Anda di halaman 1dari 16

Makalah Kelompok

Keuangan Publik Islam


(Pengelolaan Keuangan Publik Pada Masa Rasulullah)
Dosen Pengampu: Kiki Suryani, S. HI., ME

Disusun Oleh Kelompok 11:


Feira Housgitha (2131710115)
Muhammad Yasier Fadillah (2131710097)
Septianingtias (2131710059)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, taufiq,
serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Keuangan
Publik Islam”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Kiki
Suryani, S. HI., ME selaku dosen mata kuliah Pengantar Ekonomi Islam UINSI
yang telah memberikan tugas ini.

Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan


kita terhadap Keuangan Publik Islam. Oleh sebab itu penting bagi kami adanya
kritik, saran, dan usulan untuk memperbaiki makalah yang kami buat diwaktu
yang akan datang.

Semoga makalah ini dapat dipahami dengan mudah bagi siapapun yang
membacananya dan juga dapat berguna bagi kami pribadi. Demikian yang dapat
kami sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata.

[i]
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Keuangan Publik Pada Masa Rasulullah SAW.............................. 2
B. Keuangan Publik Pada Masa Khulafaurrasyidin............................. 5
C. Prinsip Penerimaan Publik.............................................................. 8
D. Prinsip Pengeluaran Publik............................................................. 9

BAB III PENUTUP


Kesimpulan.......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS KELOMPOK

[ii]
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah Saw. berlandaskan atas


prinsip-prinsip Qur’ani. Alquran yang merupakan sumber utama ajaran Islam
telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi umat manusia
dalam melakukan aktivitas di setiap aspek kehidupannya, termasuk di bidang
ekonomi. Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasaan tertinggi hanya
milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi.
Dalam konsep Islam, pemenuhan kepentingan sosial merupakan tanggung jawab
pemerintah. Pemerintah mempunyai tanggung jawab menyediakan, memelihara,
dan mengoperasikan publik utilities untuk menjamin terpenuhinya kepentingan
sosial. 1

Setiap negara mempunyai kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh


pemerintah terkait keuangan publik baik dari segi anggaran penerimaan dan
pengeluaran negara. Kebijakan ini disusun guna memenuhi kebutuhan publik
masyarakat banyak baik perekenomian dalam lingkup mikro maupun makro yang
berguna bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Di zaman Nabi Muhammad
SAW penerapan kegiatan muamalah yang berkaitan memberi panduan tentang
bagaimana dasar keuangan publik harus dilakukan. Pengaturan keuangan publik
Islam pada saat itu juga telah mencakup sisi penerimaan dan pengeluaran.2

1
Nurul Huda,dkk, Keuangan Publik Islam Pendekatan Teoritis Dan Sejarah, (Jakarta:
Kencana, 2016), h. 1.
2
Solikin M. Juhro, dkk, Keuangan Publik Dan Sosial Islam Teori Dan Praktik, (Depok:
Raja Rajawali Pers, 2019), h. 147.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keuangan Publik Pada Masa Rasulullah SAW

Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah Negara,


Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran Negara.
Seluruh tugas Negara dilaksanakan kaum Muslimin secara gotong-royong dan
sukarela. Untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, mereka
memperoleh pendapatan dari berbagai sumber yang tidak terikat.3

Situasi tersebut berubah setelah turunnya surat al-Anfal (Rampasan


perang) pada tahun kedua Hijriyah. Dalam ayat ini, Allah Swt. Menentukan tata
cara pembagian harta ghanimah dengan formulasi sebagai berikut:

1. Seperlima bagian untuk Allah dan Rasul-Nya (seperti untuk negara yang
dialokasikannya bagi kesejahteraan umum), dan untuk para kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, dan para musafir. Bagian seperlima ini
dikenal dengan istilah khums, menjadi tiga bagian: Pertama untuk dirinya
dan keluarganya, bagian kedua untuk kerabatnya, dan bagian ketiga untuk
anak-anak yatim, orang-orang miskin serta musafir.
2. Empatperlima bagian lainnya dibagikan kepada para anggota pasukan
yang terlibat dalam peperangan (Pada kasus tertentu, beberapa orang yang
tidak terlibat dalam peperangan juga memperoleh bagian). Penunggang
kuda memperoleh dua bagian, yakni untuk dirinya sendiri dan untuk
kudanya. Yang berhak memperoleh bagian adalah hanya tentara laki-laki,
sedangkan wanita yang hadir untuk membantu beberapa hal tidak berhak
memperoleh bagian dari rampasan perang.

