Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TEORI MONETER DAN FISKAL ISLAM

“KEBIJAKSANAAN FISKAL DAN BELANJA NEGARA ISLAMI”

Dosen Pengampu :

Abdul Aziz, R, SE.,MM

Di Susun Oleh :

Zahra (215120116)

Nanda Lestari (215120098)

Moh. Zidan (215120086)

Syarif Hidayatullah (215120102)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) DATOKARAMA PALU

2023
KATA PENGANT AR

‫الر ِحيْم‬
‫الرحْ َم ِن ه‬ ‫ِبس ِْم ه‬
‫َّللاِ ه‬

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta„Ala atas sega-
la rahmat-Nya sehingga telah memberikan kami kemudahan untuk menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu nabi Muhammad
Shallallahu „Alaihi Wa Sallam yang kita nanti-nantikan syafa‟atnya di akhirat
nanti.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdul Aziz, R, SE.,MM
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wa-
wasan kami. Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah penge-
tahuan dan pengalaman bagi pembaca, terutama teman-teman mahasiswa. Bahkan
kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf sebesar-
besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mem-
bantu dalam membuat makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat ber-
manfaat terima kasih.

Palu, 03 November 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Perbedaan Esensial Kebijakan Fiskal Konvensional Dan Islami ...................... 3

B. Dimensi Kemaslahatan Umat ............................................................................ 5

C. Klasifikasi Alokasi Anggaran Belanja .............................................................. 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................... 11

B. Saran ................................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Memasuki abad XXI ini, umat Islam dihadapkan pada harapan-harapan


historis, sekaligus tantangan yang cukup besar khususnya berkenaan dengan sis-
tem ekonomi. Sistem ekonomi global yang digaungkan saat ini membuat umat
Islam di belahan manapun mengalami masa yang menentukan. Bukan saja karena
kondisi ekonomi dan politiknya yang masih dipengaruhi oleh negara-negara maju,
tetapi suatu nasib apakah umat Islam memiliki kekuatan baru untuk
mempengaruhi sistem ekonomi dunia. Atau sebaliknya, umat Islam yang selama
ini sebagian besar berada di bawah garis kemakmuran, justru semakin terpuruk
sebagai konsumen produksi negara-negara maju.
Meski ada sederet tantangan di depan mata, namun umat Islam tidak bisa
menutup mata bahwa wacana ekonomi Islam menjadi bola salju yang
menggelinding, walaupun dibendung oleh sistem kapitalisme Barat yang domi-
nan. Seiring dengan berjalannya waktu, sistem kapitalisme barat telah menunjuk-
kan kelemahan serta bayangan kebobrokannya. Sistem ekonomi kapitalis mempu-
nyai prinsip dasar mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan sumber
daya yang terbatas. Usaha kapitalis ini didukung oleh nilai-nilai kebebasan untuk
memenuhi kebutuhan. Manusia mempunyai kebebasan yang luas untuk memiliki
harta. Prinsip-prinsip tersebut mengakibatkan ketimpangan sosial yang secara tid-
ak langsung telah membuat polarisasi yang cukup tajam antara kaya dan miskin.
Selain itu kapitalisme juga menjerumuskan manusia pada kehidupan yang materi-
alistis. Keadaan ini mempersempit ruang bagi manusia untuk berinteraksi dengan
masyarakat sekitar. Akhirnya hal ini mengakibatkan manusia kehilangan unsur-
unsur kemanusiaannya (dehumanisasi) dan terasing oleh dirinya sendiri (alienasi).
Prinsip-prinsip ekonomi Islam yang mengakui kebebasan manusia atas
nilai-nilai tauhid, hak memiliki harta atas dasar kemaslahatan, melarang
penumpukan harta, serta distribusi kekayaan justru yang sesuai dengan sifat dasar
dan kebutuhan manusia. Terkait dengan pemenuhan kebutuhan manusia, maka

