Anda di halaman 1dari 15

2.

Tinjauan Konsep Sehat Sakit

a. Definisi Sehat

Menurut President’s Communision On Health Need Of Nation Stated (1953),

Sehat bukan merupakan suatu kondisi, tetapi merupakan penyesuaian, bukan

merupakan suatu keadaan tapi merupakan suatu proses. Proses adaptasi individu yang

tidak hanya terhadap fisik mereka, tetapi terhadap lingkungan sosialnya.

Menurut Pender (1982), Sehat adalah aktualisasi ( perwujudan ) yang

diperoleh individu melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain, perilaku

yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten. Sedangkan penyesuaian

diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas sosial. Definisi sehat

menurut Pender ini mencakup stabilitas dan aktualisasi.

b. Faktor yang mempengaruhi diri seseorang tentang sehat

1) Status perkembangan

Kemampuan mengerti tentang keadaan sehat dan kemampuan berespon

terhadap perubahan dalam kesehatan dikaitkan dengan usia. Contoh : Bayi dapat

merasakan sakit, tapi tidak dapat mengungkapkan dan mengatasinya.

Pengetahuan perawat tentang status perkembangan individu memudahkan untuk

melaksanakan pengkajian terhadap individu dan membantu mengantisipasi

perilaku-perilaku selanjutnya

2) Pengaruh sosiokultural

Masing-masing kultur punya pandangan tentang sehat yang diturunkan dari

orang tua pada anaknya. Contoh : Orang Cina, sehat adalah keseimbangan antara

Yin dan Yang. Orang dengan ekonomi rendah memandang flu sesuatu yang biasa

dan merasa sehat


3) Pengalaman masa lalu

Seseorang dapat merasakan nyeri/sakit atau disfungsi (tidak berfungsi)

keadaan normal karena pengalaman sebelumnya. Membantu menentukan defenisi

seseorang tentang sehat

4) Harapan seseorang tentang dirinya

Seseorang mengharapkan dapat berfungsi pada tingkat yang tinggi baik fisik

maupun psikososialnya jika mereka sehat.

c. Definisi Sakit

Menurut Parsors (1972), Sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu

sebagai totalitas, termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan

penyesuaian sosialnya.

Menurut Baursams (1965) Seseorang menggunakan tiga kriteria untuk menentukan

apakah mereka sakit :

1) Adanya gejala : naiknya temperatur, nyeri

2) Persepsi tentang bagaimana mereka mersakan baik, buruk, sakit

3) Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari, bekerja atupun sekolah

d. Definisi Penyakit

Istilah medis yang digambarkan sebgai gangguan dalam fungsi tubuh yang

menghasilkan berkurangnya kapasitas. Hubungan antara sehat, sakit dan penyakit.

Pada dasarnya penyakit merupakan keadaan sehat dan sakit. Hasil interaksi sesorang

dengan lingkungan sebagai manifestasi keberhasilan atau kegagalan dalam berdaptasi

dengan lingkungan. Gangguan kesehatan yang menimbulkan ketidakseimbangan

antara factor host-agent-environment.


e. Faktor yang mempengaruhi tingkah laku sehat

Sehat dan sakit berada pada suatu rentang dimana setiap orang bergerak sepanjang

rentang tersebut. Menurut Holistik Health rentang sehat sakit yaitu:

1) Suatu skala ukur secara relatif dalam mengukur keadaan sehat/kesehatan

seseorang.

2) Kedudukannya pada tingkat skala ukur : dinamis dan bersifat individual.

3) Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan kematian

pada titik lain.

f. Tahapan sakit

1) Tahap gejala

Tahap Transisi, Individu percaya ada kelainan dalam tubuhnya, merasa dirinya

tidak sehat, merasa timbulnya berbagai gejala, merasa ada bahaya.

