BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Era globalisasi memberikan dampak positif sekaligus negatif bagi dunia pendidikan.
Salah satu dampak negatif dari arus globalisasi adalah terkikisnya nilai-nilai moral bangsa karena
pengaruh budaya asing yang kadang kurang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Bangsa
yang menginginkan warga negara yang cerdas, beriman, dan bertaqwa, perlu memperhatikan
pendidikan anak.
Kenyataan yang terjadi saat ini, perhatian pada pendidikan ini belum seperti yang
diharapkan terutama dari segi penyiapan calon-calon guru. Bagi anak usia Sekolah Dasar, guru
merupakan sosok teladan. Anak belajar melalui peniruan, melalui kegiatan meniru atau
menyamakan dirinya dengan orang tua dan orang dewasa yang ada disekitarnya. Termasuk
didalamnya adalah meniru apa yang dilakukan oleh guru. Namun demikian, pengaruh
perkembangan jaman menjadikan sikap dan kepribadian guru kadang kurang dapat dijadikan
contoh dan teladan bagi peserta didik.
Kompetensi kepribadian kurang dikembangkan melalui pendidikan di dalam kelas.
Abdurrahman (2007) dalam tulisannya mengatakan : kompetensi kepribadian guru di Indonesia
nyaris berkembang secara autodidak dalam bingkai “nilai-nilai religius” dan “nilai-nilai
ketimuran” bangsa kita yang terkadang tidak bertahan diterpa arus modernisasi dan globalisasi.
Padahal selain menguasai ilmu, teknologi, dan keterampilan pendukung yang lain, seorang guru
wajib memiliki sikap dan kepribadian yang dapat dijadikan teladan bagi anak didik dan dan
anggota masyarakat yang lain.
Kompetensi kepribadian merupakan sumber kekuatan, sumber inspirasi, sumber
motivasi, dan sumber inovasi bagi guru untuk memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu untuk saat ini pembentukan kompetensi
kepribadian guru mutlak untuk dikembangkan. Sikap dan kepribadian guru dapat dibentuk
melalui tindakan atau perlakuan tertentu baik dibangku kuliah maupun di lingkungan
masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut, maka penulis mengajukan berbagai rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kepribadian guru?
2. Kepribadian apa saja yang dimiliki oleh guru profesional?
3. Apa pentingya kepribadian guru bagi seorang guru
4. Apa sajakah fungsi kepribadian guru?
5. Apa sajakah factor yang mempengaruhi kepribadian guru?
6. Apa yang dimaksud dengan sikap profesionalitas guru?
7. Apa saja sikap profesionalitas yang harus dimiliki guru?
8. Bagaimana cara mengembangangkan sikap profesionalitas guru?
9. Apa saja bentuk penyelewengan sikap profeionalitas guru?
10. Apa faktor yang menyebabkan penyelewengan sikap profesionalitas guru?
C. TUJUAN
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini maka diharapkan dapat:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kepribadian guru
2. Mengetahui kepribadian apa saja yang dimiliki oleh guru profesional.
3. Memahami pentingnya kepribadian guru bagi seorang guru.
4. Memahami fungsi kepribadian guru.
5. Memahami factor yang mempengaruhi kepribadian guru.
6. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sikap profesionalitas guru.
7. Mengetahui sikap profesionalitas yang harus dimiliki guru.
8. Mengetahui cara mengembangangkan sikap profesionalitas guru.
9. Mengetahui bentuk penyelewengan sikap profesionalitas guru.
10. Mengetahui faktor yang menyebabkan penyelewengan sikap profesionalitas guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian Guru
Muhibbin Syah (2005 : 225), Mcleod (1989) mengartikan bahwa kepribadian (personality)
sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata yang sangat dekat artinya dengan
kepribadian adalah karakter dan identitas. Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah (2005 : 39-40),
Zakiah Daradjat (1980) mengatakan bahwa kepribadian diketahui adalah penampilan atau
bekasnya dalam segala segi dan asfek kehidupan.Kepribadian menurut Theodore M. Newcomb
diartikan sebagai organisasi sikap-sikap (predispositions) yang memiliki seseorang sebagai
latar belakang terhadap perilaku.
