Dosen Pembimbing :
Hamdan, M.Ag
Disusun Oleh :
KELOMPOK : 3
ALYSA NATIA (200262201197)
MAHDALENA (200262201219)
AJIRNA (200262201195)
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS ISLAM KEBANGSAAN INDONESIA
BIREUEN – ACEH
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pembuatan makalah
ini, serta salawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW. Semoga di hari kiamat nanti kita mendapatkan syafaat darinya.
Amin ya Rabba Alaamin.
Dalam penyusunan makalah ini. Penulis juga menyadari dalam
penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, sangat
diharapkan kritik maupun sarannya dari pembaca makalah ini. Sehingga di
kemudian hari dapat menyusun lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
digunakan dengan baik dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULAN...............................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG..........................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................4
1.3 TUJUAN...............................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
A. WAQAF................................................................................................................5
B. PENGERTIAN HIBAH.......................................................................................9
BAB III...........................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
A. Kesimpulan.........................................................................................................13
3
BAB I
PENDAHULAN
Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata’ala dan sebagai
rahmat bagi seluruh alam. Karena itu tolong menolong dalam kebaikan yang
diperintahkan dalam agama Islam yang mulia ini sebagai bukti bahwa Islam
benar-benar rahmatan lil ‘alamin.
Dalam makalah ini insyaAlloh akan dibahas secara singkat namun padat
tentang permasalahan waqaf, hibah, sedekah, dan hadiah yang termasuk bagian
dari perkara penting dalam urusan fiqih muamalat.
1.3 TUJUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. WAQAF
“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu
nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (Ali Imran:92).
Inilah mula-mula (wakaf) yang masyhur dalam Islam. Kata Imam Syafi’i,
“Sesudah itu 80 orang sahabat di Madinah terus mengorbankan harta mereka
dijadikan wakaf pula.”
5
1. Rukun Wakaf
a. Ada yang berwakaf. Syaratnya:
1) Berhak berbuat kebaikan, sekalipun ia bukan Islam
2) Kehendak sendiri, tidak sah karena dipaksa
b. Ada barang yang diwakafkan. Syaratnya:
1) Kekal zatnya. Berarti bila manfaatnya diambil, zat barang itu tidak rusak
2) Kepunyaan yang mewakafkan, walaupun musya’ (bercampur dan tidak
dapatdipisahkan dari yang lain)
6
2. Macam-macam Wakaf
Dalam prakteknya, wakaf terbagi menjadi dua yaitu wakaf ahli (wakaf
keluarga) dan wakaf khairi (wakaf umum). Wakaf ahli yaitu wakaf yang diberikan
kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih. Misalnya mewakafkan sebidang
tanah kepada seorang kyai. Sedangkan wakaf khairi yaitu wakaf yang ditujukan
untuk kepentingan umum (orang banyak) misalnya mewakafkan tanah untuk
membangun musholla, masjid atau madrasah. Manfaat yang diperoleh dari ibadah
wakaf ini sangat besar, baik bagi diri yang mewakafkan maupun terutama bagi
masyarakat dan agama. Bagi diri pewakafnya, manfaat dari wakaf antara lain
dapat mengangkat derajat ketakwaannya disisi Allah SWT.
Wakaf yang jelas sahnya yaitu kepada orang yang telah ada dan terus menerus
tidak putus-putusnya. Adapun beberapa macam wakaf yang dijelaskan di bawah
ini adalah wakaf yang menjadi perselisihan antara beberap ulama tentang sah atau
tidaknya:
a. Putus awalnya, seperti kata seorang “Saya wakafkan ini kepada anak-anak
saya, kemudian kepada fakir miskin,” sedang dia tidak mempunyai anak. Ini
tidak sah karen tidak dapat diberikan sekarang.
b. Putus di tengah, umpamanya seseorang berkata, “Saya wakafkan ini kepada
anak-anak saya, kepada seseorang dengan tidak ditentukan, kemudian kepada
orang-orang miskin.” Menurut pendapat yang kuat, wakaf ini sah.