1
2

dalam Islam telah diatur mekanismenya dalam suatu negara. Peran Negara Islam
sangat signifikan dalam menjamin kesejahteraan dan kebutuhan rakyatnya. Dalam
rangka menjamin kesejahteraan rakyat, negara akan melakukan berbagai ke-
bijakan. Kebijakan tersebut dinamakan kebijakan fiskal.
Menurut Wolfson sebagaimana dikutip Suparmoko, kebijakan fiskal (fis-
cal policy) merupakan tindakan-tindakan pemerintah untuk meningkatkan kese-
jahteraan umum melalui kebijakan penerimaan dan pengeluaran pemerintah, mo-
bilisasi sumberdaya, dan penentuan harga barang dan jasa dari perusahaan.
Di dalam teori moneter dan fiskal islam juga membahas tentang ke-
bijaksanaan fiskal dan belanja negara islami Maka permasalahan ini begitu
menarik bagi kami untuk bisa dikaji dan dianalisis lebih jauh lagi.1

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami perlu merumuskan masalah-


masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini, di antaranya :
1. Apa perbedaan esensial kebijakan fiskal konvensional dan islami ?
2. Apa yang dimaksud dengan dimensi kemaslahatan umat ?
3. Apa yang dimaksud klasifikasi alokasi anggaran belanja ?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah


ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui lebih dalam tentang perbedaan esensial kebijakan fiskal
konvensional dan islami.
2. Untuk mengetahui lebih dalam tentang dimensi kemaslahatan umat.
3. Untuk mengetahui lebih dalam tentang klasifikasi alokasi anggaran belanja.

1
Lilik Rahmawati, “Sistem Kebijakan Fiskal Modern Dan Islam”, Oeconomicus Journal
Of Economics, Vol. 1, No. 1, (Desember, 2016), 22-23.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbedaan Esensial Kebijakan Fiskal Konvensional Dan Islam

Secara konvensional kebijakan fiskal dimaksudkan sebagai alat rekayasa


pemerintah dalam perekonomian yang menganut mekanisme pasar bebas yang
diharapkan dapat mempengaruhi jalannya aktvitas perekonomian suatu negara.
Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan
kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah pen-
erimaan dan pengeluaran pemerintah Atau merupakan tindakan yang diambil
oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian. Dapat diartikan kebijakan fiskal adalah
penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran pemerintah sebagaimana ditetap-
kan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang disingkat APBN untuk
mencapai kestabilan ekonomi yang dikehendaki pada umumnya ditetapkan dalam
rencana pembangunan.
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
penggunaan pajak, pinjaman masyarakat, pengeluaran masyarakat oleh
pemerintah untuk tujuan stabilitas atau pembangunan sehingga terbentuk modal
dan laju pertumbuhan ekonomi yang berjalan secara baik. Dasar kebijakan fiskal
secara umum bertujuan untuk pemerataan pendapatan dan kesejahteraan. Akan
tetapi, kesejahteraan dalam Islam mencakup kesejahteraan material dan spiritual.
Oleh karena itu, nilai-nilai moral harus selalu mendasari dalam setiap kebijakan
fiskal.
Lebih spesifik lagi, kesejahteraan yang dimaksud dalam tujuan kebijakan
fiskal Islam, yaitu kebijakan pemerintah dalam pengembangan masyarakat yang
didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang, dengan menempatkan nilai-nilai
material dan spiritual pada tingkat yang sama. Pemerintah Islam harus memasti-
kan bahwa pajak zakat yang dikumpulkan dari setiap muslim kaya yang telah
melebihi nilai minimum tertentu akan digunakan untuk tujuan yang telah diten-
tukan oleh syariah. Kebijakan Islam dalam regulasi pengeluaran dan pemasukan