Kepribadian menunjuk pada organisasi sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui,
berpikir dan merasakan secara khususnya apabila dia berhubungan dengan orang lain atau
menanggapi suatu keadaan. Karena kepribadian merupakan abstrak si individu dan kelakuannya
sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan, maka ketika aspek tersebut
mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Kepribadian
merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari
perilaku. Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain. sifat yang khas
dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain.
Dalam arti sederhana, kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan
perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Menurut tinjauan psikologi, kepribadian
pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan,
dan sebagainya) dengan asper perilaku behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini berkaitan
secara fungsional dalam diri seorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara
khas dan tetap (reber 1988). Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri
pribadi yang mereka miliki. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya
dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap
persoalan.
Sedangkan Kompetendi Kepribadian menurut H.M Surya adalah perangkat perilaku yang
berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri
untuk melaksanakan transformasi diri, identitas diri,dan pemahaman diri. Menurut Djam’an
Satori, Kompetensi Kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku guru itu
sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari.
Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi
model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur.
Jadi kepribadian guru adalah perilaku seorang guru yang berkaitan dengan kemampuan individu
dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melaksanakan tranformasi diri,
identias diri, dan pemahaman diri dan memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam
perilaku sehari-hari.
B. Kepribadian Seorang Guru
Sebagai seorang guru sangat penting memiliki sikap yang dapat mempribadi sehingga dapat
dibedakan ia dengan guru yang lain. Memang, kepribadian menurut Zakiah Darajat disebut
sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat
penampilan, tindakan, dan atau ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui
atasannya saja.
Ruang lingkup kompetensi guru tidak lepas dari falsafat hidup, nilai-nilai yang berkembang, di
tempat seorang guru berada,tetapi beberapa hal yang bersifat universal yang mesti dimiliki oleh
guru dalam menjalankan fungsinya sebagai makhluk individu atau pribadi yang menunjang
terhadap keberhasilan tugas pendidikan yang diembannya.
Kemampuan pribadi guru menurut Sanusi (dalam Djam’an:2007) mencakup hal-hal berikut:
1. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnyasebagai guru, terhadap
keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
2. Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanyadianut oleh guru.
Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa
setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang,
selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah
laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang. Begitu naik kepribadian
seseorang maka akan naik pula wibawa orang tersebut.
Kepribadian yang perlu dimiliki guru antara lain sebagai berikut:
1. Guru sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berkewajiban untuk meningkatkan
iman dan ketakwaanya kepada Tuhan, sejalan dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya. Dalam hal ini guru mesti beragama dan taat dalam menjalankan ibadahnya.
Contoh: seorang guru laki-laki yang beragama islam pada hari jumat melaksanakan
ibadah salat jumat di tempat ia tinggal atau di sekolah yang ada masjidnya bersama warga
sekolah yang lainnya dan sebaliknya agar dihindari perilaku untuk menyuruh orang lain
beribadah sementara dia malah bermain catur dengan orang yang tidak pernah beribadah.
2. Guru memiliki kelebihan dibandingkan yang lain. Oleh karena itu perlu dikembangkan
rasa percaya pada diri sendiri dan tanggung jawab bahwa ia memiliki potensi yangg besar
dalam bidang keguruan dan mampu untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapinnya. Contoh: seorang guru yang telah mengikuti penataran tentang metode
CBSA berani untuk menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas dan
mengevaluasinya serta menyosialisasikan hasilnya kepada rekan guru-guru yang lain dan
mengajak untuk mengembangkan metode yang telah dicobanya. Sebaliknya agar
dihindari perilaku yang ragu-ragu untuk mencoba apa yang telah dimiliki dan takut
merasa gagal dengan apa yang akan dicobanya.
3. Guru senantiasa berhadapan dengan komunitas yang berbeda dan beragam keunikan dari
peserta didik dan masyarakatnya maka guru perlu untuk mengembangkan sikap tenggang
rasa dan toleransi dalam menyikapi perbedaan yang ditemuinya dalam berinteraksi
dengan peserta didik maupun masyarakat. Contoh: dalam situasi belajar mengajar di
kelas guru mengembangkan metode diskusi dalam mata pelajaran tertentu dan
memberikan kesempatan kepada murid untuk menyampaikan pendapatnya bahkan mau
menerima pendapat yang berbeda dari murid dengan alasan yang rasional dan sebaliknya
agar dihindari perilaku yang ingin menang sendiri dan menganggap dirinya paling benar
serta tidak mau menerima masukan dari siapa pun termasuk murid.
