Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Siyasah
Lanjutan
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Kelompok 2
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan............................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
BAB III..................................................................................................................17
PENUTUP.............................................................................................................17
A. Kesimpulan..................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Islam menjadi salah satu tema penting dalam studi-studi
ilmu sosial dan ilmu politik. Negara Islam atau disebut Islamic State
(Dawlah Islamiyyah) oleh sebagian pakar memunculkan banyak
persoalan, terutama mengenai eksistensinya di abad modern.
Permasalahan yang timbul mulai dari pemaknaan serta pemakaian
peristilahan Negara Islam dalam studi-studi ilmu politik, hingga hubungan
agama (Islam) dengan politik sebagaimana yang dibangun gagasannya
oleh banyak pakar Islam.
Negara Islam dalam beberapa rumusan dimaknai sebagai suatu
negara atau wilayah hukum yang sistem operasionalnya berdasarkan
syariat Islam.1 Nurcholish Madjid, seperti dikutip oleh Bahtiar Effendy,
istilah negara Islam atau dawlah al-Islamiyyah) tidak memiliki dasar
berpijak dalam sejarah politik Islam. 2. Maknanya bahwa konsep negara
Islam hanya merupakan gagasan-gagasan dan ide yang belum terkonsep
secara matang, atau sekurang-kurangnya, konsep negara Islam hanyalah
bentukan dari gagasan masyarakat Islam tanpa ada dasar rujukannya
yang tegas dan jelas di dalam Alquran maupun hadis. Oleh sebab itu,
kesimpulan mengenai negara Islam ini muncul dari ide dan gagasan
pemikir Islam.
Membicarakan negara Islam, tidak dapat dilepaskan dari
keterkaitan antara agama dan negara/politik, yang merupakan dua
variabel dan secara parsial memiliki minimal empat kemungkinan
hubungan, yaitu hubungan konflik, independensi, dan dialog, serta
hubungan integrasi. Hubungan konflik bermakna di antara agama dan
politik merupakan dua kutub berbeda, saling menafikan. Hubungan
independensi bermakna keduanya memiliki kemandirian masing-masing
1
Abdul Manan, Perbandingan Politik Hukum Islam dan Barat, Cet. 2, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2018), hlm. 42
2
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di
Indonesia, (Jakarta: Democracy Project, 2011), hlm. 214.
4
dan tidak bisa disatukan atau sekurang-kurangnya mempunyai wilayah
pengaturan yang berbeda. Hubungan dialog merupakan ada
kemungkinan antara keduanya untuk dapat menyelesaikan permasalahan
yang sedang dihadapi. Sementara hubungan integrasi bermakna pada
keduanya terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan, setidak-
tidaknya mampu dikatakan antara satu sama lain saling mendukung.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Negara Islam dan Negara Muslim?
2. Bagaimana Hubungan antara agama dan negara?
3. Apa tujuannya didirikan Negara Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep Negara Islam dan Negara Muslim
2. Mengetahui Hubungan antara agama dan Negara
3. Mengetahui tujuan didirikannya Negara Islam
4.
5
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 3, (Jakarta: Pustaka Phoenix,
2009), hlm. 371.
4
Inu Kencana Syafiie, Alquran dan Ilmu Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, t.t), hlm. 141-
144.
6
4. Menurut Djokosoetono, negara adalah suatu oraganisasi
manusia, atau kompulan manusia-manusia yang berada di bawah
suatu pemerintah yang sama.
Kata kedua yaitu Islam. Kata Islam merupakan istilah yang diserap
dari bahasa Arab. Asal kata Islam yaitu aslama-yuslimu-islaman, yang
akarnya dari kata salama. Kata Islam merupakan bentuk maṣdar, dari
kata aslama. Secara etimologi berarti penyerahan total pada Allah,
bersih dan suci, selamat dan sejahtera, berserah diri, tunduk dan
patuh. Islam juga lazim dinisbatkan kepada nama sebuah agama.