Pada tahun kedua Hijriyah, Allah Swt. mewajibkan kaum Muslimin


menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan Ramadhan. Besar zakat ini adalah 1

3
Suharyono, “Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah”, dalam Jurnal Aghinya edisi
no. 1, Vol. 2, 2019, h. 126.

2
sha’ kurma, tepung, keju lembut, atau kismis, atau setengah sha’ gandum, untuk
setiap Muslim, baik budak atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan, muda
atau tua, serta dibayarkan sebelum pelaksanaan Shalat’ Id.4

Setelah kondisi perekonomian kaum muslim stabil, tahap selanjutnya


Allah Swt. Mewajibkan zakat mal (harta) pada tahun kesembilan Hijriyah. Fakta
sejarah juga menunjukan bahwa zakat telah disebutkan dalam surat-surat yang
turun di Mekkah dan bahkan riwayat sebelumnya telah menjelaskan hal tersebut,
seperti dalam pidato sahabat Ja’far tentang zakat pada sidang di Najasyi pada
tahun kelima Kenabian, atau pembebanan zakat dan ushr atas anggur dan kurma
terhadap Bani Tsaqif pada tahun kedelapan Hijriyah.5

Pada masa pemerintahannya, Rasulullah SAW. menerapkan jizyah, yakni


pajak yang dibebankan kepada orang-orang non Muslim, khususnya ahli kitab,
sebagai jaminan perlindungan jiwa, harta milik, kebebasan menjalanan ibadah,
serta pengecualian dari wajib militer. Besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun
untuk setiap orang laki-laki dewasa yang mampu membayarkannya. Perempuan
anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa dan semua yang
menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini. 6

Rasulullah juga menerapkan sistem kharaj, yakni pajak tanah yang


dipungut dari kaum non-Muslim ketika wilayah Khaibar ditaklukan. Tanah hasil
taklukan diambil alih oleh kaum Muslim dan pemilik lamanya diberikan hak
untuk mengolah tanah tersebut dengan status sebagai penyewa dan bersedia
memberikan sebagian hasil produksinya kepada negara. Jumlah Kharaj dari tanah
ini adalah tetap, yakni setengah dari hasil produksi. Sistem pajak lainnya yang
diadopsi Rasulullah adalah ushr.7

Adapun beberapa sumber pendapatan lainnya yang bersifat tambahan


(sekunder), di antaranya adalah:

4
Suharyono, “Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah” ..., h. 126.
5
Suharyono, “Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah” ..., h. 126.
6
Suharyono, “Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah” ..., h. 127.
7
Suharyono, “Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah” ..., h. 127.

3
1. Uang tebusan para tawanan perang, khususnya perang badar. Pada perang
lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang, bahkan 6000
tahanan perang Hunain dibebaskan tanpa uang tebusan.
2. Pinjaman-pinjaman (setelah penaklukan kota Mekkah) untuk pembayaran
diyat, kaum Muslimin Bani Judzaimah atau sebelum pertempuran
Hawazin sebesar 30.000 dirham dari Abdullah bin Rabiah dan meminjam
beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin
Umayyah.
3. Khums atas rikaz atau harta karun.
4. Amal Fadilah, yakni harta yang berasal dari harta benda kaum Muslimin
yang meninggal tanpa ahli waris atau harta seorang muslim yang telah
murtad dan pergi meninggalkannya.
5. Wakaf, yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang Muslim untuk
kepentingan agama Allah dan pendapatannya akan disimpan di Baitul Mal.
6. Nawaib, yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum Muslimin yang
kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa
darurat, seperti yang pernah terjadi pada masa perang Tabuk.
7. Zakat fitrah.
8. Bentuk lain seperti hewan qurban dan kafarat denda yang dilakukan atas
kesalahan seorang muslim pada saat melakukan kegiatan badah, seperti
berburu pada musim haji. 8

Pengeluaran utama (primer) negara selama masa pemerintahan Rasulullah


Saw. Digunakan untuk hal-hal berikut:

1. Biaya pertahanan seperti persenjataan, unta dan persediaan.


2. Penyaluran zakat dan Ushr kepada yang berhak menerimanya menurut
ketentuan Al-Quran, termasuk para pemungut zakat.
3. Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru imam, muadzin dan pejabat negara
lainnya.
4. Pembayaran upah para sukarelawan.

8
Suharyono, “Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah” ..., h. 127.

4
5. Pembayaran utang negara.
6. Bantuan untuk musafir (dari daerah Fadak).

Adapun pengeluaran lainnya (sekunder) yaitu:

1. Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah.