4. Guru diharapkan dapat menjadi fasilitator dalam menumbuhkembangkan budaya berpikir
kritis di masyarakat, saling menerima dalam perbedaan pendapat dan menyikapinya
untuk mencapai tujuan bersama maka dituntut seorang guru untuk bersikap demokratis
dalam menyampaikan dan menerima gagasan-gagasan mengenai permasalahan yang ada
disekitarnya sehingga guru menjadi terbuka dan tidak menutup diri dari hal-hal yang
berbeda di luar dirinya. Contoh : seorang guru berperan sebagai moderator dalam acara
diskusi mengenai pola pendidikan di masyarakat yang melibatkan unsur pemerintah dan
masyarakata dan berani mengambil suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh semua
pihak yang ikut dalam kegiatan tersebut dan menghindari perilaku yang menonjokan
kemampuannya saja tanpa mau menerima masukan dari yang lain dan tidak siap untuk
mendapatkan kritikan, bahkan tertutup dari siapapun.
5. Menjadi guru yang baik tidak semudah membalikkan telapak tangan, hal ini menuntut
kesabaran dalam mencapainya. Guru diharapkan dapat sabar dalam arti tekun dan ulet
melaksanakan proses pendidikan karena hasil pendidikan tidak langsung dapat dirasakan
saat itu tetapi membutuhkan proses yang panjang. Sebagai ilustrasi seorang guru
memberikan materi pelajaran IPA kepada murid di kelas mengenai pokok bahasan listrik.
Maka, untuk memperoleh hasil yang diharapkan sesuai dengan kurikulum dia mencoba
untuk menyampaikan informasi dasar melalui kegiatan tatap muka di kelas,
membimbing murid untuk melakukan percobaan di laboratorium dan memberikan tugas
pengamatan mengenai peristiwa yang berkaitan dengan energi listrik di temapt mereka
tinggal dan selanjutnya melakukan tes sebagai bahan evalusi. Dalam kegiatan yang
dilakukan guru tersebut ternyata tidak semua murid yang mengalami kesulitan. Untuk itu
guru perlu melakukan remedial terhadap beberapa orang sampai tujuan yang telah
ditetapkan tercapai.
6. Guru mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan pembaharuan, baik dalam bidang
profesinya maupun dalam spesialisasinya. Contoh: dalam menyikapi kemajuan ilmu
teknologi informasi, seorang guru yang merasa kurang dalam memperoleh tambahan
pengetahuan mau menyisihkan hasil pendapatan mengajarnyaa untuk mengikuti kursus
komputer dan bahasa asing serta bergabung dengan lembaga-lembaga yang
mengembangkan pengkajian tentang ilmu dan teknologi do tempat dia tinggal dan
menghindari perilaku yang merasa malu-malu untuk bertanya dan menambah ilmu
pengetahuan bahkan merasa telah cukup dengan apa yang telah dimilikinya.
7. Guru mampu mengahayati tujuan-tujuan pendidikan baik secara nasional, kelembagaan,
kurikuler sapai tujuan mata pelajaran yang dimilikinya. Sebagai contoh guru matematika
di SMU harus mengetahui tujuan pendidikan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) no. 20 tahun 2003. Selain itu juga mesti memahami tujuan sekolah di
tempat guru mengajar,tujuan bidang studi matematikan yang diajarkannya sampai TIK
dari pokok bahasan tertentu yang sedang diajarkannya di kelas.
8. Hubungan manusiawi yaitu kemampuan guru untuk dapat berhubungan dengan orang
lain atas dasar saling menghormati antara satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh
seorang guru menjalin kemitraan dengan rekan guru lain tanpa memandang perbedaan
suku, agama, asal perguruan tinggi, bidang studi yang dibinanya bahkan mencoba untuk
membentuk suatu sinergi yang dapat memacu kemajuan pendidikan di sekolah dan
menghindari perilaku yang hanya mau bermitra dengan rekan yang satu daerah atau satu
almamater.