5
Deni Irawan, “Islam dan Peace Building”. Jurnal Religi. Vol. X, No. 2, Juli 2014, hlm.
160.
7
“sesuatu yang ada ditangan yang satu dan kelihatan di tangan yang
lain”
Menurut Qamaruddin Khan, dikutip oleh Dawam Rahardjo,
mengemukakan dengan singkat bahwa negara Islam atau daulah
adalah sebuah kedaulatan ataupun pemerintahan.16
6
Munawir Sjadzali, Islam and Govermental System, (Jakarta: INIS, 1991), 43
8
Dalam pandangan al-Mawardi, untuk negara bisa berdiri
memerlukan 6 Unsur7:
7
Suyuti Pulungan, Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, Cet. 4, 1999), 227
9
mengalokasikan dengan cara terkendali dan merata, guna agar
tercapainya pembangunan Negara dengan baik.
8
Muhammad Azhar, Filsafat Politik: Perbandingan Antara Islam dan Barat, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, Cet. 2, 1997), 83
10
teori-teori tentang hubungan agama dan negara serta membedakannya
menjadi tiga paradigma yaitu paradigma integralistik, paradigma
simbiotik, dan paradigma sekularistik.
1. Paradigma Integralistik
Dalam pengertian ini, paham integralistik memberikan suatu
prinsip bahwa negara adalah suatu kesatuan yang integral dari unsur-
unsur yang menyusunnya, negara mengatasi semua golongan bagian-
bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu
golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan terbesar.
Negara dan bangsa adalah untuk semua unsur yang membentuk
kesatuan tersebut.
Paradigma integralistik dalam konteks kajian toleransi umat
beragama, dimaknai sebagai paham dan konsep hubungan antar umat
beragama yang toleran. Dalam paradigma integralistik, upaya
mewujudkan toleransi umat beragama memerlukan kerjasama dan
peran dari semua pihak, termasuk pemerintah dan tokoh agama. Hal
ini karena, agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak
dapat tidak dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang
menyatu (interated). Ini juga memberikan pengertian bahwa Negara
merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.
Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam tidak mengenal
pemisahan antara agama dan politik atau Negara. Konsep seperti ini
sama dengan konsep teokrasi.
Paradigma ini kemudian melahirkan konsep tentang agama-
negara. Yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan diatur dengan
menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Dari sinilah kemudian
paradigma integralistik dikenal juga dengan paham Islam: din wa
dawlah. Yang sumber positifnya adalah hukum agama. Paradigma
integralistik ini anatara lain dianut oleh kelompok Islam Syi’ah. Hanya
saja Syi’ah tidak menggunakan term dawlah tetapi dengan term
imamah.9
2. Paradigma Simbiotik
9
Muhammad Noupal dan Erina Pane, Paradigma Integralistik dan Toleransi Umat
Beragama di Kota Palembang, Intizar, Volume 23, Nomor 1, 2017
11
Menurut Syafi’i Maarif agama dan negara adalah sebuah
konsepsi Simbiosis Mutualisme.Islam membutuhkan instrumen yang
disebut negara. Negara dibutuhkan guna menyokong agama. Bagi
Ahmad Syafi’i Maarif,negara merupakanalat yang penting bagi
agama.Namun demikian, agama (Islam) tidak harus atau dijadikan
dasar negara. Aspirasi politik hendaknya bukan menjadikan Islam
sebagai dasar negara dan memformalisasikan Syariat Islam, akan
tetapi menjalankan kehidupan atas dasar kebersamaan dan
musyawarah (syûrâ). Hal ini sejalan dengan pesan Al-Qur’an yang
menghendaki terciptanya masyarakatyang egaliter dengan
10
menjalankan mekanisme syûrâ(mutual consultation).
