PENDAHULUAN
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
1.4 Metode
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini dengan
menggunakan studi pustaka dan situs web untuk mempermudah dalam
penyusunan makalah ini.
: Pendahuluan
Bab II : Konsep Komunikasi Terapeutik pada Keadaan Pre dan Post Operasi
Bab III : Roleplay
Bab IV : Kesimpulan dan Saran
BAB II
KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KEADAAN PRE DAN POST
OPERATIF
c
Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan
saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
d
Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan personal yang realistik.
2.2.1 Komponen Komunikasi Terapeutik
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional
berikut (Hamid,1998) :
a)
b)
Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada
penerima.
c)
Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi
oleh pesan.
d)
e)
Kejujuran (Trustworthy)
Bersikap Positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian
dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan
terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap
positif.
d.
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan karena dengan sikap
ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti
yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat
memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien karena meskipun dia turut
merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam
masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi
klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat
permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut
didalamnya.
e.
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman
dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau
mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan
bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
g.
Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik,
karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas,
privasi dan menyinggung perasaan klien.
h.
Tidak Mudah Terpengaruh oleh Masa Lalu Klien ataupun Diri Perawat
Sendiri.
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa
lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi
perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan
ketidakpuasan dalam hidupnya.
2.3 Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik
Struktur dalam komunikasi terapeutik menurut Stuart G.W.,1998, terdiri dari
empat fase yaitu :
1.
Fase Preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a)
b)
Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan
terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien, jika
merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok.
c)
Mengumpulkan data tentang klien sebagai dasar dalam membuat rencana
interaksi.
d)
Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di
implementasikan saat bertemu dengan klien.
2.
Fase Orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat
pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan
dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling
percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi
lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan serta membantu klien
dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada
tahap ini antara lain :
a)
Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan
komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus
bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan
menghargai klien.
b)
Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga
kelangsungan sebuah interaksi. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan
klien yaitu tempat, waktu dan topik pertemuan.
c)
Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk
mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka teknik yang digunakan
adalah pertanyaan terbuka.
d)
Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien
teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada
keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005). Hal yang
perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
i.
Memberikan salam terapeutik disertai
mengulurkan tangan jabatan tangan.
ii.
iii.
Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan
dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya
pertemuan.
iv.
Melengkapi kontrak. Pada pertemuan
pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan
interaksi agar klien percaya kepada perawat.
v.
Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian
keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan.
Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut,
kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada
pertemuan lanjutan evaluasi atau validasi digunakan untuk mengetahui kondisi
dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
vi.
Menyepakati masalah. Dengan teknik
memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi.
Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan
sebelumnya.
3.
Fase Kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap
ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Perawat dan
klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri
dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien. Tahap ini
berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan. Teknik
komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi,
memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard, D, 1996. dikutip dari Suryani, 2005).
4.
Fase Terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya
sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya
merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas
pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama
sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian
tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat
menggunakan konsep kehilangan.
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
a)
b)
Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan secara menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini adalah :
a)
Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan. Evaluasi
ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa
meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon
objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi
(Suryani, 2005).
b)
Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan
klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c)
Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini
sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan
harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan
pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah
kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d)
Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu
disepakati yaitu topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi
sementara dan terminasi akhir adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu
mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.
2.4 Sikap Komunikasi Terapeutik
Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
1.
Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah Saya siap untuk anda.
2.
Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.
Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengar sesuatu.
4.
Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan
menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5.
Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon kepada klien. Selain hal hal di atas sikap
terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal.
Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non
verbal, yaitu :
1.
Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara
non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan
bicara.
2.
Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan
sikap tubuh.
3.
Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak
sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.
Ruang, memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua
orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.
Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non
verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat
dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis
kelamin, usia dan harapan.
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa
yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi.
Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih
banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2.
Menunjukkan penerimaan
Mengklasifikasi
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata kata
ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
6.
Memfokuskan
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non
verbal klien.
8.
Menawarkan informasi
Diam
Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
ansietas yang dialaminya. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan
klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku
resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini
sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2)
Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam
kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan
respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan
pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi
bermusuhan dan tergantung.
3)
Kontertransferens
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Kontertransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat
terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik
atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah
satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau
membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon
terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan
perawat klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai
pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku
yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali
baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan
dampak negative pada proses terapeutik.
2.7 Tolak Ukur Keberhasilan Komunikasi
1)
2)
3)
4)
5)
6)
2.8.1 Pengertian
Kecemasan (anxietas) merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan
sehari hari. Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang
sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi
yang akan membahayakan pasien. Maka tak heran jika sering kali pasien dan
keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang
mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan pembiusan.
Teori Psikoanalitik
Menurut Freud, struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen yaitu id, ego, dan
super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma norma
budaya seseorang, sedangkan ego digambarkan sebagai mediator antara
tuntutan dari id dan super ego. Kecemasan merupakan konflik emosional antara
id dan super ego yang berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu
bahaya yang perlu diatasi.
b)
Teori Interpersonal
Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal, hal ini juga
dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti kehilangan,
perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berhahaya. Individu
yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami
kecemasan.
c)
Teori Perilaku
Teori Biologis
Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal,
kehilangan serta perubahan status atau peran. Faktor eksternal yang
mempengaruhi harga diri adalah kehilangan, dilematik, tekanan dalam kelompok
sosial maupun budaya.
3. Karakteristik Tingkat Kecemasan
A.