3
4

merupakan salah satu dari berbagai perangkat untuk mencapai tujuantujuan syari-
ah, termasuk mencakup kesejahteraan masyarakat. Tujuantujuan syariah tersebut
secara spesifik berfungsi untuk melindungi aqidah (faith), jiwa (life), akal (intel-
lect), keturunan (posterity) dan kepemilikan (property), kehormatan, keamanan
dan kesatuan negara.
Perbedaan substansial antara Islam dengan konvensional dalam kebijakan
fiskal adalah tidak ada kebijakan moneter yang memakai alat suku bunga, khu-
susnya dalam peran dan manajemen dari kewajiban hutang publik. Seluruh
mekanisme pinjaman (loan) dalam Islam diproses dengan bebas bunga (free-
interest). Penekanan dalam sistem Islam mengenai kebijakan pembelanjaan
berorientasi pada keadilan dan bukan kepada pinjaman. Bandingkan dengan sis-
tem berbasis bunga yang menitik beratkan varian problematika pada keefisienan
dan ketidak efisienan, atau usaha-usaha menguntungkan dan tidak
menguntungkan. Artinya variasi-variasi sistem bunga relatif terbatas dan jarang
yang secara khusus didasarkan pada penerapan kriteria efisiensi dalam bidang
ekonomi yang secara informal memiliki sektor moneter yang sangat luas dan
terorganisasi.
Walaupun dalam beberapa tujuan hampir sama dengan kebijakan fiskal an-
tara ekonomi Islam dengan ekonomi modern seperti dalam aspek keseimbangan,
pertumbuhan dan pembagian yang adil. Akan tetapi, Islam mengaplikasikannya
dengan tujuan untuk menerjemahkan aspek dan nilai hukum Islam. Seperti
penetapan Islam terhadap kewajiban zakat merupakan bukti realisasi dari layanan
Islam. Juga larangan Islam terhadap pembayaran dalam segala model pinjaman
(loan) dengan mekanisme bunga, membuktikan bahwa ekonomi Islam tidak dapat
dimanipulasi oleh pekerjaan dengan perhitungan suku bunga tersebut untuk dapat
mencapai keseimbangan dalam pasar uang.
Instrumen kebijakan model pinjaman tanpa bunga diaplikasikan dengan
beragai ragam model, seperti equity financing (penyertaan modal) dalam skim
mudharabah, yaitu fully-equity financing atau penyertaan modal secara penuh da-
lam suatu proyek usaha bagi negara dan skim musyarakah atau penyertaan modal
secara bersama-sama antara negara dengan swasta dalam suatu proyek- proyek
5

tertentu. Ada juga skim ijarah untuk suatu kontrak usaha dalam pengadaan atau
pembangunan infrastruktur yang dapat dikerjakan oleh negara ataupun swasta un-
tuk kepentingan publik.2

B. Dimensi Kemaslahatan Umat

Negara adalah pemegang otoritas tertinggi dalam merumuskan suatu ke-


bijakan. Kebijakan pemerintah yang kerapkali bersinggungan langsung dan
mempengaruhi iklim aktivitas masyarakat adalah kebijakan di bidang ekonomi.
Salah satu kebijakan penting yang berada di dalam otoritas pemerintah adalah ke-
bijakan fiskal, dimana negara berperan dalam mengatur kegiatan ekonomi agar
tetap terjaga stabilitas dan kesejahteraan rakyatnya, sehingga dapat membantu un-
tuk mengatasi dari persoalan fundamental kemiskinan dan pengangguran. Paling
tidak, fungsi Pemerintah dalam perekonomian nasional yaitu melakukan upaya
untuk meningkatkan efisiensi perekonomian nasional, meningkatkan keadilan
berkenaan dengan distribusi pendapatan antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat, meng usahakan stabilitas ekonomi serta mengatur perpajakan dan
pengeluaran negara.
Di dalam catatan sejarah peradaban Islam, negara juga difungsikan sebagai
pemegang peran vital dalam mengatur kebijakan ekonomi yang dibangun di atas
prinsip kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. Bentuk peran negara dalam se-
jarah Islam atas masalah ini diatur melalui institusi Baitul Mal (Karim, 2004: 59).
Harta yang dikumpulkan di dalam Baitul Mal ini dialokasikan kepada orang-orang
yang berhak dan dibelanjakan untuk membayar jasa yang diberikan individu
kepada negara, mengatasi kemiskinan dan kelaparan, tunjangan dan penyediaan
lapangan kerja, modal usaha bagi masyarakat, pembangunan infrastruktur dan pe-
layan publik, dan lain-lainnya.
Di Indonesia, melalui Perpres Nomor 18 tahun 2007, sasaran pem-
bangunan ekonomi tahunan Indonesia diarahkan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dalam rangka memperluas lapangan pekerjaan dan mengurangi tingkat
2
Desi Isnaini, “Peranan Kebijakan Fiskal Dalam Sebuah Negara”, Al-Intaj, Vol. 3, No.
1, (Maret, 2017), 104-106.
6