9. Pemahaman diri, yaitu kemampuan untuk memahami berbagai aspek dirinya baik positif
maupun negatif. Kepribadian yang efektif akan terwujud apabila seorang telah mampu
memahami identitas dirinya, siapakah dirinya, mengapa ia memilih guru sebagai
jabatannya dan kelebihan serta kekurangan apa saja yang terdapat pada dirinya. Sebagai
contoh seorang guru merasa kurang mampu untuk dapat bekerja dan belajar sendiri
dengan baik tetapi ia menyadari bahwa kalau berdiskusi dengan orang lain dirinya akan
terpacu untuk belajar. Maka, dia berusaha untuk membentuk kelompok belajar dengan
sesama rekan guru atau ikut bergabung dengan kelompok kerja guru bidang studi yang
sesuai dengan bidang studi yang dibinanya.
10. Guru mampu melakukan perubahan-perubahan dalam mengembangkan profesinya
sebagai inovator dan kreator. Sebagai contoh seorang guru dalam menyampaikan materi
pelajaran di kelas tidak terpaku pada satu metode saja tetapi berani melakukannya dengan
menggunakan berbagai metode pembelajaran dan berinisiatif untuk membuat model
pembelajaran serta mencobakannya di kelas.
Dalam hal pengembangan kompetensi pribadi, menurut BP3K (1975) guru harus memiliki:
1. Pengetahuan tentang tatakrama sosial dan agamawi,
2. Pengetahuan tentang kebudayaan dan tradisi,
3. Hakikat demokrasi dan makna demokrasi Pancasila,
4. Apresiasi dan ekspresi estetika,
5. Kesadaran kewarganegaraan dan kesadaran sosial yang dalam,
6. Sikap yang tepat tentang ilmu pengetahuan kerja, dan
7. Menjunjung tinggi martabat manusia.
Menurut H.M Surya (2005) Kompetensi pribadi mencakup kemampuan-kemampuan dalam:
1. Memahami diri, yaitu bagaimana mengenal berbagai aspek diri sendiri, seperti kekuatan
dan kelemahan diri, minat, bakat, motif, kebutuhan, perasaan nilai, dan tujuan diri,
2. Pengelolaan diri, yaitu bagaimana memanfaatkan aspek diri secara tepat dalam
ememcahkan masalah,
3. Pengendalian diri, yaitu bagaimana mengatur dan membuat keputusan secara tepat,
4. Penghargaan diri, yaitu bagaimana memperoleh dan mempertahankan harga diri
Dari beberapa rincian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian guru mencakup
perilaku manusia secara individu yang diabatasi oleh norma-norma yang berlaku bersumber
kepada filsafah hidupnya, serta nilai-nilai yang berkembang di tempat guru berada.
C. Pentingnya Kepribadian Guru
Kepribadiaan adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam
makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari
kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Apabila seseorang melakukan perbuatan yang
baik maka sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau
berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seseorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak
baik menurut pandangan mayarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai
kepribadiaan yang baik atau mempunyai akhlak yang tidak mulia. Oleh karena itu, masalah
kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang
guru dalam pandangan anak didik atau masyarakat. Dengan kata lain baik tidaknya citra
seseorang ditentukan oleh kepribadian. Mengenai pentingnya kepribadian guru Muhibbin Syah
(2005 : 225-226) telah mengutip bahwa seorang psikilog terkemuka, Profesor Doktor Zakiah
Daradjat (1982) menegaskan: kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi
pendidik dan Pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau
penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat
sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Kepribadian guru dapat dilihat dari tindakannya, ucapannya, caranya bergaul, berpakaian dan
dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat. Menurut
Zakiah Daradjat (2005 : 10) Mungkin dalam hal ini, lebih baik kita memandang kepribadian
tersebut dari segi terpadu (integrated) atau tidaknya. Seseorang yang memiliki kepribadian
terpadu, dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat, karena segala unsur dalam
pribadinya bekerja seimbang dan serasi. Pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap
masalah dapat dipahaminya secara obyektif, sebagaimana adanya. Maka sebagai guru ia dapat
memahami kelakuan anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya.
Pertanyaan anak didik dapat dipahami secara obyektif, artinya tidak ada dikaitkannya dengan
persangkaan atau emosi yang tidak menyenangkan. Tidak jarang guru yang merasa rendah diri,
menanggapi pertanyaan anak didik sebagai kritikan atau ancaman terhadap harga dirinya, maka
jawabannya bercampur emosi, misalnya dengan marah atau ancaman. Perasaan dan emosi guru
yang mempunyai kepribadian terpadu tampak stabil, optimis dan menyenangkan.Dia dapat
memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh guru,
betapapun sikap dan tingkah lakunya.
