MAKALAH
“MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI AGAMA DAN
MORAL AUD”
DI SUSUN OLEH
KELOMPOK
1. SITI ZULPA
2. ANGGRAINI
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat
menyusun makalah ini yang berjudul “Memahami Perkembangan Kognitif AUD”
Sholawat serta salam penulis sanjung agungkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan sampai terang
benderang sekarang ini. Makalah ini dibuat selain untuk melengkapi tugas mata kuliah “
Eka Nopilia,M.Pd” juga memberi wawasan bagi pembaca dan penulis khususnya.
Makalah ini berusaha untuk menyajikan pengetahuan dan penjabaran tentang
perkembangan seni dan budaya yang bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi
penulis.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sebuah kesempurnaan, maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis agar
menjadi pelajaran yang berharga khususnya bagi penulis dan pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan di TK sangat penting untuk mencapai keberhasilan belajar pada
tingkat pendidikan selanjutnya. Bloom bahkan menyatakan bahwa mempelajari
bagaimana belajar (learning to learn) yang terbentuk pada masa pendidikan TK
akan tumbuh menjadi kebiasaan di tingkat pendidikan selanjutnya (Santrock, 2010:
436).
Hal ini bukanlah sekedar proses pelatihan agar anak mampu membaca,
menulis dan berhitung, tetapi merupakan cara belajar mendasar, yang meliputi
kegiatan yang dapat memotivasi anak untuk menemukan kesenangan dalam belajar,
mengembangkan konsep diri (perasaan mampu dan percaya diri), melatih
kedisiplinan, keberminatan, spontanitas, inisiatif, dan apresiatif. Salah satu
pembelajaran pada pendidikan anak usia dini adalah berhitung permulaan.
Pembelajaran ini berawal dari konsep dasar yang dikemukakan oleh Pestalozzi
(Kartini, 2007: 1). Salah satu karyanya berjudul “Die Methoden” yang mengupas
tentang metodologi pembelajaran dalam beberapa bidang pelajaran. Salah satu
pandangannya yang sangat relevan dalam pendidikan untuk TK atrakfif adalah
konsep pembelajaran yang menekankan pada suara, bentuk dan bilangan. Konsep
ini sangat dekat dengan pengembangan potensi anak pada dimensi auditori, visual
dan memori yang tepat digunakan bagi perkembangan anak TK.
Pembelajaran akan menjadi lebih efektif bila dilakukan dengan menggunakan
permainan. Keterkaitan antara penggunaan permainan dengan peningkatan
kemampuan berhitung permulaan dapat digambarkan dengan apa yang diistilahkan
oleh Jordan dan Levine (Ashlee, 2009: 306) sebagai “preverbal number
knowledge”. Menurut Jordan dan Levine dikatakan bahwa “preverbal number
knowledge” dapat berkembang tanpa adanya input atau pun instruksi yang bersifat
verbal. Hal ini diartikan bahwa setiap anak terlahir dibekali dengan kemampuan
matematika yang sangat dasar. Tahap inilah yang merupakan tahapan di mana anak
belajar menghitung, membandingkan dan belajar operasi-operasi aritmatika dasar.
Gambaran di atas menunjukkan pentingnya kemampuan berhitung permulaan bagi
anak usia dini. Kemampuan berhitung permulaan tersebut pada gilirannya akan ikut
menentukan prestasi akademik siswa di masa mendatang. Hal ini diketahui dari
hasil penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Joyner dan Theodore (2005);
Ginsburg, Lewis, dan Clements (2008). Kedua penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan berhitung permulaan
pada saat anak usia dini.
Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pengembangan seluruh potensi anak
usia prasekolah, utamanya dalam hal kesiapan sekolah Sisdiknas (Irani, 2009 : 2).
Terkait dengan kesiapan sekolah, Hurlock (Sulistiyaningsih, 2005) menyatakan
bahwa kesiapan bersekolah terdiri dari kesiapan secara fisik dan psikologis, yang
meliputi kesiapan emosi, sosial dan intelektual. Seorang anak dikatakan telah
memiliki kesiapan fisik bila perkembangan motoriknya sudah matang, terutama
koordinasi antara mata dengan tangan (visio-motorik) berkembang baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian moral, dan agama ?
2. Bagaimana perkembangan moral dan agama anak usia dini ?
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pengertian Agama
Menurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk., 2008: 1.9), agama
suatu keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan
dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, dan sikap. Perkembangan nilai-nilai
agama artinya perkembangan dalam kemampuan memahami, mempercayai,
dan menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta,
dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur
kata, bersikap dan bertingkah laku dalam berbgaia situasi.