kemiskinan. Sasaran pertumbuhan ekonomi yang diharapkan adalah pertumbuhan


yang berkualitas yaitu pertumbuhan yang dapat mendistribusikan pendapatan dan
lapangan pekerjaan. Sedangkan percepatan perluasan lapangan pekerjaan diara-
hkan kepada peningkatan pertumbuhan sektor yang banyak menyerap tenaga ker-
ja. Mengenai penanggulangan kemiskinan, fokus sasaran adalah bagaimana
meningkatkan pendapatan secara merata dan memberikan akses yang lebih luas
bagi rakyat untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, air bersih, dan kebutuhan
dasar lainnya (Departemen Keuangan RI Ditjen Anggaran, 2012).3
Kemaslahatan dalam syariat Islam tersebut dapat diibaratkan dengan lam-
pu-lampu pengatur lalu lintas jalan raya. Lampu merah melambangkan larangan
(haram) dalam syariat Islam yang jika dilanggar akan menimbulkan bahaya bagi
kehidupan manusia. Bukankah pengendara sepeda motor yang nekad melintas saat
lampu merah kemungkinan besar akan mengalami bahaya kecelakaan yang
umumnya antara masuk rumah sakit atau masuk kubur (meninggal).
Lampu kuning melambangkan syubhat (antara haram dan halal) dalam
syariat Islam yang sebaiknya tidak dilanggar karena jika dilanggar akan men-
imbulkan bahaya juga walaupun tidak seperti melanggar larangan (lampu
merah).
Sedangkan lampu hijau melambangkan perintah (wajib) yang jika
dilaksanakan akan memberikan kemasalahatan bagi manusia. Jelasnya, jika
manusia mentaati aturan-aturan syari‟ah, maka akan diperoleh kemaslahatan
dalam menjalani lalu lintas kehidupan di dunia, serta kebahagiaan hidup di akhe-
rat.4

C. Klasifikasi Alokasi Anggaran Belanja

Penyusunan belanja negara dalam APBN dirinci menurut Klasifikasi Or-


ganisasi, Fungsi, dan Jenis Belanja. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna

3
Ayief Fathurrahman, “Kebijakan Fiskal Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Islam:
Studi Kasus Dalam Mengentaskan Kemiskinan”, Vol. 13, No.1, (April, 2012), 72-73.
4
La Jamaa, “Dimensi Ilahi Dan Dimensi Insani Dalam Maqashid Al-Syari’ah”, Asy-
Syir‟ah Jurnal Ilmu Syari‟ah Dan Hukum Vol. 45 No. II, (Juli-Desember, 2011), 1258-1259.
7

Anggaran wajib menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga


(RKA-KL) atas Bagian Anggaran yang dikuasainya. RKA-KL yang disusun
secara terstruktur dan terinci menurut klasifikasi anggaran yang meliputi klasifi-
kasi organisasi, klasifikasi fungsi, dan klasifikasi jenis belanja.
1. Klasifikasi Menurut Organisasi
Klasifikasi anggaran menurut organisasi merupakan pengelompokan alo-
kasi anggaran belanja sesuai dengan struktur organisasi Kementerian/Lembaga
(K/L). Klasifikasi anggaran belanja berdasarkan organisasi menurut K/L disebut
Bagian Anggaran (BA). Bagian anggaran merupakan kelompok anggaran menurut
nomenklatur K/L, oleh karenanya setiap K/L mempunyai kode bagian anggaran
tersendiri. Sebagai contoh kode BA untuk LIPI adalah 079. Kode BA ini tersusun
atas 3 digit angka. Adapun kode unit eselon 1 untuk LIPI adalah 01, sehingga jika
digabung menjadi 079.01.