3. Paradigma Sekuleristik
Paradigma ini memisahkan agama atas negara dan memisahkan negara
dari agama. Dengan pengertian ini secara tidak langsung akan
menjelaskan bahwa paradigma ini menolak kedua paradigma
sebelumnya. Dalam konteks Islam, paradigma ini menolak pendasaran
negara kepada Islam, atau paling tidak menolak determinasi Islam pada
bentuk negara tertentu. 11Lebih jelasnya, negara dan agama terpisah masing-
masing mempunyai fungsi sendiri dan wilayah sendiri. Agama di wilayah privat
(pribadi), sedang-kan negara di wilayah publik (sosial).
Hubungan antara Agama Dan Negara
Pada era kontemporer, anggapan para pemikir politik Islam mengenai
pemerintahan, paling tidak mengerucut kedalam tiga ke-lompok. Pertama,
kelompok konservatif, yang berasumsi bahwa Islam adalah entitas yang
serba lengkap (perfect), seluruh umatnya hanya tinggal mempraktikkan
secara konsekuen dan bertanggungjawab, kapan dan dimanapun mereka
berada. Sistem pemerintahan dan politik yang digariskan Islam tak lain hanya
sistem yang pernah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw.dan empat
al-khulafā’ ur-rasyidun. Kelompok ini secara spesifik terbagi lagi kedalam
dua aliran yakni tradisionalisme danfundamentalisme. 12 Agama dan negara
10
Muhammad Wahdini, PARADIGMA SIMBIOTIK AGAMA DAN NEGARA(STUDI
PEMIKIRAN AHMAD SYAFI’I MAARIF), Journal of Islamic Law and StudiesVol. 4 No.
1 Juni 2020
11
Marzuki Wahid & Rumaidi, Fiqh Madzhab Negara:Kritik Atas Politik Hukum
Islam Di Indonesia(Yogyakarta: LkiS, 2001), hal 2
12
Kalangan tradisionalis, adalah mereka yang tetap ingin mempertahankan tradisi
pemerintahan ala Nabi dan keempat khalifah, dan tokoh sentral dari kalangan
ini adalah Muhammad Rasyid Ridha. Kalangan fundamentalis, adalah mereka yang
ingin melakukan reformasi sistem sosial, sistem pemerintahan dan negara untuk
12
ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya.
Kedua, kelompok modernis. Kelompok ini memandang bahwa Islam
mengatur masalah keduniaan (termasuk pemerintahan dan ne-gara) hanya
pada tataran nilai dan dasar-dasarnya saja dan secara teknis umat bisa
mengambil sistem lain yang dirasa bernilai dan bermanfaat. Diantara
tokoh kelompok ini adalah Muhammad „Abduh, Muhammad Husain Haikal dan
Muhammad As‟ad.13Negara dan agama tidak sa-ling mengatasi atau
membawahi, tetapi tidak dipisahkan secara mutlak. Ketiga, kelompok sekuler.
Yang memisahkan Islam dengan urusan pemerintahan, karena mereka
berkeyakinan bahwa Islam tidak mengatur masalah keduniawian termasuk
pemerintahan dan negara. Tokoh aliran ini yang paling terkenal adalah
„Ali „Abd ar-Raziq.14 Negara dan agama terpisah,masing-masing mempunyai
fungsi sendiri dan wilayah sendiri. Agama di wilayah privat (pribadi),
sedangkan ne-gara di wilayah publik (sosial).
Terlepas dari segala perbedaannya, ketiga kelompok ini sama-sama
berusaha merespon tantangan sistem politik dan pemerintahan barat,
seperti nasionalisme, demokrasi, liberalisme dan sebagainya, serta nilai-nilai
dasar yang melatarinya seperti persamaan, kebebasan, pluralisme dan
sebagainya. Respons mereka bisa berupa penolakan total, penerimaan
seratus persen atau penerimaan dengan penyesuaian di sana-sini
C. Tujuan negara pemerintah Islam
Yusuf al-Qaradhawi menyatakan bahwa ada empat tujuan
pemerintahan Islam15 yaitu :
Pertama, Pemerintahan Islam tidak bertujuan untuk menguasai
lahir bathin tetapi untuk memelihara dan melindungi rakyat seperti dalam
hadist
“Dari Ibnu Umar r.a, telah bersabda Nabi SAW., setiap kamu itu adalah
pemimpin dan setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang
dipimpinnya. Seorang imam yang mempin rakyat bertanggung jawab
kembali kepada konsep Islam secara total dan menolak konsep lainnya, dan
Abu al-A‟la al-Maududi adalah salah satu tokoh utamanya. Lihat, Masykuri
Abdilah, Gagasan dan Tradisi Bernegara dalam Islam: Sebuah Perspektif Sejarah
danDemokrasi Modern (tk: tp, 2000), 103.
