PENDAHULUAN
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2
serta berahklakul karimah serta mampu menyesuaikan diri dilingkungan
masyarakat dengan norma-norma yang ada pada masyarakat itu sendiri.
Pengetahuan atau pendidikan agama dan spiritual juga sangatlah
penting sama pentingnya dengan pendidikan moral.pendidikan agama dan
spiritual perlu ditanamkan pada anak sejak dini. Mereka perlu mengetahui
apa agama mereka, siapa tuhan mereka.
Agama dan moral memiliki hubungan yang berkaitan satu sama lain,
sehingga agama dan moral menjadikan seseorang dapat membandingkan
tingkah lakunya serta dapat membuat orang menjadi lebih terkontrol dalam
tingkah laku maupun perbuatan mereka.
Keyakinan akan adanya sang pencipta atau Tuhan sebagai causa
prima sangat membantunya dalam membentuk pribadi yang baik.
Agama sebagian besar tidak berarti bagi anakanak meskipun mereka
menunjukkan minat dalam ibadah agama, tetapi karena banyaknya
masalah yang kepada anak-anak dijelaskan dalam rangka agama seperti
kelahiran, kematian dan lain-lain, maka keingintahuan mereka tentang
masalah-masalah agama menjadi besar sehingga mereka mengajukan
banyak pertanyaan. Anak-anak menerima jawaban terhadap pertanyaan
mereka tanpa ragu-ragu, sebagaimana sering dilakukan oleh anak yang
lebih besar dan dewasa.
Keyakinan pada sang pencipta adalah hal penting yang harus
diberikan kepada anak. Hal penting yang perlu dipertanyakan sebagai
orang tua adalah; mampukah orang tua melahirkan generasi baru,
anakanak kita, yang kreatif, cerdas dan mengakselerasikan intelegensinya;
memiliki intregitas spiritual dan moral sekaligus.
B. Tujuan dan Manfaat Nilai Agama dan Moral Pada Anak Usia Dini
Menurut Sjarkawi (2009:38), pendidikan moral bertujuan membina
terbentuknya perilaku moral yang baik bagi setiap orang. Artinya,
pendidikan moral bukan sekedar memahami tentang aturan benar dan
salah atau mengetahui tentang ketentuan baik dan buruk, tetapi harus
benar-benar meningkatkan perilaku moral seseorang. Menurut Adler
3
dalam Otib (2008:1.29-1.30) tujuan dari pendidikan dan pengembangan
moral anak adalah dalam rangka 15 pembentukan kepribadian yang harus
dimiliki oleh manusia seperti:
1. Dapat beradaptasi pada berbagai situasi dalam relasinya dengan orang
lain dan dalam hubungannya dengan berbagai kultur.
2. Selalu dapat memahami sesuatu yang berbeda dan menyadari bahwa
darinya memiliki dasar pada identitas kulturnya.
3. Mampu menjaga batas yang tidak kaku pada dirinya, bertanggung jawab
terhadap bentuk batasan yang dipilihnya sesaat dan terbuka pada
perubahan.
Sedangkan menurut Frankena dalam Sjarkawi (2009:49)
mengemukakan lima tujuan pendidikan moral sebagai berikut:
a. Mengusahakan suatu pemahaman “pandangan moral” ataupun cara-cara
moral dalam mempertimbangkan tindakan-tindakan dan penetapan
keputusan apa yang seharusnya dikerjakan seperti membedakan hal
estetika, legalitas, atu pandangan tentang kebijaksanaan.
b. Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadopsian satu atau
beberapa prinsip umum yang fundamental, ide atau nilai sebagai suatu
pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral dalam menetapkan suatu
keputusan.
c. Membantu mengembangkan kepercayaan pada dan atau mengadopsi
norma-norma konkret, nila-nilai, kebaikan- 16 kebaikan seperti pada
pendidikan moral tradisional yang selama ini dipraktikkan.
d. Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang
secara moral baik dan benar.
e. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau
kebebasan mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat
seseorang menjadi pengkritik terhadap ide-ide dan prinsip-prinsip, dan
aturan-aturan umum yang berlaku. Dari beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari penanaman nilai agama moral adalah untuk
pembentukan kepribadian seseorang yang tidak hanya mengetahui akan
4
perilaku, tindakan, dan ketentuan yang baik dan buruk saja, melainkan
juga harus dapat meningkatkan perilaku moral tersebut.
