Anda di halaman 1dari 25

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Oleh :

1. Aisyah Devinta A. (1810005)

2. Olivia Rahmaningrum. (1810077)

3. Putra Yala Adi S. (1810079)

4. Riska Silvia. (1810083)

5. Wanda Ryzki D (1810109)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ilmiah tentang komunikasi terapeutik. Makalah ini sudah kami susun
dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini tentang komunikasi
terapeutik bisa memberikan manfaat untuk pembaca.

Surabaya, 14 Juni 2020


DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam


hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).

Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial


yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin
dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam
berkomunikasi dengan orang lain.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak


saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya
masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan
meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling
penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap
sesama manusia. 

B. Rumusan Masalah

1.  Apakah Pengaruh Hubungan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dengan


klien?

2. Bagaimana Perbedaan Hubungan Sosial dan Komunikasi Terapeutik ?

3. Apa Perilaku,Pikiran dan Perasaan Seseorang di Lihat dari Teori Johari Window ?

4. Apakah yang di maksud Peningkatan Kesadaran Diri ?

5. Apakah Tugas Perawat pada Setiap Fase Hubungan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui komunikasi dalam proses keperawatan.

2. Untuk mengetahui Komunikasi terapeutik dalam keperawatan.  


BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

2.1 Definisi

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien


yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku
pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama
dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku
klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi
terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan
memahami tentang dirinya.

2.2 Tujuan komunikasi terapeutik

1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien
pecaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut
(Hamid,1998):

1. Kesadaran diri.
2. Klarifikasi nilai.
3. Eksplorasi perasaan.
4. Kemampuan untuk menjadi model peran.
5. Motivasi altruistik.
6. Rasa tanggung jawab dan etik.

2.3 Fungsi komunikasi terapetik

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja


sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat
berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).

2.4 Prinsip-prinsip komunikasi


1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
terapeutik
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahama
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang
tingkah laku klien dan memberi nasihat
9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara
rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat
menarik klien.

2.5 Komponen Komunikasi Terapeutik

Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut


(Hamid, 1998):

1. a.Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.


2. b.Pesan :suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirimkepada penerima.
3. c.Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh
pesan.
4. d.Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
5. e.Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.

Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen


struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat
diidentifikasi.

Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat
memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.
2.6 Karakteristik Komunikasi Terapeutik

a. Kejujuran (trustworthy); Kejujuran merupakan modal utama agar dapat


melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif; Dalam berkomunikasi hendaknya
perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien.
3. Bersikap positif; Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat,
penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.
4. Empati bukan simpati; Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan
keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan
memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien.
5. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien; Dalam memberikan
asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997).
6. Menerima klien apa adanya; Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang
akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik.
7. Sensitif terhadap perasaan klien; Tanpa kemampuan ini hubungan yang
terapeutik sulit terjalin dengan baik.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri;

2.7 Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.

1. fase preinteraksi
2. fase perkenalan atau orientasi
3. fase kerja
4. fase terminasi.

2.8 Pengaruh Hubungan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dengan Klien

Secara umum tujuan hubungan terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart
dan Sundeen, 1987; 96), yaitu:

1. Kesadaran diri, penerimaan diri dan penghargaan diri yang meningkat


2. Pengertian yang jelas tentang identitas diri dan integritas diri ditingkatkan
3. 3.Kemampuan untuk membina hubungan intim interdependen, pribadi dengan
kecakapan menerima dan memberi kasih sayang.
4. 4.Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan pribadi yang realistis.
2.9 Perbedaan Hubungan Sosial dan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi Sosial Komunikasi Terapeutik

·     Definisi ·         Definisi

Komunikasi adalah pemindahan Komunikasi terapeutik adalah suatu


informasi dari satu orang ke orang lain pengalaman bersama antara perawat klien
terlepas percaya atau tidak (Harold yang bertujuan untuk menyelesaikan
Koont dan CYRIL o’Donell). masalah klien yang mempengaruhi
perilaku pasien.
Komunikasi adalah proses
pengoperasian lambang-lambang yang
mengandung pengertian antara
individu-individu (William Ablig).