Al-Quran menyebutkan bahwa beragama merupakan fitrah
manusia, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. al-Rum: 30).
Rasulullah saaw bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Orang tuanyalah yang akan menjadikan ia sebagai yahudi atau
nasrani.” Dan Imam Ja’far Shadiq as. menyatakan bahwa fitrah itu berarti
tauhid (mengesakan Tuhan), Islam, dan juga ma’rifah (mengenal Tuhan). (Al-
Kulaini, Al-Kafi Jilid 2, h. 12-13).
Imam Khumaini dalam buku 40 hadisnya menambahkan bahwa yang
dimaksud dengan fitrah Allah yang semua manusia tercipta dengannya adalah
kondisi dan kualitas penciptaan manusia. Semua manusia, tanpa terkecuali,
tercipta dengan fitrah itu sebagai konsekuensi keberadaannya. Fitrah ini telah
terkait erat dengan esensi wujudnya. Fitrah adalah salah satu rahmat Allah Swt.
yang khusus dianugerahkan kepada manusia.
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa : seluruh manusia memiliki jiwa
keberagamaan yang tertanam dalam dan tidak bisa dihilangkan. Maksud
dari din (agama) dalam ayat ini bisa berarti sekumpulan ajaran-ajaran dan
hukum-hukum pokok Islam, atau kondisi penyerahan diri dan tunduk secara
total di hadapan Allah. Alhasil, dari ayat di atas dapat dipahami bahwa
mengenal Tuhan dan meyembahnya adalah hal yang bersifat fitri dan telah
dibawa sejak lahir. Jadi, manusia adalah makhluk beragama.
B. Perkembangan Moral Anak Usia Dini
1. Perkembangan Moral
Mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah,
piaget (sinolungun, 1997) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral
sesuai dengan kajian pada aturan dalam permainan anak.
a. Fase absolut, dimana anak menghayati peraturan sebagai sesuatu hal yang
mutlak, tidak dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormati
(orang tua, guru, anak yang lebih berkuasa)
b. Fase realitas, dimana anak menyesuaikan diri untuk menghindari
penolakan orang lain. Dalam permainan, anak menaati aturan yang
disepakati bersama sebagai suatu kenyataan/realitas yang dapat diubah asal
disetujui bersama.
c. Fase subjektif, dimana anak memperhatikan motif atau kesengajaandalam
memahami aturan dan gembira mengembangakan sertamenerapkan.
Dalam kategori perkembangan moralnya, kohlberg (gunarsa, 1985)
mengemukakan tiga tingkat dengan enam tahap perkembangan moral.
a. Tingkat 1: prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan
otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karana takut ancaman atau
hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi 2 tahap:
(1) Kepatuhan dan orientasi hukum, tahap orientasi terhadap kepatuhan
dan hukuman pada tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-
aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu
gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat
hukuman.
(2) tahap relativistik hedonisme, pada tahap ini anak tidak lagi secara
mutlak tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya yang
ditentukan orang lain yang memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa
setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada
kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme).
b. Tingkat 2: konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar
diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
(1) tahap orientasi mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai
memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak
baik oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan
benar apabila sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain
atau masyarakat.
(2) tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak
menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat
diterima oleh lingkungan masyarakat di sekitarnya, tetapi juga
bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan norma/ nilai
sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk
melaksanakan aturan yang ada.
c. Tingkat 3: pasca konvensional.
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman
kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
(1) tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan
sosial. Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan
lingkungan sosial dan masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai
kewajiban dan tanggung jawab dirinya dalam menjaga keserasian
hidup masyarakat.
(2) tahap universal. Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat
subyektif ada juga norma etik (baik/ buruk, benar/ salah) yang bersifat
universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang
berhubungan dengan moralitas.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya
Piaget menunjukkan bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi
atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan yang berhubungan dengan nilai
kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai akibat dari aktivitas
spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak dengan
lingkungannya.