13
Ibid
14
Ibid
15
Yusuf al-Qaradhawi, at-Tathorruf al-Ilmani fi Muwajahati al-Islam, (Kairo: Dar al-
Syuruq, 2008), hlm. 86.
13
terhadap rakyatnya dan setiap suami bertanggun jawab atas rumah
tangganya.”
Kedua, menunaikan amanat kepada pemiliknya 16:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.
Dalam beberapa riwayat hadits disebutkan, bahwa barang siapa
yang menyerahkan suatu tugas kepada orang lain padahal ada orang
yang lebih layak dari padanya berarti aia mengkhianati Allah, Rasul dan
kaum muslimin.
Ketiga, menegakkan keadilan bagi ummat manusia 17, firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu.Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.
Keempat, mengokohkan agama di muka bumi sebagai tujuan yang
paling utama, dengan menanamkan akidah, menegakkan hudud dan
mengaplikasikan hukum dan pesan-pesannya, sebagaimana diisyaratkan
oleh sebuah ayat saat mensifati orang yang berhak mendapatkan
pertolongan sebagaimana firman Allah SWT : “(yaitu) orang-orang yang
jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf
dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan.(Al-Hajj :41)”. Empat perkara inilah yang
merupakan tujuan pokok pemerintahan Islam di mana Rasul pernah
mempraktekannya ketika berada di Madinah18.
Untuk merealisasikan tujuannya, Yusuf al-Qaradhawi
menegaskan bahwa pemerintahan Islam hanya melakukan cara
manusiawi dan tetap memegang teguh moral, dengan menghormati
harga diri manusia, kedudukan dan kemerdekaannya, cara-cara itu yaitu
dakwah dan pencerdasan, Tarbiyah (pendidikan dan pembinaan),
penyiapan dan pelatihan, pemeliharaan dan penyucian, pembuatan
undang-undang, penataan dan pengorganisasian, memberi imbalan
kepada orang yang telah berbuat baik, memberi peringatan kepada yang
16
Ibid
17
Ibid, hal 87
18
Ibid, Hal 86-87
14
berbuat salah (dalam batas-batas syari`at), memelihara mashalahat
dengan kaidah-kaidahnya, membasmi berbagai macam kerusakan
dengan memperhatikan syarat-syaratnya, Saadu al-Dzari`ah (menutup
celah) yang menuju kepada kerusakan dan kejahatan19. Hal ini memiliki
kesamaan gagasan dengan paham konstitusi negara hukum yaitu
adanya, pembatasan atas kekuasaan dan jaminan hak dasar warga
negara.
Allah telah menjelaskan beberapa maksud dan tujuan dari pemerintahan
islam, yakni :
1. Memelihara agama Negara, terutama khalifah, bertanggungjawab untuk
memelihara akidah islam. Dalam hal ini dilakukan dengan
mengoptimalkan wewenang yang telah diberikan oleh syara kepadanya.
2. Mengatur urusan masyarakat dengan cara menerapkan hukum syara
kepada mereka tanpa membeda-bedakan antara satu individu dengan
yang lainnya.
