Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Muzdalifah, SE, M.Si
Oleh :
Pinnehas Juliano (2210311210078)
Reffiga Agustian Sanjaya
Fadlullah (2210311310040)
Asrul (2210311210058)
Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lambung Mangkurat
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Pendahuluan.......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 5
C. Tujuan ................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 6
A. Pemikiran Tokoh-Tokoh Ekonomi Islam ............................................................. 6
a. Pemikiran Ekonomi Al-Mawardi (450H) ......................................................... 6
b. Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah (1262-1328) .......................................... 10
BAB 3 PENUTUP ......................................................................................................... 18
Kesimpulan ................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Ekonomi adalah kegiatan yang diawali dari sebuah pemikiran tentang
bagaimana mencukupi kebutuhan atau keinginan manusia yang tidak terbatas,
dengan melakukan berbagai cara dan upaya agar hal tersebut dapat terpenuhi.
Pemikiran ini dimulai sejak beberapa abad yang lalu dimana manusia mulai
mencetuskan ide atau pemikirannya dengan lebih obyektif, efektif dan inovasi untuk
mencapai sebuah tujuan untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Sejarah ini
menjadi cikal bakal lahirnya pemikiran ekonomi pada masa setelahnya dan hingga
kini, maka keberadaannya tidak akan pernah lepas dari pemikiran ekonomi yang ada
pada saat ini dan masa yang akan datang.
C. Tujuan Penulisan
Satu di antara pemikir yang diberi gelar dengan Syaikh al Islam adalah Ahmad bin
Abd al-Halim bin Abd al Salam atau yang biasa dikenal dengan nama Ibnu Taimiyah.
Sebagai seorang mujadid beliau memiliki berbagai ide dan gagasan mengenai
pembaharuan Islam, termasuk dalam hal ekonomi. Latar politik, ekonomi, social dan
budaya menjadi pemantik bagi ide dan gagasannya mengenai ekonomi dengan tetap
berpegang teguh kepada al-Qur’an dan al-Sunnah.
Ibnu Taimiyah yang bernama lengkap Taqiyyudin Ahmad bin Abdu Halim lahir di kota
Harran, sebuah kota kecil di bagian utara Mesopotamia, dekat Urfa, di bagian tenggara
Turki sekarang26 pada hari Senin, tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabbiul Awwal 661
H). Para Ulama berbeda pendapat tentang sandaran penasaban Ibn Taimiyah. Satu
pendapat mengatakan bahwa Kakek dari Ibn Taimiyah pernah mengadakan
perjalanan haji dan dalam perjalanan bertemu dengan seorang anak yang bernama
Taimiyah, dan sekembalinya dari perjalannannya itu ia menemukan putrinya telah
melahirkan seorang bayi dan kemudian bayi itu dinamakan Ibn Taimiyah. Sedangkan
versi lain mengatakan bahwa penasaban Ibn Taimiyah adalah mengambil dari nama Ibu
dari kakeknya yaitu Taimiyah Ibnu Taimiyah berasal dari kelurga yang berpendidikan
tinggi. Ayah, paman dan kakeknya merupakan ulama besar Mazhab Hambali dan
penulis sejumlah buku30 . Tradisi lingkungan keilmuan yang baik ditunjang dengan
kejeniusannya telah mengantarkan beliau menjadi ahli dalam tafsir, hadis, fiqih,
matematika dan filsafat dalam usia masih belasan tahun. Selain itu beliau terkenal
sebagai penulis, orator dan sekaligus pemimpin perang yang handal. Pada masa
mudanya ia mengungsi karena perbuatan suku Mongol, dan tiba di Damaskus bersama
orang tuanya pada 1268 M pada waktu itu ia hampir berusia enam tahun. Pada tahun
1282 M ketika ayahnya meninggal, Ibnu Taimiyah menggantikan kedudukan sang ayah
sebagai Guru Besar Hukum Hambali dan memangku jabatan ini selama 17 tahun31
.Cukup banyak karya-karya pemikirannya termasuk dalam bidang ekonomi yang
dihasilkan. Pemikiran ekonomi beliau banyak terdapat dalam sejumlah karya tulisnya,
seperti Majmu’ Fatawa Syaikh Al-Islam, As-Siyasah Asy-Syar’iyyah fi Ishlah Ar- Ra’i
wa Ar-Ra’iyah, serta Al- Hasbah fi Al-Islam. Pemikiran ekonomi beliau lebih banyak
pada wilayah Makro Ekonomi, seperti harga yang adil, mekanisme pasar, regulasi harga,
uang dan kebijakan moneter.