2. Klasifikasi Menurut Fungsi


Klasifikasi anggaran menurut fungsi, merinci anggaran belanja menurut
fungsi dan sub fungsi. Fungsi itu sendiri memiliki pengertian perwujudan tugas
kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan nasional. Subfungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari
fungsi. Klasifikasi anggaran menurut fungsi yang berlaku saat ini ada 11 (sebelas)
fungsi yaitu:
1. Pelayanan umum;
2. Pertahanan;
3. Ketertiban dan Keamanan;
4. Ekonomi;
5. Lingkungan Hidup;
6. Perumahan dan fasilitas umum;
7. Kesehatan;
8. Pariwisata;
9. Agama;
10. Pendidikan dan Kebudayaan;
8

11. Perlindungan sosial;


Penggunaan fungsi dan subfungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan
fungsi maning-masing K/L. Penggunaanya dikaitkan dengan kegiatan (merupakan
penjabaran program) yang dilaksanakan, sehingga suatu program dapat
menggunakan lebih dari satu fungsi. Untuk mengetahui fungsi dan subfungsi ini
kita bisa mengeceknya dalam dokumen DIPA satker masing-masing atau bisa
ditanyakan langsung melalui unit yang menangani keuangan pada satker masing-
masing. Kode-kode ini biasanya tercantum dalam proposal-proposal yang akan
diajukan dalam program/kegiatan yang ada pembiayaanya melalui DIPA.

3. Klasifikasi menurut Jenis Belanja


Jenis belanja dalam klasifikasi belanja digunakan dalam dokumen ang-
garan baik dalam proses penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, dan per-
tanggungjawaban / pelaporan anggaran. Adapun klasifikasi anggaran menurut
jenis belanja yaitu sebagai berikut:
 Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang
yang diberikan kepada pegawai pemerintah (pejabat negara, PNS, dan pegawai
yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas
di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dil-
aksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal
dan/atau kegiatan yang mempunyai output dalam kategori belanja barang.
 Belanja Barang
Belanja barang digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran
untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk
memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan
serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada
masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja barang dapat dibedakan menjadi
Belanja Barang (Operasional dan Non Operasional), belanja jasa, belanja
pemeliharaan, serta belanja perjalanan dinas.
9

 Belanja Modal
Belanja Modal adalah pengeluaran yang digunakan dalam rangka mem-
peroleh atau menambah nilai aset tetap dan aset lainnya yang memberikan
manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya 1 tahun periode) serta
melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan
pemerintah Batas minimal kapitalisasi dapat ditetapkan oleh pemerintah, Men-
teri Keuangan menetapkan batas minimal kapitalisasi untuk pemerintah pusat
dan Kepala Daerah dapat menetapkan batas kapitalisasi untuk pemerintah dae-
rah Di pemerintah pusat, batas minimal nilai kapitalisasi untuk pengadaan
peralatan dan mesin adalah batas minimal harga pasar per unit barang sebesar
Rp 300.000,00 dan untuk bangunan minimal sebesar Rp 10.000.000,00. Aset
tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan
kerja atau dipergunakan oleh masyarakat/publik namun tercatat dalam registra-
si aset K/L terkait serta bukan untuk dijual.
 Bunga Utang
Bunga utang adalah akun belanja untuk pembayaran yang dilakukan atas
kewajiban penggunaan pokok utang, baik utang dalam negeri maupun utang
luar negeri yang dihitung berdasarkan jaminan. Jenis belanja ini khusus
digunakan dalam kegiatan dari bagian anggaran BUN (Bendahara Umum
Negara).
 Belanja Subsidi
Belanja subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perus-
ahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor atau mengimpor ba-
rang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa se-
hingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Contohnya adalah bela-
ja subsidi untuk BBM. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari
bagian anggaran BUN.
 Belanja Bantuan Sosial (Bansos)
Belanja bantuan sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan
oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi dari
10

