Oleh :
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ilmiah tentang komunikasi terapeutik. Makalah ini sudah kami susun
dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini tentang komunikasi
terapeutik bisa memberikan manfaat untuk pembaca.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
3. Apa Perilaku,Pikiran dan Perasaan Seseorang di Lihat dari Teori Johari Window ?
C. Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien
pecaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut
(Hamid,1998):
1. Kesadaran diri.
2. Klarifikasi nilai.
3. Eksplorasi perasaan.
4. Kemampuan untuk menjadi model peran.
5. Motivasi altruistik.
6. Rasa tanggung jawab dan etik.
Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat
memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.
2.6 Karakteristik Komunikasi Terapeutik
1. fase preinteraksi
2. fase perkenalan atau orientasi
3. fase kerja
4. fase terminasi.
Secara umum tujuan hubungan terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart
dan Sundeen, 1987; 96), yaitu:
· Definisi · Definisi
· Tujuan · Tujuan
· Komponen Komunikasi
· Lima komponen fungsional berikut
a. Komunikator : Penyampaian (Hamid, 1998) :
informasi atau sumber informasi.
1. Pengirim : yang menjadi asal dari
b. 2.Komunikan : Penerima
pesan
informasi, pemberi respon terhadap
stimulus. 2. Pesan : suatu unit informasi yang
c. 3.Pesan : Gagasan, pendapat, dipindahkan dari pengirim kepada
stimulus, fakta, informasi. penerima
d. 4.Media : Saluran yang dipakai
untuk menyampaikan pesan. 3. Penerima : yang mempersepsikan
e. 5.Kegiatan “Encoding” : pesan, yang perilakunya diengaruhi oleh
Perumusan pesan oleh pesan.
komunikator. 4. Umpan balik : respon dari
f. 6.Kegiatan “Decoding” : penerimaan pesan kepada pengirim pesan
Penafsiran pesan oleh komunikan.
5. Konteks : tatanan di mana
komunikasi terjadi
Perilaku, Pikiran dan Perasaan Seseorang di Lihat dari Teori Johari Window
Jendela Johari (Johari Window) adalah konsep komunikasi yang diperkenalkan oleh
Joseph Luth dan Harry Ingram (karenanya disebut Johari). Jendela Johari pada
dasarnya menggambarkan tingkat saling pengertian antarorang yang berinteraksi.
Jendela Johari ini mencerminkan tingkat keterbukaan seseorang yang dibagi dalam
empat kuadran, Kuadran-kuadran tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:
Open
Menggambarkan keadaan atau hal yang diketahui diri sendiri dan orang lain. Hal-hal
tersebut meliputi sifat-sifat, perasaan-perasaan, dan motivasi-motivasinya. Orang
yang “Open” bila bertemu dengan seseorang akan selalu membuka diri dengan
menjabat tangan atau secara formal memperkenalkan diri bila berjumpa dengan
seseorang. Diri yang terbuka, mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri
demikian juga orang lain diluar dirinya dapat mengenalinya.
Blind
Disebut “Blind” karena orang itu tidak mengetahui tentang sifat-sifat, perasaan-
perasaan dan motivasi-motivasinya sendiri padahal orang lain melihatnya. Sebagai
contoh, ia bersikap seolah-olah seorang yang sok akrab, padahal orang lain
melihatnya begitu berhati-hati dan sangat tertutup, tampak formal dan begitu menjaga
jarak dalam pergaulan. Orang ini sering disebut sebagai seseorang yang buta karena
dia tidak dapat melihat dirinya sendiri, tidak jujur dalam menampilkan dirinya namun
orang lain dapat melihat ketidak tulusannya.
Hidden
Ada hal-hal atau bagian yang saya sendiri tahu, tetapi orang lain tidak. Hal ini sering
teramati, ketika seseorang menjelaskan mengenai keadaan hubungannya dengan
seseorang. “Saya ingat betul bagaimana rasanya dikhianati pada waktu itu, padahal
aku begitu mempercayainya”. Luka hati masa lalunya tidak diketahui orang lain,
tetapi ia sendiri tak pernah melupakannya.
Unknown
Dikatakan “Unknown”, karena baik yang bersangkutan, maupun orang lain dalam
kelompoknya tidak mengetahui hal itu secara individu. Sepertinya semua serba
misterius
2. Jika kuadran 1 paling kecil, bermakna komunikasi buruk dan kesadaran diri
kurang.
3. Membuka Diri
Klarifikasi Nilai :
Eksplorasi Perasaan :
Perawat perlu terbuka dan sadar akan perasaannya , dengan demikian perawat akan
mendapat informasi tentang :
Fase pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat
mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan
perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah
pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia
seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat,
mempunyai hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan berpegang pada
kenyataan dalam menolong klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 105).
·
Prainteraksi
Orientasi
FASE ORIENTASI
Fase ini dimulai pada saat pertemuan pertama dengan klien. Hal utama yang perlu
dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya
hubungan perawat-klien.
Dalam memulai hubungan, tugas utama perawat adalah membina rasa percaya,
penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan
klien. Elemen-elemen kontrak (lihat Tabel 3) perlu diuraikan dengan jelas kepada
klien sehingga kerjasama dapat dilakukan secara optimal. Diharapkan klien berperan
serta secara penuh dalam kontrak, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada klien
dengan gangguan realitas, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu
mengulang kontrak jika kontak relitas klien meningkat.
