Dosen Pengampu:
Praesti Retno Suryaningtiyas S.Pd M.Pd
Oleh:
Siti Ayu Mafatihul FM (NIM. 22108401461004)
Nur Faysal
Agus Ainul Yakin (NIM :22108401461031)
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami dan para
pembaca sekalian di dunia maupun di akhirat. Amin…
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER..........................................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................
A Pengertian moral.................................................................................................
B. Pengertian hakikat moralitas ..............................................................................
C. Pengertian moral dan spritual peserta didik........................................................
BAB III PENUTUP.....................................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bimbingan belajar oleh orang tua dapat diartikan sebagai suatu bantuan yang
diberikan orang tua kepada seseorang anak agar mampu memperkembangkan potensi (bakat,
minat, dan kemampuan) yang di miliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-
persoalan sehingga anak dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab
tanpa mengandalkan orang lain. Hasil penelitian ini menemukan. 1) Beberapa orang tua yang
bersikap apatis dalam melakukan bimbingan belajar dalam perkembangan moral spritual
anak, dengan alasan sibuk pekerjaan rumah tangga, tapi ada juga orang tua yang melakukan
bimbingan belajar kepada anaknya. 2) Orang tua yang melakukan bimbingan belajar kepada
anaknya telah dilakukan secara maksimal hanya ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan bimbingan belajar kepada anak. 3) Faktor pendukung yaitu masih adanya
kesadaran dari orang tua untuk selalu mendidik dan membimbing putra-putrinya dalam
kegiatan belajarnya dan adanya suasana kekeluargaan yang penuh dengan kasih sayang
sehingga tercipta suasana nyaman bagi anak dalam belajarnya. Sedangkan faktor penghambat
yaitu hiburan dari teknologi seperti hand phone dan tv, yang mengganggu kegiatan
bimbingan belajar anak. Serta pengaruh lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan anak
lebih suka bermain daripada belajar. 4) Ada perbedaan anak yang dibimbing belajar orang tua
dan tidak dibimbing belajar orang tua dalam perkembangan moral spritual anak di sekolah,
anak yang dibimbing belajar oleh orang tuanya lebih patuh dan tunduk pada peraturan
sekolah berbeda dengan anak yang tidak dibimbing oleh orang tua
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari dari moral
2. Apa pengertian dari hakikat moralitas
3. apa pengertian moral dan spritual peserta didik
1.3.Tujuan
1. Menjelasan pengertian moral
2. Menjelasan pengertian moralitas
3. Untuk memahami moral dalam peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MORAL
Pengertian Moral, Sikap dan Nilai Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti
tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode
moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan
konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu
budaya. Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh
anggota kelompok.
Sikap adalah perilaku yang berisi pendapat tentang sesuatu. Dalam sikap positif
tersirat sistem nilai yang dipercayai atau diyakini kebenarannya. Nilai adalah suatu yang
diyakini, dipercaya, dan dirasakan serta diwujudkan dalam sikap atau perilaku. Biasanya,
nilai bermuatan pegalaman emosional masa lalu yang mewarnai cita-cita seseorang,
kelompok atau masyarakat. Moral merupakan wujud abstrak dari nilai-nilai, dan tampilan
secara nyata/kongkret dalam perilaku terbuka yang dapat diamati. Sikap moral muncul dalam
praktek moral dengan kategori positif/menerima, netral, atau negatif/menolak.
Bagi anak yang jarang di bimbing oleh orang tuanya atau kurang intensnya anak
dengan orang tuanya sangatlah mempengaruhi terhadap perkembangan moral spiritual anak,
hal ini orang tua dalam keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam membantu
meningkatkan moral dan spiritual anak. Sehingga anak yang hidup dalam lingkungan yang
agamis maka moral spiritualnya akan berbeda dengan anak yang kurang agamis di
lingkungannya. Setiap anak mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, kadang orang tua
sulit untuk memahami kepribadian anak. Untuk dapat memahami kepribadian tidak mudah
karena kepribadian merupakan masalah yang kompleks. Kepribadian itu sendiri bukan hanya
melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil suatu pertumbuhan yang lama
dalam suatu lingkungan budaya. Orang tua sangatlah berperan penting dalam membentuk
psikologis anak. Menurut penelitian (Safiiyah, 2012) peran kedua orang tua terutama dan
keluarga sebagai pembina sekaligus pendidik utama dan pertama dalam suatu kehidupan
keluarga, sangat besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan perilaku kehidupan jiwa dan
kepribadian anak dan keluarga. Oleh karena itu, baik buruknya akhlak, perangai, perilaku
atau pribadi sang-anak dan keluarga, banyak ditentukan oleh sistem pola pembinaan, latihan
dan pendidikan yang diberikan oleh orang tua terutama dan lingkungan keluarga, di mana
anak (keluarga) yang sudah mendapatkan pengenalan, pengalaman dan pendidikan, terutama
pendidikan moral spiritual misalnya yang kuat dari keluarganya, akan dapat mempertahankan
eksistensi kepribadiannya (potensinya) dari pengaruh-pengaruh sosial dan lingkungan yang
kurang bersahabat.