3. Menjaga negara dan umat dari orang- orang yang merongsong(negara).
Caranya dengan melindungi batas-batas negara mempersiapkan
pasukan militer yang kuat dan senjata canggih untuk melawan musuh,
sebagaimana yang telah di lakukan oleh Rasul saw
4. Menyebarkan dakwah islam kepada segenap manusia di luar wilayah
Daulah, yaitu dengan cara menjalankan jihad sebagaimana yang
dilakukan Rosulullah pada beberapa peperangan; misalnya penaklukan
Makkah dan perang Tabuk
5. Menghilangkan pertentangan dan perselisihan di antara anggota
masyarakat dengan penuh keadilan
Tugas negara
Tugas Negara dalam Islam memiliki tiga tugas utama yang harus dijelaskan,
yaitu:
1. Menegakkan dan memastikan pelaksanaan zakat supaya
tersampaikan pada mustahiq.
At-Taubah: 103
ُخ ْذ ِمْن َأْم َٰو ِلِه ْم َص َد َقًة ُتَط ِّهُرُه ْم َو ُتَز ِّك يِه م ِبَه ا َو َص ِّل َع َلْي ِه ْم ۖ ِإَّن َص َلٰو َت َك َس َك ٌن َّلُهْم ۗ َو ٱُهَّلل َس ِم يٌع َع ِليٌم
Artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
2. Melaksanakan ajaran jihad atau pertahanan.
19
Undang Hidayat, Negara Hukum dan Politik Hukum Islam di Indonesia : Catatan
Kritis atas Pemikiran Nurcholish Majid, Jurnal Asy-Syari’ah, Volume 17 No. 3
Desember 2015, hlm. 262
15
Al-Anfal: 60.
َو َأِع ُّدو۟ا َلُهم َّما ٱْس َت َط ْع ُتم ِّمن ُقَّو ٍة َو ِمن ِّر َباِط ٱْلَخ ْي ِل ُتْر ِهُبوَن ِبِهۦ َع ُد َّو ٱِهَّلل َو َع ُد َّو ُك ْم َو َء اَخ ِر يَن ِمن ُد وِنِه ْم اَل َت ْع َلُم وَن ُهُم
ٱُهَّلل َي ْع َلُمُهْم ۚ َو َم ا ُتنِفُقو۟ا ِمن َش ْى ٍء ِفى َس ِبيِل ٱِهَّلل ُيَو َّف ِإَلْي ُك ْم َو َأنُتْم اَل ُتْظ َلُموَن
Artinya:
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang
orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).
Tugas kedua ini, merupakan petunjuk untuk menyelenggarakan pertahanan
dan menjamin kelangsungan eksistensi negara.
3. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar
20
https://www.lintasparlemen.com/tiga-tugas-negara-dalam-islam/
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara Islam merupakan negara yang setiap perilaku politiknya
didasarkan atas nilai-nilai atau ajaran agama Islam yang bersumber pada al-
Quran dan hadis Nabi Muhammad saw.
Dalam pandangan al-Mawardi, untuk negara bisa berdiri memerlukan 6
Unsur: Pertama, Menjadikan Agama sebagai pedoman, Kedua, Penguasa
yang kharismatik, berwibawa dan dapat dijadikan teladan, Ketiga, Keadilan
yang menyeluruh, Keempat, Keamanan universal, Kelima, Kesuburan tanah
air yang berkelanjutan, Keenam, Harapan bertahan dan mengembangkan
kehidupan. Kehidupan manusia melahirkan generasi-generasi masa depan.
Melalui enam sendi di atas diharapkan negara benar-benar
mengupayakan segala cara untuk menjaga persatuan umat dan saling tolong
menolong sesama mereka, memperbanyak sarana kehidupan yang baik bagi
setiap warga, sehingga seluruh rakyat dapat menjadi laksana bangunan yang
kokoh. Pada waktu yang sama memikul kewajiban dan memperoleh hak
tanpa adanya perbedaan antara penguasa dan rakyat, antara yang kuat dan
yang lemah, dan antara kawan dan lawan.