Guru yang goncang atau tidak stabil emosinya, misalnya mudah cemas, penakut, pemarah,
penyedih dan pemurung. Menyebabkan anak didik akan terombang-ambing dibawa oleh arus
emosi guru yang goncang tersebut karena anak didik yang masih dalam pertumbuhan jiwa itu
juga dalam keadaan tidak stabil, karena masih dalam pertumbuhan dan perubahan. Biasanya guru
yang tidak stabil emosinya tersebut tidak menyenangkan bagi anak didik, karena mereka
seringkali merasa tidak dimengerti oleh guru. Kegoncangan perasaan anak didik itu akan
menyebabkan kurangnya kemampuannya untuk menerima dan memahami pelajaran, sebab
konsentrasi pikirannya diganggu oleh perasaannya yang goncang karena melihat atau menghadap
guru yang goncang tadi.
Guru yang pemarah atau keras, akan menyebabkan anak didik takut. Ketakutan itu dapat
bertumbuh atau berkembang menjadi benci. Karena takut itu menimbulkan derita atau
ketegangan dalam hati anak, jika ia sering menderita oleh seorang guru, maka guru tersebut akan
dijauhinya agar dapat menghindari derita yang mungkin terjadi. Akan tetapi sebagai anak didik
yang harus patuh dan tunduk kepada peraturan sekolah, ia terpaksa tetap berada dalam kelas,
ketika guru tersebut ada, maka lambat laun guru itu akan menjadi guru yang dibenci oleh anak
didiknya. Apabila anak didik benci kepada guru, maka ia tidak akan berhasil mendapatkan
bimbingan dan pendidikan dari guru tetsebut, selanjutnya ia akan menjadi bodoh walaupun
kecerdasannya tinggi. Demikian pula dengan berbagai emosi lainnya yang tidak stabil, akan
membawa kepada kegoncangan emosi pula pada anak didik, bahkan mungkin akan membawa
kepada kegoncangan kejiwaan.
Tingkah laku atau moral guru pada umumnya, merupakan penampilan lain dari kepribadiannya.
Bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam
pertumbuhannya, guru adalah orang yang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi
pembinaan kepribadian anak didik. Kalaulah tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, pada
umumnya akhlak anak didik akan rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang
yanag dikaguminya. Atau dapat juga menyebabkan anak didik gelisah, cemas atau terganggu
jiwa karena ia menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan contoh yang selama ini
didapatnya dirumah dari orang tuanya.
Sikap guru dalam menghadapi segala persoalan, baik menghadapi anak didik, teman-temannya
sesama guru, kepala sekolah dan sekolah itu sendiri akan dilihat, diamati dan dinilai pula oleh
anak didik. Sikap pilih kasih dalam memperlakukan anak didik, adalah yang paling cepat
dirasakan oleh anak didik, karena semua anak mengharapkan perhatian dan kasih sayang
gurunya. Kelakuan anak didik tidak boleh dijadikan alasan untuk membesakan perhatian, karena
anak yang nakal misalnya, seringkali dimarahi dan dibenci oleh guru, karena ia sering
mengganggu suasana sekolah. Akan tetapi guru yang bijaksana tidak akan benci kepada anak
yang nakal, dia akan lebih memperhatikannya dan berusaha mengetahui latar belakang anak
tersebut. Selanjutnya berusaha memperbaikinya secara individual. Sebagai seoang guru banyak
yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya misalnya dengan mengajaknya bicara di kantor atau
di luar jam sekolah mungkin kita juga bias menghubungi orang tuanya dan masih banyak lagi
cara yang bisa kita lakukan. Kenakalan anak itu bisa saja karena suasana keluarganya yang
goncang dan menegangkan, atau karena broken home, sehingga ia bingung dan tertekan
perasaannya. Maka gurulah orang terdekat tempat memantulkan perasaannya yang goncang itu.