2. Hiburan untuk para utusan suku dan negara serta biaya perjalanan mereka.
3. Hiburan untuk para delegasi keagamaan.
4. Hadiah untuk pemerintah negara lain.
5. Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah.
6. Pembayaran untuk pembebasan Kaum Muslim yang menjadi budak.
7. Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh
pasukan kaum Muslimin.
8. Pembayaran tunjangan untuk orang miskin.
9. Pengeluaran rumah tangga Rasulullah Saw. (hanya sejumlah kecil, 80
butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya).
10. Persediaan darurat (sebagian dari pendapatan Khaibar) 9
B. Keuangan Publik pada Masa Khulafaurrasyidin

Periode kejayaan ekonomi Islam pasca Rasulullah saw adalah pada masa
Khilafah Islamiyah. Masa khilafah yang paling dekat dengan masa Rasulullah saw
adalah masa-masa Khulafaur Rasyidun, mulai dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar
bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Pada masa itulah ekonomi
Islam, terutama pengelolaan keuangan publik semakin nyata mensejahterakan
umat. Karena memang ekonomi Islam itu bukan sekedar teori saja melainkan juga
merupakan bentuk nyata yang bisa kita indera. 10

9
Suharyono, “Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah” ..., h. 131.
10
Yuana Tri Utomo, “Kisah Sukses Pengelolaan Keuangan Publik Islam (Perspektif
Historis)”, dalam Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 17, 2017, h. 161.

5
1. Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq

Beliau secara tegas mendukung kebijakan ekonomi yang pernah


menjadi kebijakan ekonomi Rasulullah saw. Beliau sangat memperhatikan
keakuratan penghitungan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan atau
kekurangan pembayaran. Bahkan beliau telah menyatakan perang terhadap
orang-orang yang menolak membayar zakat. Oleh karena diantara harta
orang-orang kaya terdapat hak orang-orang miskin dan tidak mampu, Abu
Bakar tidak ragu-ragu untuk mengambil hak mereka secara sah walaupun
dengan cara kekerasan. Ia menegaskan, “Demi Allah, jika mereka enggan
membayar seutas tali yang mengikat seekor unta, yaitu apa yang patut
mereka bayarkan kepada Rasulullah saw, saya akan menyatakan perang
terhadap mereka karena keengganan mereka.”

Khalifah Abu Bakar mengikuti jejak kebijakan Rasulullah saw


dalam mengumpulkan dan membelanjakan harta zakat sebagai pendapatan
negara dan disimpan di baitul maal. Kemudian zakat yang telah terkumpul
itu langsung didistribusikan kepada kaum muslimin yang berhak
menerimanya hingga tidak tersisa. Yaitu kepada: fakir, miskin, amil,
mualaf, hamba sahaya, ghorim, sabilillah dan ibnu sabil. 11

Dalam kebijakan tanah hasil taklukan (kharajiyah), Abu Bakar


menggunakan konsep Rasulullah saw, yaitu dengan tetap diberikan kepada
kaum muslimin dan sebagian yang lain menjadi tanggungan negara.
Sedangkan dalam menangani tanah orang-orang murtad, beliau mengambil
alih tanah-tanah tersebut kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat
Islam secara keseluruhan. 12

11
Yuana Tri Utomo, “Kisah Sukses Pengelolaan Keuangan Publik Islam (Perspektif
Historis)” ..., h. 163.
12
Yuana Tri Utomo, “Kisah Sukses Pengelolaan Keuangan Publik Islam (Perspektif
Historis)” ..., h. 164.

6
2. Masa Kekhalifahan Umar bin Khatab

Prinsip yang dipakai Umar Bin Khattab adalah prinsip keadilan.


Sampai masa beliau memerintah, diberbagai wilayah (provinsi) yang
menerapkan Islam dengan baik, kaum muslimin menikmati kemakmuran
dan kesejahteraan. Kesejahteraan merata ke segenap penjuru. Buktinya
tidak ditemukan seorang miskin pun oleh Muadz bin Jabal di wilayah
Yaman. Muadz adalah staf Rasulullah saw yang diutus untuk memungut
zakat di Yaman dan itu terus dilanjutkan sampai masa Abu Bakarr dan
Umar.13

