Anda di halaman 1dari 11

Management Berbasis Sekolah

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Management Pendidikan

Dosen Pengampu : Nihwan M.Pd

Di Susun Oleh :
Anggun Fiona Fiolita ( 2101072002 )
Anisa Salsabila ( 2101072004 )
A. Pengertian Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah

Mallen, Ogawa dan Kranz (dalam Abu-Duhou, 2002) memandang Manajemen Berbasis
Sekolah sebagai suatu bentuk desentralisasi yang memandang sekolah sebagai suatu unit
dasar pengembangan dan bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan. Suatu
definisi yang menyeluruh dan koleks juga dikmukakan oleh Neal (1991, h.17) sebagai
berikut :

1. Manajemen Berbasis Sekolah adalah sekolah yang berdasarkan penelitian, komitmen,


system tertentu dan pengoperasian sekolah dari suatu wilayah menggunakan metode
sentralsasi dengan parameter dan peran staf yang akan terlibat untuk memaksimalkan
efektifitas penggunaan sumber daya.

2. Bagian anggaran yang diberikan dalam bentuk keseluruhan secara atur berdasarkan
alokasi persiswa yang berbeda misalnya untuk SD, SMP, SMA dan SLB masing-masing
perhhitungannya berbeda demi kepentingan siswa di sekolah tersebut.

3. Rencana anggaran dan pendapatan belanja sekolah (RABBS) dalam pemberian


kewenangan untuk mengambil keputusan pada setiap sekolah.

Manajemen berbasis sekolah ini diterapkan dengan tujuan agar sekolah diberi wewenang
untuk mengelola sekolahnya semaksimal mungkn sesuai dengan visi dan misi sekolah tersebut
agar mutu pendidikan dapat ditingkatkan dalam modal manajemen berbasis sekolah kewenangan
pengambilan keputusan tidak berada pada kepala sekolah seorang diri, seperti yang terjadi
selama ini, tetapi dilakukan secara kolektif sesame guru dibantu dengan komite sekolah untuk
mendukung pelaksaan manejemen berbasis sekolah sebagai satuan pendidikan untuk mengetahui
alasan dan bagaimana menerapkan konsep manajemen berbasi sekolah.

B.     Manajemen Berbasis Sekolah dan Peningkatan Mutu Pendidikan

Kualitas dalam arti luas dapat diartikan dengan dua konsep yaitu;  Absolut, dan relatif.
Dalam konsep absolut suatu (barang) dapat diartikan berkualitas apabila telah memenuhi standart
tinggi dan sempurna. pencapaian ini dapat diartikan bahwa (barang) tersebut tidak melebihi
standart yang ada.

Dalam konsep Absolut, kualitas diartikan sebagai kecantikan, kebaikan, kepercayaan yang ideal
tanpa adanya kompromi. Apabila dipraktikkan dalam dunia pendidikan, konsep Absolut bersifat
elastis. Hal ini dikarenakan minimnya lembaga pendidikan yang mampu menawarkan kualitas
tinggi kepada peserta didik, dan sedikit jumlah peserta didik yang akan mampu membayarnya.
Sedangkan dalam konsep relatif kualitas bukan merupakan atribut dari suatu jasa
melainkan kualitas dinilai apabila telah mencapai spesifikasi yang ditetapkan. Sehingga konsep
relatif mengartikan kualitas sebagai alat ukur produk akhir dari standar yang ditentukan. Nilai
suatu barang atau jasa dalam konsep relatif ini tidak harus mahal, eklusif danspesial. Hal ini
dikarenakan konsep relatif meyakini bahwa barang yang berkualitas bias biasa-biasa saja,
bersifat umum, dan dikenal banyak orang sehingga konotasi cantik akan terlihat dengan
sendirinya.

Konsep relatif menitik beratkan produk atau jasa yang berkualitas pada kesesuaian
produk dengan tujuan. Konsep relatif juga melihat kualitas dengan dua aspek yaitu ;

1. Sudut pandang produsen sudut pandang ini kualitas dilihat dari spesifikasi yang
ditetapkan.

2. Sudut pandang konsumen atau pengguna dapat diartikan bahwa kualitas ditujukan untuk
memenuhi tuntutan pelanggan.

Selain itu, kualitas juga diukur oleh beberapa elemen yaitu ;

a. Usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

b. Mencangkup adanya jasa, produk, manusia, proses, serta tersedianya lingkungan.

c.  Kondisi yang selalu berubah.

