Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

INSTRUMEN NON ZAKAT SEBAGAI SUMBER PENGELUARAN KEUANGAN


NEGARA
Dosen Pengampu : Muthmainnah MD. S.EI.,M.E

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keuangan Publik Islam
Kelompok 5
Rima Sukaena Al Aslamiah
Rini
Rinto

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA PALU
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran ALLAH SWT, yang senantiasa memberikan nikmat yang
begitu banyak dan tak terhingga. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada suri
teladan kita Nabi MUHAMMAD SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang menerang hingga sekarang ini yang kita rasakan, kami bersyukur masih
diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini yang berjudul: Instrumen Non Zakat
Sebagai Sumber Pengeluaran Keuangan Negara
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini
terdapat banyak sekali kekurangan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membanguun. Kami juga mengharap bimbingannya baik
dalam makalah ini maupun hal lainnya. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan teman- teman. Aamiin..

Palu, 22 Mei 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................1
1.3 Tujuan dan Manfaat.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1 Kaidah Belanja Islami....................................................................................................2
2.2 Kebijakan Pengeluaran Negara......................................................................................2
2.3 Kebiajakn Pengeluaran Non Zakat Kontemporer..........................................................5
BAB III PENUTUP..............................................................................................................6
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................7

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan pengeluaran adalah unsur kebijakan fiskal dimana pemerintah atau Negara
membelanjakan pendapatan yang telah dikumpulakn. Kebijakan penegeluaran Negara tidak jauh
dari pengeluaran non-zakat.  Dengan kebijakan pengeluaran inilah negara dapat melakukan
proses distribusi pendapatan kepada masyarakat dan dengan kebijakan ini pula maka negara bisa
menggerakan perekonomian yang ada di masyarakat. Pemerintah diharapkan dapat
menggunakan keuangan tersebut dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan
ketakwaan. Kebijakan pengeluaran harus bisa menjamin pemenuhan kebutuhan pokok yang
ditujukan kepada seluruh warga negara tanpa memandang agama, warna kulit, suku bangsa dan
status sosial
Pengeluaran Non-zakat adalah salah satu instrument penting dalam suatu Negara sebagai
fasilitas untuk melancarkan program pengeluaran Negara. Pengeluaran non-zakat dalam islam
artinya pengeluaran yang sesuai dengan tuntunan islam yaitu kebutuhan primer masyarakat
secara keseluruhan adalah keamanan, pengonatan dan pendidikan.

1.2 Rumusan masalah


a) Apa saja kaidah belanja negara islami ?
b) Bagaimana kebijakan pengeluaran negara ?
c) Jelaskan apa saja kebijakan pengeluaran non zakat kontemporer ?

1.3 Tujuan dan Manfaat


a) Agar kita dapat memahami konsep kaidah belanja negara islami
b) Agar dapat mengetahui alur sejarah kebijakan pengeluaran negara
c) Untuk dapat menjelaskan kebijakan pengeluaran non zakat pada masa kini

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kaidah Belanja Negara Islami
Dalam konsep ekonomi islam, belanja negara harus sesuai dengan syari’iyyah dan
penentu skala prioritas, para ulama terdahulu telah memberikan kaidah umum yang disarikan
dari Al-quran dan as-sunah. Kaidah-kaidah adalah:
1) Bahwa timbangan kebijakan pengeluaran atau belanja pemerintah harus senantiasa
mengikuti kaidah maslahah.
2) Menghindari masyaqqoh menurut arti bahasa adalah al-ta’ab, yaitu kelelahan,
kepayahan, kesulitan dan kesukaran, kesulitan dan mudharat harus didahulukan
ketimbang melakukan pembenahan.
3) Mudharat individu dapat dijadikan alasan demi menghindari mudharat dalam skala
umum.
4) Pengorbanan individu atau kerugian individu dapat dikorbankan demi menghindari
kerugian dan pengorbanan dalam skala umum.
5) Kaidah “al-giurmu bil gunmi”, yaitu kaidah yang menyatakan bahwa yang mendapatkan
manfaat harus siap menanggung beban (yang ingin beruntung harus siap menanggung
kerugian).
Kebijakan belanja umum pemerintah dalam sistem ekonomi syariah dapat dibagi menjadi tiga
bagian, sebagai berikut:
1) Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin.
2) Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia.
3) Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakat berikut
sistem pendanaannya.
Adapun belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia,
mencakup pengadaan infrastruktur air, listrik, kesehatan, pendidikan, dan sejenisnya. Adapun
kaidahnya adalah adanya pemasukan yang sesuai dengan syariah untuk pemenuhan kebutuhan
tersebut, seperti dari sektor investasi pemerintah atau jizyah atau wasiat atau harta warisan yang
tidak ada pemiliknya. Selanjutnya adalah belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang
disepakati oleh masyarakat berikut sistem pendanaannya. Bentuk pembelanjaan seperti ini
biasanya melalui mekanisme subsidi, baik subsidi langsung seperti memberi bantuan secara
Cuma-Cuma atau subsidi tidak langsung melalui mekanisme produksi barang-barang yang
disubsidi.

