Fungsi Distribusi
Redistribusi pendapatan dan kesejahteraan melalui
instrument-instrument fiskal.
Fungsi Stabilisasi
Manajemen makroekonomi yang baik dan berhati-hati
untuk mencapai :
(i) pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
(ii) menciptakan lapangan pekerjaan yang luas,
dan
(iii) stabilitas tingkat harga.
Fungsi Pemerintah dalam
Perekonomian Islami (Siddiqi, 1987)
Fungsi yang ditugaskan oleh Syariah secara permanen
Pertahanan-keamanan
Hukum dan ketertiban
Keadilan Sosial
Pemenuhan kebutuhan dasar
Dakwah (menyampaikan ajaran Allah SWT kepada manusia)
Al amr bi’l ma’ruf wa’l nahi’an al munkar
Administrasi sipil
Pemenuhan beberapa kebutuhan sosial (furud kifaya) dimana sektor swasta
gagal memenuhi-nya.
Fungsi yang diturunkan dari Syariah dengan basis ijtihad
Perlindungan lingkungan
Pemenuhan barang publik yang vital
Riset ilmiah
Pembentukan modal dan pembangunan ekonomi
Penyediaan subsidi untuk aktivitas swasta prioritas
Pengeluaran untuk kebijakan stabilisasi
Fungsi yang dibebankan kepada negara oleh penduduk melalui
proses Shura
Tergantung pada kondisi dan kebutuhan masing-masing negara dan
perekonomian.
Karakter Negara Islam …
Sumber-sumber kekuasaan negara adalah amanat dan
harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Terpenuhinya kebutuhan dasar setiap anggota masyarakat
adalah kewajiban ekonomi, moral dan keagamaan
penguasa.
Penyediaan barang-barang publik harus dilakukan oleh
keuangan negara (Bayt al Maal).
Barang-barang publik yang memberi manfaat secara umum
disediakan oleh negara.
Jika manfaat barang-barang publik diinternalisasikan dan
mengkonsumsi-nya menghalangi pihak lain, maka biaya-nya
dibebankan secara langsung.
Ketika sumber-sumber keuangan negara terbatas, sektor
sukarela dibebankan tugas pengadaan barang-barang
publik.
Seluruh struktur negara Islam awal dibangun oleh sektor
sukarela.
Sistem Fiskal Masa Awal Islam …
(1/2)
Orientasi pada Peningkatan Penawaran Agregat dan
Penciptaan Lapangan Kerja
Meningkatkan kemampuan produksi dan produktivitas tenaga kerja
melalui mudharabah, muzara’ah dan musaqat sehingga meningkatkan
penawaran agregat.
Porsi terbesar pengeluaran negara adalah untuk pembangunan
infrastruktur sehingga meningkatkan kapasitas dan efisiensi
perekonomian sekaligus membuka lapangan kerja yang luas.
Meningkatkan efisiensi dan produktivitas melalui pengenalan dan
adopsi teknologi baru.
Disiplin Fiskal yang Ketat
Tidak ada ekspansi fiskal melalui defisit anggaran
Jarang terjadi Defisit Fiskal walau tekanan pengeluaran sangat tinggi
untuk belanja militer dan sosial, bahkan pada masa Khalifah Umar
dan Usman terjadi surplus yang besar.
Efisiensi dan penghematan anggaran.
Selain tempat ibadah, Masjid Nabawi berfungsi juga sebagai
sekretariat negara, mahkamah agung, markas besar tentara, pusat
pendidikan dan pelatihan juru dakwah, hingga baitul mal.
Sistem Fiskal Masa Awal Islam …
(2/2)
Mendorong Pemerataan dalam Distribusi Pendapatan untuk
Meningkatkan Permintaan Agregat
Mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar.
Membagikan tanah kepada kaum muhajirin untuk pemukiman.
Mendorong qard al-hasan, infaq, dan wakaf.