Tahap transisi mempunyai tiga aspek :

a. Secara Fisik : Nyeri, panas tinggi

b. Kognitif : Interpretasi terhadap gejala

c. Respon emosi : Cemas Konsultasi dengan orang terdekat : gejala dan

perasaan, kadang-kadang mencoba pengobatan di rumah.

2) Tahap asumsi terhadap peran sakit ( Sick Role )

a) Penerimaan terhadap sakit

b) Individu mencari kepastian sakitnya dari keluarga atau teman : menghasilkan

peran sakit

c) Mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang lain, mengobati sendiri,

mengikuti nasehat teman/keluarga.

d) Akhir dari tahap ini ditemukan bahwa gejala telah berubah dan merasa lebih

baik.
e) Individu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya

f) Rencana pengobatan dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman

selanjutnya.

3) Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan

a) Individu yang sakit

Meminta nasehat dari profesi kesehatan atas inisiatif sendiri

b) Tiga type informasi yaitu validasi keadaan sakit, penjelasan tentang gejala

yang tidak dimengerti, keyakinan bahwa mereka akan sembuh/lebih baik.

c) Jika tidak ada gejala : Individu mempresepsikan dirinya telah sembuh, jika

ada gejala kembali pada profesi kesehatan

4) Tahap ketergantungan

Jika profesi kesehatan memvalidasi (memantapkan) bahwa seseorang sakit, orang

akan menjadi pasien yang tergantung untuk memperoleh bantuan. Setiap orang

mempunyai tingkat ketergantungan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.

Perawat mempunyai tugas :

a) Mengkaji kebutuhan ketergantungan pasien dikaitkan dengan tahap

perkembangan

b) Support terhadap perilaku yang mengarah pada kemandirian

5) Tahap penyembuhan

Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada peran sehat dan

fungsi sebelum sakit. Kesiapan untuk fungsi sosial

Perawat mempunyai tugas :

a) Membantu pasien untuk berfungsi dengan meningkatkan kemandirian

b) Memberi harapan dan support

(Budiono, 2016)
g. Konsep Trias Epidemiologi

Penyakit adalah hasil dari interaksi kompleks (ketidalseimbangan) antara tiga

faktor, yaitu agen, host (induk semang) dan lingkungan. Kesalahan yang paling sering

dilakukan orang adalah memusatkan perhatian hanya pada salah sau dari ketiga faktor

tersebut. Banyak model konsep penyebab penyakit yang dikembangkan oleh para ahli,

dari zaman generasi pertama Hipocrates dengan konsep “Airs, Waters and Places”,

Galen dengan konsep “Experimental Medicine”, dan Hieronymous Fracastorius

(1478-1553) dan Igmatz Semmelweis (1818-1865) dengan konsep “Contagion

Germ”.

Menjelang akhir abad ke-19, para pakar mengklasifikasi penyebab timbulnya

penyakit menjadi dua yaitu single causation(penyebab tunggal) dan multiple

causation (penyebab majemuk). Pemikiran para ahli pada waktu itu menuntut bahwa

tiap penyakit harus dapat ditemukan penyebabnya (kuman) yang spesifik untuk

penyakit yang diderita seseorang. Para ahli perintis teori kuman (bakteriologi) seperti

Robert Koch atau Louis Pasteur mulai mengidentifikasi jenis kuman untuk tiap jenis

penyakit menular. Konsep penyebab tunggal ini sempat berlangsung lama sampai

orang mulai menyadari bahwa berkembangnya penyakit tidak dapat dijelaskan hanya

dengan mengenali jenis penyebabnya saja yang spesifik. Proses terjadinya penyakit

sebenarnya telah dikenal sejak zaman Romawi yaitu pada masa Galenus (205-130

SM) yang mengungkapkan bahwa penyakit dapat terjadi karena adanya faktor host

(penjamu/manusia), faktor agen (penyebab), dan faktor environment (lingkungan)

(Nadjib, 2012).

