Anda di halaman 1dari 8

KASUS KEPOLISIAN

Wakapolri Minta Polisi yang Tendang Ibu-Ibu Dipecat

Liputan6.com, Jakarta - Wakapolri Komjen Syafruddin meminta AKBP Y, perwira menengah


Ditpam Obvit Polda Babel yang menendang ibu-ibu, dipecat dari kepolisian, tidak hanya dicopot
dari jabatannya.

"Kalau toh itu anggota Polri saya sudah perintahkan Kadiv Propam berangkat ke Babel untuk
segera diproses, ditindaklanjuti di sidang kode etik dan yang bersangkutan dipecat," kata
Syafruddin di Jakarta, Jumat (13/7/2018).

"Jika bukan polri tetap keduanya diproses, termasuk bila memang mencuri," Syafruddin
melanjutkan.

AKBP Y menjadi perbincangan di sosial media lantaran menendang dan memukul-mukul dua
orang ibu yang diduga mengutil di sebuah minimarket.

Belakangan usai videonya viral, diketahui peristiwa tersebut terjadi di Kota Pangkalpinang,
Kepulauan Bangka Belitung.

AKBP Y merupakan pemilik toko. Dia datang setelah mendapat laporan lewat telepon dari
penjaga minimarket bahwa sekelompok maling mencuri di sana.

"Saat Y selaku pemilik tanya, ibu itu bilangnya tidak tahu semuanya. KTP tidak ada, tempat
tinggal tidak ada, ditanya empat temannya yang lari, juga tidak tahu," tutur Kabid Humas Polda
Bangka Belitung AKBP Abdul Munim dalam keterangannya, Jumat (13/7/2018).

Peristiwa itu terjadi pada 11 Juli 2018 di minimarket Jalan Selindung, Kota Pangkalpinang,
Kepulauan Bangka Belitung, sekitar pukul 19.00 WIB. Segerombolan berjumlah tujuh orang
datang menggunakan mobil minibus ke toko."Enam masuk toko dan satu menunggu di mobil
Avanza," jelas dia
KASUS KEJAKSAAAN

Jaksa Agung Sebut Tersangka Investasi Pertamina Bisa Bertambah

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung menyatakan tersangka dugaan korupsi investasi


PT Pertamina (Persero) di Blok Basker Manta Gummy (BMG), Australia, tahun 2009, bisa
bertambah.

"Ada empat orang yang dinyatakan penyidik sebagai tersangka dan calon tersangkanya akan
berlanjut terus," kata Jaksa Agung M Prasetyo di Jakarta, Jumat 21 September.

Menurut dia, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka tidak mudah. Ada sejumlah
tahapan yang harus dilalui penyidik, antara lain adanya bukti permulaan yang cukup.

"Sebagaimana kita ketahui, proses perkara itu harus betul-betul cermat dan hati-hati, tidak bisa
sembarangan dan sembrono karena kita mengharapkan hasil yang maksimal," ujar Jaksa Agung
seperti dilansir Antara.

Sementara itu, keempat tersangka dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp
568 miliar tersebut antara lain mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Karen
Galaila Agustiawan sesuai surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor: Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018,
tanggal 22 Maret 2018.

Ada juga Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan (GP)
berdasarkan Sprindik Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
(Jampidsus) Nomor: Tap-14/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.

Lalu, mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Frederik Siahaan (FS) berdasarkan
sprindik Nomor: Tap-15/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018. Serta mantan Manager Merger &
Acquisition (M&A) Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero), inisial BK berdasarkan sprindik
Nomor: TAP-06/F.2/Fd.1/01/2018, tanggal 23 Januari 2018.

Tersangka dikenakan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
KASUS HAKIM

Kasus Suap Hakim PN Medan, KPK Ungkap Ada Kode Ratu


Kecantikan

Salah seorang yang ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) bernama Tamin Sukardi (tengah) tiba di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 29 Agustus
2018. Tamin merupakan pihak swasta yang ditangkap bersama beberapa hakim Pengadilan Negeri
Medan. TEMPO/Syafiul Hadi

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya penggunaan


kode dalam perkara kasus suap yang melibatkan hakim Adhoc Tindak Pidana Korupsi Pengadilan
Negeri Medan, Merry Purba.

"Uang suap yang diterima Merry disamarkan menggunakan kode 'pohon' dan 'ratu kecantikan',"
kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK, Jakarta Selatan pada Rabu, 29 Agustus 2018. Kode
pohon diartikan untuk uang dan ratu kecantikan untuk nama hakim.

Dalam kasus suap tersebut, kata Agus, Merry diduga menerima uang sebesar 280 ribu dolar
Singapura dari Direktur PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi. Uang suap tersebut diberikan secara
bertahap melalui perantara.

Pemberian pertama dilakukan pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Marriot Medan sebesar 150 ribu
dolar Singapura melalui panitera pengganti PN Medan Helpandi dan orang kepercayaan Tamin,
Hadi Setiawan. Ketiganya juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun pemberian kedua telah dilaksanakan dan uang sebesar 130 ribu dolar Singapura yang
diduga akan diberikan kepada Merry telah di tangan Helpandi. Saat itu lah, KPK melakukan OTT
di PN Medan pada Selasa, 28 Agustus 2018.

