PENDAHULUAN
2.2.7 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akbiat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemelirahaan tekanan darah diabwah 140/90 mmHg. Prinsip
pengelolaan penyakit hieprtensi meliputi : (Padila, 2013)
2.2.7.1 Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :
1. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a. Retriksi garam secara moderat dari 20 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c. Penurunan berat badan
d. Penurunan asupan etanol
e. Menghentikan merokok
f. Diet tinggi kalium
2. Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi.
3. Edukasi psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
a. Teknik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang
secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan
biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik
seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis
seperti kecemasan dan ketegangan.
b. Teknik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi
rileks.
4. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
2.2.7.2 Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Commite on Detection,
Evaluation and Treatment pf High Blood Pressure, USA, 1988)
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta bloker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
2. Step 2 : alternatif yang bisa diberikan
a. Dosis obat pertama dinaikkan
b. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
c. Ditambah obat kedua jenis lain, dapat berupa diuretika, beta bloker,
Ca antagonis, Alpa bloker, Clonidin, Reserphin, Vasodilator.
3. Step : alternatif yang bisa ditempuh
a. Obat kedua diganti
b. Ditambah obat ketiga jenis lain
4. Step 4 : alternatif pemberian obatnya
a. Ditambah obat ketiga dan keempat
b. Re-evaluasi dan konsultasi
2.1.8 Teknik Mengukur Tensi Darah
1. Yang diperiksa duduk santai dengan lengan rileks diatas meja. Telapak
tangan menghadap keatas, dan otot lengan tidak boleh menegang.
2. Letakkan perangkat tensimeter di dekat lengan yang diperiksa, dengan skala
menghadap ke pemeriksa. Pemeriksa bisa duduk atau berdiri di hadapan
diperiksa.
3. Pasang kain pembalut (cuff) tensimeter di lengan atas, dengan bagian bawah
pembalutnya berada disekitar 3 cm diatas lipat siku. Ketepatan posisi
pemasangan ini akan mempengaruhi hasil. Bebatan hendaknya tidak terlampau
ketat dan tidak juga terlalu longgar.
4. Letakkan ujung stetoskop pada lipat siku tempat denyut nadi paling keras
teraba dengan tangan kiri. Pasangkan stetoskop ujung satunya di kedua liang
telinga.
5. Pegang bola karet tensimeter dengan tangan kanan. Putar katup di pangkal
bola pemompa dengan jempol dan telunjuk jarum jam untuk menutup selang.
Sambil stetoskop di tangan kiri menekan, lalu pompakan bola karetnya
sehingga tampak air raksa berangsur-angsur naik sehingga bunyi detak jantung
masih terdengar di telinga. Stop memompa setelah bunyi detak jantung
menghilang. Naikkan pemompaan 30 milimeter air raksa di atas sejak bunyi
detak jantung menghilang.
6. Putar balik pemutar katup kebalikan arah jarum jam secara perlahan dengan
jempol dan telunjuk tangan kanan setelah selesai memompa. Atur pengenduran
katup pemutar, agar laju turunnya air raksa sekitar 3 milimeter per detik.
Perhatikan turunnya air raksa pada skala saat pertama kali bunyi detak jantung
mulai terdengar. Saat itulah yang ditetapkan sebagai nilai tekanan atas/sistolik.
Sementara itu, air raksa terus turun. Perhatikan juga skala air raksa saat bunyi
detak jantung sudah menghilang. Saat itulah ditetapkan sebagai nilai tekanan
bawah/diastolik. Lalu, kendurkan terus katup sampai air raksa sampai turun
tuntas ke bawah skala nol. Cata berapa hasil sistolik dan diastoliknya, dan
itulah nilai tensi darah yang dihasilkan. (Ulfah Nurrahmani dan Helmanu
Kurniadi, 2015
2.3 Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2.3.1 Pengertian
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
2.3.2 Prinsip-Prinsip
membantu yang kurang mampu, dan yang sehat membantu yang sakit atau
yang beresiko tinggi. Hal ini dapat terwujud karena kepersertaan JKN
pendapatan peserta.
peserta BPJS agar dapat memberikan manfaat bagi peserta, bukan untuk
mencari laba/keuntungan.
informasi BPJS. Informasi itu harus lengkap, benar, dan jeelas bagi peserta.
peserta.
h. Prinsip Dana Amanat, Sumber dana yang berasal dari iuran peserta
peserta.
peserta.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
b Anggota TNI;
c Anggota Polri;
d Pejabat Negara;
penerima Upah.
Pendaftaran peserta PBI, yang terdiri atas Fakir Miskin dan Orang Tidak
mampu untuk dapat mejadi peserta, pendataan pesrta PBI ini dilakukan oleh
lembaga penyelenggara urusan Pemerintahan di bidang statistik (Badan Pusat
Statistik) yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial. Peserta PBI
juga dapat didaftarkan oleh
Pemerintah Daerah berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi Pemda
yang mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN.
b. Pendafataran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah / PPU
(BRI/Mandiri/BNI).