C. Tahapan-Tahapan
Dalam pengembangan nilai agama moral anak terdapat beberapa
tahapan yang dilaluinya. Adapaun tahapan-tahapan tersebut menurut
beberapa ahli yaitu:
1. Tahap pengembangan moral anak menurut Piaget
Piaget dalam Otib Satibi Hidayat (2008: 2.5) mempelajari
bagaimana anak itu memahami dan memandang suatu aturan yang
terdalam dalam permainan. Ia menyimpulkan bahwa anak berpikir
tentang moralias dalam dua tahapan yakni tahap pertama adalah tahap
moralitas heteronomus. Tahap ini terjadi pada anak usia 4-7 tahun.
Perkembangan moral pada tahap ini, anak menganggap bahwa
keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat lingkungan yang tidak berubah
dan lepas dari kendali manusia.
Tahap pengembangan moral yang kedua yaitu tahap moraliatas
otonomus yang terjadi pada sekitar umur 10 tahun ke atas. Pada tahap
ini anak sudah menyadari bahwa aturan dan hukum itu diciptakan oleh
manusia dan anak juga sudah menyadari bahwa dalam menilai suatu
tindakan seseorang harus dipertimbangkan maksud si pelaku dan
akibat-akibatnya.
2. Tahap pengembangan moral menurut Kohlberg
Kohlberg dalam Mansur (2014: 46-47) membagi perkembangan
moral membagi tiga tahap sebagai berikut:
a. Tahap prakonvensional (usia 2-8 tahun)
Pada tahap ini anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai
moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman
eksternal. Tingkatan yang pertama ini dibagi menjadi dua tahap lagi
yaitu:
5
(1) Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman: pada tahap ini
anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan yang ada ditentukan oleh
adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
Jadi dalam tahap ini mau tidak mau harus mentaati peraturan yang ada,
kalau tidak anak akan mendapatkan hukuman sesuai dengan pelanggaran
yang dilakukan.
(2) Tahap relativistik: pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak
bergantung pada peraturan yang berlaku diluar dirinya yang dilakukan oleh
orang lain yang mempunyai otoritas. Jadi dalam hal ini anak sudah memulai
sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada
kebutuhan (relativisme) orang yang membuat peraturan dan kesenangan
seseorang.
(1) Tahap orientasi mengenai anak yang baik: dalam tahapan ini anak
mulai memperlihatkan orintasi terhadap perbuatan yang dinilai baik atau
tidak baik oleh orang lain atau sekitarnya. Sesuatu dikatakan baik dan benar
apabila segala sikap dan perilaku atau perbuatannya dapat diterima oleh
orang lain atau sekitarnya.
(2) Tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas: pada tahapan ini
anak-anak mulai menunjukkan perbuatan yang benar-benar bukan hanya agar
diterima oleh lingkungan atau sekitarnya saja, tetapi juga bertujuan agar
dirinya dapat ikut serta mempertahankan aturan dan norma atau nilai sosial
yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan
peraturan yang ada.
6
Pada tahap ini anak mengenal tindakan-tindakan moral alternatif,
menjajaki pilihan-pilihan dan memutuskan suatu kode moral pribadi. Dalam
hal ini anak diharapkan sudah membentuk keyakinan sendiri, dan ia tidak
mudah dipengaruhi orang lain. Terdapat dua tahapan dalam tingkat ini, yaitu:
(2) Tahap universal: pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat
subjektif ada pula norma etik (baik atau buruk, benar atau salah) yang bersifat
universal sebagai sumber menentukan suatu perbuatan yang berhubungan
dengan moralitas.