Membuat anggaran negara sangat responsif dengan kepentingan
orang miskin (pro-poor budgeting):
(i)Pembebasan kaum muslim dari perbudakan; (ii) Pembayaran
tunjangan untuk orang miskin; (iii) Pembayaran utang orang
yang meninggal dalam keadaan miskin; (iv) Bantuan untuk
mereka yang belajar agama
Kebijakan Perpajakan yang Ramah Pasar
Zakat dipungut berupa persentase tertentu (secara umum rendah
yaitu 2,5%) dari selisih antara produksi dengan biaya variabel
sehingga tidak berdampak pada harga dan jumlah produksi.
Kharaj (pajak tanah) dipungut proporsional sesuai dengan
kesuburan dan produktivitas tanah serta jarak dengan kanal
irigasi dan pasar/kota.
Konsep Keuangan Publik dalam
Islam …
Wacana ilmiah awal tentang keuangan publik dalam Islam
yang paling komprehensif pertama kali di lakukan oleh Abu
Ubayd (150-224 H/768-839 M) dalam kitab “al-Amwal”.
Abu Ubayd mendefinisikan keuangan publik dalam Islam
sebagai “sunuf al-amwal al-lati yaliha al-a'immah li al-ra'iyyah”
(sejumlah kekayaan yang dikelola oleh pemerintah untuk
kepentingan publik)
Terdapat empat konsep penting dalam definisi Abu Ubayd,
yaitu:
“amwal” yang mengacu kepada kekayaan publik yang
dikategorikan menurut tiga klasifikasi yaitu fay’, khums, dan
zakat.
“a’immah” yang mengacu kepada otoritas publik yang diberi
kepercayaan untuk mengelola kekayaan publik.
“wilayah” yang mengindikasikan bahwa kekayaan itu tidak
dimiliki oleh otoritas, tetapi merupakan kepercayaan.
“ra’iyyah” yang mengacu kepada publik yang terdiri dari subyek
Muslim dan non-Muslim, dimana kepada mereka manfaat harta
di distribusikan.
Keuangan Publik Periode Nabi
Muhammad SAW … (1/3)
Pendapatan Nabi
Pendapatan yang khusus dimana hanya Nabi Muhammad SAW saja yang
berhak menggunakannya.
Pendapatan khusus Nabi ini sesungguhnya tidak menjadi milik
Muhammad sebagai pribadi, tetapi lebih sebagai milik Muhammad dalam
posisi-nya sebagai Nabi.
Setelah Nabi wafat, tidak sedikitpun dari pendapatan khusus ini
yang diwarisi keluarga-nya.
Setelah Nabi wafat, sumber-sumber pendapatan Nabi itu kemudian di
transformasikan menjadi pendapatan publik.
Pendapatan Nabi ini adalah fay’, safi, dan khumus al-khums
Fay’: kekayaan yang diberikan kepada Nabi yang diperoleh dari
harta non-muslim, yaitu tanah suku Fadak dan Bani Nadhir, tanpa
melalui peperangan (QS 59: 6).
Safi: sesuatu yang telah dipilih oleh Nabi dari harta rampasan
(pasukan) Muslim sebelum ia dibagi-bagi.
Khumus al-khums: bagian dari khums yang merupakan bagian
khusus untuk Nabi (QS 8: 41).
Keuangan Publik Periode Nabi
Muhammad SAW … (2/3)
Anfal, Ghanimah, dan Khums
Anfal (ghanimah) adalah segala sesuatu yang diperoleh orang
Muslim dari harta benda tentara musuh (QS 8: 1).
Khums adalah seperlima bagian dari anfal (ghanimah) yang
menjadi kekayaan publik (QS 8: 41).
Ghanimah berupa harta tak bergerak (tanah) digunakan untuk
kebaikan umum dan tujuan publik lainnya.
Jizyah (QS 9: 29)
Jizyah adalah pajak pajak kepala yang dipungut oleh
pemerintah Islam bagi orang-orang non-Islam, sebagai
imbangan bagi jaminan keamanan diri mereka.
Jumlah jizyah sesuai dengan kemampuan pembayar, tidak ada
ketentuan baku tentang jumlahnya.
Jizyah hanya diharuskan untuk pria dewasa (al-dhukur al-
mudkirin)
Keuangan Publik Periode Nabi
Muhammad SAW … (3/3)
Zakat
Zakat adalah hak orang miskin yang ada di harta orang kaya.