KPK menduga uang tersebut diberikan oleh Tamin kepada Merry untuk mempengaruhi putusan
perkara kasus korupsi penjualan tanah berstatus aset negara yang menjeratnya. Dalam putusan
yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta
subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar. Vonis tersebut lebih ringan dari
tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan
kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.

"Hakim MP yang merupakan salah satu anggota majelis hakim menyatakan dissenting opinion
dalam vonis tersebut," kata Agus.

ADVERTISEMENT

Sebagai pihak yang diduga menerima, Merry Purba dan Helpandi disangkakan melanggar Pasal 12
huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHP.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Tamin Sukardi dan Hadi disangkakan melanggar Pasal 6 ayat
1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHP.
KASUS KPK

Kasus Suap Meikarta, Bupati Bekasi Nonaktif Kembalikan Rp 3 M ke


KPK

Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin memakai rompi tahanan dikawal petugas usai menjalani
pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/10). Neneng Hasanah Yasin resmi ditahan 20 hari
kedepan untuk mempermudah pemeriksaan. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, Bupati Bekasi


nonaktif Neneng Hasanah Yasin telah mengembalikkan Rp 3 miliar. Neneng mengaku uang yang
dikembalikan itu merupakan jumlah yang diterimanya terkait izin proyek
pembangunan Meikarta.

"Yang bersangkutan telah mengembalikan uang pada KPK sekitar Rp 3 miliar. Jumlah itu
merupakan sebagian dari yang diakui pernah diterima yang bersangkutan terkait perizinan
proyek Meikarta. Secara bertahap akan dilakukan pengembalian berikutnya," kata Jurur Bicara
KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (7/11/2018).

Selain Neneng, kata Febri, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng
Rahmi juga telah mengembalikan uang sejumlah Sin$ 90 ribu, yang diterimanya sebelum operasi
tangkap tangan (OTT) Oktober 2018 lalu.
Febri mengingatkan, agar pihak Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Lippo Group bersikap
kooperatif dalam proses hukum dugaan suap proyek Meikarta ini. Febri meminta para pihak yang
terkait perkara ini tak menyembunyikan informasi yang diketahui.

"Sikap kooperatif tersebut akan lebih membantu dan meringankan baik bagi perorangan ataupun
korporasi," ujar dia.

KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap
terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Selain Bupati Neneng, KPK juga
menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini.

Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab
Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala
Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.
KASUS ADVOKAT

Kasus Eddy Sindoro, Advokat Lucas Ajukan Praperadilan

Kasus Eddy Sindoro, Advokat Lucas Ajukan Praperadilan CHRISTOFORUS RISTIANTO


Kompas.com - 22/10/2018, 10:38 WIB Advokat Lucas mengenakan rompi tahanan seusai diperiksa
di Gedung KPK Jakarta, Senin (15/10/2018).(KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN) JAKARTA,
KOMPAS.com - Pengacara Lucas mengajukan praperadilan terkait kasus menghalangi penyidikan
perkara korupsi Eddy Sindoro. Eddy adalah tersangka penyuap panitera Pengadilan Negeri (PN)
Jakarta Pusat. "Sebagaimana surat PN Jakarta Selatan yang kami terima sejak Kamis, 18 Oktober
2018, hari ini, 22 Oktober diagendakan persidangan pertama Praperadilan yang diajukan Lucas,"
ujar juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah melalui pesan singkat
kepada wartawan, Senin (22/10/2018). Febri menambahkan, KPK sudah mengirimkan surat
permohonan penundaan sidang praperadilan. Sebab, komisi antirasuah ini membutuhkan
persiapan saksi, ahli, dan dokumen pendukung lainnya. Baca juga: Advokat Lucas Yakin
Keterangan Eddy Sindoro Akan Buktikan Dirinya Tak Bersalah "Karena rentang surat yang kami
terima dengan jadwal hanya dua hari kerja efektif. Sehingga, masih terdapat kebutuhan
mempersiapkan saksi, ahli, surat atau administrasi, dan bukti-bukti lainnya. Maka, KPK telah
mengajukan surat ke ketua PN Jakarta Selatan cc hakim praperadilan untuk penundaan sidang,"
tuturnya. Untuk itu, lanjut Febri, KPK berharap hal tersebut dipertimbangkan agar penanganan
perkara bisa maksimal. Adapun Lucas ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga merintangi
proses hukum yang sedang dilakukan KPK dalam kasus suap terkait peninjauan kembali di PN
Jakarta Pusat. Lucas dianggap membantu tersangka Eddy Sindoro kabur ke luar negeri. Baca juga:
KPK Geledah Kantor dan Apartemen Milik Advokat Lucas Eddy merupakan tersangka dalam
kasus suap panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution. Ia diduga terkait penyuapan dalam
pengurusan sejumlah perkara perusahaan di bawah Lippo Grup yang ditangani PN Jakarta Pusat.
Kasus tersebut bergulir pada 2016. Eddy sendiri juga ditetapkan sebagai tersangka di bulan
Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai