OLEH:
KELOMPOK 8 NPA
SURABAYA
2021
Aditya Y. Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan (2019);3(1):1-12
ARTIKEL PENELITIAN
ABSTRAK
Peritonitis merupakan kasus kegawatdaruratan yang sering ditemui dengan
angka mortalitas tinggi. Sistem skoring diperlukan untuk menilai derajat
kesakitan serta prediksi mortalitas pada kasus peritonitis. Instrumen ini juga
digunakan untuk menilai efektivitas berbagai modalitas terapi yang diberikan
dan perawatan yang dilakukan. Skor APACHE II merupakan instrumen
objektif yang didasari penilaian status fisiologis pasien. Skor Mannheim
Peritonitis Index (MPI) merupakan sistem skoring yang mudah dan sederhana
didasari oleh faktor-faktor risiko yang berkorelasi dengan mortalitas
peritonitis. Penelitian ini bersifat studi analitik dengan rancangan penelitian
prospektif observasional dengan pendekatan kohort untuk membandingkan
skor MPI dengan skor APACHE II dalam memprediksi mortalitas peritonitis
sekunder akibat perforasi organ berongga. Sebanyak 87 pasien yang
memenuhi dari kriteria inklusi memiliki rerata usia 40,26+ 18,95 tahun. Angka
kematian didapatkan sebesar 13,79%, Nilai AUC (area under the curve) skor
APACHE II yang diperoleh dari kurva ROC adalah sebesar 92,9%, dengan
nilai cut off 11,5, sensitivitas 91,7%, spesifitas 86.7%, nilai duga positif (NDP)
52,4% Nilai duga negatif (NDN) 98,5%, dan akurasi sebesar 87,4%. Skor
MPI memiliki nilai AUC 93,7% dengan nilai cut off sebesar 30,5,
sensitivitas
Yan Aditya : Perbandingan Nilai Prediktif Mannheim…
83,3%, spesifitas 85,3%, NDP 47,6%, NDN 96,9%, dan akurasi sebesar 85,1%. Hasil uji Chi
Square didapatkan perbedaan yang bermakna pada cut-off APACHE II dan MPI dalam
menilai mortalitas pada peritonitis sekunder akibat perforasi organ berongga dengan
P=0,0001. Skor APACHE II memiliki nilai prediktif lebih tinggi dibandingkan dengan skor
MPI dalam memprediksi mortalitas peritonitis sekunder akibat perforasi organ berongga.
Kata kunci: APACHE II, Mannheim Peritonitis Index(MPI), peritonitis.
ABSTRACT
Peritonitis is an emergency case with high mortality rates. Scoring systems are needed to
assess high risk patient and predict mortality in cases of peritonitis. This instrument is also
used to assess the effectiveness of various therapeutic modalities that are given and the
treatments performed. The APACHE II score is an objective instrument based on physiology
state to predict peritonitis mortality. The Mannheim Peritonitis Index (MPI) score is a scoring
system based to correlating factors predicting peritonitis mortality, and it is easy and simple.
This study was an analytical study with a prospective observational analytical with cohort
design to compare MPI scores with APACHE II scores in predicting mortality in secondary
peritonitis due to perforation of hollow viscous. 87 patients who met the inclusion criteria,
average age of 40.26+18.95, with mortality rate of 13.79%, the AUC (area under the curve)
APACHE II score obtained from the ROC curve is 92.9%, with a cut off value of 11.5, sensitivity
of 91.7%, specificity of 86.7%, positive predictive value (PPV) 52.4%, negative predictive value
(NPV) 98.5%, and accuracy to 87.4%. AUC of MPI score is 93.7%, cut off value of 30.5,
sensitivity 83.3%, specificity 85.3%, PPV 47.6%, NPV 96.9%, and accuracy of 85.1%. Chi
Square test found significant difference between cut off APACHE II and MPI to Mortality
P=0,0001. The APACHE II score had a higher predictive point then the MPI score in predicting
mortality of peritonitis secondary to perforation of hollow viscous.
tetap memiliki akurasi yang baik sebagai Darurat RSUP Hasan Sadikin dengan
prediktor mortalitas pasien. Tujuan diagnosis klinis peritonitis akibat perforasi
penelitian ini adalah untuk organ berongga yang dikonfirmasi dengan
membandingkan nilai prediktif skoring hasil temuan operasi. Semua pasien dengan
MPI dengan APACHE II dalam diagnosis peritonitis akibat perforasi organ
memprediksi mortalitas pasien dengan berongga dan memenuhi kriteria inklusi
diagnosis peritonitis akibat perforasi organ yang masuk ke IGD Bedah RSUP Hasan
11,15
berongga. Sadikin yang dikonfirmasi dengan temuan
intra-operatif dilakukan penghitungan skor
BAHAN DAN METODE APACHE II dan dilakukan penghitungan
Penelitian ini dilakukan di bagian skor MPI. Selanjutnya pada 30 hari
Subdivisi Bedah Digestif RSUP dr. Hasan paskaoperasi dilihat apakah pasien hidup
Sadikin Bandung pada bulan Februari 2017 atau meninggal. Setelah seluruh data yang
sampai jumlah sampel minimal terpenuhi. terkumpul kemudian dilakukan uji
Metode penelitian ini adalah studi analitik statistik. Penelitian ini dilaksanakan setelah
dengan rancangan penelitian prospektif mendapatkan persetujuan dan rekomendasi
observasional analitik dengan pendekatan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan
kohort. Subjek penelitian ini adalah pasien Fakultas Kedokteran Universitas
yang masuk di Instalasi Gawat Darurat Padjadjaran RSUP Dr. Hasan Sadikin
RSUP Hasan Sadikin dengan diagnosis Bandung
klinis peritonitis akibat perforasi organ
berongga. Besar sampel ditentukan HASIL DAN PEMBAHASAN
berdasarkan taraf kepercayaan 95%, nilai Telah dilakukan penelitian dengan
referensi sensitivitas yang diharapkan subjek penelitian adalah pasien yang
sebesar 87% dan besarnya presisi 10%, dan datang ke Instalasi Gawat Darurat Bedah
didapatkan minimum jumlah sampel 87 RSHS pada bulan Februari sampai dengan
pasien. Pengambilan sampel dilakukan Juli 2018, dengan dengan diagnosis klinis
secara consecutive sampling, berdasarkan peritonitis akibat perforasi organ berongga
urutan pendaftaran ke Instalasi Gawat yang dikonfirmasi dengan hasil temuan
Darurat (IGD) Bedah RSUP Dr. Hasan operasi. Tabel 1 menjelaskan karakteristik
Sadikin Bandung. Kriteria inklusi adalah pasien yang menjadi subjek penelitian.
pasien dengan usia lebih atau sama dengan Pada Tabel 1, didapatkan rasio laki-laki :
19 tahun yang masuk di Instalasi Gawat perempuan 1,8 : 1. Ahuja dkk dalam
penelitiannya di India mendapatkan usia yang cukup tinggi pada kelompok usia
rerata pasien 38,68 dengan rasio laki-laki : tersebut. Batas ambang fisiologi pada usia
perempuan 1,6:1. Rerata usia subjek tua meningkat pada fungsi kardiovaskular,
penelitian ini adalah 40,26 tahun. Usia pernafasan dan ginjal.11 Peritonitis
merupakan faktor penting terhadap sekunder terjadi akibat kontaminasi rongga
prognosis pasien, pada usia tua toleransi peritoneum yang steril terhadap
tubuh terhadap kejadian peritonitis mikroorganisme yang berasal dari traktus
berkurang yang ditunjukkan dalam gastrointestinal atau traktus genitourinarius
penelitian ini terdapat angka mortalitas ke dalam rongga abdomen.