2. Mekanisme Pasar
3.Mekanisme Harga
Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya tarik menarik
antara konsumen dan produsen baik dari pasar output (barang) ataupun input
(faktor-faktor produksi). Adapun harga diartikan sebagai sejumlah uang yang
menyatakan nilai tukar suatu unit benda tertentu. Ada dua tema yang sering kali
ditemukan dalam pembahasan Ibnu Taimiyah tentang masalah harga, yakni
kompensasi yang setara/adil (‘iwad al-mitsl) dan harga yang setara/adil (tsaman al-
mitsl). Dia berkata; “Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal
yang setara, dan itulah esensi dari keadilan (nafs al-‘adl)”. ‘Iwad al-mitsl adalah
penggantian sepadan yang merupakan nilai harga yang setara dari sebuah benda
menurut adat kebiasaan. Kompensasi yang setara tanpa ada tambahan dan
pengurangan, disinilah esensi dari keadilan. Sedang tsaman al-mitsl adalah nilai
harga dimana orang-orang menjual barangnya dapat diterima secara umum
sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual itu ataupun barang-barang yang
sejenis lainnya di tempat dan waktu tertentu. Keadilan yang dikehendaki oleh Ibnu
Taimiyah berhubungan dengan prinsip la dharar yakni tidak melukai dan tidak
merugikan orang lain. Maka dengan berbuat adil akan mencegah terjadinya
kezaliman. Konsep Ibnu Taimiyah tentang kompensasi yang adil dan harga yang
adil, memiliki dasar pengertian yang berbeda. Dalam mendefinisikan
“kompensasi yang setara”, Ibnu Taimiyah berkata: “yang dimaksud kesetaraan
adalah kuantitas dari objek khusus dalam penggunaan secara umum (‘urf). Itu juga
berkait dengan nilai dasar (rate / si’r) dan kebiasaan”. Lebih dari itu ia
menambahkan: “evaluasi yang benar terhadap kompensasi yang adil didasarkan
atas analogi dan taksiran dari barang tersebut dengan barang lain yang setara
(ekuvalen)”. Inilah benar-benar adil dan benar-benar diterima dalam
penggunaannya. Permasalahan kompensasi yang adil, muncul ketika membongkar
masalah moral dan kewajiban hukum (berkaitan dengan kepemilikan barang).
Adapun prinsip-prinsip itu berkaitan dengan kasus- kasus berikut: a. Ketika
seseorang bertanggung jawab terhadap luka atau rusaknya orang lain, terhadap hak
milik (amwal), keperawanan dan keuntungan (manafi) b. Ketika seseorang
mempunyai kewajiban membayar kembali barang atau profit yang setara atau
membayar ganti rugi atas terlukanya salah satu bagian dari anggota tubuhnya c.
Ketika seseorang dipertanyakan telah membuat kontrak tidak sah ataupun kontrak
yang sah pada peristiwa yang menyimpang dalam kehidupan maupun hak milik.