Berdasarkan elemen-elemen tersebut kualitas dapat didefinisikan sebagai kondisi dinamis


yang berhubungan dengan produk, jasan, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu dalam hal ini mengacu pada
“proses pendidikan” dan “hasil pendidikan”.

Dalam “proses pendidikan” yang bemutu terlibat berbagai input, seperti bahan ajar
(kognitif, afektif, atau psikomotorik), metedologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana
sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan
suasana yang kondusif. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang
dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2
tahun atau 5 tahun. Bahkan 10 tahun). Beberapa ahli telah mendefinisikan mutu, seperti berikut
ini :1

1. Menurut Umaedi (1999) secarra umum mutu mengandung makna derajat (tingkat)
keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik
yang tangible maupun intangible.

2. Menurut Crosby (1983) berpendapat bahwa mutu adalah kesesuaian individual terhadap
persyaratan/tuntutan. Dengan mengatakan bahwa “quality is confermance to costumer
requirement”.
Dari definisi tesebut dapat diambil kesimpulan bahwa mutu adalah keadaan yang sesuai dan
melebihi harapan pelanggan hingga memperoleh kepuasan. Mutu pendidikan bersifat relatif
karena tidak semua orang memiliki ukuran yang sama persis. Namun demikian apabila mengacu
pada pengertian mutu secara umum dapat dinyatakan bahwa pendidikan yang bermutu adalah
pendidikan yang seluruh komponennya memiliki persyaratan dan ketentuan yang diinginkan
pelanggan dan menimbulkan kepuasan. Mutu pendidikan adalah baik, jika pendidik tersebut
dapat menyajikan jasa yang sesuai dengan kebutuhan para pelanggannya.

1.      Standar Mutu Pendidikan

Pendidikan merupakan jasa yang perlu memiliki standarisasi penilaian terhadap mutu.
Standar mutu ialah paduan sifat-sifat barang atau jasa termasuk sistem manajemennya yang
relatif establish dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Standar mutu pendidikan dapat dirujuk dari standar nasional pendidikan yang telah
menetapkan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di Indonesia meliputi :

a.       Standar kompetensi lulusan yaitu standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang wajib dimiliki
peserta didik untuk dapat dinyatakan dengan lulus.

b.      Standar isi adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan cakupan dan
kedalaman materi pelajaran untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang dituangkan
kedalam kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran.

c.       Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan prosedur dan
pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai standar kompetensi kelulusan.

d.      Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan kualifikasi minimal yang harus dipenuhi oleh setiap pendidik dan tenaga
kependidikan.

e.       Standar sarana dan prasarana adalah standar nasioal pendidikan yang berkaitan dengan
persyaratan minimal tentang fasilitas fisik yang diperlukan untuk mencapai standa kompetensi
lulusan.

f.       Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan


perancanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan dan pengawasan kegiatan agar tercapai efesiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

g.      Standar pembiayaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan biaya untuk
penyelenggaraan satuan pendidikan.

h.      Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan alat penilaian pendidikan.
2.      Peningkatan Mutu Pendidikan

Sampai satu dasawarsa ini terakhir pengunjung abad ke-20, dunia pendidikan kita belum
sepenuhnya dapat memenuhi harapan masyarakat. Fenomena ini ditandai dari rendahnya mutu
lulusan penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam,
bahkan sampai berorientasi proyek.

Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Kualitas pendidikan


kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan pembangunan, baik industri, perbankan,
telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi
sekolah. Bahkan SDM yang disiapkan melalui pendidikan sebagai generasi penerus belum
sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral, dan jati diri bangsa dalam majemuk
budaya bangsa.

Otonomi pendidikan merupakan suatu bentuk reformasi yang perlu dijalankan dengan
baik. Dengan reformasi, perbaikan kualitas pendidikan menuntut tingginya kinerja lembaga
pendidikan dengan mengacu pada perbaikan mutu yang berkelanutan, kreativitas, dan
produktivitasnya pegawai (guru). Kualitas bukan saja pada unsur masukan (input), tetapi juga
unsu proses, terutama pada unsu keluaran (output) atau lulusan, agar dapat memuaskan harapan,
masyarakat pelanggan pendidikan. Dengan konsep sistem, maka input, proses, dan output
memiliki hubungan yang saling mempengaruhi untuk mencapai kepuasan pelanggan atau sesuai
harapan masyarakat.