Tahap moralitas heteronom terjadi pada usia anak-anak awal yaitu sekitar usia 4 tahun hingga
7 tahun. Piaget menyebutnya juga sebagai tahap ealisme moral atau moralitas paksaan. Kata
Heteronom berarti tunduk pada aturan yang diberlakukan orang lain. Selama periode
heteronom, seorang anak kecil selalu dihadapkan terhadap orang tua atau orang dewasa lain
yang memberitahukan kepada mereka manakah hal yang salah dan manakah hal yang benar.
Pada usia ini, seorang anak akan memikirkan bahwa melanggar aturan akan selalu dikenakan
hukuman dan orang yang jahat pada akhirnya akan dihukum (Enung, 2010).
Semua aspek menunjukkan bahwa perolehan skor diatas 51 %, artinya perilaku moral
anak baik, anak mampu melakukannya dengan baik Dalam kategori perkembangan moral,
kohlberg (gunarsa, 1985) mengemukakan tiga tingkat dengan enam tahap perkembangan
moral:
1. Tingkat ke satu: Prakonvensional Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang
dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karena takut ancaman
atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:
a) tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman pada tahap ini anak hanya
mengetahui bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak
bisa diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman,
b) tahap relativistik hedonosme pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung
pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang memiliki
otoritas.Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang
bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme).
2. Tingkat ke dua: Konvensional Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat
bersama agar diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap:
a) tahap orientasi mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai
memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik
oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila
sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat.
b) tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak
menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh
lingkungan masyarakat di sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut
mempertahankan aturan dan norma/ nilai sosial yang ada sebagai kewajiban
dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang ada.
3. Tingkat ke tiga : pasca konvensional Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk
menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap:
a) tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan
sosial dan masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai kewajiban dan
tanggung jawab dirinya dalam menjaga keserasian hidup masyarakat;
b) tahap universal. Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat
subyektif ada juga norma etik (baik/ buruk, benar/ salah) yang bersifat
universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang berhubungan
dengan moralitas.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget menunjukkan
bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari
kebiasaan yang berhubungan dengan nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi
sebagai akibat dari aktivitas spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial
anak dengan lingkungannya. Selain teori perkembangan moral, dalam mempelajari pola
perkembangan moral yang berkaitan dengan ketaatan akan suatu aturan yang berlaku
universal, perlu dibahas mengenai disiplin. Disiplin berasal dari kata disciple yang berarti
seseorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Disiplin
diperlukan untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan aturan dan peran yang ditetapkan
dalam kelompok budaya tempat orang tersebut menjalani kehidupan. Melalui disiplin, anak
belajar untuk bersikap dan berperilaku yang baik seperti yang diharapkan oleh masyarakat
lingkungan.
BAB III
PENUTUP
3.1.Simpulan
Pendidikan anak bukan sepenuhnya tanggung jawab guru, tetapi merupakan tanggung jawab
orang tuanya, karena orang tua mempunyai fungsi sebagai sumber pendidikan utama. Segala
pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan
anggota keluarga sendiri.
Sehingga anak yang hidup dalam lingkungan yang agamis maka moral spiritualnya akan
berbeda dengan anak yang kurang agamis di lingkungannya. Setiap anak mempunyai
kepribadian yang berbeda-beda, kadang orang tua sulit untuk memahami kepribadian anak.
DAFTAR PUSTAKA
Siti Habsoh, E. N. (2016) ‘Pelaksanaan Bimbingan Belajar Oleh Orang Tua Dalam
Perkembangan Moral Spiritual Anak Di Raudhatul Athfal’, 4(1), Pp. 1–23.
Maharani, L. (2014) ‘Perkembangan Moral Pada Anak’, Konseli : Jurnal Bimbingan Dan
Konseling (E-Journal), 1(2), Pp. 93–98. Doi: 10.24042/Kons.V1i2.1483.