7
d) Tahap otonomi Tahap ini mengenal moral yang mengisi dan
mengendalikan kata hatinya sendiri serta kemampuan bebasnya untuk
berperilaku tanpa campur tangan orang lain atau lingkungan.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penanaman nilai agama moral anak menurut
Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini, bahwa tingkat pencapaian perkembangan nilai
agama moral anak tahap usia 0-12 bulan yaitu mendengar berbagai do’a,
lagu religi dan ucapan baik sesuai dengan agamanya, melihat dan
mendengar berbagai ciptaan Tuhan (makhluk hidup), mengamati berbagai
ciptaan Tuhan, mendengarkan berbagai do’a, lagu religi, ucapan baik serta
sebutan nama Tuhan, mengamati kegiatan ibadah disekitarnya.
Usia 12-24 bulan, pada tahap usia ini penanaman nilai agama moral
anak yaitu tertarik pada kegiatan ibadah (meniru gerakan ibadah, meniru
bacaan do’a), meniru gerakan ibadah dan do’a, mulai menunjukkan sikap-
sikap baik (seperti yang diajarkan agama) terhadap orang yang sedang
beribadah, mengucapkan salam dan kata-kata baik seperti maaf, terima
kasih pada situasi yang sesuai.
Usia 2-3 tahun, pengembangan nilai agama moral pada tahap ini
diantaranya mulai meniru gerakan berdo’a/ sembahyang sesuai dengan
agamanya, mulai memahami kapan mengucapkan salam, terima kasih,
maaf, dsb. Selanjutnya pengembangan nilai agama moral usia 3-4 tahun
yaitu mengetahui perilaku yang berlawanan meskipun belum selalu
dilakukan seperti pemahaman perilaku baik-buruk, benar-salah, sopan-
tidak sopan, mengerti arti kasih dan sayang kepada ciptaan Tuhan, mulai
meniru do’a pendek sesuai dengan agamanya.
Usia 4-5 tahun, lingkup pengembangan nilai agama moral pada usia
ini yaitu mengetahui agama yang dianutnya, meniru gerakan beribadah
dengan urutan yang benar, mengucapkan do’a sebelum dan/ atau sesudah
melakukan sesuatu, mengenal perilaku baik/ sopan dan buruk,
membiasakan diri berperilaku baik, mengucapkan salam dan membalas
salam.
8
Selanjutnya, pengembangan nilai agama moral pada tahap usia 5-6
tahun diantaranya mengenal agama yang dianut, mengerjakan ibadah,
berperilku jujur, penolong, sopan, hormat, sportif, dsb, menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, mengetahui hari besar agama, dan
menghormati (toleransi) agama orang lain. Menurut Paul Suparno dalam
Nurul Zuriah (2011:39-40), penanaman agama moral pada anak usia dini
adalah:
a. Religiusitas
b. Sosialitas
c. Gender
d. Keadilan
e. Demokrasi
f. Kejujuran
g. Kemandirian
h. Daya juang
i. Tanggungjawab
j. Penghargaan terhadap lingkungan alam.
9
3. 2-3 Tahun a. Mengikuti senandung lagu keagamaan.
b. Menirukan gerakan beribadah.
c. Mengucapkan salam.
d. Mengikuti cerita atau kisah Qur’ani dan
Nabawi.
4. 3-4Tahun a. Mengikuti bacaan doa secra lengkap.
b. Menyebutkan contoh makhluk ciptaan
Tuhan.
c. Mampu menyebut “nama” Allah.
d. Mengucapkan kata-kata santun, seperti
maaf, tolong, dan lain-lain.
5. 4-5Tahun a. Berdo’a sebelum dan sesudahmakan, tidur,
dan aktivitas lainnya.
b. Mampu membedakan ciptaan Tuhan dan
benda mainan buatan manusia.
c. Membantu pekerjaan ringan orang tuanya.
d. Mengenal sifat-sifat Allah dan mencintai
Rasulullah SAW.
6. 5-6Tahun a. Mampu menghafal beberapa surat dalam
Al-Qu’an seperti Al-Ikhlas dan An-Naas.
b. Mampu menghafal gerakan sholat secara
sempurna.
c. Mampu menyebutkan beberapa sifat Allah.
d. Menghormati orang tua, menghargai
teman-temannya, dan menyayangi adik-
adiknya atau anak dibawah usianya.
e. Mengucapkan syukur dan terimakasih.