·         Tujuan ·         Tujuan

a. Mampu memahami perilaku orang a. Kesadaran diri.


lain b. Klarifikasi nilai.
b. Mengenali perilaku bila setuju dan c. Eksplorasi perasaan.
tidak setuju d. Kemampuan untuk menjadi model
c. Memahami perlunya memberi peran.
pujian e. Motivasi altruistik.
d. Menciptakan hubungan personal f. Rasa tanggung jawab dan etik.
yang baik
e. Memperoleh informasi tentang
situasi atau sikap tertentu
f. Untuk menentukan suatu
kesanggupan
g. Untuk meneliti pola kesehatan
h. Mendorong untuk bertindak
i. Memberi nasehat.

·         Komponen Komunikasi
·         Lima komponen fungsional berikut
a. Komunikator : Penyampaian (Hamid, 1998) :
informasi atau sumber informasi.
1.    Pengirim : yang menjadi asal dari
b. 2.Komunikan : Penerima
pesan
informasi, pemberi respon terhadap
stimulus. 2.    Pesan : suatu unit informasi yang
c. 3.Pesan : Gagasan, pendapat, dipindahkan dari pengirim kepada
stimulus, fakta, informasi. penerima
d. 4.Media : Saluran yang dipakai
untuk menyampaikan pesan. 3.    Penerima : yang mempersepsikan
e. 5.Kegiatan “Encoding” : pesan, yang perilakunya diengaruhi oleh
Perumusan pesan oleh pesan.
komunikator. 4.    Umpan balik : respon dari
f. 6.Kegiatan “Decoding” : penerimaan pesan kepada pengirim pesan
Penafsiran pesan oleh komunikan.
5.    Konteks : tatanan di mana
komunikasi terjadi

Perilaku, Pikiran dan Perasaan Seseorang di Lihat dari Teori Johari Window

Jendela Johari (Johari Window) adalah konsep komunikasi yang diperkenalkan oleh
Joseph Luth dan Harry Ingram (karenanya disebut Johari). Jendela Johari pada
dasarnya menggambarkan tingkat saling pengertian antarorang yang berinteraksi.
Jendela Johari ini mencerminkan tingkat keterbukaan seseorang yang dibagi dalam
empat kuadran, Kuadran-kuadran tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:

 Open

Menggambarkan keadaan atau hal yang diketahui diri sendiri dan orang lain. Hal-hal
tersebut meliputi sifat-sifat, perasaan-perasaan, dan motivasi-motivasinya. Orang
yang “Open” bila bertemu dengan seseorang akan selalu membuka diri dengan
menjabat tangan atau secara formal memperkenalkan diri bila berjumpa dengan
seseorang. Diri yang terbuka, mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri
demikian juga orang lain diluar dirinya dapat mengenalinya.

 Blind

Disebut “Blind” karena orang itu tidak mengetahui tentang sifat-sifat, perasaan-
perasaan dan motivasi-motivasinya sendiri padahal orang lain melihatnya. Sebagai
contoh, ia bersikap seolah-olah seorang yang sok akrab, padahal orang lain
melihatnya begitu berhati-hati dan sangat tertutup, tampak formal dan begitu menjaga
jarak dalam pergaulan. Orang ini sering disebut sebagai seseorang yang buta karena
dia tidak dapat melihat dirinya sendiri, tidak jujur dalam menampilkan dirinya namun
orang lain dapat melihat ketidak tulusannya.
 Hidden

Ada hal-hal atau bagian yang saya sendiri tahu, tetapi orang lain tidak. Hal ini sering
teramati, ketika seseorang menjelaskan mengenai keadaan hubungannya dengan
seseorang. “Saya ingat betul bagaimana rasanya dikhianati pada waktu itu, padahal
aku begitu mempercayainya”. Luka hati masa lalunya tidak diketahui orang lain,
tetapi ia sendiri tak pernah melupakannya.

 Unknown

Dikatakan “Unknown”, karena baik yang bersangkutan, maupun orang lain dalam
kelompoknya tidak mengetahui hal itu secara individu. Sepertinya semua serba
misterius

a. Prinsip Johari Window

1. Perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran yang lain.

2. Jika kuadran 1 paling kecil, bermakna komunikasi buruk dan kesadaran diri
kurang.

3. Kuadran 1 paling besar , bermakna individu memiliki kesadaran diri tinggi.

Cara meningkatkan kesadaran diri :

1.      Mempelajari diri sendiri

2.      Belajar dari orang lain

3.      Membuka Diri

Klarifikasi Nilai :

Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan yang cukup , sehingga tidak


menggunakan klien sebagai sumber kepuasan dan keamanannya.

Eksplorasi Perasaan :

Perawat perlu terbuka dan sadar akan perasaannya , dengan demikian perawat akan
mendapat informasi tentang :

1.      Bagaimana responnya pada klien

2.      Bagaimana penampilannya pada klien


Kemampuan Menjadi Model :

Perawat yang memiliki masalah pribadi misalnya : hubungan interpersonal yang


terganggu akan berdampak pada hubungannya dengan klien.

5.      Tugas Perawat pada Setiap Fase Hubungan

FASE PRA INTERAKSI

Fase pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat
mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan
perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.

Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah
pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia
seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat,
mempunyai hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan berpegang pada
kenyataan dalam menolong klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 105).

Pemakaian diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan


meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada klien.

·         

Prainteraksi

• Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri

• Analisa kekuatan-kelemahan profesional

• Dapatkan data tentang klien jika mungkin

• Rencanakan pertemuan pertama

Orientasi

• Tentukan alasan klien minta pertolongan

• Bina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka

• Rumuskan kontrak pertama

• Eksplorasi pikiran, perasaan dan perilaku klien

• Identifikasi masalah klien


• Rumuskan tujuan dengan klien

FASE ORIENTASI

Fase ini dimulai pada saat pertemuan pertama dengan klien. Hal utama yang perlu
dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya
hubungan perawat-klien.

Dalam memulai hubungan, tugas utama perawat adalah membina rasa percaya,
penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan
klien. Elemen-elemen kontrak (lihat Tabel 3) perlu diuraikan dengan jelas kepada
klien sehingga kerjasama dapat dilakukan secara optimal. Diharapkan klien berperan
serta secara penuh dalam kontrak, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada klien
dengan gangguan realitas, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu
mengulang kontrak jika kontak relitas klien meningkat.

Tugas perawat adalah mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan klien dan


mengidentifikasi masalah serta merumuskan tujuan bersama klien.

Elemen Kontrak Perawat-Klien Pada tahap Orientasi

• Nama individu (perawat dan klien)

• Peran perawat dan klien

• Tanggung jawab perawat dan klien

• Tujuan hubungan

• Tempat pertemuan

• Waktu pertemuan

• Situasi terminasi

• Kerahasiaan

FASE KERJA

Pada fase kerja perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan
perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan
kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri serta mengembangkan mekanisme
koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan
fokus fase ini.

FASE TERMINASI

Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik.
Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada
tingkat optimal. Keduanya (perawat dan klien) akan merasakan kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau
klien pulang.

Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas
perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau
kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan
marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasi dan diekspresikan.

Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses
terminasi yang sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien
mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi
dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari perpisahan atau mengingkari
manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan marah dan
bermusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara yang dangkal.
Terminasi mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai
penolakan atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya dengan harapan
perawat tidak akan mengakhiri hubungan kerena klien masih memerlukan bantuan.

b. Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji pesan secara non verbal antara
lain

1. Vokal: nada, kualitas, keras atau lembut, kecepatan yang semuanya


menggambarkan suasana emosi.