Para kepala sekolah sebagai manajer sudah saatnya mengoptimalkan mutu kegiatan
pembelajaran untuk memenuhi harapan pelanggan pendidikan. Sekolah berfungsi untuk
membina SDM yang kreatif dan inovatif. Sehingga lulusannya memenuhi kebutuhan masyarakat,
baik pasar tenaga kerja sektor formal maupun sektor informal.

Abad ke-21 merupakan momentum yang penuh tantangan bagi negara sedang
berkembang seperti indonesia. Kita perlu mencari model baru manajemen pendidikan untuk
meningkatkan mutu lulusan sekolah. Tak ada salahnya jika kita mempelajari usaha-usaha bidang
pendidikan dalam beberapa dekade terakhir abad XX di negara maju, seperti Amerika, Jepang
dan Inggris. Negara-negara tersebut ketika itu merasa perlu menerapkan TQM (Total Quality
Management) atau manajemen mutu  terpadu dalam bidang pendidikan.

TQM menawarkan filosofi, metode, dan strategi baru perbaikan mutu pendidikan. Untuk
memperbaiki mutu pendidikian diperlukan kertelibatan semua pihak. Karrena perbaikan
pendidikan bukan tanggung jaab menteri pendidikan saja, atau dijen, rektor, dekan dan  kepala
sekolah saja. Semua yang peduli terhadap nasib bangsa di masa depan harus merasa terrpanggil
untuk membenahi benang kusut yang ada dalam sistem pendidikan nasional. Para birokrat,
tenokrat dan politikus harus memiliki visi yang sama dan kepedulian menetapkan kebijakan
untuk perbaikan pendidikan nasional. Permbangunan perlu diarahkan untuk pecepatan mutu
pendidikan. Selanjutnya, SDM unggul yang dihasilkan pendidikan akan mempercepat
kemandirian bangsa dalam melaksanakan pembangunan.

TQM bertujuan memberikan kepuasan terhadap kebutuhan pelanggan seefisien mungkin.


Bahkan TQM dalam pendidikan dapat menguntungkan semua pihak dengan syarat manajer yang
memperbaiki kinerja pegawai dan organisasi secara terus menerus sejalan perkembangan internal
dan eksternal organisasi. Kebutuhan akan perubahan akan didorong kekuatan internal mengaka
pada persoalan SDM dan perilaku atau keputusan manajerial. Sedangkan kekuatan eksternal
adalah adanya karakteristik demografi, kemajuan teknologi, peubahan pasar, dan tekanan sosial
politik baik skala regional, nasional maupun internasional.

TQM dapat diterapkan di setiap sekolah dalam rangka perbaikan mutu. Bahkan sekolaj
diharapkan mampu menciptakan keuntungan kompetitif (competitive advantage) dengan mutu
yang tinggi. TQM yang merupakan strategi bisnis fundamental pada tahun 1990-an membei
peluang bagi sekolah untuk mencapai keunggulan. Kemajuan di bidang pabrikasi, pelayanan,
pemerintahan dan organisasi nonprofit lainnya di mungkinkan dengan tercapai dengan TQM.

C.    Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah

Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip,
yaitu prinsip ekuifinalitas, prinsip desentralisasi, prinsip sistempengelolaan mandiri, dan prinsip
inisiatif sumber daya manusia.

1.      Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)

Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat
beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas
sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing.
Karena kompleksnya pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah
yang satu dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi
komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota,
provinsi, apalagi negara.

Pendidikan sebagai entitas yang terbuka terhadap berbagai pengaruh eksternal. Oleh
karena itu, tak menutup kemungkinan bila sekolah akan mendapatkan berabgai masalah
sepertihalnya institusi umum lainya. Pada zaman yang lingkungannmya semakin kompleks ini
maka sekolah akan semakin emndapatkan tantangan permasalahan.
Sekolah harus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan
cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda
memiliki masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu
dengan yang lain.

2.      Prinsip Desentralisasi (Principle of Decentralization)

Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern.
Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinaltias. Prinsip desentralisasi dilandasi
oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktivitas pengajaran tak dapat dieleakkan dari
kesultian dan permasalhaan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga
memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.