Segitiga epidemiologi merupakan teori dasar yang terkenal sejak disiplin ilmu

epidemiologi mulai digunakan di dunia, yang menggambarkan hubungan dari ketiga


faktor penyebab penyakit, yaitu host (penjamu/manusia), agent (penyebab) dan

environment (lingkungan).

1) Host (penjamu/manusia)

Host atau penjamu ialah keadaan manusia sedemikian rupa sehingga faktor

untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini disebabkan oleh faktor intrinsik.

Komponen dari faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor timbulnya penyakit

sebagai berikut :

a) Umur

Menyebabkan adanya perbedaan penyakit yang diderita seperti penyakit

campak pada anak-anak, penyakit kanker pada usia pertengahan dan penyakit

aterosklerosis pada usia lanjut.

b) Jenis Kelamin (seks)

Frekuensi penyakit pada laki-laki lebih tinggi dibandingkaan pada wanita dan

penyakit tertentu seperti penyakit pada kehamilan serta persalinan hanya

terjadi pada wanita sebagaimana halnya penyakit hipertrofi prostat hanya

dijumpai pada laki-laki.

c) Ras suku (etnik)

Hubungan antara ras dan penyakit tergantung pada tradisi, adat istiadat dan

perkembangan kebudayaan. Terdapat penyakit tertentu yang hanya dijumpai

pada ras tertentu seperti sickle cell anemia pada ras Negro.

d) Genetik

Ada penyakit tertentu yang diturunkan secara herediter seperti mongolisme,

fenilketonuria, buta warna, hemofilia dan lain-lain.

e) Pekerjaan
Status pekerjaan mempunyai hubungan erat dengan penyakit akibat pekerja

seperti keracunan, kecelakaan kerja, silikosis dan lainnya.

f) Status Nutrisi

Gizi buruk mempermudah seseorang menderita penyakit infeksi seperti TBC

dan kelainan gizi seperti obesitas, kolesterol tinggi dan lainnya.

g) Status Kekebalan

Reaksi tubuh terhadap penyakit tergantung pada status kekebalan yang

dimiliki sebelumnya seperti kekebalan terhadap penyakit virus yang tahan

lama dan seumur hidup. Pemberian ASI eksklusif saat bayi juga dapat

mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit

virus.

h) Adat istiadat

Ada beberapa adat-istiadat yang dapat menimbulkan penyakit seperti

kebiasaaan memberikan makan tambahan selain ASI saat bayi kurang dari 6

bulan dapat menyebabkan konstipasi/diare pada bayi.

i) Gaya Hidup

Kebiasaan orangtua yang terkadang memberikan susu formula dengan harga

yang mahal pada bayi agar dipandang mampu dan berkecukupan.

j) Psikis

Faktor kejiwaaan seperti emosional, stress dapat menyebabkan terjadinya

penyakit hipertensi, ulkus peptikum, depresi, insomnia dan lainnya.

2) Agen (penyebab)

Agen penyakit atau faktor penyebab penyakit dapat disebabkan oleh beberapa

agen. Komponen dari faktor agen yaitu :


a) Agen Biologis

Dikarenakan oleh mikro organisme (virus, bakteri, jamur, parasit, protozoa,

metazoa, dll).

b) Agen Nutrisi

Terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan lainnya.

Penyakit dapat timbul dikarenakan bahan makanan yang tidak memenuhi

standar gizi yang ditentukan.

c) Agen Kimiawi

Disebabkan karena bahan dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh sendiri

(karbon monoksid, obat-obatan, arsen, peptisida, dll).

d) Agen Fisika

Disebabkan oleh panas, radiasi, dingin, kelembaban, tekanan cahaya,

kebisingan dan benturan.

e) Agen Psikis

Agen psikis atau genetik yang terkait dengan herediter atau keturunan.

Demikiam juga dengan unsur kebiasaan hidup (rokok, alkohol, dll), perubahan

hormonal dan unsur fisiologis seperti kehamilan, persalinan, dll.

3) Environment (Lingkungan)

Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya

penyakit, hal ini karena faktor datang dari luas atau bisa disebut sebagai faktor

ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dibagi menjadi :

a) Lingkungan Biologis

Bersifat biotik atau benda hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, virus,

bakteri, jamur, parasit, serangga dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai
agen penyakit, reservoir infeksi, vector penyakit atau pejamu (host)

intermediate. Hubungan manusia dengan lingkungan biologisnya bersifat

dinamis dan bila terjadi ketidakseimbangan antara hubungan manusia dengan

lingkungan biologisnya maka manusia akan menjadi sakit.

b) Lingkungan Fisik

Lingkunagn fisik ini dapat bersumber dari udara, keadaan tanah, geografis, air

sebagai sumber hidup dan sebagai sumber penyakit, zat kimia atau polusi,

radiasi, dll.

c) Lingkungan Sosial Ekonomi

Yang termasuk dalam faktor lingkungan sosial ekonomi adalah sistem

ekonomi yang berlaku yang mengacu pada pekerjaan seseorang dan

berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh pada kondisi

kesehatannya. Selain itu juga yang berdampak pada masalah yang cukup besar

adalah terjadinya urbanisasi yang berdampak pada masalah keadaan kepadatan

penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan setempat, kebiasaan

hidup masyarakat, bentuk organisasi masyarakat yang semuanya dapat

menimbulkan berbagai masalah kesehatan terutama munculnya berbagai

penyakit (Rajab, 2009).

3. Tinjauan Penyakit Pada Bayi

a. Diare

Diare adalah berak encer atau bahkan dapat berupa air saja (mencret) biasanya lebih

dari 3 kali.

1) Penyebab diare

a) Makanan/minuman yang tercemar kuman penyakit, basi, dihinggapi lalat dan

kotor
b) Minum air mentah/tidak dimasak

c) Botol susu dan dot yang tidak bersih

d) Tidak membiasakan anak cuci tangan sebelum dan sesudah makan

2) Bahaya diare

a) Penderita akan kehilangan cairan tubuh

b) Penderita menjadi lesu dan lemas

c) Penderita bisa meninggal jika tidak segera di tolong

3) Cara penularan diare dan faktor risiko

a) Cara penularan

(1) Penularan diare melalui mulut dan anus dengan perantara lingkungan dan

perilaku yang tidak sehat.

(2) Melalui makanan atau alat dapur yang tercemar oleh kuman dan masuk

melalui mulut, kemudian terjadi diare.

(3) Tinja penderita atau orang yang mengandung kuman bila berak

sembarangan dapat mencemari lingkungan terutama air.

b) Faktor risiko

(1) Kondisi lingkungan yang buruk (tidak memenuhi syarat kesehatan)

misalnya tidak tersedia air bersih dan jamban/WC

(2) Buang Air Besar sembarangan (BABs)

(3) Tidak merebus air minum sampai mendidih

(4) Tidak membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum menjamah

makanan

(5) Botol susu dan dot yang tidak bersih (Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan

Ibu dan Anak, 2015).

b. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit infeksi yang mendadak (akut) kurang dari 2 minggu,

menyerang jaringan paru-paru pada anak usia dibawah lima tahun.

1) Penyebab

Penumonia disebabkan oleh kuman (bakteri) dan virus.

2) Tanda-tanda penumonia pada balita

Batuk kurang dari 2 minggu disertai napas cepat atau sukar bernapas. Jika disertai

dengan TDDK (Tarikan Dinding Dada Kedalam) maka disebut sebagai

pneumonia berat. Anak dikatakan memiliki TDDK (Tarikan Dinding Dada

Kedalam) apabila dinding dada bagian bawah masuk ke dalam ketika anak

menarik nafas.