Jadi yang melatarbelakangi adanya konsep kompensasi yang adil tersebut
disebabkan oleh adanya praktek ketidakadilan yang terjadi pada masa itu, dimana
kesetaraan terhadap ganti rugi tidak diberlakukan sebagaimana mestinya, maka
dengan melihat kondisi tersebut, Ibnu Taimiyah memberikan perbedaan yang
signfikan antara kompensasi yang adil dengan harga yang adil. Dan agaknya, konsep
kompensasi yang adil ini merupakan sebuah pedoman bagi masyarakat dan para
hakim dalam melaksanakan tugasnya di pengadilan
4.Perencanaan Ekonomi
Sejatinya pemikiran Ibnu Taimiyah terkait dengan ilmu ekonomi sangat relevan
dengan keadaan saat ini. Terkait dengan penetapan harga oleh pemerintah maka
menurutnya hal ini adalah baik, tapi tidak bersifat absolut, karena sebenarnya harga
ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Lain halnya, apabila kenaikan
harga terjadi akibat ketidakadilan mekanisme pasar, pemerintah boleh campur tangan
dalam menetapkan harga. Maka pemikiran ini bisa menjadi pertimbangan bagi
pemerintah ketika harga-harga naik dengan tidak wajar. Maka dalam hal ini pemerintah
berhak untuk menetapkan harga agar terjangkau oleh masyarakat dan tidak
memunculkan kedzaliman. Terkait dengan mekanisme pasar, maka pernyataan Ibnu
Taimiyah mengenai hal ini menunjuk pada apa yang kita kenal sekarang sebagai
perubahan fungsi penawaran dan permintaan, yakni ketika terjadi peningkatan
permintaan pada harga yang sama dan penurunan pada harga yang samaatau sebaliknya,
penurunan permintaan pada harga yang sama dan pertambahan persediaan pada harga
yang sama. Apabila terjadi penurunan persediaan disertai dengan kenaikan permintaan,
harga-harga dipastikan akan mengalami kenaikan, dan begitu pula sebaliknya. (Karim,
365) Regulasi harga menurut Ibnu Taimiyah mengharuskan pemegang otoritas publik
untuk melakukan musyawarah dengan perwakilan pasar, dalam hal ini adalah mereka
yang terlibat langsung dengan semua aktifitas pasar seperti produsen, penjual dan
pembeli. Kontekstualisasi di masa sekarang adalah bahwa musyawarah menjadi syarat
terpenting sebelum melakukan regulasi harga. Tidak boleh menetapkan sebuah
regulasi tanpa musyawarah terlebih dahulu, artinya pemerintah harus melibatkan semua
pihak dalam penetapan berbagai komoditas yang ada di masyarakat khususnya barang
atau jasa yang menjadi kebutuhan primer. Pemikiran Ibnu Taimiyah selanjutnya yang
sangat relevan yaitu terkait dengan uang sebagai alat tukar. Menurutnya uang sebagai
alat tukar bahannya bisa diambil dari apa saja yang disepakati oleh adat yang berlaku
(urf) dan istilah yang dibuat oleh manusia. Ia tidak harus terbatas dari emas dan perak.
Misalnya, istilah dinar dan dirham itu sendiri tidak memiliki batas alami atau syari‟.
Dinar dan dirham tidak diperlukan untuk dirinya sendiri melainkan sebagai wasilah
(medium of exchange). Fungsi medium of exchange ini tidak berhubungan dengan
tujuan apapun, tidak berhubungan dengan materi yang menyusunnya, juga tidak
berhubungan dengan gambar cetakannya, namun dengan fungsi ini tujuan dari keperluan
manusia dapat dipenuhi. Maka munculnya digital money atau uang digital saat ini telah
terjawab olrh pendapat Ibnu Taimiyah tersebut, bahwa selama masyarakat menerimanya
dan adanya jaminan dari pemerintah maka suatu mata uang sah digunakan. Pemikiran
Ibnu Taimiyah menawarkan solusi kepada negara, yaitu hendaknya menjadi supervisor
moralitas pembangunan untuk menyadarkan rakyatnya bahwa betapa pentingnya norma
moral dan nilai etika sebagai asas pembangunan dan dapat mewujudkannya dalam
kehidupan perekonomian. Negara harus hadir menjadi pengayom dalam
mensejahterakan rakyatnya, mengurangi kemiskinan serta melakukan berbagai
kebijakan yang membawa kepada kemashlahatan seluruh warga negara. Kebijakan ini
mencakup yang bersifat fiskal, moneter maupun sektor real yang memang menjadi
kebutuhan utama dari seluruh warga negara.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Subhan, M. (2015). Pemikiran Ekonomi Yahya Bin Umar Dalam Perspektif Ekonomi
Modern. Ulumuna: Jurnal Studi KeIslaman, 1(1), 84-97.
Subhan, M. (2017). Relevansi Pemikiran Ekonomi Yahya Bin Umar Dalam Perspektif
Ekonomi Modern. JES (Jurnal Ekonomi Syariah), 2(1).