Selain teori perkembangan moral, dalam mempelajari pola
perkembangan moral yang berkaitan dengan ketaatan akan suatu aturan yang
berlaku universal, perlu dibahas mengenai disiplin. Disiplin berasal dari kata
”disciple” yang berarti seseorang yang belajar dari atau secara sukarela
mengikuti seorang pemimpin. Disiplin diperlukan untuk membentuk perilaku
yang sesuai dengan aturan dan peran yang ditetapkan dalam kelompok budaya
tempat orang tersebut menjalani kehidupan. Melalui disiplin, anak belajar
untuk bersikap dan berperilaku yang baik seperti yang diharapkan oleh
masyarakat lingkungan. Disiplin dapat ditanamkan secara otoriter melalui
pengendalian perilaku dengan menggunakan hubungan. Secara permisif/
laissezfaire melalui kebebbasan yang diberikan kepada anak tanpa adanya
hukuman atau secara demokratis melalui penjelasan, diskusi, dan penalaran
mengani peraturan yang berlaku.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral:
Anak dilahirkan tanpa moral (imoral) sikap moral untuk berperilaku
sesuai nilai-nilai luhur dalam masyarakat belum dikenalnya. Intervensi
terprogram melalui pendidikan, serta lingkungan sosial budaya, mempengaruhi
perkembangan struktur kepribadian bermuatan moral. Ini dialami dalam
keluarga bersama teman sebaya dan rekan-rekan sependidikan, kawan
sekerja/kegiatan ditengah lingkungan.
a. Perubahan dalam lingkungan
Perubahan dan kemajuan dalam berbagai bidang membawa
pergeseran nilai moral serta sikap warga masyarakat ditengah perubahan
dapat terjadi kemajuan/kemrosotan moral. Perbedaan perilaku moral
individu sebagian adalah dampak pengalaman dan pelajaran dari
lingkungan nilai masyarakatnya. Lingkungan memberi ganjaran dan
hukuman. Ini memacu proses belajar dan perkembangan moral secara
berkondisi.
b. Struktur kepribadian
Psiko analisa (freud) menggambarkan perkembangan kepribadian
termasuk moral. Dimulai dengan sistem ID, selaku aspek biologis yang
irasional dan tak disadari. Diikuti aspek psikologis yaitu subsistemego
yang rasional dan sadar. Kemudian pembentukan superego sebagai aspek
sosial yang berisi sistem nilai dan moral masyarakat.
Ketiga subsistem kepribadian tersebut mempengaruhi perkembangan
moral dan perilaku individu. Ketidakserasian antara subsistem
kepribadian, berakibat seseorang sukar menyesuaikan diri, merasa tak puas
dan cemas serta bersikap/berperilaku menyimpang. Sedang keserasian
antara subsistem kepribadian dalam perkembangan moral akan berpuncak
pada efektifnya kata hati (superego) menampilakan watak/perilaku
bermoral seseorang.
3. Strategi dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia Dini
Pengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku
moral. Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini
memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai
kondisi yang mempengaruhi dan menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi
dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan
dan pembiasaan, 2. Strategi aktivitas dan bermain, dan 3. Strategi pembelajaran
(Wantah, 2005: 109).
a. Strategi Latihan dan Pembiasaan
Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk
membentuk perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral.
Dengan latihan dan pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif
menetap. Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati anak yang
lebih tua atau orang dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang
baik, yaitu selalu menghormati kakaknya atau orang tuanya.
b. Strategi Aktivitas Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat
digunakan dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak.
Menurut hasil penelitian Piaget (dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan
bahwa perkembangan perilaku moral anak usia dini terjadi melalui kegiatan
bermain. Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan menggunakan
mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan mainan namun dilakukan
sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama temannya
namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak
bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang berlaku.
c. Strategi Pembelajaran
Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan
strategi pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan
pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan watak yang diharapkan dapat
dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti kejujuran,
keberanian, persahabatan, dan penghargaan (Wantah, 2005: 123).
Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu
situasi seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi
pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya
senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran
moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada
anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan
aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada
anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada
pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi
lingkungan. Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan
pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang
berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.
A. Kesimpulan
Pengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku
moral. Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini
memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai
kondisi yang mempengaruhi dan menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi
dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan dan
pembiasaan, 2. Strategi aktivitas dan bermain, dan 3. Strategi pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
http://google.com/PAUD/PRODI-PG-PAUD-UNP-KEDIRI-PENGEMBANGAN-
MORAL-DAN-NILAI-NILAI-AGAMA-ANAK-USIA-DINI.html
http://google.com/PAUD/Tahap-Tahap-Perkembangan-Keagamaan-Pada-Anak-
Liputan-Islam.html.
http://google.com/PAUD/PERKEMBANGAN-MORAL-ANAK-USIA-DINI-
riniraihan.html
www.harianhaluan.com/index.php/anak-a-keluarga/2941-pengembangan-nilai-moral-
dan-agama-untuk-anak-usia-dini
perkembangan45.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?
m=1