Prinsip ekuifinalitas yang dikemukakan sebelum mendorong adanya desentralisasi kekuasaan


dengan mempersilahkan sekola memiliki ruang yang lebih luas untuk bergerak, berkembang, dan
bekerja menurut strategi-strategi unik mereka untuk menjalani dan mengelola sekolahnya secara
efektif.Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan
memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan
kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan
menghindari masalah. Oleh karena itu, MBS harus mampu menemukan masala, memecahkannya
tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas pengajaran
dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka
sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisien.

3.      Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri

MBS tidak mengingkari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan-tujuan berdasarkan suatu
kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi terdapat berbagai cara yang berbeda-beda untuk
mencapainya. MBS menaydari pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi system
pengelolaan secara mandiri di bawah kebijakannya sendiri. Sekolah memiliki otonomi tertentu
untuk mengembangkan tujuan pengajaran strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia
dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi
mereka masing-masing. Karena sekolah dikelola secara mandiri maka mereka lebih memiliki
inisiatif dan tanggung jawab.

Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip
desentralisasi. Ketika sekolah menghadai permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya
sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan weewnang dari
birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah
maka sekolah dapat melakukan system pengelolaan mandiri.

4.      Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative)


Perspektif sumber daya manusia menekankan bahwa orang adalah sumber daya berharga
di dalam organisasi sehingga poin utama manajeman adalah mengembangkan sumber daya
manusia di adalam sekolah untuk berinisitatif. Berdasarkan perspektif ini maka MBS bertujuan
untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah agar dapat bekerja dengan baik
dan mengembangkan potensinya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan dapat diukur
dari perkembangan aspek sumber daya manusianya.

Prinsip ini emngakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan
dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan
kemudina dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi
menggunakan istlah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang
statis. Lemabga pendidikan harus menggunakan pendekatan human resources development yang
memiliki konotasi dinamis dan asset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus
dikembangkan.

D. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah harus diketahui, diamalkan oleh warga Indonesia terutama
pada seorang pendidik yang mengajar pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan juga
pendidikan menengah. Oleh sebab itu, beberapa karakteristik manajemen berbasis sekolah sangat
wajib dipahami pada sekolah yang ingin menerapkannya dan juga diharapkan sekolah tersebut
dapat memperhatikan serta memiliki karakteristik MBS dan mampu menerapkannya dengan
sukses. Nurkholis (dalam Manajemen Berbasis Pendidikan : 2003) mengemukakan bahwa
karakteristik yang terdapat pada MBS ini ada 8, yaitu :

1. Sekolah dengan MBS memiliki misi atau cita-cita menjalankan sekolah untuk mewakili
sekelompok harapan bersama. Misi ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap fungsi dan
efektivitas sekolah,karena dengan misi ini warga sekolah dapat mengembangkan budaya
organisasi sekolah yang tepat, membangun komitmen yang tinggi terhadap sekolah, dan
mempunyai inisiatif untuk memberikan tingkat layanan pendidikan yang lebih baik.

2.      Aktivitas pendidikan dijalankan berdasarkan karakteristik kebutuhan dan situasi sekolah.


Hakikat aktivitas sangat penting bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, karena
secara tidak langsung memperkenalkan perubahan manajemen sekolah dari manajemen control
eksternal menjadi model berbasis sekolah.

3.      Terjadinya proses perubahan strategi manajemen yang menyangkut hakikat manusia,


organisasi sekolah, gaya pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, penggunaan kekuasaan,
dan keterampilan-keterampilan manajemen. Oleh karena itu, dalam konteks pelaksanaan MBS,
perubahan strategi manajemen lebih memandang pada aspek pengembangan yang tepat dan
relevan dengan kebutuhan sekolah.
4.      Keluasaan dan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif untuk mencapai
tujuan pendidikan, guna memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi, baik tenaga
kependidikan, keuangan dan sebagainya.

5.      MBS menuntut peran aktif sekolah, administrator sekolah, guru, orang tua dan pihak-pihak
yang terkait dengan pendidikan di sekolah. Dengan MBS sekolah dapat mengembangkan siswa
dan guru sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing. Dalam konteks ini, sekolah
berperan mengembangkan inisiatif, memcahkan masalah, dan mengeksplorasi semua
kemungkinan untuk memfasilitasi efektivitas pembelajaran. Demikian halnya dengan unsur-
unsur lain seperti guru, orang tua, komite sekolah, administrator sekolah, dinas pendidikan, dan
sekolah, dinas pendidikan, dan sebagainya sesuai dengan perannya masing-masing.