Kecemasan Ringan
Fisik
: Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,
gejala ringan berkeringat.
Kecemasan Sedang
Fisik
: Sering nafas pendek, nadi ekstra sistole, tekanan darah
meningkat, mulut kering, anoreksia, diare atau kontipasi, dan gelisah.
Kecemasan Berat
Fisik
: Nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat
dan sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.
Kognitif : Lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu
menyelesaikan masalah.
Panik
Fisik
: Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi sakit dada, pucat,
hipotensi, koordinasi motorik rendah.
b)
Ketegangan meliputi lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah, mudah
terkejut dan mudah menangis.
c)
Ketakutan meliputi akan gelap, ditinggal sendiri, orang asing, binatang
besar, keramaian lalu lintas, kerumunan orang banyak.
d)
Gangguan tidur meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidak puas,
bangun lesu, sering mimpi buruk dan mimpi menakutkan.
e)
f)
Perasaan depresi meliputi kehilangan minat , sedih, bangun dini hari,
berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah ubah sepanjang hari.
g)
Gejala somatic meliputi nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi gemertak, suara
tidak stabil.
h)
Gejala sensorik meliputi tinnitus, penglihatan kabur, muka merah dan
pucat, merasa lemas, perasaan di tusuk tusuk.
i)
Gejala kardiovakuler meliputi tachicardi , berdebar debar, nyeri dada,
denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang
sekejap.
j)
Gejala pernapasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik,
merasa napas pendek atau sesak, sering menarik napas panjang.
k)
Gejala saluran pencernaan makanan meliputi sulit menelan, mual, muntah,
eneg, konstipasi, perut melilit, defekasi lembek, gangguan pemcernaan, nyeri
lambung sebelum dan sesudah makan, rasa panas di perut, berat badan
menurun, perut terasa panas atau kembung.
l)
m) Gejala vegetatif atau otonom meliputi mulut kering, muka kering, mudah
berkeringat, sering pusing atau sakit kepala, bulu roma berdiri.
n)
Perilaku sewaktu wawancara meliputi gelisah, tidak tenang, jari gemetar,
mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas
pendek dan cepat, muka merah.
2.9
1.
Etiologi
b.
Kuratif, seperti ketika mengeksisi masa tumor atau mengangkat apendiks
yang inflamasi
c.
d.
e.
Paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki
masalah, contoh ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi
terhadap kemampuan untuk menelan makanan.
3.
1.
Fase pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai ketika pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika
pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat
mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah,
wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anasthesi yang diberikan
pada saat pembedahan.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan
psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).
a.
Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak
stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut akan perasaan sakit, narcosa atau
hasilnya dan keadaan sosial ekonomi dari keluarga. Maka hal ini dapat diatasi
dengan memberikan penyuluhan untuk mengurangi kecemasan pasien. Meliputi
penjelasan tentang peristiwa operasi, pemeriksaan sebelum operasi (alasan
persiapan), alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke ruang bedah, ruang
pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi, bernafas
dalam dan latihan batuk, latihan kaki, mobilitas dan membantu kenyamanan.
b.
1)
Diet (puasa) : pada operasi dengan anaesthesi umum, 8 jam menjelang
operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak
diperbolehkan minum. Pada operasai dengan anaesthesi lokal/spinal anaesthesi
makanan ringan diperbolehkan. Tujuannya supaya tidak aspirasi pada saat
pembedahan, mengotori meja operasi dan mengganggu jalannya operasi.
2)
Persiapan Perut : Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan
pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Tujuannya
mencegah cidera kolon, mencegah konstipasi dan mencegah infeksi.
3)
Persiapan Kulit : Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut.
4)
lain.
Hasil Pemeriksaan : Hasil laboratorium, foto rontgen, ECG, USG dan lain-
5)
Persetujuan Operasi/Informed Consent : Izin tertulis dari pasien/keluarga
harus tersedia.
2.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi
bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath,
pemberian medikasi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anestesi, bertindak
sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja
operasi dengan menggunakan prinsip - prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
2.
3.
4.
Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).
b.
Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman dan sedapat mungkin jaga privasi
pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
Anggota steril, terdiri dari : ahli bedah utama / operator, asisten ahli
bedah, Scrub Nurse / Perawat Instrumen
Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : ahli atau pelaksana
anaesthesi, perawat sirkulasi dan anggota lain (teknisi yang mengoperasikan
alat-alat pemantau yang rumit).
c.
4.
c.
Diperlukan : Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat
direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat
tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.
d.
Elektif : Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila
tidak dilakukan pembedahan maka tidak terlalu membahayakan. Contoh :
perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.
e.
Pilihan : Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan
sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan
biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
a.
Minor : Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan
yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
b.
Mayor : Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat
serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dan lain-lain.
5.
a.
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik. Tandatanda syok adalah : Pucat, kulit dingin, basah, pernafasan cepat, sianosis pada
bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan darah,
urine pekat.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter
terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, terapi
pernafasan, memberikan dukungan psikologis, pembatasan penggunaan energi,
memantau reaksi pasien terhadap pengobatan, dan peningkatan periode
istirahat.
b.
Perdarahan
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah
vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme
pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
d.
Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus
dan vagina. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk
membantu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
e.
Infeksi luka post operasi dapat terjadi karena adanya kontaminasi luka operasi
pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang perawatan.
Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai
indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.
f.
Sepsis
Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak)
yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus
ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa
nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi
keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko
embolus pulmonal.
h.
Komplikasi Gastrointestinal