Menurut Zakiah Daradjat (2005 : 12) Sikap guru terhadap agama juga merupakan salah satu
penampilan kepribadian. Guru yang acuh tak acuh kepada agama akan menunjukkan sikap yang
dapat menyebabkan anak didik terbawa pula kepada arus tersebut, bahkan kadang-kadang
meyebabkan terganggunya jiwa anak didik. Sebuah contoh yang pernah terjadi di sebuah SMP di
suatu kota sebagai berikut: seorang anak didik kelas dua dibawa ke klinik jiwa, karena
mengalami gangguan kejiwaan, cemas takut dan tidak dapat belajar. Setelah diteliti dan
dikumpulkan oleh seorang dokter jiwa informasi tentang berbagai peristiwa dan pengalaman
yang terjadi pada anak tersebut, ternyata penyakit tersebut dideritanya sejak guru olah raga
memarahinya didepan kelas dengan meremehkan ketentuan agama yaitu ketika guru tersebut
akan membawa anak didiknya pergi berenang. Anak tadi bertanya, “bagaimana mungkin anak
perempuan bersama anak laki-laki dalam pakaian renang?”
Guru olah raga yang tidak bijaksana tersebut menjawab sambil mengejek, “apakah kamu
berenang pake rukuh (telekung).” Anak-anak terawa, tetapi anak yang bertanya tadi diam dan
merasa sangat malu serta bingung, apa yang harus diperbuatnya. Selama ini ia tahu bahwa wanita
itu harus menutupi tubuhnya karena ada ketentuan agama yang harus dipatuhi. Akan tetapi
gurunya mengejeknya ketika ia bertanya untuk mendapatkan penjelasan agar ia dapat keluar dari
kesukarannya itu. Ia tidak dapat menyelesaikan persoalannya itu, akhirnya ia jatuh kepada
gangguan kejiwaan. Bagi anak-anak lain yang tidak mengalami gangguan kejiwaan mendengar
jawaban guru tersebut bisa saja menyebabkan mereka condong untuk meremehkan ketentuan
agama.
F. Profesionalitas Guru
Guru sebagai pendidik professional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat
menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat
sekelilinya. Masyarakat akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru sehari-hari, apakah
memang ada yang patut diteladani atau tidak.
Walau segala perilaku guru selalu guru diperhatikan masyarakat, tetapi guru harus tetap bersikap
professional. Sikap profesional guru adalah sikap seorang guru dalammenjalankan pekerjaannya
yangmencakup keahlian, kemahiran, dankecakapan yang memenuhi standarmutu atau norma
tertentu sertamemerlukan pendidikan profesikeguruan.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau
kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa
profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan
sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki
keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Sikap professional guru berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam
memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya.
Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan professional akan dibicarakan sesuai denagan
sasaranya, yakni sikap professional keguruan terhadap:
1. Peraturan perundang-undangan
2. Organisasi profesi
3. Teman sejawat
4. Anak didik
5. Tempat kerja
6. Pemimpin
7. Pekerjaan
a. Sikap kehati-hatian
Sikap kehati-hatian ini bukan berarti memasung otonomi dan kreativitas guru, sehingga
menjadikan guru ‘takut’ keliru dalam berbuat. Tetapi yang dimaksud kehati-hatian dalam
konteks ini adalah kearifan, tidak “sembrono”, penuh pertimbangan (terhadap dampak), dan
tidak gegabah dalam melakukan tindakan kependidikan, terutama dalam pencapaian tujuan
pendidikan yang utuh.
Penyikapan guru terhadap tugas-tugas kependidikan (keguruan dan non keguruan) tersebut
sangat diperlukan mengingat dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada praktiknya cenderung
bersifat transaksional dan situasional. Artinya tidak semua aspek kependidikan dapat
direncanakan, dan yang terjadi dalam praktek tidak selalu sesuai dengan yang direncanakan
sebelumnya, terutama masalah suasana kelas (pengelolaan kelas). Oleh karenanya dalam situasi,
kondisi, dan kesempatan yang berbeda, guru harus menerapkan kemampuannya secara berbeda
pula sesuai dengan tujuan, materi, media yang tersedia, karakteristik peserta didik, serta kondisi
situasional. Jadi fleksibilitas dalam pelaksanaan program pembelajaran, kearifan dalam
mengambil keputusan, serta kearifan dalam melakukan tindakan sangatlah diperlukan.