Secara garis besar para sosiolog teoretisi politik Islam me-rumuskan
teori-teori tentang hubungan agama dan negara serta membedakannya
menjadi tiga paradigma yaitu paradigma integralistik, paradigma simbiotik,
dan paradigma sekularistik. Pertama, paradigma integralistik. Paradigma
ini menerangkan bahwa agama dan negara menyatu (integrated), negara
merupakan lembaga politik dan keagamaan sekaligus, politik atau negara
ada dalam wilayah agama.
Kedua, paradigma simbiotik. Dalam paradigma ini agama dan negara
berhubungan secara simbiotik, yaitu suatu hubungan yang ber-sifat timbal
balik dan saling memerlukan.
Ketiga, paradigma sekularistik. Paradigma ini memisahkan agama
atas negara dan memisahkan negara dari agama. Dengan pe-ngertian ini
secara tidak langsung akan menjelaskan bahwa paradigma ini menolak
kedua paradigma sebelumnya.
17
Yusuf al-Qaradhawi menyatakan bahwa ada empat tujuan
pemerintahan Islam yaitu :
Pertama, Pemerintahan Islam tidak bertujuan untuk menguasai lahir
bathin tetapi untuk memelihara dan melindungi rakyat seperti dalam hadist
“Dari Ibnu Umar r.a, telah bersabda Nabi SAW., setiap kamu itu adalah
pemimpin dan setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.
Seorang imam yang mempin rakyat bertanggung jawab terhadap rakyatnya
dan setiap suami bertanggun jawab atas rumah tangganya.”
Kedua, menunaikan amanat kepada pemiliknya: “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Ketiga, menegakkan keadilan bagi ummat manusia 21, firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Keempat, mengokohkan agama di muka bumi sebagai tujuan yang
paling utama, dengan menanamkan akidah, menegakkan hudud dan
mengaplikasikan hukum dan pesan-pesannya, sebagaimana diisyaratkan oleh
sebuah ayat saat mensifati orang yang berhak mendapatkan pertolongan
sebagaimana firman Allah SWT : “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan
yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.(Al-Hajj :41)”.
Empat perkara inilah yang merupakan tujuan pokok pemerintahan Islam di
mana Rasul pernah mempraktekannya ketika berada di Madinah
21
18
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, Perbandingan Politik Hukum Islam dan Barat, Cet. 2, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2018), hlm. 42
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik Politik
Islam di Indonesia, (Jakarta: Democracy Project, 2011), hlm. 214.
Deni Irawan, “Islam dan Peace Building”. Jurnal Religi. Vol. X, No. 2, Juli
2014, hlm. 160.
Inu Kencana Syafiie, Alquran dan Ilmu Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, t.t), hlm.
141-144.
Munawir Sjadzali, Islam and Govermental System, (Jakarta: INIS, 1991), 43
Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 3, (Jakarta: Pustaka
Phoenix, 2009), hlm. 371.
Suyuti Pulungan, Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, Cet. 4, 1999), 227
Muhammad Noupal dan Erina Pane, Paradigma Integralistik dan
Toleransi Umat Beragama di Kota Palembang, Intizar, Volume 23, Nomor 1,
2017
Muhammad Wahdini, PARADIGMA SIMBIOTIK AGAMA DAN NEGARA
(STUDI PEMIKIRAN AHMAD SYAFI’I MAARIF), Journal of Islamic Law and
StudiesVol. 4 No. 1 Juni 2020
Marzuki Wahid & Rumaidi, Fiqh Madzhab Negara:Kritik Atas Politik
Hukum Islam Di Indonesia(Yogyakarta: LkiS, 2001)
Yusuf al-Qaradhawi, at-Tathorruf al-Ilmani fi Muwajahati al-Islam, (Kairo: Dar
al-Syuruq, 2008)
Undang Hidayat, Negara Hukum dan Politik Hukum Islam di Indonesia :
Catatan Kritis atas Pemikiran Nurcholish Majid, Jurnal Asy-Syari’ah, Volume 17
No. 3 Desember 2015
https://www.lintasparlemen.com/tiga-tugas-negara-dalam-islam/
19