Usia (tahun)
Rerata±Std 40,26+ 18,95
Median 65,50
Range (min-max) 18-80
Etiologi
Perforasi Appendiks 48(55,2%)
Perforasi Ulkus Peptikum 16 (18,4%)
Trauma Tumpul Abdomen 8 (9,3%)
Perforasi Tumor 6 (6,9%)
Perforasi Thypoid 5 (5,8%)
Perforasi Divertikel 1 (1,1%)
Perforasi Volvulus 1 (1,1%)
Hernia Strangulata 1 (1,1%)
Perforasi Colitis 1 (1,1%)
Luaran
Hidup 75 (86, 21%)
Meninggal 12 (13,79%)
Pada penelitian ini etiologi peritonitis ini sesuai dengan literatur dimana pada
sekunder yang terjadi adalah akibat negara berkembang, etiologi peritonitis
kontaminasi dari traktus gastrointestinal, sekunder yang paling umum, antara lain
dan tidak didapatkan kasus dengan apendisitis perforasi, perforasi ulkus
kontaminasi dari traktus urogenital. Hal
MK | Vol. 3 | No. 1 | OKTOBER 2019 6
Yan Aditya :dan
peptikum, Perbandingan
perforasi Nilai Prediktif
tifoid. 2,3,4,5 Mannheim…
Hasil
Skor Luaran
APACHE II Hidup Meninggal Nilai P
N=75 N=12
Mean±Std 7,57±3,317 14,66±2,741 0,0001**
Median 7,00 15.00
Range (min-max) 3,00-16,00 7,00-17,00
Nilai AUC (area under the curve) skor bermakna secara statistik. Tabel 3
APACHE II yang diperoleh dari kurva menunjukkan perbandingan cut-off skor
ROC adalah sebesar 92.9% dengan APACHE II.
p=0,0001 yang berarti skor APACHE II
Berdasarkan hasil Analisis Kurva 30,5. Tabel 5 memperlihatkan cut off untuk
ROC pada Grafik 2, kemampuan skor Skor MPI adalah 30,5 . Hasil analisis
diskriminasi dari sistem skor MPI dalam data cut off MPI terhadap hasil luaran
memprediksi mortalitas adalah sebesar dengan menggunakan uji Chi-Square
93,7 % dengan p= 0,0001. Dari hasil didapatkan nilai P=0,0001 yang berarti
analisis kurva ROC skor MPI terhadap signifikan atau bermakna secara statistik.
mortalitas diperoleh nilai cut-off sebesar
Kelompok
Skor MPI Meninggal Pasien Hidup Nilai P
N=12 N=75
> 30,5 10(83,3%) 11(14,7%) 0,0001
< 30,5 2(16,7%) 64(85,3%)
Supono
ABSTRAK
Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) adalah dialisis yang dilakukan melalui rongga
peritonium (rongga perut) dengan selaput atau membran perutonium berfungsi sebagai filter. Tindakan
CAPD dilakukan dengan insisi kecil pada dinding abdomen untuk pemasangan kateter, risiko komplikasi
yang sering terjadi adalah infeksi pada peritonium (peritonitis). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan
faktor-faktor yang berkontribusi terjadinya peritonitis pada pasien CAPD di Rumah Sakit Umum Dr Saiful
Anwar Malang Jawa Timur. Jenis penelitian deskkriptif korelasi dengan rancangan cross sectional study.
Jumlah sampel penelitian 22 pasien peritonitis CAPD dan 13 perawat dialisis, dengan tehnik pengambilan
sample menggunakan total sampling. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara
status nutrisi (p = 0,032), kemampuan perawatan (p = 0,024) dengan kejadian peritonitis pada pasien CAPD.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur (p = 0,702), jenis kelamin (p = 0,669), tingkat pendidikan (p
= 0,771), penghasilan (p = 1,000), personal hygine (p = 0,387), support system (p = 1,000), fasilitas perawatan
(p = 0,088), standar struktur (p = 0,203), standar proses (p = 0,559) dengan kejadian peritonitis pada pasien
CAPD. Rekomendasi untuk perawat meningkatkan kunjungan rumah untuk memberikan pendidikan kesehatan
tentang perawatan dialisis dan pengeloaan nutrisi seimbang. Saran untuk pasien diharapkan mengikuti
prosedur standar perawatan yang telah diajarkan.