3) Faktor yang mempermudah timbulnya pneumonia

a) Pemberian ASI yang tidak eksklusif

b) Imunisasi dasar tidak lengkap

c) Kurang gizi

d) Menghirup asap atau debu berulang-ulang

e) Tinggal di lingkungan kotor

f) Rumah kurang ventilasi

4) Cara pencegahan pneumonia

a) Jauhkan bayi dari penderita batuk

b) Lakukan imunisasi lengkap di Posyandu ataupun Puskesmas

c) Berikan ASI pada bayi/anak usia 0-2 tahun

d) Bersihkan lingkungan rumah, terutama ruangan tempat tinggal balita anda.

Serta usahakan ruangan memiliki udara bersih dan ventilasi cukup


e) Jauhkan bayi dari asap, debu, serta bahan-bahan lain yang mudah tertiup oleh

bayi anda, seperti asap rokok, asap dari tungku, asap dari obat nyamuk bakar,

asapr dari kendaraan bermotor ataupun pencemaran lingkungan udara lainnya

f) Berikan makanan dengan gizi seimbang

g) Rajin mencuci tangan dengan sabun

(Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2015).

c. Common cold

Common cold (CC) juga sering disebut sebagai rinitis adalah infeksi akut

disebabkan Rhinovirus (paling sering), dan kadang-kadang oleh Coronaviru,

Resporatory syncytial virus (RSV), human metapneumovirus, dan jarang oleh

Influenza virus, Parainfluenza virus, Adenovirus, Enterovirus, dan Bocavirus.

Penularan terjadi secara langsung atau aerogen, kemudian virus menimbulkan

infeksi disertai destruksi pada epitel dan reaksi inflamasi akut dengan sebukan sel-sel

radang mukosa hidung. Manifestasi klinik diawali dengan gejala yang terjadi 1-3 hari

setelah tertular, ditandai dengan rasa panas/nyeri diikuti dengan hidung banyak berair,

bersin dan tersumbat, pada 1-2 hari berikutnya gejala tenggorok reda dan yang

menonjol adalah gangguan hidung terutama pilek dan tersumbat, disertai batuk,

demam dan mialgia. Gejala berlangsung selama rerata 1 minggu, kadang sampai 2

minggu. Pada hidung terdapat peningkatan sekresi dengan mukosa hiperemia dan

sembab. Komplikasi yang sering adalah otitis media dan kadang sinusitis dan

eksasebasi asma. Pemeriksaan penunjang terdapat leukosit terutama PMN pada

sekresi hidung. Uji serologi dan biakan dilakukan bila ada indikasi khusus.
Terapi antivirus atau antibiotik untuk kasus common coldkurang atau tidak

memberi manfaat dan yang umumnya diberikan ialah bersifat simtomatik ditujukan

untuk demam, kongesti hidung, rinorea, batuk dan nyeri tenggorok, dan bila diberikan

kita harus tetap berhati-hati khususnya dapat mengantisipasi efek samping atau

toksisitas dari obat untuk common cold tersebut. Prognosisinya adalah baik, anak

sembuh dalam waktu 10-14 hari (Widagdo, 2014).

d. Faringitis akut

Faringitis akut yaitu infeksi akut sistem pernafasan yang sering menjadi

masalah bagi anak sehingga berobat ke doketr, dan hampir 1/3 nya dengan keluhan

utama berupa sakit tenggorok.

Adapun penyebabnya ialah adenovirus, coronavirus, respiratory syncytial

virus, Epstein-Bar virus (EBV), enterovirus, rhinovirus, herpes simplex virus (HSV),

metapneumovirus, dan group A ᵝ-hemolytic streptococcus (GABHS). Kadang dapat

disebabkan oleh group C streptococcus, Arcanobacterium haemolyticum, Francisella

tularensis, Mycoplasma pneumoniae, Neisseria gonorrhoae, dan Corynebacterium

diphtheriae.