E. Karakteristik
Dalam mengembangkan nilai agama moral anak harus
memperhatikan syarat-syarat tertentu agar pengembangan nilai agama
moral tersebut dapat terlaksana dengan baik. Menurut Christiana Hari
10
Soetjiningsih (2014:233) pengembangan nilai agama moral anak dapat
terlaksana apabila:
1) Anak sudah mampu bernalar atau berpikir tentang aturanaturan yang
menyangkut etika perbuatan. Fokusnya ialah pada 17 penalaran yang
digunakan oleh anak untuk membenarkan suatu keputusan moral.
2) Perilaku anak sesuai dengan suasana dan lingkungan moral.
3) Anak merasa bersalah bila melanggar aturan yang telah ditetapkan dan
sebaliknya ia merasa senang bila dapat melawan godaan.
1. Prinsip Pelaksanaan
Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya, seorang anak menjadi dewasa
memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu:
a. Prinsip Biologi
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam
segala gerak dan tindak tanduknya, ia selalu memerlukan bantuan dari
orangorang dewasa sekelilingnya. Dengan kata lain, ia belum dapat
berdiri sendiri karena manusia bukanlah makhluk instinktif. Keadaan
tubuhnya belum tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara
maksimal.
b. Prinsip tanpa daya
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya,
maka anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu
mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sakali tidak berdaya
untuk mengurus diriya sendiri.
c. Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang
dibawanya sejak lahir, baik jasmani maupun rohani memerlukan
pertimbangan melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan
berfungsi secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi
mental lainnya pun baru akan menjadi baik dan berfungsi jika
11
kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada
pengeksplorasian perkembangannya.
2. Metode dan teknik pelaksanaan
Pengembangan nilai nilai moral dan agama anak dapat
dikembangkan melalui metode sebagai berikut :
a. Metode bercerita
Metode Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dalam cerita atau
dongeng dapat ditanamkan berbagai macam nilai moral, nilai
agama, nilai sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Ketika
bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga
untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu
berpikir secara abstrak (Zainab, 2012).
b. Metode bernyanyi
Metode Bernyanyi adalah suatu pendekatan pembelajaran
secara nyata yang mampu membuat anak senang dan
bergembira. Anak diarahkan pada situasi dan kondisi psikis
untuk membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati
keindahan, mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan
nada. Pesan-pesan pendidikan berupa nilai dan moral yang
dikenal- kan kepada anak tentunya tidak mudah untuk diterima
dan dipahami secara baik. Anak tidak dapat disamakan dengan
orang dewasa (sabiati Amin 2016).
c. Metode bersyair
Pendekatan pembelajaran melalui kegiatan membaca sajak
merupakan salah satu kegiatan yang akan menimbulkan rasa
senang, gembira, dan bahagia pada diri anak. Secara psikologis
anak Taman Kanak-kanak sangat haus dengan dorongan rasa
ingin tahu, ingin mencoba segala sesuatu, dan ingin melaku-
kan sesuatu yang belum pernah dialami atau dilakukannya.
Melalui metode sajak guru bisa menanamkan nilainilai moral
kepada anak. Sajak merupakan metode yang juga dapat
12
membuat anak merasa senang, gembira dan bahagia ( Arief
Armai, 2011)
d. Metode karyawsata
Metode ini bertujuan untuk mengembangkan aspek
perkembangan anak Taman Kanak-kanak yang sesuai dengan
kebutuhannya. Tujuan berkarya wisata ini perlu dihubungkan
dengan tema-tema yang sesuai dengan pengembangan aspek
perkembangan anak Taman Kanak- kanak. Tema yang sesuai
seperti: binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau desa, pesisir,
dan pegunungan ( Mahyumi Natina, 2012)
e. Metode pembiasaan
Metode Pembiasaan terkait dengan penanaman moral, lebih
banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku
dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada
berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum makan
dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman,
merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk
kelas dan sebagainya ( Ayi Olim, 2010 )
f. Metode bermain
Metode Bermain ternyata banyak sekali terkandung nilai moral,
diantaranya mau mengalah, kerjasama, tolong menolong,
budaya antri dan menghormati teman. Nilai moral mau
mengalah terjadi manakala siswa mau mengalah terhadap
teman lainnya yang lebih membutuhkan untuk satu jenis
mainan. Pengertian dan pemahaman terhadap nilai moral mau
menerima kekalahan atau mengalah adalah salah satu hal yang
harus ditanamkan sejak dini ( Rozalena, 2017).
