Anda di halaman 1dari 13

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah perebangan peserta didik

Dosen Pengampu:
Praesti Retno Suryaningtiyas S.Pd M.Pd

Oleh:
Siti Ayu Mafatihul FM (NIM. 22108401461004)
Nur Faysal
Agus Ainul Yakin (NIM :22108401461031)

PRODI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IAI AL-QOLAM
GONDANGLEGI MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh


Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah Swt karena atas rahmat dan hidayah-Nya.
Sehingga kami dapat melaksanakan dan menyusun makalah ini guna untuk memenuhi tugas
mata kuliah Studi Al-Qur’an yang dibimbing oleh IBU Praesti Retno Suryaningtiyas selaku
dosen pengampu.
Terimakasih untuk semua pihak yang turut andil dalam penyusunan makalah ini.
Sehingga makalah ini dapat tersusun sedemikian rupa, semoga dengan adanya makalah ini
dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi untuk kita semua.
Terutama mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia semester II IAI Al-Qolam Gondanglegi
Malang.

Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami dan para
pembaca sekalian di dunia maupun di akhirat. Amin…
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Malang, 23 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................................

KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................

A. Latar Belakang Masalah......................................................................................

B. Rumusan Masalah...............................................................................................

C. Tujuan Penulisan.................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................

A Pengertian moral.................................................................................................
B. Pengertian hakikat moralitas ..............................................................................
C. Pengertian moral dan spritual peserta didik........................................................
BAB III PENUTUP.....................................................................................................

A. Kesimpulan.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Bimbingan belajar oleh orang tua dapat diartikan sebagai suatu bantuan yang
diberikan orang tua kepada seseorang anak agar mampu memperkembangkan potensi (bakat,
minat, dan kemampuan) yang di miliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-
persoalan sehingga anak dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab
tanpa mengandalkan orang lain. Hasil penelitian ini menemukan. 1) Beberapa orang tua yang
bersikap apatis dalam melakukan bimbingan belajar dalam perkembangan moral spritual
anak, dengan alasan sibuk pekerjaan rumah tangga, tapi ada juga orang tua yang melakukan
bimbingan belajar kepada anaknya. 2) Orang tua yang melakukan bimbingan belajar kepada
anaknya telah dilakukan secara maksimal hanya ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan bimbingan belajar kepada anak. 3) Faktor pendukung yaitu masih adanya
kesadaran dari orang tua untuk selalu mendidik dan membimbing putra-putrinya dalam
kegiatan belajarnya dan adanya suasana kekeluargaan yang penuh dengan kasih sayang
sehingga tercipta suasana nyaman bagi anak dalam belajarnya. Sedangkan faktor penghambat
yaitu hiburan dari teknologi seperti hand phone dan tv, yang mengganggu kegiatan
bimbingan belajar anak. Serta pengaruh lingkungan sekitar yang dapat menyebabkan anak
lebih suka bermain daripada belajar. 4) Ada perbedaan anak yang dibimbing belajar orang tua
dan tidak dibimbing belajar orang tua dalam perkembangan moral spritual anak di sekolah,
anak yang dibimbing belajar oleh orang tuanya lebih patuh dan tunduk pada peraturan
sekolah berbeda dengan anak yang tidak dibimbing oleh orang tua
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari dari moral
2. Apa pengertian dari hakikat moralitas
3. apa pengertian moral dan spritual peserta didik

1.3.Tujuan
1. Menjelasan pengertian moral
2. Menjelasan pengertian moralitas
3. Untuk memahami moral dalam peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MORAL

Pengertian Moral, Sikap dan Nilai Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti
tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode
moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan
konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu
budaya. Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh
anggota kelompok.