3. Masa Kekhalifahan Utsman bin Affan


Khalifah Utsman tidak mengambil tunjangannya dari baitul maal,
sebaliknya beliau meringankan beban pemerintah dalam hal-hal serius,
bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara. Beliau juga
membelanjakan sebagian uang negara dalam baitul maal untuk memberi
bantuan dan santunan dengan prinsip tafadhul sebagaimana khalifah
sebelumnya. Khalifah mempercayakan kepada muzakki untuk menaksir
harta yang dizakatinya sendiri. Beliau menaikkan dana pensiun sebesar
100 dirham disamping memberikan tambahan pakaian. Beliau
memperkenalkan tradisi memberi makanan untuk fakir miskin dan musafir
di masjid-masjid. Khalifah membagikan tanah negara kepada rakyat untuk
tujuan reklamasi. Dari hasil kebijakan ini, negara memperoleh kenaikan
pendapatan tambahan sebesar 41 juta dirham dibandingkan masa Khalifah
Umar bin Khattab yang tidak membagikan tanah tersebut. 14

4. Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib


Masa Ali bin Abi Thalib yang berlangsung selama 5 tahun
memberlakukan kebijakan ekonomi dengan tasawy sebagaimana Abu

13
Yuana Tri Utomo, “Kisah Sukses Pengelolaan Keuangan Publik Islam (Perspektif
Historis)” ..., h. 165.
14
Yuana Tri Utomo, “Kisah Sukses Pengelolaan Keuangan Publik Islam (Perspektif
Historis)” ..., h. 167.

7
Bakar ash-Shiddiq. Sebagaimana tercermin dalam pidato politik pasca
dibaiatnya beliau sebagai berikut: “Dengarkanlah..! Siapa saja dari
kalangan Anshar dan Muhajirin yang masih berpegang pada pendapat
bahwa oleh karena persahabatannya dengan Rasulullah saw merasa
mempunyai keutamaan daripada orang lain, ia patut mengetahui bahwa
keutamaannya itu hanya akan bermanfaat diakherat kelak dimana Allah
SWT akan membalasnya. Oleh karena itu pahamilah dan berpegang
teguhlah pada agama Allah SWT dan sunnah Rasul SAW, pastikan millah
kita, masuki diin Islam dengan sepenuhnya dan menghadaplah ke kiblat
kita, yang berarti kita mengakui hak-hak dan tanggungjawab Islam.
Sesungguhnya kamu semua adalah hamba Allah, dan harta kekayaanmu
juga milik Allah maka, harta itu akan dibagikan sama rata diantara kalian.
Dalam hal ini tidak ada seorang pun lebih utama dari orang lain,
bagaimanapun juga Allah akan memberikan balasan yang terbaik kepada
mereka yang takut kepada-Nya.”15

C. Prinsip Penerimaan Publik

Dari tinjauan sejarah mengenai penerimaan publik umat Islam terdapat


bentuk-bentuk sumber pendanaan publik, baik yang sudah ditentukan
ketentuannya oleh al Quran, yaitu zakat dan ghanimah, maupun yang ditentukan
oleh pemerintah saat itu seperti kharaj, khums, jizyah, dan sebagainya. 16

Dari semua hal tersebut, dapat disimpulkan mengenai prinsip-prinsip yang


diterapkan dalam penerimaan publik islam, yaitu:

1. Sistem pemungutan wajib (dharibah) harus menjamin bahwa hanya


golongan kaya dan mempunyai kelebihan yang memikul beban utama
dharibah.

15
Yuana Tri Utomo, “Kisah Sukses Pengelolaan Keuangan Publik Islam (Perspektif
Historis)” ..., h. 167.
16
P3EI, Ekonomi Islam, Ed.1, (Jakarta: Raja rafindo Persada, 2008), h. 506.

8
2. Berbagai pungutan dharibah tidak dipungut atas dasar besarnya
input/sumber daya yang digunakan, melainkan atas hasil usaha dan
tabungan yang terkumpul.
3. Islam tidak mengarahkan pemerintah mengambil sebagian harta milik
masyarakat secara paksa.
4. Islam memberlakukan kaum muslimin dan Non Muslim secara adil.
Pungutan dikenakan proposional terhadap manfaat yang diterima
pembayar.
5. Islam telah menentukan sektor-sektor penerimaan negara menjadi empat
jenis:
a) Zakat, yaitu pungutan wajib atas muslim yang ketentuannya telah
diatur oleh Allah Swt.
b) Aset atau kekayaan non keuangan, yang memungkinkan pemerintah
untuk memiliki perusahaan dan menciptakan penerimaan sendiri
dengan mengelola sumber daya yang dikuasakan kepada pemerintah.
c) Dharibah, yaitu pungutan wajib yang nilainya ditentukan oleh
pemerintah. Meliputi jizyah, kharaj, ushur, nawaib,dan sebagainya.
d) Penerimaan publik sukarela, yaitu yang objek dan besarannya
diserahkan kepada pembayar. Jenis ini seperti halnya infak, sedekah,
wakaf, hadiah, dan sebagainya. 17
D. Prinsip Pengeluaran Publik
Khalifah Umar bin Khattab telah berani melakukan perubahan
distribusi/alokasi pendapatan yang diperoleh, dimana alokasi dana disesuaikan
dengan jenis dan yang masuk, secara umum, belanja negara dapat dikategorikan
menjadi empat:18
1) Pemberdayaan fakir miskin dan muallaf.
2) Biaya rutin pemerintah. Dana ini pada umumnya diambil dari kharaj, fai’,
jizyah, dan ushr.
3) Biaya pembangunan dan kesejahteraan sosial.
17
Miftahul Huda, “Prinsip-prinsip Keuangan Publik Islam”, dalam Jurnal Al-Intaj edisi
no. 1, Vol. 4, 2018, h. 7.
18
P3EI, Ekonomi Islam ..., h. 508.