g. Metode outbond
Metode Outbond merupakan suatu kegiatan yang me-
mungkinkan anak untuk bersatu dengan alam. Melalui kegiatan
outbond siswa akan dengan leluasa menikmati segala bentuk
tanaman, hewan, dan mahluk ciptaan Allah yang lain. Cara ini
13
dilakukan agar anak tidak hanya memahami apa yang
diceritakan atau dituturkan oleh guru atau pendidik di dalam
kelas. Melainkan mereka diajak langsung melihat atau
memperhatikan sesuatu yang sebelumnya pernah diceritakan di
dalam kelas, sehingga apa yang terjadi di kelas akan ada
sinkronisasi dengan apa yang tampak di lapangan atau alam
terbuka (Yunaida, Hana; Rosita, Tita, 2018 )
h. Metode bermain peran
Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan dlam
menanamkan nilai nilai moral ke pada anak TK. Dengan
bermain peran anak akan mempunyai ksadaran merasakana jika
ia menjadi seseorang yang dia perankan dalam kegiatan
bermain peran ( Vivit Risnawati, 2012)
i. Metode diskusi
Metode ini adalah metode utuk mendiskusikan tentang suatu
peristiwa. Biasanya dilakukan dengan cara siswa diminta untuk
memperhatikan sebuah tayangan dari CD, kemudian setelah
selesai siswa diajak berdidskusi tentang tayangan tersebut. Isi
diskusinya antara lsin mengapa hal tersebut dilakukan,
mengapa anak itu dikatakan baik, mengapa harus menyanyangi
dan sebaginya ( Sapendi, 2015).
j. Metode keteladanan
Menurut Cheppy Cahyono, guru moral ideal adalah yang dapat
menempatkan dirinya sebagai fasilitator, pemimpin, orangtua
dan bahkan tempat menyandarkan kepercayaan, serta
membantu orag lain dalam melakukan refleksi ( Cahyatun
Mchsunah, 2017)
3. Kegiatan Pembelajaran/Bermain
Beberapa cara yang dilakukan orang tua/pendidik untuk mengasah
kecerdasan spiritual anak adalah sebagai berikut:
Memberi contoh
14
Anak usia dini mempunyai sifat suka meniru . karena orang tua
merupakan lingkungan pertama yang ditemui anak, maka ia cenderung
meniru apa yang diperbuat oleh orang tuanya. Di sinilah peran orang
tua/pendidik untuk memberikan contoh yang baik bagi anak, misalnya
mengajak anak untuk ikut berdoa. Tatkala sudah waktunya shalat,
ajaklah anak untuk segera mengambil air wudhu dan segera
menunaikan sholat. Ajari shalat berjamaah dan membaca surat-surat
pendek al-Qur’an dan Hadis-hadis pendek.
Melibatkan anak menolong orang lain.
15
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak adalah generasi penerus keluarga dan bangsa yang perlu
mendapat pendidikan yang baik sehingga potensi-potensi dirinya dapat
berkembang dengan pesat, sehingga akan tumbuh menjadi manusia yang
memiliki kepribadian yang tangguh dan cakap serta terampil. Oleh karena
itu penting bagi lembaga dan keluarga untuk berperan dan
bertanggungjawab dalam memberikan berbagai macam stimulasi dan
bimbingan yang tepat sehingga akan tercipta gereasi penerus yang
berakhlak dan bertingkah laku yang sesuai dengan norma. Pengembangan
nilai-nilai moral dan agama anak usia 5-6 tahun bias dilakukan dengan
berbagai macam metode antara lain : bernyanyi, bermain, kayawisata,
outbond, bermain peran, bercerita, bersyair dan keteladanan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17