Manifestasi klinik bila disebabkan streptokokus maka onset penyakit sering

berlangsung cepat setelah masa inkubasi 2-5 hari. Anak mengalami demam, sangat

nyeri pada tenggorok, nyeri kepala, muntah dan nyeri perut. Faring dan sekitarnya

merah, tonsil membesar, dengan eksudat warna kuning kemerahan. Pada palatum dan

dinding faring terdapat petekie dan lesi berbentuk donat. Kelenjar limfe di leher

bengkak dan nyeri. Gejala faringitis dengan penyebab group C streptococcus dan A.

Haemolyticum adalah sama seperti group A ᵝ-hemolytic stretococcus, hanya kadang

disertai ruam makulopapel atau eritema yang hilang timbul bila ditekan (blancing).

Onset faringitis virus berlangsung perlahan, termasuk rinore, batuk, dan suara paru
(adenovirus), vesikel kecil dan ulkus di faring (coxsackievirus, herpangina), dan pada

EBV terdapat pembesaran tonsil dengan eksudasi, kelenjar limfe leher juga membesar

dan hepatosplenomegali, ruam dan rasa capek seperti pada mononukleosis infeksiosa.

Komplikasi otitis pada penyebab virus dan abses faring atau peritonsilar serta demam

reumatik atau glomerulonefritis pada penyebab streptokokus.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang

meliputi uji darah tepi, isolasi penyebab termasuk uji serologi, biakan, dan reaksi

rantai polimerase. Terapi terutama ditujukan terhadap streptokokus khususnya untuk

menghindari komplikasi lebih lanjut, sedang penyebab virus belum tersedia

antivirusnya. Terapi simtomatik dan suportif untuk kedua jenis golongan penyebab

faringitis diberikan sesuai dengan indikasi berdasarkan atas kondisi kliniknya

(Widagdo, 2014).

4. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan Frekuensi Kejadian Sakit

Pada waktu bayi lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh dari ibunya

melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah kelahiran bayi, padahal

dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk

kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan

tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh.

Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila diberi ASI (Roesli, 2009).

Peningkatan sistem imunitas pada bayi dapat dilihat dari frekuensi bayi yang mengalami

sakit. Bayi yang sering mengalami sakit dapat diketahui pada saat bayi lahir sampai 6

bulan apakah diberikan ASI atau tidak. Hal ini dikarenakan ASI mengandung berbagai

jenis antibodi yang melindungi si kecil dari serangan kuman penyebab infeksi. Antibodi

tersebut mulai dari Immunoglobulin A (IgA), IgG, IgM, IgD dan IgE (Bernando.L.Horta

(2007) dalam Lely, 2007).


Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 6 bulan, akan

memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah

cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai

penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti

infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi

yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada perbedaan yang signifikan

antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 6 bulan dengan bayi yang hanya diberi

susu formula. Bayi yang diberikan susu formula biasanya mudah sakit dan sering

mengalami problem kesehatan seperti diare dan lain-lain yang memerlukan pengobatan

sedangkan bayi yang diberikan ASI biasanya jarang sakit dan kalaupun sakit biasanya

sakit ringan dan jarang memerlukan perawatan (Wahyu, 2009).

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang menegaskan tentang

manfaat pemberian ASI eksklusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa

nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang diberi air putih atau

minuman herbal, lainnya berisiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak dibandingkan bayi

yang diberi ASI eksklusif (BKKBN, 2009). Menurut Farah (2010) ketika bayi masih

berusia dibawah 6 bulan maka tubuhnya akan rentan terkena berbagai jenis penyakit. Atas

dasar inilah bayi lahir sampai usia 6 bulan wajib untuk diberikan ASI secara eksklusif agar

bayi tidak mudah terserang penyakit. Dilihat dari segi manfaatnya, ASI memiliki manfaat

yang sangat baik bagi bayi, ibu, keluarga, masyarakat dan negara. Sistem imunitas pada

bayi usia 0-6 bulan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu pemberian

ASI eksklusif.

Anda mungkin juga menyukai