Penalaran Moral Kohlberg (dalam Slavin, 2011) mendefinisikan penalaran moral


sebagai penilaian nilai, penilaian sosial, dan juga penilaian terhadap kewajiban yang
mengikat individu dalam melakukan suatu tindakan. Penalaran moral dapat dijadikan sebuah
prediktor terhadap dilakukannya tindakan tertentu pada situasi yang melibatkan moral.
Kohlberg mengemukakan bahwa penalaran moral adalah suatu pemikiran tentang masalah
moral. Pemikiran tersebut merupakan prinsip yang dipakai dalam menilai dan melakukan
suatu tindakan dalam situasi moral. Menurut teori Piaget (dalam Slavin, 2011) proses
penalaran moral sejalan dengan perkembangan kognisi. Piaget percaya bahwa struktur dan
kemampuan kognisi berkembang lebih dulu. Kemampuan kognisi kemudian menentukan
kemampuan anak-anak bernalar mengenai dunia sosialnya. Piaget membagi tahap
perkembangan moral menjadi dua, yaitu tahap moralitas heteronom dan tahap moralitas
otonom. Tahap moralitas heteronom terjadi pada usia anak-anak awal yaitu sekitar usia 4
tahun hingga 7 tahun. Slavin (2011) menyebutnya juga sebagai tahap “realisme moral” atau
“moralitas paksaan”. Kata Heteronom berarti tunduk pada aturan yang diberlakukan orang
lain.4 3) Perkembangan Moral Dalam mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik
usia sekolah, piaget (sinolungun, 1997) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral
sesuai dengan kajian pada aturan dalam permainan anak. Piaget membagi pekembangan
menjadi 3 fase yaitu: (1) Fase absolut. anak menghayati peraturan sebagai suatu hal yang
dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormatinya. Disini peraturan sebagai moral
adalah obyek eksternal yang tidak boleh diubah. (2) Fase realitas anak menyesuaikan diri
untuk menghindari penolakan orang lain. Peraturan dianggap dapat diubah, karena berasal
dari perumusan bersama. Mereka menyetujui perubahan yang jujur dan disetujui bersama,
serta merasa bertanggung jawab menaatinya. (3) Fase subyektif anak memperhatikan
motif/kesengajaan dalam penilaian perilaku. Perkembangan moral dipengaruhi upaya
membebaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, meningkatkan interaksi dengan
sesama dan berkontak dengan pandangan lain. Dengan interaksi yang bertambah luas anak
makin mampu memahami pandangan orang lain dan berbagi aturan untuk kehidupan
bermoral dalam kebersamaan

B. pengertian dari hakikat moralitas

hakikat moralitas adalah kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan,


Menurut piaget (Sinolungan, 1997) mengemukakan bahwa aspek moral adalah sesuatu yang
tidak dibawa dari lahir, tapi sesuatu yang berkembang dan dapat diperkembangkan/dipelajari
kohlberg (Gunarsa, 1985) perilaku moral juga ada perilaku yang tidak bermoral seperti
perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial,karena sikap tidak setuju dengan standar
sosial yang berlaku atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri, serta perilaku
amoral atau nonmoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena
ketidakacuhan atau pelanggaran terhadap standar kelompok sosial.

Sikap adalah perilaku yang berisi pendapat tentang sesuatu. Dalam sikap positif
tersirat sistem nilai yang dipercayai atau diyakini kebenarannya. Nilai adalah suatu yang
diyakini, dipercaya, dan dirasakan serta diwujudkan dalam sikap atau perilaku. Biasanya,
nilai bermuatan pegalaman emosional masa lalu yang mewarnai cita-cita seseorang,
kelompok atau masyarakat. Moral merupakan wujud abstrak dari nilai-nilai, dan tampilan
secara nyata/kongkret dalam perilaku terbuka yang dapat diamati. Sikap moral muncul dalam
praktek moral dengan kategori positif/menerima, netral, atau negatif/menolak.

C. pengertian moral dan spritual peserta didik


Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana yang dilakukan oleh orang dewasa
untuk membimbing anak didik menjadi manusia yang paripurna (Insan Kamil). Dalam upaya
mencapai keberhasilan tujuan pendidikan, maka harus ada kerjasama antara seluruh
komponen dalam pendidikan anak terutama orang tua. Pendidikan anak bukan sepenuhnya
tanggung jawab guru, tetapi merupakan tanggung jawab orang tuanya, karena orang tua
mempunyai fungsi sebagai sumber pendidikan utama. Segala pengetahuan dan kecerdasan
intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan anggota keluarga sendiri. Di
sekolah, waktu belajar anak sangat terbatas. Strategi dan pendekatan belajar juga sangat
ditentukan oleh keadaan anak dalam satu kelas, sehingga pendekatan yang sesuai kebutuhan
individual anak tidak dapat diperhatikan sepenuhnya oleh guru. Kebutuhan dan karakter anak
lebih banyak dikenal oleh orang tua di rumah. Dengan demikian, tingkat intensitas
komunikasi dan peran orang tua terhadap kegiatan belajar anak di rumah akan memberi
pengaruh positif terhadap pengembangan moral spiritual anak. Dalam kegiatan belajar anak,
peran orang tua sangat penting terutama dalam melakukan bimbingan belajar kepada anak.
Oleh karena itu, keterlibatan orang tua dalam bimbingan belajar anak dapat diwujudkan
dengan memperhatikan kemajuan pendidikan anak terlibat dalam kegiatan belajar,
menciptkan kondisi belajar yang baik, memberi bimbingan belajar, memberi motivasi belajar,
menyediakan fasilitas belajar yang lengkap agar tujuan tercapai.