2. Gerakan: refleks, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang atau gerakan-
gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai
suasana hati.

3. Jarak (space): jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan


tingkat keintiman hubungan.
4. Sentuhan: dikatakan sangat penting tetapi perlu mempertimbangkan aspek budaya
dan kebiasaan setempat.

c. Sikap Peawat dalam berkomunikasi

Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan
klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi
tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi.

·         KEHADIRAN DIRI SECARA FISIK

Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb, 1983; 372) mengidentifikasi 5 sikap atau
cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:

1. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah ”saya siap untuk anda”.

2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan


atau mendengar sesuatu.

4. Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan


keterbukaan untuk berkomunikasi.

5. Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan


relaksasi dalam memberi respon terhadap klien.

SIKAP FISIK DALAM KOMUNIKASI

Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada
setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan oleh
Clunn (1991; 168-173) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah:

1. Gerakan mata.

Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata berkembang
pada anak sejak lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan
kontak sosial. Perawat perlu mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya usia 2
bulan bayi tersenyum jika kontak mata dengan ibu. Bayi dan anak memperlihatkan
reaksi yang tinggi terhadap rangsangan visual (Mahler, dikutip oleh Clunn, 1991;
171).

Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan
dan sosialisasi. Anak sangat mengerti akan ekspresi ibu yang marah, sedih atau tidak
setuju.

2. Ekspresi muka

Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak
dipengaruhi oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi
muka tanpa ia sadari.

3. Sentuhan

Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan
ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang
dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam
pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian (Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991,
173).

Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan
kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari (dewasa) mengembangkan hal
yang sama baginya.

d. Kehadiran diri secara psikiologis   

Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi yanitu dimensi respon
dan dimensi tindakan (Truax, Carkhoff dan Benerson, dikutip oleh Stuart dan
Sundeen, 1987; 126).

- Dimensi Respon

Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan
konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien untuk
membina hubungan saling percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus
terus dipertahankan sampai pada akhir hubungan.

1. Keikhlasan

Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif


dalam berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-
pura, mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.

2. Menghargai

Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak
mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat
dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas
hal yang tidak disukai klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan
pengalaman tertentu.

3. Empati

Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan
pikiran dan perasaannya. Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan
melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu
klien mengatasi masalah tersebut. Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart
dan Sundeen, 1987; 129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang
menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:

• Memperkenalkan diri kepada klien.

• Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.

• Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya
klien.

• Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara,
gelisah, ekspresi wajah.

• Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.

• Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.

4. Konkrit

Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan yang abstrak. Hal ini perlu
untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
• Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien

• Memberi penjelasan yang akurat oleh perawat

• Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.

e. Dimensi Tindakan

Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang
dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering
segera masuk dimensi tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai
dengan dimensi respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri
yang tinggi dan kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.

Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional


chatarsis dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1987; 131)

1. Konfrontasi.

Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak
sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3
katagori konfrontasi, yaitu:

a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal
diri klien (keinginan klien)

b. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.

c. Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.

Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian


perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif,
bukan marah atau agresif.

Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat


hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan
koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai
kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.

2. Kesegeraan

Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat
sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3. Keterbukaan

Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan,
sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang
berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien
untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.

Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien


dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan
Sundeen, 1987; 134).

4. Emotional Chatarsis

Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat
mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik
diskusi antara perawat-klien.

Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien
mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu
dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.

5. Bermain Peran

Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk
meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari
pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku
dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang
aman.

Ringkasan dimensi respon dan tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat
senantiasa harus mencoba berbagai teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan
efektivitas komunikasi dan hubungan perawat-klien.

e. Tugas perawat dalam tiap fase

Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.

a. Menganalisa kemamp. & kekurangan diri

b. Mengumpulkan data klien (bila mungkin)

c. Merencanakan pertemuan pertama dgn klien

Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuan


a.Membangun trust, menerima, dan membuka komunikasi
b. Bersama-sama membuat kontrak
c.Mengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klien
d. Mengidentifikasi masalah klien
e.Menetapkan tujuan dgn klien

Kerja :Mengekplorasi stressor yg berkaitan

Meningkatkan insight dan mekanisme koping klien

Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapai

Mengekplorasi perasaan satu sama lain;rejeksi,kehilangan, kesedihan, dan kemarahan


dan dihubungan dgn perilaku.