Kesehatan
4) Pencetakkan kartu JKN atau bisa juga mencetak e-ID secara mandiri
Bukan Pekerja
satu lembar), fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada d
(Pensiunan BUMN/BUMD)
a. Hak Peserta:
pembayaran iuran.
dengan BPJS.
termasuk obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai
terpenuhi.
kesehatan.
b. Kewajiban Peserta:
keluarga tambahan.
2.3.7 Pembiayaan
a. Iuran
Kesehatan”.
b. Pembayaran Iuran
2) Iuran peserta Non PBI untuk Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada
negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua,
besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah
4) Besaran iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah, peserta
pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah
sebesar:
a) Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per
b) Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per
c) Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat non medis ruang perawatan
Kelas I.
dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
(empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan
III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, ditanggung
oleh Pemerintah.
1) Fungsi merokok
Individu menjadikan merokok sebagai penghibur bagi berbagai
keperluan, menunjukkan bahwa memiliki fungsi yang begitu penting bagi
kehidupannya. Dalam kehidupan sehari-hari Fungsi merokok ditunjukkan
dengan perasaan yang dialami si perokok, seperti perasaan yang positif
maupun perasaan negatif. Bagi perokok, dengan merokok membantu untuk
mencari inspirasi/ ide, menghilangkan rasa kantuk, mengakrabkan suasana.
2) Intensitas merokok
Intensitas perilaku merokok adalah keadaan, tingkatan atau banyak
sedikitnya aktivitas seseorang dalam membakar tembakau dan
menghisapnya dalam kurun waktu tertentu. Klasifikasi perokok
berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap yaitu:
1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari
2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari
3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari
c. Tempat merokok
Tipe perokok berdasarkan tempatnya yaitu:
1) Merokok di tempat-tempat umum/ruang publik
a) Kelompok homogeny (sama-sama perokok), secara bergerombol
perokok menikmati kebiasaannya. Umumnya perokok masih
menghargai orang lain, karena itu perokok menempatkan diri di
smoking area.
b) Kelompok yang heterogeny (merokok di tengah orang-orang lain
yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit dan lain-
lain).
2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a) Kantor atau di kamar tidur pribadi Perokok memilih tempattempat
seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada
individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah
yang mencekam.
b) Toilet Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka
berfantasi.
d. Waktu merokok
Perilaku merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat
itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin,
setelah dimarahi orang tua dan lain-lain.
Twiford & Soekaji (dalam Sulistyo 2009) menyatakan bahwa setiap
individu dapat menggambarkan setiap perilaku menurut tiga aspek berikut:
a. Frekuensi
Sering tidaknya perilaku muncul mungkin cara yang paling sederhana
untuk mencatat perilaku hanya dengan menghitung jumlah munculnya
perilaku tersebut. Frekuensi sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sejauh
mana perilaku merokok seseorang muncul atau tidak. Dari frekuensi dapat
diketahui perilaku merokok seseorang yang sebenarnya sehingga
pengumpulan data frekuensi menjadi salah satu ukuran yang paling banyak
digunakan untuk mengetahui perilaku merokok seseorang.
b. Lamanya berlangsung
Waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan setiap tindakan
(seseorang menghisap rokok lama atu tidak). Jika suatu perilaku
mempunyai permulaan dan akhir tertentu, tetapi dalam jangka waktu yang
berbeda untuk masing-masing peristiwa, maka pengukuran lamanya
berlangsung lebih bermanfaat lagi. Aspek lamanya berlangsung ini
sangatlah berpengaruh bagi perilaku merokok seseorang, apakah seseorang
dalam menghisap rokoknya lama atau tidak.
c. Intensitas
Banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku tersebut. Aspek ini
digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak seseorang
menghisap rokok. Dimensi intensitas mungkin merupakan cara yang paling
sebjektif dalam mengukur perilaku merokok seseorang.
Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, dapat diperoleh
kesimpulan bahwa aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang
(1997) yaitu; fungsi merokok, intensitas merokok, tempat merokok dan
waktu merokok. Sedangkan aspek-aspek perilaku merokok menurut
Twiford & Soekaji (dalam Sulistyo, 2009) yaitu; frekuensi, lamanya
berlangsung dan intensitas.
Dari penjabaran aspek-aspek perilaku merokok dari beberapa pendapat
ahli di atas, peneliti akan menggunakan aspek-aspek perilaku merokok
menurut Aritonang sebagai indikator untuk penyusunan skala, yaitu
meliputi; fungsi merokok, intensitas merokok, tempat merokok dan waktu
merokok, karena aspek-aspek tersebut lebih rinci sehingga diharapkan
dapat mengungkapkan data lebih dalam tentang perilaku merokok. Dari
studi pustaka yang dilakukan peneliti, aspek-aspek perilaku merokok
menurut Aritonang juga banyak digunakan dalam penelitian yang
digunakan sebagai skala untuk mengukur perilaku merokok seperti
penelitian Sinapar (2015), Santoso (2015), Perwitasari (2006).
a. Faktor Psikologis
Merokok dapat menjadi sebuah cara bagi individu untuk santai dan
kesenangan, tekanan-tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin
tahu, stres, kebosanan dan ingin kelihatan gagah merupakan hal-hal yang
dapat mengkontribusi mulainya merokok. Selain itu, individu dengan
gangguan cemas bisa menggunakan rokok untuk menghilangkan
kecemasan yang mereka alami. Menurut Yoder & Staudohar (1982)
mengatakan bahwa jika pencetus stres antara lain permasalahan yang
terjadi ditempat kerja, stres tersebut digolongkan sebagai stres kerja.