kemungkinan terjadinya risiko sosial. Belanja bantuan sosial diberikan dalam


bentuk uang, barang, dan jasa.
 Belanja Hibah
Belanja hibah merupakan belanja pemerintah pusat kepada pemerintah
negara lain, organisasi internasional, dan pemerintah daerah yang bersifat su-
karela, tidak wajib, tidak mengikat, dan tidak perlu dibayar kembali serta tidak
terus menerus dan dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah
dan penerima hibah dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau
jasa.
 Belanja Lain-lain
Pengeluaran negara untuk pembayaran atas kewajiban pemerintah yang
tidak termasuk dalam kategori belanja pegawai, belanja barang. belanja modal,
belanja pembayaran utang, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan
sosial serta bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.5

5
Dr. Syahril Effendi, S.E., M.Ak., “Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual”, (Batam:
CV Batam Publisher, 2021), 37-40.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perbedaan Esensial Kebijakan Fiskal Konvensional Dan Islam:


 Kebijakan fiskal konvensional bertujuan untuk memengaruhi perekonomi-
an dengan mekanisme pasar bebas, sedangkan kebijakan fiskal Islam men-
dasarkan pada distribusi kekayaan yang adil dan nilai-nilai moral.
 Dalam kebijakan fiskal Islam, pajak zakat digunakan untuk tujuan yang te-
lah ditetapkan oleh syariah.
 Islam menolak penggunaan bunga dalam sistem kebijakan fiskal, fokus
pada keadilan dan pembelanjaan yang bebas dari pinjaman.
Dimensi Kemaslahatan Umat:
 Kemaslahatan dalam Islam mengacu pada prinsip syariah yang melarang
(haram), syubhat (antara haram dan halal), dan memerintahkan (wajib).
 Negara dalam Islam berperan dalam mengatur kebijakan ekonomi yang
berlandaskan prinsip kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat.
Klasifikasi Alokasi Anggaran Belanja:
 Penyusunan belanja negara dalam APBN melibatkan klasifikasi berdasar-
kan organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
 Klasifikasi menurut organisasi mengelompokkan alokasi anggaran ber-
dasarkan struktur organisasi pemerintah.
 Klasifikasi menurut fungsi merinci anggaran berdasarkan tujuan pem-
bangunan nasional.
 Klasifikasi jenis belanja membedakan pengeluaran untuk pegawai, barang,
modal, bunga utang, subsidi, bantuan sosial, hibah, dan belanja lain-lain.

B. Saran

Demikian makalah ini kami susun dan semoga bermanfaat untuk menambah
khazanah keilmuan kita. Kritik dan Saran yang membangun kami harapkan untuk
perbaikan penyusunan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Lilik Rahmawati, “Sistem Kebijakan Fiskal Modern Dan Islam”, Oeconomicus


Journal Of Economics, Vol. 1, No. 1, Desember, 2016.

Desi Isnaini, “Peranan Kebijakan Fiskal Dalam Sebuah Negara”, Al-Intaj, Vol.
3, No. 1, Maret, 2017.

Ayief Fathurrahman, “Kebijakan Fiskal Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Is-


lam: Studi Kasus Dalam Mengentaskan Kemiskinan”, Vol. 13, No.1,
April, 2012.

La Jamaa, “Dimensi Ilahi Dan Dimensi Insani Dalam Maqashid Al-Syari’ah”,


Asy-Syir‟ah Jurnal Ilmu Syari‟ah Dan Hukum Vol. 45 No. II, Juli-
Desember, 2011.

Dr. Syahril Effendi, S.E., M.Ak., “Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual”, Ba-
tam: CV Batam Publisher, 2021.

12

Anda mungkin juga menyukai