Diberikannya wakaf sesudah tingkatan pertama kepada tingkatan ketiga.
c. Putus akhirnya, umpamanya dia berkata, “Saya wakafkan ini kepada beberapa
anak A,” dengan tidak diterangkan kepada siapa. Wakaf semacam ini sah juga
menurut pendapat yang mu’tamad, sesudah habis dari A. Sebagian ulama
berpendapat bahwa hasil wakaf diberikan kepada yang paling dekat hubungan
kekerabatannya dengan orang yang berwakaf, karena sedekah kepada family
lebih utama. Tetapi sebagian ulama lain berpendapat diberikan kepada fakir
dan miskin.
7
3. Syarat-Syarat Wakaf
a. Selama-lamanya, berarti tidak dibatasi dengan waktu. Maka jika
seseoranga berkata “Saya mewakafkan ini kepada fakir miskin dalam masa
satu tahun” wakaf semacam itu tidak sah karena tidak selamanya.
b. Tunai dan tidak ada khiyar syarat, sebab wakaf itu maksudnya adalah
memindahkan milik pada waktu itu. Jika disyaratkan khiyar, atau dia
berkata “kalaui si A datang, saya mewakafkan ini kepada murid-murid”,
maka wakaf semacam ini tidak sah karena tidak tunai. Kecuali kalau
dihbungkan dengan mati, umpamanya dia berkata “Saya wakafkan sawah
saya sesudah saya mati kepada ulama’ Jakarta” maka lafaz ini sah menjadi
wasiat bukan wakaf.
c. Hendaklah jelas kepada siapa diwakafkan. Kalau dia berkata “Saya
wakafkan rumah ini”, wakaf ini tidak sah karena tidak jelas kepada siapa
diwakafkannya.
8
B. PENGERTIAN HIBAH
Hibah ialah pemberian harta dari seseorang kepada orang lain dengan alih
pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah
pemilikannya saat akad hibah dinyatakan.
Pendapat Ulama Fiqih tentang Hibaha. Menurut mazhab hanafi adalah
benda dengan tanpa ada syarat harus mendapat imbalan ganti, pemberian
dilakukan pada saat si pemberi masih hidup dan benda yang akan diberikan itu
adalah syah milik Pemberi.
Menurut mazhab Maliki adalah memberikan suatu zat materi tanpa
mengharap imbalan dan hanya ingin menyenangkan orang yang diberinya tanpa
mengharap imbalan dari Allah. Hibah menurut Maliki ini sama dengan dengan
hadiah. Dan apabila pemberian itu semata-mata untuk meminta ridha Allah dan
mengharapkan pahala maka ini dinamakan sedekah
Menurut madzhab Hambali hibah adalah memberikan hak memiliki
sesuatu oleh seseorang yang dibenarkan tasarrufnya atas suatu harta baik yang
dapat diketahui atau karena susah untuk mengetahuinya tapi harta itu ada
wujudnya untuk diserahkan. Pemberian itu bersifat tidak wajib dan dilakukan
pada waktu Pemberi masih hidup dengan tanpa adanya syarat imbalan.
Menurut madzhab Syafi'i hibah mengandung dua pengertian yaitu:
1) Pengertian khusus adalah pemberian bersifat sunnah yang dilakukan dengan
ijab qabul pada waktu Pemberi masih hidup. Pemberian yang tanpa maksud untuk
menghormati atau memuliakan seseorang dan mendapatkan pahala dari Allah atau
karena menutup kebutuhan orang yang diberikannya. 2) Pengertian umum adalah
hibah dalam arti luas yang mencakup hadiah dan shodaqoh.