9
4) Biaya lainnya, seperti emegancy, pengurusan anak terlantar, dan
sebagaianya.
Pada dasarnya besaran dan skala prioritas alokasi tidaklah selalu sama
dalam setiap negara ataupun waktu. Secara garis besar prinsip yang harus
diterapkan dalam pengeluaran publik adalah:19
1) Alokasi zakat merupakan kewenangan Allah, bukan kewenangan amil
atau pemerintah. Amil hanya berfungsi menjalankan manajemen zakat
sehingga dapat dicapai pendistribusian yang sesuai ajaran Islam.
2) Penerimaan selain zakat dialokasikan mengikuti beberapa prinsip
pokok, diantaranya:
a) Belanja negara harus diarahkan untuk mewujudkan semaksimal
mungkin maslahah.
b) Menghindari masyaqqah kesulitan dan mudharat harus di
dahulukan daripada melakukan perbaikan.
c) Mudharat individu dapat dijadikan alasan demi menghindari
mudharat dalam skala yang lebih luas.
d) Pengorbanan individu dapat dilakukan dan kepentingan individu
dapat dikorbankan demi menghindari kerugian dan pengorbanan
dalam skala umum.
e) Manfaat publik yang didistribusikan adalah seimbang dengan
penderitaan atau kerugian yang ditanggung.
f) Jika suatu belanja merupakan syarat untuk ditegakkannya syari’at
Islam, maka belanja tersebut harus diwujudkan.

19
P3EI, Ekonomi Islam, Ed.1, cet. 6, (Jakarta: Raja rafindo Persada, 2014), h. 510.

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Rasulullah SAW mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut


berbagai dalam masalah kemasyarakatan. Selain adanya masalah hukum (fiqih),
politik (siyasah) juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah). Masalah
ekonomi umat menjadi perhatian Rasulullah SAW, karena masalah ekonomi
merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan. Kebijakan publik
terkait keuangan dan perbendaharan pada masa Rasulullah telat dipraktekkan dan
menjadi pedoman bagi pemimpin selanjutnya. Kebijakan keuangan publik di masa
Rasulullah SAW terkait sumber penerimaan dan belanja negara bisa menjadi
acuan bagi penentu kebijakan pemerintah dimasa sekarang yaitu yang
mengedepankan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan keuangan
publik dimasa Rasulullah yang bisa diaplikasikan sampai sekarang sebaiknya
tetap dilaksanakan dan dikembangkan jika perlu selagi tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Huda, Nurul, dkk, Keuangan Publik Islam Pendekatan Teoritis Dan Sejarah,
Jakarta: Kencana, 2016.

M. Juhro, Solikin, dkk, Keuangan Publik Dan Sosial Islam Teori Dan Praktik,
Depok: Raja Rajawali Pers, 2019.

P3EI, Ekonomi Islam, Ed.1, Jakarta: Raja rafindo Persada, 2008.

P3EI, Ekonomi Islam, Ed.1, cet. 6, Jakarta: Raja rafindo Persada, 2014.

Jurnal

Suharyono, “Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah”, dalam Jurnal


Aghinya edisi no. 1, Vol. 2, 2019.

Tri Utomo, Yuana, “Kisah Sukses Pengelolaan Keuangan Publik Islam


(Perspektif Historis)”, dalam Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 17, 2017.

Miftahul Huda, “Prinsip-prinsip Keuangan Publik Islam”, dalam Jurnal Al-Intaj


edisi no. 1, Vol. 4, 2018.

12
LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS KELOMPOK

Feira Housgitha (2131710115): Mencari bahan materi.

Muhammad Yasier Fadillah (2131710097): Membuat Makalah, Membuat PPT


dan Presentasi.

Septianingtias (2131710059): Mencari bahan materi.

13

Anda mungkin juga menyukai