harus memiliki visi dan
mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik.
a. Gaya Kepemimpinan
Pemimpin harus menjalankan dan membicarakan mutu serta mampu memahami bahwa
perubahan terjadi sedikit demi sedikit, bukan dengan secara merata. Namun, yang terpenting
adalah kerja sama dalam organisasi. Sebab kerja sama tim/kerja tim dalam sebuah organisasi
merupakan komponen penting dari implementasi TQM, mengingat kerja sama tim akan
meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi, dan mengembangkan kemandirian.
b. Langkah-Langkah dalam Menyukseskan Kepemimpinan Kepala Sekolah
Faktor-faktor yang terkait dengan keberhasilan kepala sekolah dalam mengembangkan
prestasi belajar siswa:
a) Menciptakan misi yang terfokus pada upaya peningkatan prestasi belajar siswa melalui praktik
kurikulum dan pembelajaran yang memungkinkan terciptanya peningkatan prestasi belajar siswa.
b) Ekspektasi yang tinggi bagi semua siswa dalam mempelajari bahan pelajaran pada level yang
lebih tinggi.
c) Menghargai dan mendorong implementasi praktik dan pembelajaran yang baik, sehingga dapat
memotivasi dan meningkatkan prestasi belajar siswa.
d) Memahami bagaimana memimpin organisasi sekolah, dimana seluruh guru dan staf dapat
memahami dan peduli terhadap siswanya.
e) Memanfaatkan data untuk memprakarsai upaya peningkatan prestasi belajar siswa dan praktik
pendidikan di sekolah maupun di kelas secara terus-menerus.
c. Kriteria Kepala Sekolah yang Efektif
Kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:[16]
a) Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancer, dan produktif.
b) Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
c) Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat
d) Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai lain di sekolah.
e) Bekerja dengan tim manajemen.
f) Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditentukan.
Apabila digambarkan dalam sebuah skema, maka komitmen kualitas dalam Manajemen Mutu
Terpadu (Total Quality Management) dalam pendidikan dapat dilihat dalam bagan berikut:

G. Marketing Pendidikan: Upaya Memasarkan Mutu Sekolah


Penggunaan istilah marketing saat ini sudah sangat berkembang di segala sektor kegiatan
manusia. Sekarang istilah marketing terfokus pada sisi kepuasan konsumen. Penggunaan
konsep marketing memberikan dasar pemikiran yang logis dalam pencapaian tujuan.
Konsep marketing pendidikan memiliki tiga dasar. Pertama, dimulai dengan kebutuhan dan
keinginan konsumen sebagai dasar tujuan bisnis. Kedua, mengembangkan pendekatan organisasi
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Ketiga, mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan
memberikan kepuasan kepada konsumen.[1]
1. Promosi Jasa Pendidikan
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran.
a) Periklanan (Advertising)
Periklanan ialah bagian pemasaran yang dapat membuat produk atau jasa diketahui oleh
konsumen. Iklan harus dapat mempengaruhi konsumen dan menarik konsumen agar dapat
membeli produknya.
b) Publisitas
Publisitas merupakan bentuk komunikasi nonpersonal tentang suatu perusahaan produk atau
jasa. Kegiatan publisitas ini adalah suatu kegiatan promosi melalui media massa tanpa biaya.
c) Kemasan
Kemasan merupakan satu bentuk promosi karena kemasan membuat produk kelihatan lebih
menarik, sehingga dapat menciptakan kesan di benak konsumen yang akhirnya dapat membeli
produk tersebut.
d) Penjualan Personal (Personal Selling)
Personal selling merupakan presentasi penyampaian pesan-pesan promosi secara lisan
melalui tenaga penjual/salesman untuk mempengaruhi calon konsumen dengan tujuan membeli
produk perusahaan. Tujuan utamanya ialah berusaha menemukan pembelian serta memuaskan
konsumen.
2. People atau Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem pendidikan, sekolah sudah selayaknya
memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan kualitas SDM. Hal ini tidak terlepas dari
seberapa baik sekolah itu dikelola. Sedangkan SDM itu sendiri ialah personalia atau pegawai atau
karyawan yang bekerja di lingkungan organisasi nonprofit.[2]
3. Kerangka Berpikir Layanan Berkualitas
Kerangka berpikir meliputi Pelanggan dan Kepuasan.
4. Elemen-Elemen Layanan
Para pemasar dalam menciptakan layanan berkualitas perlu memperhatikan elemen-elemen
layanan, yaitu kerendahan, cepat tanggap, kepastian, dan hal-hal yang terlihat.
5. Faktor-Faktor Penunjang Layanan Berkualitas
Berdasarkan hasil penelitian terhadap organisasi jasa, termasuk sekolah, didapati
beberapa ciri organisasi jasa yang baik, yaitu memiliki konsep strategis yang berfokus kepada
konsumen, komitmen kualitas dari manajemen puncak, penetapan standar yang tinggi, sistem
untuk memonitor kinerja jasa, dan sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan, serta mampu
memuaskan karyawan sama dengan pelanggan.
6. Produk Pendidikan: Meninjau Mutu Sekolah Perspektif Marketing
Produk merupakan kumpulan sifat-sifat fisik, jasa, dan simbolik yang menghasilkan kepuasan
atau manfaat bagi seorang pengguna atau pembeli yang dapat ditawarkan ke pasar dan akan
memperbaharui persepsi pelanggan dalam melakukan pembelian.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien
untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.
 Menurut Hadari Nawari, TQM (Manajemen Mutu Terpadu) adalah manejemen fungsional dengan
pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya
sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan
umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development).
 Kesulitan penerapan TQM dalam bidang pendidikan adalah kesulitan dalam penentuan kualitas
produknya (lulusan) yang lebih bersifat kualitatif.
 Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada
sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data
kuantitatif dan kualitatif, serta pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara
berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi
kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
B. Saran
Adapun yang menjadi saran dalam penulisan ini antara lain:
 Bagi pembaca diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat yaitu lebih mendalami tentang
Manajemen Mutu Sekolah/Total Quality Management.
 Makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga diharapkan bagi penulis berikutnya dapat
melengkapi kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.
 Bagi pembaca diharapkan bisa memberikan saran dan kritik kepada penulis sehingga penulis dapat
mengetahui kesalahan serta kekurangannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Dzaujak. 1996. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Anonim. 2000. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan/Kultur Sekolah. Depdiknas: Hand Out
Pelatihan Calon Kepala Sekolah, Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama.
Cravens, David W. 1996. Strategic Marketing. Jakarta: Erlangga.
Minarti, Sri. 2011. Manajemen Sekolah, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi ; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution, M. N. 2000. Manajemen Mutu Terpadu; Total Quality Management. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan
Ilustrasi di Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2009. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi.
Umiarso dan Imam Gojali, 2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Jogjakarta:
IRCiSoD.
Usman, Husaini. ‘Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuju Sistem
Desentralistik”. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 8/No.1/Februari 2001.

[1] David W. Cravens, Strategic Marketing (Jakarta: Erlangga, 1996), hlm. 23.
[2] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di
Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 274.
[1] M. N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2000), hlm. 15.
[2] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 3-4.

[3] Dzaujak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar (Jakarta: Depdikbud, 1996),
hlm. 8.
[4] M. N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2000), hlm. 17-18.
[5] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 27.
[6] Sri Minarti, Manajemen Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 335-336.

[7] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di
Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 46.
[8] Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management (Yogyakarta: Andi, 2009), hlm. 4.
[9] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di
Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 127.
[10]Umiarso dan Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. (Jogjakarta: IRCiSoD, 2010),
hlm. 138.

[11] Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di
Bidang Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hlm. 138-141.
[12] Ibid., hlm. 141.
[13] Husaini Usman, ‘Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuju Sistem
Desentralistik”. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 8/No.1/Februari 2001.
[14] Anonim, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan/Kultur Sekolah (Depdiknas: Hand Out Pelatihan
Calon Kepala Sekolah, Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama, 2000), hlm. 6.
[15] Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 178-179.
[16] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi ; Konsep, Karakteristik, dan Implementasi (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 126.

Anda mungkin juga menyukai