6.      MBS menekankan hubungan antar manusia yang cenderung terbuka, bkerja sama,
semangat tim, dan komitmen yang saling menguntungkan. Oleh karena it, iklim organisasi
cenderung mengarah ke tipe komitmen sehingga efektivitas sekolah dapat tercapai.

7.      Peran administrator sangat penting dalam kerangka MBS, termasuk di dalamnya kualitas
yang dimiliki administrator.

8.      Dalam MBS efektivitas sekolah dimulai menurut indicator multitingkat dan multisegi.
Penilaian tentang efektivitas sekolah harus mencakup proses pembelajaran dan metode untuk
membantu kemajuan sekolah. Oleh karena itu, penilaian efektivitas sekolah harus
memperhatikan multitingkat, yaitu pada tingkat sekolah, kelompok, individu, serta indicator
multisegi yaitu input, proses dan output sekolah serta perkembangan akademik siswa.

E.     Fungsi-fungsi Manajemen Berbasis Sekolah

Makna manajemen sekolah seringkali disandingkan dengan makna dari administrasi


sekolah. Berdasarkan fungsinya pengertian dari manajemen dan administrasi  ini sendiri
mempunyai fungsinya yang sama. Sebab itu, perbedaan dari makna  tersebut tidak konsisten
serta signifikan.

Gaffar (1989) dalam Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan


mengandung arti sebagai suatu proses kerjasama yang sistematik, sistemik, dan kompeherensif
dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.. Manajemen sendiri ialah komponen
integral yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah proses pendidikan secara keseluruhan. Karena,
tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan ini dapat diciptakan secara efektif, optimal
serta efisien. Konsep seperti itu sangatlah berlaku pada sekolah yang membutuhkan manajemen
yang efektif dan juga efisien.

Manajemen berbasis sekolah harus disesuaikan dengan kebutuhan serta minat dari peserta
didik, guru. Perlu adanya pemahaman tentang fungsi-fungsi pokok dari manajemen itu sendiri,
yaitu perencanaan, pengawasan, pembinaan dan pelaksanaan. Keempat fungsi ini memiliki
proses yang sangat berkesinambungan.

1.      Perencanaan ialah suatu proses yang sistematis dalam mengambil keputusan tentang
tindakan yang dilakukan di waktu mendatang. Perencanaan juga memiliki istilah yaitu kegiatan
untuk menggunakan sumber-sumber terbatas secara efektif untuk mencapai suatu tujuan yang
sudah ditetapkan.

2.      Pelaksanaan ialah sebuah kegiatan untuk mewujudkan rencana menjadi sebuah tindakan
nyata untuk mencapai sebuah tujuan yang efektif dan efisien.

3.      Pengawasan juga bisa diartikan sebagai suatu upaya untuk merekam, mengawasi secara
sistematis serta berkesinambungan. Pada pengawasan ini juga merupakan salah satu kunci dari
keberhasilan proses manajemen.

4.      Pembinaan ialah suatu upaya pengendalian profesional dari unsur yang terdapat pada
organisasi tujuannya untuk mencapai dapat terlaksananya sebuah rencana secara efisien.

KESIMPULAN

Menegement Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu system dalam mengatur tatanan
sekolah guna memaksimalkan dan mengefisiensi sekolah sehingga dapat meningkatkan mutu
pendidikan.program ini juga harus ada kerja sama antara komite sekolah, kepala sekolah, guru
serta siswa apabila elemen tersebut terpenuhi dan antusias mesukseskan maka pendidikan yang
dicita cita kan terwujud.

Daftar Pustaka:

Mulyasa. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya

Nurkolis, 2006, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta : Grasindo

Umaidi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : Universitas Terbuka

Dolong, Jufri. 2018. Karakteristik Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jurnal Pendidikan.
            7(1). (online). http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:ZAXZP7u_q8gJ:journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/Inspiratif
Pendidikan/article/download/4928/4393+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id . Diakses 27 Maret
2022

Anda mungkin juga menyukai