Bagi anak yang jarang di bimbing oleh orang tuanya atau kurang intensnya anak
dengan orang tuanya sangatlah mempengaruhi terhadap perkembangan moral spiritual anak,
hal ini orang tua dalam keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam membantu
meningkatkan moral dan spiritual anak. Sehingga anak yang hidup dalam lingkungan yang
agamis maka moral spiritualnya akan berbeda dengan anak yang kurang agamis di
lingkungannya. Setiap anak mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, kadang orang tua
sulit untuk memahami kepribadian anak. Untuk dapat memahami kepribadian tidak mudah
karena kepribadian merupakan masalah yang kompleks. Kepribadian itu sendiri bukan hanya
melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil suatu pertumbuhan yang lama
dalam suatu lingkungan budaya. Orang tua sangatlah berperan penting dalam membentuk
psikologis anak. Menurut penelitian (Safiiyah, 2012) peran kedua orang tua terutama dan
keluarga sebagai pembina sekaligus pendidik utama dan pertama dalam suatu kehidupan
keluarga, sangat besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan perilaku kehidupan jiwa dan
kepribadian anak dan keluarga. Oleh karena itu, baik buruknya akhlak, perangai, perilaku
atau pribadi sang-anak dan keluarga, banyak ditentukan oleh sistem pola pembinaan, latihan
dan pendidikan yang diberikan oleh orang tua terutama dan lingkungan keluarga, di mana
anak (keluarga) yang sudah mendapatkan pengenalan, pengalaman dan pendidikan, terutama
pendidikan moral spiritual misalnya yang kuat dari keluarganya, akan dapat mempertahankan
eksistensi kepribadiannya (potensinya) dari pengaruh-pengaruh sosial dan lingkungan yang
kurang bersahabat.

orang tua mempunyai kesibukan tersendiri, dimana kesibukan tersebut harus


meninggalkan anak dirumah. Kadang orang tua tidak menyadari psikologis anak, akan
bagaimana jika anak sering ditinggalkan, bila dilihat secara saksama banyak anak yang
ditinggalkan oleh orang tua dalam hal pekerjaan atau keperluan yang mendadak. Oleh karena
itu, perlu ditekankan dalam dampak psikologis anak jika sering ditinggalkan. Selain itu,
Tujuan pendidikan prasekolah yaitu membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi
baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, emosi sosial, kognitif,
bahasa, fisik/motorik, kemandirian, dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar.
Perkembangan moral dan nilai-nilai agama berhubungan dengan pembentukan karakter anak.
Perkembangan moral dan nilai-nilai agama yang baik adalah penting dalam kesuksesan
belajar anak dalam pembentukan karakter anak. Pembentukan karakter pribadi muslim sejak
dini pada anak dapat melalui penerapan nilai-nilai agama yang sejalan dengan
berkembangnya interaksi anak dengan lingkungannya.(Pohan, 2015). Menurut Penelitian ini
mendeskripsikan tentang pelaksanaan bimbingan belajar orang tua dalam perkembangan
moral spiritual anak di RA. Beberapa teori yang mendukung dalam penelitian yaitu teori
Piaget tentang perkembangan moral yang menjelaskan bahwa struktur dan kemampuan
kognisi berkembang lebih dulu. Kemampuan kognisi kemudian menentukan kemampuan
anak-anak bernalar mengenai dunia sosialnya. Piaget membagi tahap perkembangan moral
menjadi dua, yatu tahap moralitas heteronom dan tahap moralitas otonom.

Tahap moralitas heteronom terjadi pada usia anak-anak awal yaitu sekitar usia 4 tahun hingga
7 tahun. Piaget menyebutnya juga sebagai tahap ealisme moral atau moralitas paksaan. Kata
Heteronom berarti tunduk pada aturan yang diberlakukan orang lain. Selama periode
heteronom, seorang anak kecil selalu dihadapkan terhadap orang tua atau orang dewasa lain
yang memberitahukan kepada mereka manakah hal yang salah dan manakah hal yang benar.
Pada usia ini, seorang anak akan memikirkan bahwa melanggar aturan akan selalu dikenakan
hukuman dan orang yang jahat pada akhirnya akan dihukum (Enung, 2010).