2.2 Kebijakan Pengeluaran Negara


Menurut Ibnu Taimiyah, prinsip dasar dari pengelolaan pengeluaran adalah pendapatan
yang berada di tangan pemerintah atau negara merupakan milik masyarakat sehingga harus
dibelanjakan untuk kebutuhan masyarakat sesuai dengan pedoman Allah SWT.
2
Misalkan kegiatan hiburan yang tidak islami. Saat membelanjakan uang masyarakat, maka harus
di prioritaskan kepada hal-hal yang  penting. Dalam pandangannya, pembelanjaan utama antara
lain :
1) Kaum miskin dan yang membutuhkan.
2) Pemeliharaan tentara untuk jihad dan pertahanan.
3) Pemeliharaan ketertiban dan hukum internal.
4) Pensiun dan gajib pegawai.
5) Pendidikan.
6) Infrastruktur.
7) Kesejahteraan umum.

1. Kebijakan Pengeluaran Zaman Rasulullah


Tidak ada catatan mengenai pengeluaran secara perinci, tetapi secara garis besar
pengeluaran negara pada zaman rasulullah sebagai berikut :
A. Pengeluaran Primer
1) Biaya pertahanan, seperti persenjataan, unta, kuda, dan persediaan.
2) Penyaluran zakat dan ushur kepada yang berhak menerimanya sesuai ketentuan Al-
Quran.
3) Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muazin, dan pejabat negara lainnya.
4) Pembayaran upah para sukarelawan.
5) Pembayaran utang negara.
6) Bantuan untuk musafir (dari daerah Fadak).
B. Pengeluaran sekunder
1) Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah.
2) Hiburan untuk para delegasi keagamaan.
3) Hiburan untuk para utusan suku dan negara serta biaya perjalanan mereka.
4) Hadiah untuk pemerintahan negara lain.
5) Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan muslim.
6) Pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaan miskin.
7) Pembayaran tunjangan untuk orang miskin.
8) Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah.
9) Pengeluaran rumah tangga Rasulullah (hanya jumlah kecil, yakni 80 butir kurma dan 80
butir gandum untuk setiap isterinya).
10) Persediaan darurat (sebagian dari pendapatan pada perang Khaibar).
3
2. Kebijakan pengeluaran non-zakat masa Al-Khulafa Ar-Rasyidun
1) Abu Bakar As-Siddiq (11-13 H/632-634 M)
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, kebijakan pengelolaan anggaran yang dilakukan
yaitu dengan langsung membagi habis harta bait al-mal. Sistem pendistribusian seperti ini
melanjutkan sistem pendistribusian pada masa Rasulullah.

2) Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)


Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau mengambil kebijakan yang berbeda
dengan para pendahulunya dalam mengelola bait al-mal. Kebijakan yang diambil adalah tidak
menghabiskan seluruh pendapatan negara secara sekaligus, melainkan secara bertahap sesuai
dengan kebutuhan, sebagian di antaranya digunakan untuk dana cadangan.
Dalam melaksanakan anggaran pengeluaran negara, Khalifah Umar bin Khattab
menekankan prinsip keutamaan dalam mendistribusikan kekayaan yang berhasil dikumpulkan
dalam bait al-mal. Dana pada bait al-mal adalah milik kaum muslimin, sehingga menjadi
tanggung jawab negara menjamin kesejahtraan rakyatnya.
3) Usman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Ada beberapa kebijakan pengeluaran kontroversial yang dilakukan Khalifah yang
menimbulkan kericuhan di kalangan umat Islam, yaitu:
a. Kebijakan untuk memberikan kepada kerabatnya harta dari bait al-mal. Dalam hal ini
Usman mengatakan dalam pidatonya: “Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar tidak
mengambil hak mereka. Namun saya mengambil apa yang menjadi hak saya dan saya
bagikan kepada saudara-saudara dekatku.” Ini berbeda dengan apa yang dilakukan
para khalifah sebelumnya.
b. Menggunakan dana zakat untuk pembiayaan perang atau pembiayaan lainnya.
Kebijakan ini dianggap kurang tepat oleh sahabat karena menyalahi aturan Allah
dalam distribusi zakat sebagaimana yang diperintahkan dala Al-Qur’an. Kebijakan ini
menimbulkan kesulitan bagi pemerintahannya sendiri karena jatah zakat yang
seharusnya diberikan kepada fakir miskin dialihkan untuk pembiayaan lain, maka
terjadi kesenjangan antara kaya dan miskin.
c. Kebijakan Usman ra untuk memberikan tambahan gaji bagi para pejabat negara,
beberapa di antaranya memiliki hubungan dengan kekerabatan dengannya.
4
4) Ali bin Abi Talib (35-40 H/656-661 M)
Khalifah Ali bin Abi Talib hidup sangat sederhana dan sangat ketat dalam melaksanakan
keuangan negara. Ali tidak sepaham dengan Umar dalam masalah pendistribusian harta bait al-
mal. Keputusan Umar dalam pertemuan dengan Majelis Syura yang menetapkan bahwa sebagian
dari harta bait al-mal dijadikan cadangan, tidak sejalan dengan pedapat Ali, sehingga pada saat
Ali diangkat menjadi khalifah, kebijakan yang dilakukan berubah. Ali mendistribusikan seluruh
pendapatan bait al-mal yang ada di Madinah, Kufah, dan Busra.