Banyak kasus peserta didik rendah motivasi belajarnya, bahkan pobia terhadap mata pelajaran
tertentu, sangat benci dan trauma terhadap guru tertentu, stress dan depresi mental. Ini semua
adalah dampak dari sikap ketidak hati-hatian guru, lebih mengedepankan emosi daripada hati,
sehingga hilang kearifannya dalam bertindak. Di sinilah pentingnya sikap kehati-hatian dalam
mengambil keputusan dan melakukan tindakan terutama terhadap peserta didik.
b. Kesabaran
Sikap sabar dapat dimiliki apabila guru telah memiliki stabilitas emosi (emotional stability)
sebagai ciri kepribadian orang dewasa. Guru yang emosinya stabil tidak akan mudah marah dan
tidak akan tergesa-gesa (ceroboh) dalam segala tindakannya. Banyak kejadian di sekolah yang
mudah menyulut kemarahan guru. Tetapi, guru yang telah memiliki stabilitas emosi, ia akan
tetap sabar dan arif dalam menghadapi kejadian-kejadian yang menjengkelkan tersebut.
Sikap sabar sangat erat hubungannya dengan sikap kehati-hatian. Dampaknya bagi guru akan
memiliki sifat dan sikap mulia, antara lain: (a) asih ing murid (tertanam sifat kasih sayang
kepada peserta didik); (b) telaten ing pamulange (tekun dan ulet dalam membelajarkan peserta
didik); (c) lumuh ing pamrih (tulus ikhlas dan tidak bertendensi yang bukan-bukan dalam
melaksanakan tugas); (d) tanggap ing sasmita (mengerti kepribadian anak, perbedaan individu
setiap peserta didik, memahami situasi dan kondisi, sehingga dalam segala tindakannya tidak
emosional); (e) sepen ing panggrayangan (tidak menimbulkan prasangka yang bukan–bukan
dalam segala tindakannya; misalnya, setiap peserta didik bertanya guru marah-marah, maka
peserta didik patut berprasangka bahwa guru tidak pecus menjawabnya sehingga untuk menutupi
ketidakpecusannya dengan gaya marah-marah); (f) jatmika ing solah (simpatik karena segala
tindakannya penuh kearifan); (g) antepan ing bebudene (santun dalam bertingkah laku, tidak
mudah marah dan tidak mudah merasa tersinggung) (Asmuni Syukir, 1985:17-18).
Segala sikap dan sifat yang berhubungan dengan sikap kesabaran guru tersebut sangat
berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian peserta didik sebagaimana yang diharapkan
dalam tujuan pendidikan.
c. Kedisiplinan
Dalam konteks ini yang dimaksud kedisiplinan adalah sikap yang menunjukkan kesetiaan dan
ketaatan terhadap peraturan atau norma-norma yang berlaku.Pengertian ini identik dengan asal
kata disiplin yakni kata “disciplus” yang berarti pengikut yang setia.
Guru harus bersikap disiplin dalam menjalankan tugas-tugasnya, tetapi bukan disiplin dalam
pengertian disiplin kolot (kuno) yang mengartika disiplin sebagai taat kepada ketentuan atas
dasar paksaan atau otoritas dari luar, disiplin yang bersifat lahiriyah, atau disiplin yang otomatis.
Guru harus bersikap disiplin dalam pengertian modern, yaitu ketaatan pada peraturan atas dasar
kesadaran dan rasa tanggungjawab, sehingga orang akan melaksanakan peraturan bukan karena
adanya pengawasan dari luar, tetapi karena adanya kontrol dari dalam dirinya sendiri. Inilah
yang disebut self-control atau self-discipline.
Kedisiplina guru dalam menjalan tugas sangat diperlukan sebagai sikap keteladanan dan contoh
bagi peserta didiknya. Guru tidak layak memberikan perintah disiplin terhadap peserta didiknya
apabila dirinya sendiri belum dapat berbuat disiplin. Disinilah letak keterkaitannya dengan upaya
pencapaian tujuan pendidikan.
d. Kreativitas
Dalam konteks ini kreativitas dimaknai sebagai suatu proses yang memanifestasikan diri dalam
kelancaran, kelenturan, dan keaslian dalam pemikiran. Kelancaran dalam arti kata mampu
memberikan banyak gagasan dalam waktu yang terbatas.Kelenturan mampu melihat berbagai
kemungkinan penggunaan sesuatu benda, berbagai macam sudut pandang dari suatu masalah.
Keaslian mampu memberikan jawaban yang tak terduga, tak terpikirkan oleh orang lain.