Sedangkan perkembangan teori spiritual dikemukakan oleh Fowler yang menyatakan


bahwa kepercayaan terhadap sesuatu yang dibangun sejak usia dini membantu pembentukan
kepercayaan seseorang pada saat dewasa. Imajinasi anak dan pengalamanpengalaman, baik
pribadi maupun orang lain, berperan dalam proses pembentukan iman kepada Allah.
Pertumbuhan iman seseorang terjadi seumur hidup. Seorang anak kecil yang sudah memiliki
iman kepada Allah tidak dapat berhenti dalam pertumbuhan imannya, tetapi harus terus
dikembangkan ke tahap-tahap berikutnya. Komunitas iman dibutuhkan untuk membantu dan
menopang pertumbuhan iman seseorang. Komunitas juga bertanggung jawab untuk
pertumbuhan iman anak-anak sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya (Supratiknya,
2006). Dalam sebuah hasil penelitian (Rusmayanti, 2017) penggunaan metode pembiasaan
yang diberikan dengan cara membiasakan perilaku atau sikap moral anak secara berulang-
ulang dan terus-menerus sehinggga dapat mengubah dan mengurangi perilaku yang
berlebihan atau salah dan meningkatkan perilaku baik. Proses pelaksanaan kegiatan metode
pembiasaan yang bersifat fleksibel secara kegiatan rutin, kegiatan spontan, dan kegiatan
teladan. Hambatan yang dialami dalam pelaksanaan pemberian metode pembiasaan adalah
setiap anak mempunyai perbedaan kemampuan untuk dapat menerima informasi tentang
arahan dan bimbingan berperilaku baik yang diberikan. Serta tidak ada kesinambungan antara
keluarga dan sekolah, pembiasaan yang dilakukan di lingkungan keluarga masih belum bisa
maksimal. Cara menghadapi hambatannya melakukan pendekatan secara pribadi kepada anak
dengan memberikan motivasi dan dorongan kepada anak dan melakukan pendekatan secara
langsung kepada wali murid, memberikan informasi tentang perkembangan perilaku anak di
sekolah serta melakukan home visit yang dilakukan oleh konselor dan wali kelas. menurut
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku moral anak di TK secara umum baik.

Semua aspek menunjukkan bahwa perolehan skor diatas 51 %, artinya perilaku moral
anak baik, anak mampu melakukannya dengan baik Dalam kategori perkembangan moral,
kohlberg (gunarsa, 1985) mengemukakan tiga tingkat dengan enam tahap perkembangan
moral:

1. Tingkat ke satu: Prakonvensional Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang
dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karena takut ancaman
atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:
a) tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman pada tahap ini anak hanya
mengetahui bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak
bisa diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman,
b) tahap relativistik hedonosme pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung
pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang memiliki
otoritas.Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang
bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme).

2. Tingkat ke dua: Konvensional Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat
bersama agar diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap:
a) tahap orientasi mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak mulai
memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik
oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila
sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat.
b) tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas. Pada tahap ini anak
menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh
lingkungan masyarakat di sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut
mempertahankan aturan dan norma/ nilai sosial yang ada sebagai kewajiban
dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang ada.

3. Tingkat ke tiga : pasca konvensional Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk
menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap:
a) tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan
sosial dan masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai kewajiban dan
tanggung jawab dirinya dalam menjaga keserasian hidup masyarakat;
b) tahap universal. Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat
subyektif ada juga norma etik (baik/ buruk, benar/ salah) yang bersifat
universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang berhubungan
dengan moralitas.

Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget menunjukkan
bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari
kebiasaan yang berhubungan dengan nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi
sebagai akibat dari aktivitas spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial
anak dengan lingkungannya. Selain teori perkembangan moral, dalam mempelajari pola
perkembangan moral yang berkaitan dengan ketaatan akan suatu aturan yang berlaku
universal, perlu dibahas mengenai disiplin. Disiplin berasal dari kata disciple yang berarti
seseorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Disiplin
diperlukan untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan aturan dan peran yang ditetapkan
dalam kelompok budaya tempat orang tersebut menjalani kehidupan. Melalui disiplin, anak
belajar untuk bersikap dan berperilaku yang baik seperti yang diharapkan oleh masyarakat
lingkungan.
BAB III

PENUTUP

3.1.Simpulan

Pendidikan anak bukan sepenuhnya tanggung jawab guru, tetapi merupakan tanggung jawab
orang tuanya, karena orang tua mempunyai fungsi sebagai sumber pendidikan utama. Segala
pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan
anggota keluarga sendiri.

Sehingga anak yang hidup dalam lingkungan yang agamis maka moral spiritualnya akan
berbeda dengan anak yang kurang agamis di lingkungannya. Setiap anak mempunyai
kepribadian yang berbeda-beda, kadang orang tua sulit untuk memahami kepribadian anak.

DAFTAR PUSTAKA

Siti Habsoh, E. N. (2016) ‘Pelaksanaan Bimbingan Belajar Oleh Orang Tua Dalam
Perkembangan Moral Spiritual Anak Di Raudhatul Athfal’, 4(1), Pp. 1–23.

Yuli Umro’atin And Ponorogo, I. A. I. R. M. N. (Iairm) (No Date) ‘Analisis Perkembangan


Moral Dan Spiritual Pada Santri Madrasah Diniyah Al-Mutma’innah Winong Jetis
Ponorogo’.

Maharani, L. (2014) ‘Perkembangan Moral Pada Anak’, Konseli : Jurnal Bimbingan Dan
Konseling (E-Journal), 1(2), Pp. 93–98. Doi: 10.24042/Kons.V1i2.1483.

Anda mungkin juga menyukai