Hambatan Komunikasi Terapeutik.

1. Resisten.

2. Transferens.

 3. Kontertransferens.

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN IBU HAMIL YANG AKAN


MEMPERSIAPKAN KELAHIRAN
1. Fase Pra Interaksi
Seorang perawat akan melakukan pemeriksaan dan melihat perkembangan kondisi
pada pasien ibu hamil yang bernama Ny R. Ny R datang ke rumah sakit Dr Ramelan
surabaya karena sudah satu hari yang lalu mengeluh kencang-kencang. Dan sedang
dilakukan perawatan untuk pemantauan.  

2. Fase Orientasi
Perawat Riska mendatangi pasien Ny. Rahma di ruang perawatan.
Perawat : Selamat pagi ibu, (sambil tersenyum)
Ny R : Pagi juga mbak.
Perawat : Ibu namanya siapa ? (sambil melihat gelang pasien)
Ny R : Nama saya R, mbak.
 
Perawat mencoba melakukan pendekatan kepada Ny R
Perawat : Perkenalkan bu, saya perawat S, saya yang bertugas untuk merawat
ibu hari ini. Ibu bagaimana kabarnya hari ini ?
Ny R : Alhamdulillah baik mbak.
Perawat : Ibu tidurnya semalam bagaimana ?nyenyak atau tidak bu?
Ny r : nyenyak mbak
Perawat : pagi ini ibu sudah makan ?
Ny R : sudah mbak
Perawat : Makan nya banyak atau sedikit bu ?
Ny R : Cuma sedikit karena saya kurang selera makan mbak. Saya masih
merasa kencang-kencang dan semakin kuat mbak…!!

Setelah bertanya kepada pasien, perawat mencoba menjelaskan Asuhan


Keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.
Perawat : Baiklah bu!! Saya disini akan melakukan pemeriksaan kepada ibu.
Apakah ibu bersedia…??
Ny R : iya mbak bersedia
Perawat : Baik bu. Mohon kerja samanya nanti dalam pemeriksaan. Saya
permisi sebentar untuk mempersiapkan alatnya, kurang lebih 5 menit
bu. Saya akan kembali lagi.
Ny R : Iya mbak
Perawat : Mari bu... (Sambil berjalan pergi untuk mengambil alat).
Setelah itu perawat meninggalkan kamar pasien untuk menyiapkan alat yang
akan digunakan dalam tindakan yang akan diberikan.
 
3. Fase Kerja
(Lima menit kemudian, perawatkembali ke kamar pasien)
perawat : Assalmu’alaikum…
Ny R        : Wa’alaikum salam…
Perawat masuk dan langsung mendekati pasien untuk melakukan tindakan.
Perawat                : Permisi Bu...! maaf ya bu. Ibu tiduran saja ya,. biaribu lebih santai.
Ny R          : (Langsung tiduran)
Setelah itu perawatlangsung memberikan tindakan kepada Ny R.
Perawat              : Bu..tolong tangan kirinya sedikit diangkat ya bu…!!
(perawat memasang manset tensi, kemudian mengukur tekanan darah)
Perawat             : kehamilan yang keberapa bu? (perawat mencoba mengajak komunikasi
pada Ny R)
Ny R       : Eeehm,,baru pertama kali hamil mbak.
Perawat            :  Ooh senangnya ya bu sebentar lagi akan melahirkan
Ny R   : iya mbak maka dari itu saya masih belum mengerti tanda-tanda akan
melahirkan soalnya dari kemarin saya sudah kencang-kencang.
Perawat               : hehe iya wajar bu kehamilan anak pertama memang seperti itu
(perawat dan Ny R tertawa)