ABSTRACT
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 180
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 181
Tabel 1. Distribusi status nutrisi, personal hygiene, kemampuan pasien, sistem pendukung dan
fasilitas perawatan (N=22)
No Variabel Frekuensi (f) Prosentase (%)
Status nutrisi:
1 < IMT 10 45,5
2 ≥ IMT 12 54,5
Jumlah 22 100
Personal hygiene:
1 Kurang baik 13 59,1
2 Baik 9 40,9
Jumlah 22 100
Kemampuan pasien:
1 Kurang baik 14 63,6
2 Baik 8 36,4
Jumlah 22 100
Sistem pendukung:
1 Kurang baik 11 50
2 Baik 11 50
Jumlah 22 100
Fasilitas perawatan:
1 Kurang baik 11 50
2 Baik 11 50
Jumlah 22 100
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 182
Dari tabel 2 didapatkan distribusi analisis kurang baik sebanyak 2 responden (15,4%)
standar kualitas pelayanan keperawatan dan yang baik sebanyak 11 responden
beradasarkan standar struktur yang kurang (84,6%).
baik sebanyak 6 responden (46,2%) dan yang
baik sebanyak 7 responden (53, 8%). Hubungan Faktor Risiko Dengan
Sedangkan berdasarkan standar proses yang Kejadian Peritonitis Pada CAPD
Tabel 3. Hubungan umur dengan kejadian peritonitis pada CAPD (N=22)
Variabel Mean Standard Deviation p value N
Umur 44,32 12,392 0,702 22
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 183
Dari tabel 4 didapatkan hubungan UMR dengan angka kejadian tinggi sebanyak
tingkat kejadian peritonitis dengan jenis 5 responden (55,6%), dan angka kejadian
kelamin sebagian besar terjadi pada rendah sebanyak 4 responden (44,4%).
perempuan dengan angka kejadian tinggi Hubungan tingkat kejadian peritonitis
sebanyak 6 responden (60%) dan angka dengan status nutrisi di bawah IMT pada
kejadian rendah sebanyak 4 responden (60%). angka kejadian tinggi sebanyak 8 responden
Sedangkan jenis kelamin laki-laki dengan (80%) dan angka kejadian rendah sebanyak
angka kejadian tinggi sebanyak 5 responden 2 responden (20%), status nutrisi di bawah
(41,7%) dan angka kejadian rendah sebanyak IMT pada angka kejadian tinggi sebanyak 3
7 responden (58,3%). responden (25%) dan angka kejadian rendah
Hubungan tingkat kejadian peritonitis sebanyak 9 responden (75%).
dengan tingkat pendidikan SD pada angka Hubungan tingkat kejadian peritonitis
kejadian tinggi sebanyak 4 responden (66,7%) dengan personal hygiene yang kurang baik
dan angka kejadian rendah sebanyak 2 pada angka kejadian tinggi sebanyak 8
responden (33,3%), tingkat pendidikan SLTP responden (61,5%) dan angka kejadian
dengan angka kejadian tinggi sebanyak 1 rendah sebanyak 5 responden (38,5%),
responden (33,3%) dan angka kejadian personal hygiene yang baik pada angka
rendah sebanyak 2 responden (66,7%), kejadian tinggi sebanyak 3 responden (33,3%)
tingkat pendidikan SLTA dengan angka dan angka kejadian rendah sebanyak 6
kejadian tinggi sebanyak 4 responden (57,7%) responden (66,7%).
dan angka kejadian rendah sebanyak 3 Hubungan tingkat kejadian peritonitis
responden (42,9%), tingkat pendidikan D3 dengan kemampuan pasien yang kurang baik
dengan angka kejadian tinggi sebanyak 0 pada angka kejadian tinggi sebanyak 10
responden dan angka kejadian rendah responden (71,4%) dan angka kejadian
sebanyak 2 responden (100%), tingkat rendah sebanyak 4 responden (28,6%),
pendidikan S1 dengan angka kejadian tinggi kemampuan pasien yang baik pada angka
dan rendah masing-masing sebanyak 2 kejadian tinggi sebanyak 1 responden (12,5%)
responden (50%). dan angka kejadian rendah sebanyak 7
Hubungan tingkat kejadian peritonitis responden (87,5%).
dengan penghasilan di bawah UMR pada Hubungan tingkat kejadian peritonitis
angka kejadian tinggi sebanyak 6 responden dengan sistem pendukung yang kurang baik
(46,2%) dan angka kejadian rendah sebanyak pada angka kejadian tinggi sebanyak 5
7 responden (53,8%), penghasilan di atas responden (54,5%) dan angka kejadian
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 184
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 185
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 186
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 187
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 188
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 189
Artikel Penelitian
Abstrak
Peritonitis menjadi salah satu penyebab tersering akut abdomen yang merupakan suatu kegawatan abdomen.