• Tujuan hubungan
• Tempat pertemuan
• Waktu pertemuan
• Situasi terminasi
• Kerahasiaan
FASE KERJA
Pada fase kerja perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan
perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan
kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri serta mengembangkan mekanisme
koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan
fokus fase ini.
FASE TERMINASI
Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik.
Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada
tingkat optimal. Keduanya (perawat dan klien) akan merasakan kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau
klien pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas
perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau
kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan
marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasi dan diekspresikan.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses
terminasi yang sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien
mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi
dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari perpisahan atau mengingkari
manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan marah dan
bermusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara yang dangkal.
Terminasi mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai
penolakan atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya dengan harapan
perawat tidak akan mengakhiri hubungan kerena klien masih memerlukan bantuan.
b. Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji pesan secara non verbal antara
lain
2. Gerakan: refleks, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang atau gerakan-
gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai
suasana hati.
Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan
klien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi
tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi.
Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb, 1983; 372) mengidentifikasi 5 sikap atau
cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
1. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah ”saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada
setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan oleh
Clunn (1991; 168-173) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah:
1. Gerakan mata.
Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata berkembang
pada anak sejak lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan
kontak sosial. Perawat perlu mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya usia 2
bulan bayi tersenyum jika kontak mata dengan ibu. Bayi dan anak memperlihatkan
reaksi yang tinggi terhadap rangsangan visual (Mahler, dikutip oleh Clunn, 1991;
171).
Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan
dan sosialisasi. Anak sangat mengerti akan ekspresi ibu yang marah, sedih atau tidak
setuju.
2. Ekspresi muka
Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak
dipengaruhi oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi
muka tanpa ia sadari.
3. Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan
ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang
dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam
pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian (Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991,
173).
Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan
kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari (dewasa) mengembangkan hal
yang sama baginya.
Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi yanitu dimensi respon
dan dimensi tindakan (Truax, Carkhoff dan Benerson, dikutip oleh Stuart dan
Sundeen, 1987; 126).
- Dimensi Respon
Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan
konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien untuk
membina hubungan saling percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus
terus dipertahankan sampai pada akhir hubungan.
1. Keikhlasan
2. Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak
mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat
dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas
hal yang tidak disukai klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan
pengalaman tertentu.
3. Empati
Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan
pikiran dan perasaannya. Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan
melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu
klien mengatasi masalah tersebut. Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart
dan Sundeen, 1987; 129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang
menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
• Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya
klien.
• Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara,
gelisah, ekspresi wajah.
4. Konkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan yang abstrak. Hal ini perlu
untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
• Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien
e. Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang
dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering
segera masuk dimensi tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai
dengan dimensi respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri
yang tinggi dan kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
1. Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak
sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3
katagori konfrontasi, yaitu:
a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal
diri klien (keinginan klien)
2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat
sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan,
sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang
berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien
untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat
mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik
diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien
mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu
dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk
meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari
pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku
dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang
aman.
Ringkasan dimensi respon dan tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat
senantiasa harus mencoba berbagai teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan
efektivitas komunikasi dan hubungan perawat-klien.
1. Resisten.
2. Transferens.
3. Kontertransferens.
2. Fase Orientasi
Perawat Riska mendatangi pasien Ny. Rahma di ruang perawatan.
Perawat : Selamat pagi ibu, (sambil tersenyum)
Ny R : Pagi juga mbak.
Perawat : Ibu namanya siapa ? (sambil melihat gelang pasien)
Ny R : Nama saya R, mbak.
Perawat mencoba melakukan pendekatan kepada Ny R
Perawat : Perkenalkan bu, saya perawat S, saya yang bertugas untuk merawat
ibu hari ini. Ibu bagaimana kabarnya hari ini ?
Ny R : Alhamdulillah baik mbak.
Perawat : Ibu tidurnya semalam bagaimana ?nyenyak atau tidak bu?
Ny r : nyenyak mbak
Perawat : pagi ini ibu sudah makan ?
Ny R : sudah mbak
Perawat : Makan nya banyak atau sedikit bu ?
Ny R : Cuma sedikit karena saya kurang selera makan mbak. Saya masih
merasa kencang-kencang dan semakin kuat mbak…!!
Setelah beberapa menit kemudian tekanan darah dan suhu sudah selesai
diukur, kemudian peralatan dilepas kembali, dan setelah itu perawat
melanjutkan untuk memeriksa nadi dan pernapasannya dan melakukan
pemeriksaan leopod 1-4 untuk mengetahui bayi sudah akan segera lahir atau
belum.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Koentjoro. 1989. Konsep Pengenalan Diri dalam AMT. Makalah. Dalam Modul
Pelatihan AMT. Jurusan Psikolog
https://www.google.com/search?
safe=strict&sxsrf=ALeKk02w1yHHPjXqzOm4Ql7nrUyq0ssHyA
%3A1592103994886&ei=OpTlXq3gNZG88QOpx6TACw&q=makalah+komunikasi
+terapeutik