2.3 Kebijakan Pengeluaran Non Zakat Kontemporer


Anggaran modern merupakan suatu campuran rumit antara rencana dan proyek yang
harus dilaksanakan di masa depan, maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat
pada jalan pertumbuhan ekonomi negara. Negara Islam modern harus menerima konsep
anggaran modern dengan perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit anggaran. Negara Islam
dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang mutlak diperlukan dan mencari jalan dengan
cara untuk mencapainya, baik dengan rasionalisasi struktur pajak atau dengan mengambil kredit
dari sistem perbankan atau dari luar negeri.
Telah kita lihat bahwa selama masa Islam dini, penerimaan zakat dan sedekah merupakan
sumber pokok pendapatan. Jelaslah, di zaman modern, penerimaan ini tidak dapat memenuhi
persyaratan anggaran yang berorientasikan pertumbuhan modern dalam suatu negara Islam.
Diperlukan untuk mengenakan pajak baru, terutama pada orang yang lebih kaya demi
kepentingan kemajuan dan keadilan sosial. As-Sunah dengan jelas menyatakan tentang hal ini:
“Selalu ada yang harus dibayar selain zakat.” Maka Rasulullah SAW berpesan dan
memerintahkan pengeluaran untuk kebajikan masyarakat. Sabdanya: “Kekayaan harus diambil
dari si kaya dan dikembalikan kepada si miskin” (H.R Bukhari)
Setiap warga negara harus menyumbangkan keuangan negara sesuai dengan
kemampuannya, yaitu sesuai dengan pendapatan. Menurut prinsip ekonomi, biaya pungutan
pajak tidak boleh melebihi pendapatan dari pungutan pajak itu sendiri. Akan tetapi, mengenai
masalah zakat, pungutan zakat tidak memerlukan sistem organisasi yang lengkap yang
membutuhkan biaya yang besar. Zakat merupakan bentuk ibadah seperti amalan shalat setiap
hari atau berpuasa, sehingga kebanyakan orang berlomba-lomba mau menunjukkan
melaksanakan tanggung jawab ini secepat mungkin
5

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara islam wajib mengadakan fasilitas umum dan pelayanan publik yang sangat
dibutuhkan oleh warga masyarakat dalam kehiduan sehari-hari, sehingga berbagai kepentingan
dan urusan masyarakat terpenuhi dengan lancar. Keberhasilan negara untuk melakukan
kebijakan pengeluaran sesuai tujuan yang disyaratkan syariah akan menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Karena kebijakan pengeluaran tersebut adalah suatu proses distribusi pendapatan
kepada masyarakat. Kegagalan pemerintah dalam melakukan distribusi anggaran negara dapat
mengancam keberadaan negara seperti yang terjadi dalam sejarah peradaban islam, dimana
kesalahan dalam melakukan kebijakan anggaran menyebabkan kemunduran dan kehancuran
negara, baik karena menyebabkan negara menjadi lemah, juga karena terjadinya pertikaian
intern.
6

DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/indahns28/61fd34a08700003f2431e2d2/instrumen-non-zakat-
sebagai-sumber-pengeluaran-keuangan-negara
http://andrianadita.blogspot.com/2014/12/instrumen-nonzakat-sebagai-sumber.html
Nurul Huda, dkk. Keuangan Publik Islam: Pendekatan Teoritis dan Sejarah. Kencana. Jakarta:
2012.
Jurnal Keuangan Publik Islam (Kebijakan Pengeluaran Instrumen Non-zakat Dalam Islam, Oleh:
Dian Hariyadi; Habiburrahman; Safrudin)
7

Anda mungkin juga menyukai