Peritonitis biasanya disertai dengan bakterisemia atau sepsis yang dapat menimbulkan kematian. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan peritonitis agar dapat mencegah dan melakukan penanganan
secepatnya terhadap kasus ini. Penelitian deskriptif retrospektif ini telah dilakukan dari September 2014 sampai
Oktober 2014 dengan teknik total sampling. Data yang diambil merupakan kasus pasien peritonitis yang dirawat inap
di Bagian Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang, kemudian dilakukan seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
sehingga didapatkan 98 data rekam medik periode 01 Januari 2013 sampai 31 Desember 2013. Prevalensi peritonitis
pada laki-laki (68,4%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (31,6%). Kelompok usia terbanyak adalah 10-19 tahun
(24,5%). Peritonitis sekunder umum akibat perforasi apendiks merupakan jenis peritonitis yang terbanyak (53,1%).
Sebagian besar pasien peritonitis mendapatkan tatalaksana bedah berupa laparatomi eksplorasi dan apendektomi
(64,3%). Lama rawatan terbanyak pada 4-7 hari (45,9%). Frekuensi pasien peritonitis menurut kondisi keluar sebagian
besar dalam keadaan hidup (85,7%). Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa peritonitis dapat
dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, penyebab peritonitis, tatalaksana, lama rawatan dan kondisi saat keluar
dari rumah sakit.
Kata kunci: peritonitis, bedah, pola
Abstract
Peritonitis is one of the most common cause of acute abdomen, which is an abdominal emergency. Peritonitis
is usually accompanied by bacteremia or sepsis that can cause mortality. The objective of this study was to know
something that associated with peritonitis in order to prevent and to respond immediately to this case. This
retrospective descriptive study was conducted from September 2014 to October 2014 using a total sampling
technique. Data was taken from cases of hospitalized patients with peritonitis in Surgery Ward of RSUP Dr. M. Djamil
Padang, selected by on inclusion and exclusion criteria. There were 98 medical records by the period from 1st of
January 2013 to 31th of December 2013. Peritonitis prevalence in men (68,4%) was higher than women (31,6%). Most
common age group is 10-19 years old (24,5%). Secondary peritonitis due to perforation of the appendix is the most
common type of peritonitis (53,1%). Most patients with peritonitis get a surgical procedure of exploratory laparotomy
and appendectomy (64,3%). Most hospitalization length was 4-7 days (45,9%). The frequency of peritonitis patients
based on conditions when discharged from hospital is mostly alive (85,7%).Conclusion from this study is that peritonitis
may be influenced by age, sex, cause of peritonitis, the surgical procedure, hospitalization, and condition when
discharged from hospital.
Keywords: peritonitis, surgical, pattern
Affiliasi penulis: 1. Pendidikan Dokter FK UNAND (Fakultas Korespondensi: Aiwi Japanesa, aiwijapanesa@gmail.com , Telp:
Kedokteran Universitas Andalas Padang), 2. Bagian Bedah FK 085766004641
UNAND, 3. Bagian Parasitologi FK UNAND.
status rekam medis pasien peritonitis di bangsal Peritonitis Perforasi Apendiks 53 54,1
Tabel 2. Kasus peritonitis berdasarkan kelompok umur dengan Anastomosis Primer atau
Enterostomi (Jejunum dan Ileum)
Kelompok Umur (Tahun) f (%)
Laparatomi Eksplorasi dan Reseksi 4 4,1
0-9 11 11,2
dengan Prosedur Hartmann atau
10-19 24 24,5
Anastomosis Primer (pada Kolon)
20-29 23 23,5
Laparatomi Eksplorasi dan Apendektomi 63 64,3
30-39 11 11,2 (pada Apendiks)
40-49 10 10,2 Laparatomi Eksplorasi dan Kolesistektomi 0 0,0
50-59 7 7,1 (pada Kantong Empedu)
60-69 8 8,2 Drainase Peritoneal 2 2,0
70-79 3 3,1 Tatalaksana Lainnya 13 13,3
>=80 1 1,0 Menolak Tindakan Bedah 1 1,0
Total 98 100,0 Total 98 100,0