Setelah perawatmengukur tekanan darah, perawatmenyiapkan termometer


untuk mengukur suhu Ny R
Perawat          :  Bu … maaf ya… tolong ibu angkat sedikit tangan kanannya…!!
Ny R : (Mengangkat sedikit tangan kanan nya)
perawat            : (Setelah Ny R mengangkat tangannya, perawat langsung memasang
termometer).
Perawat     :Bu… Langsung dijepit tangannya ya bu… dan jangan dulu dilepas
sebelum saya suruh ..
Ny R       : (hanya mengangguk)

Setelah beberapa menit kemudian tekanan darah dan suhu sudah selesai
diukur, kemudian peralatan dilepas kembali, dan setelah itu perawat
melanjutkan untuk memeriksa nadi dan pernapasannya dan melakukan
pemeriksaan leopod 1-4 untuk mengetahui bayi sudah akan segera lahir atau
belum.

Perawat : bu di luruskan kaki nya


Ny R : meluruskan kaki
Perawat : ( melakukan pemeriksaan leopod I ) ibu ini bagian bokongnya bayi
ada di atas. Posisi bayi normal ya.
Ny R : iya mbak alhamdulilah
Perawat : ( melakukan pemeriksaan leopod II ) bu ini punggung bayi berada di
sebelah kiri, kaki dan tangan berada di sebelah kanan ya.
Ny R : iya mbak
Perawat : (melakukan pemeriksaan DJJ ) bu detak jantung bayi nya 160 kali
permenit normal ya bu
Ny R : alhamdulilah
Perawat : ( melakukan pemeriksaan leopod III ) bu kepalanya di bawah ya
posisi bayi normal
Ny R : iya mbak
Perawat : ( memeriksa leopod IV dan mengecek apakah ada farises di kaki atau
tidak ) bu kepalanya sudah memasuki pangkal panggul tidak ada
farises di kaki.
Ny R : iya mbak
4. Fase terminasi
Setelah semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh
perawat dan semua peralatan dirapikan
Ny R    : jadi bagaimana mbak…??
Perawat               : kemungkinan besar ibu akan melahirkan secara normal dan tidak lama
lagi segera lahir tinggal menunggu pembukaan saja.
Rahma        : Alhamdulillah
Perawat : Kalau begitu saya permisi dulu ya bu…!!Ibu tidak usah cemas bila
           

merasa kencang-kencang tolong tekan tombol ya bu nanti kami datang.


Ny R : Ya mbak..terima kasih…!!
perawat        : Mari bu,…!!
Ny R       : Ya mbak…!!
 
Akhirnya setelah perawat berpamitan, perawat langsung pergi meninggalkan
ruangan kamar Ny R.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan


dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam
kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi
keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan
juga kepuasan bagi perawat.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami bahwa


pentingnya komunikasi dalam kehidupan kita sehari – hari terutama dalam proses
pembangunan dan dalam proses keperawatan dan diharapkan juga bagi pembaca agar
dapat menggunakan bahasa yang sesuai dalam pergaulan sehari – hari, khususnya
bagi pembaca yang berprofesi sebagai seorang perawat atau tenaga medis lainnya
agar dapat berkomunikasi yang baik dengan pasien guna untuk menjalin kersama
dengan pasien dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk kesehatan
pasien serta berkomunikasi dengan baik terhadap rekan kerja dan siapapun yang
terdapat di tempat kita bekerja.
Daftar Pustaka

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi.Cetakan  2004

Koentjoro. 1989. Konsep Pengenalan Diri dalam AMT. Makalah. Dalam Modul
Pelatihan AMT. Jurusan Psikolog

https://www.google.com/search?
safe=strict&sxsrf=ALeKk02w1yHHPjXqzOm4Ql7nrUyq0ssHyA
%3A1592103994886&ei=OpTlXq3gNZG88QOpx6TACw&q=makalah+komunikasi
+terapeutik

Anda mungkin juga menyukai