Walaupun rumusan definisi yang dikemukakan oleh keempat madzhab tersebut
berlainan redaksinya namun intinya tetaplah sama yaitu hibah adalah memberikan
hak memiliki sesuatu benda kepada orang lain yang dilandasi oleh ketulusan hati,
atas dasar saling membantu kepada sesama manusia dalam hal kebaikan
Dasar Hukum Hibah Hibah adalah seperti hadiah, Hukum hibah adalah
mubah ( boleh ), sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut : Artinya : "Dari
Khalid bin Adi sesungguhnya Nabi SA W telah bersabda "siapa yang diberi
kebaikan oleh saudaranya dengan tidak berlebih-Iebihan dan tidak karena diminta
9
maka hendaklah diterima jangan ditolak. Karenasesungguhnya yang
demikianitumerupakanrizki yang diberikanoleh Allah kepadanya". (HR. Ahmad)
Karena keduanya merupakan perbuatan baik yang di anjurkan untuk
dikerjakan. Firman Allah SWT: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.
dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
(Q.S. Al-Imran:92)
Kepemilikan Barang yang Dihibahkan Harta yang diberiakan lewat hibah
langsung beralih kepemilikan dari pemberi hibah kepada pihak kedua yang
menerimanya. Namun, dalam hibah masih ada peluang untuk umenarik kembali,
yakni hibah yang diberikan seorang ayah kepada anaknya. Jika seorang ayah
melihat bahwa dengan hibah tersebut, seorang anak justru menjadi lebih nakal
(terjerumus dalam kehidupan yang tidak diridhai Allah SWT) dan makin tidak
teratur, si ayah boleh menarik kembali hibahnya. Selain hibah ayah terhadap
anaknya, pemberi hibah tidak boleh menarik hibahnya kembali.
Hukum Hibah
a. Wajib Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai
kemampuannya. Hal itu didasarkan pada anak dan istri menjadi tanggung
jawab suami. Agar tidak menimbulkan rasa iri, sebaiknya hibah kepada
anak diberikan adil.
b. Haram
Hibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan
ditarik kembali. Hukum haram menarik kembali hibah ini tidak belaku
bagi hibah seorang ayah kepada salah seorang anaknya. Jadi,
diperbolehkan seorang ayah menarik kembali hibah yang diberikan,
mengingat anak dan harta itu sebenarnya adalah milik ayah.
c. Makruh
Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan sesuatu,
baik berimbang maupun lebih banyak hukumnya makruh. Misalnya, orang
muslim menghibahkan sesuatu kepada orang lain dengan maksud orang
tersebut membalasnya dengan pemberian yang lebih besar.
10
Al-Qur’an surat ar-Rum ayat 39 membicarakan masalah zakat. Namun,
pada ayat tersebut dapat diambil pelajaran secara umum (selain zakat).
Orang yang menghibahkan sesuatu hendaknya dengan niat ikhlas untuk
membantu orang yang kekurangan. Apabila menghibahkan sesuatu dangan
memperoleh pengambilan, pada hakikatnya tidak menolong, melainkan
memeras. Dengan demikian, bukan pahala yang diterima, tetapi dosa.
Rukun Hibah
a. Adanya orang yang menghibahkan barang atau harta. Syaratnya :
Memiliki barang yang di berikan, bukan pinjaman atau milik orang lain.
Baligh, berakal, dan cerdas. Tidak memiliki kebiasaan menghambur-
hamburkan/ pemboros.
b. Adanya orang yang menerima hibah. Syaratnya : mempunyai hak unutk
memiliki barang hibah. Tidak sahmenghibahkan kepada anak yang masih
dalam kandungan ibunya.
c. Adanya sigat (ijab dan kabul). Seperti: ijab: “Aku berikan barang ini
kepada engkau Kabul:”aku terima…”
d. Adanya barang yang dihibahkan, dengan syarat:
barang yang dihibahkan tersebut boleh dijual oleh si penerima atau halal
untuk di gunakan.
Macam-macam Hibah
Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
a. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang
mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang
pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya
menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.
b. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar
dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta
atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam
hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak
pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan
11
hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan
pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang
dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13