Zakat tidak hanya kewajiban ekonomi, tetapi juga kewajiban
keagamaan dan menjadi sarana penyucian spiritual.
Zakat diterapkan untuk harta yang memiliki potensi
berkembang, dimiliki setahun penuh, melampaui nilai
minimum (nishab), dan tarif secara umum 2,5%.
Tarif zakat bervariasi sesuai dengan tingkat kesulitan
produksi dalam peningkatan pendapatan.
Zakat atas hasil pertanian hanya dikenakan pada hasil tanah
’usyr (tanah yang dimiliki kaum Muslim serta seluruh tanah
Hijaz, Makkah, Madinah dan Yaman).
Zakat yang dikumpulkan oleh negara adalah zakat atas
barang-barang yang tampak, sedangkan zakat atas barang
tidak tampak diserahkan kepada masing-masing individu.
Keuangan Publik Periode Pasca Nabi
Muhammad SAW … (1/3)
Pendapatan Nabi adalah pendapatan pribadi
selama Nabi masih hidup.
Surplus dan sisa pendapatan Nabi menjadi
pendapatan publik.
Pendapatan Nabi adalah pendapatan resmi yang
tidak bisa diwarisi.
Ketika Nabi Muhammad wafat, seluruh pendapatan Nabi
beralih menjadi pendapatan publik.
Pendapatan publik periode pasca Nabi Muhammad
terbagi menjadi fay’, khums, dan zakat.
Pendapatan Nabi (fay’, safi, dan khumus al khums) menjadi
pendapatan publik (fay’)
Seluruh pendapatan publik yang tidak masuk kategori
khums dan zakat, masuk dibawah kategori fay’.
Keuangan Publik Periode Pasca Nabi
Muhammad SAW … (2/3)
Fay’ (QS 59: 7)
Segala tanggungan yang dibebankan kepada harta kekayaan
orang non-Muslim (ahl al-dhimmah) melalui penaklukan damai
yang manfaatnya dibagi rata kepada orang muslim demi
kepentingan umum.
Fay’ Nabi bertransformasi menjadi fay publik ditandai oleh
peristiwa “nasionalisasi” tanah Fadak.
Seluruh pendapatan publik yang berkembang dalam sejarah
Islam masuk dibawah kategori fay’
Jizyah dari ahl al-dhimmah (masyarakat non-Muslim) yang mengikuti
perjanjian damai yang telah mereka sepakati
Kharaj adalah pajak atas tanah fay’ yaitu seluruh tanah yang berada di
bawah kekuasaan negara Islam melalui kekuatan perang.
Wazifah, pajak baku dari negara yang ditaklukkan dengan perjanjian
damai.
Ushr, pajak yang dikumpulkan dari para pedagang di kalangan ahl al-
dhimmah, atau barang impor dari para pedagang negara non-Muslim
(ahl al-harb).
Keuangan Publik Periode Pasca
Nabi Muhammad SAW … (3/3)
Khums.
Abu Yusuf, Abu Ubayd dan fuqaha Hanafiyyah
menganggap mineral sebagai ghanimah.
Karena itu, sumber khums selain ghanimah adalah barang
tambang (ma’adin), harta karun yang terpendam (rikaz),
kekayaan yang terkubur (mal madfun), dan hasil laut
(makharrij al-bahr).
Sebagai sistem pendapatan publik, kombinasi tiga
kategori pendapatan ini, fay’, khums, dan zakat,
membentuk satu basis pendapatan (revenue base) yang
menyeluruh.
Fay’ dan khums menjadi sumber pendapatan saat perang dan
damai.
Khums mencakup kekayaan laut dan tambang.
Zakat mencakup segala kekayaan di darat dan yang dimiliki
oleh masyarakat.
Zakat juga berfungsi sebagai penyeimbang jizyah yang berada
dibawah kategori fay’.
Teori Pendapatan dan Belanja Publik
Islam … Abu Ubayd (150-224 H/768-839 M)
Pendapatan Publik
Fay’, khums, dan zakat
Fay’ dan khums berbeda berdasarkan sumber-nya.
Fay’ berasal dari subyek non-muslim.