(Munandar, 1988, dalam Tim Dosen IKIP Surabaya, 1994:15).
Guru Profesional harus memiliki kreativitas, karena dunia kependidikan mengharuskan adanya
inovasi dan improvisasi sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi, di samping sifat ‘pekerjaan’
guru yang situasional dan transaksional. Di sisi lain kreativitas sangat bermanfaat untuk
mengusir rutinitas yang sangat menjenuhkan, memudahkan pemecahan masalah, baik yang
menyakut profesional problem maupun personal problem. Guru yang penuh kreativitas akan bisa
menyenangi tugas-tugasnya, dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Dampaknya, motivasi
belajar siswa tinggi, karena dalam proses pembelajaran sarat akan variasi, inovasi dan
improvisasi.
e. SikapKerendahhatian
Guru profesional harus memiliki sifat dan sikap rendah hati, karena guru bukanlah satu-satunya
faktor yang menentukan perkembangan anak. Guru yang bersikap rendah hati (tawadhu’), adalah
guru yang tidak sombong dan tidak membangga-banggakan dirinya, serta mengakui dan
menghargai eksistensi orang lain, termasuk terhadap peserta didiknya.Sikap guru yang demikian
sangat berpengaruh terhadap peserta didik yang ingin mengaktualisasikan diri untuk menemukan
jati dirinya. Sebab segala pengaruh, terutama dari guru yang menjadi tokoh acuannya, bisa
diterima dan diolahnya secara pribadi sesuai dengan individualitasnya masing-masing, yang
kemudian menjadi bagian dari dirinya sendiri.
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang
diungkapkan Plato dalam "Tipologo Plato", bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan,
dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan
berkedudukan dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan
bahwa pikiran itu sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber
kekuatan menahan hawa nafsu.
Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak
dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat
berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-
faktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-
kesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.
Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia
internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia
pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan
pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian guru merupakan perilaku seorang guru yang berkaitan dengan kemampuan
individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melaksanakan
tranformasi diri, identias diri, dan pemahaman diri dan memiliki nilai-nilai luhur sehingga
terpancar dalam perilaku sehari-hari.
Kepribadian mencakup semua unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa
setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang,
selama hal tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran. Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah
laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang. Begitu naik kepribadian
seseorang maka akan naik pula wibawa orang tersebut.
Fungsi kompetensi kepribadian guru adalah memberikan bimbingan dan suri tauladan, secara
bersama-sama mengembangkan kreativitas dan membangkitkan motif belajar serta dorongan
untuk maju kepada anak didik. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi
pendidik dan Pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau
penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat
sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat
menengah).Beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepribadian yaitu faktor fisik, fisik
(geografis), kebudayaan, kelompokdan factor unik.
Sikap profesional guru adalah sikap seorang guru dalam menjalankan pekerjaannya yang
mencakup keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi keguruan.Sikap profesionalitas guru diantaranya
sikap profesionalitas guru terhadap peraturan perundang-undangan, organisasi profesi, teman
sejawat, anak didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan.
Pengembangan sikap professional dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan
maupun setelah bertugas (dalam jabatan). Dalam menjalankan tugasnya, kadang-kadang guru
melakukan suatu penyimpangan sikap terhadap tugasnya misalnya, mengambil jalan pintas
dalam pembelajaran, menunggu peserta didik berperilaku negatif, menggunakan destruktif
discipline,mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik, merasa
diri paling pandai di kelasnya, tidak adil (diskriminatif), serta memaksakan hak peserta didik
(Mulyasa, 2005:20). Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang
profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-
Undang Dosen dan Guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi social, kompetensi
kepribadian dan kompetensi sosial.
Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi
beberapa faktor antara lain yaitu adanya malpraktik yaitu melakukan praktik yang salah,
miskonsep, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional,
kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah.Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi
oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang diungkapkan Plato dalam "Tipologo Plato", bahwa fungsi
jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan.
Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia
internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia
pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan
pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
B. Saran
Sebagai calon guru SD, mahasiswa hendaknya mengetahui, memahami, serta mendalami
pengetahuan tentang sikap dan kepribadian yang harus dimiliki oleh guru professional sehingga
dapat menjadi acuan untuk mengaplikasikannya kelak ketika menjadi seorang guru professional.
DAFTAR PUSTAKA