Menurut Anwar (1990) stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan
atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
b. Faktor Biologis
Faktor genetik dapat dapat mempengaruhi seseorang untuk mempunyai
ketergantungan terhadap rokok. faktor lain yang mungkin mengkontribusi
perkembangan kecanduan nikotin adalah merasakan adanya efek
bermanfaat dari nikotin. Proses biologinya yaitu nikotin diterima reseptor
asetilkotin-nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan dan jalur
adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan nikmat,
memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang,
daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Di jalur
adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak
lokus seruleus yang mengeluarkan sorotin. Meningkatnya sorotin
menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok
lagi. Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan
rokok, karena sudah ketergantungan pada nikotin. Ketika ia berhenti
merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan berkurang.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan berkaitan dengan penggunaan tembakau antara lain
orang tua, saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok, reklame
tembakau, artis pada reklame tembakau di media. Orang tua memegang
peranan terpenting, selain itu juga reklame tembakau diperkirakan
mempunyai pengaruh yang lebih kuat daripada pengaruh orang tua atau
teman sebaya, hal ini mungkin karena me mpengaruhi persepsi remaja
terhadap penampilan dan manfaat rokok.
Menurut Ronald (2013), faktor-faktor perilaku merokok dapat dibagi
dalam beberapa golongan sekalipun sesungguhnya faktor-faktor itu saling
berkaitan satu sama lain :
a. Faktor Genetik
Beberapa studi menyebutkan faktor genetik sebagai penentu
dalam timbulnya perilaku merokok dan bahwa kecenderungan
menderita kanker, ekstraversi dan sosok tubuh piknis serta tendensi
untuk merokok adalah faktor yang diwarisi bersama-sama. Studi
menggunakan pasangan kembar membuktikan adanya pengaruh
genetik, karena kembar identik, walaupun dibesarkan terpisah, akan
memiliki pola kebiasaan merokok yang samabila dibandingkan dengan
kembarnon-identik. Akan tetapi secara umum, faktor turunan ini
kurang berarti bila dibandingkan dengan faktor lingkungan dalam
menentukan perilaku merokok yang akan timbul.
b. Faktor Kepribadian (personality)
Banyak peneliti mencoba menetapkan tipe kepribadian perokok.
Tetapi studi statistik tak dapat memberi perbedaan yang cukup besar
antara pribadi orang yang merokok dan yang tidak. Oleh karena itu tes-
tes kepribadian kurang bermanfaat dalam memprediksi apakah
seseorang akan menjadi perokok. Individu agaknya bernafsu sekali
untuk cepat berhak seperti orang dewasa. Di perguruan tinggi individu
biasanya memiliki 17 prestasi akademik kurang, tanpa minat belajar
dan kurang patuh pada otoritas. Asosiasi ini sudah secara konsisten
ditemukan sejak permulaan abad ini. Dibandingkan dengan yang tidak
merokok, individu lebih impulsif, haus sensasi, gemar menempuh
bahaya dan risiko dan berani melawan penguasa. individu lebih mudah
bercerai, beralih pekerjaan, mendapat kecelakaan lalu lintas, dan
enggan mengenakan ikat pinggang keselamatan dalam mobil. Banyak
dari perilaku ini sesuai dengan sifat kepribadian extrovert dan
antisosial yang sudah terbukti berhubungan dengan kebiasaan
merokok.
c. Faktor Sosial
Beberapa penelitian telah mengungkap adanya pola yang
konsisten dalam beberapa faktor sosial penting. Faktor ini terutama
menjadi dominan dalam memengaruhi keputusan untuk memulai
merokok dan hanya menjadi faktor sekunder dalam memelihara
kelanjutan kebiasaan merokok. Kelas sosial, teladan dan izin orangtua,
jenis sekolah, dan usia meninggalkan sekolah semua menjadi faktor
yang kuat, tetapi yang paling berpengaruh adalah jumlah teman-teman
yang merokok. Diantaranya menyatakan “tidak ada” temannya yang
merokok, dibandingkan dengan jumlah 62 persen perokok dikalangan
individu yang menjawab “semua” pada jumlah teman yang merokok.
Ilustrasi lain dari pengaruh sosial ini ditunjukkan oleh perubahan
dalam pola merokok dikalangan wanita berusia di atas 40 tahun.
Bukan saja jumlah perokok semakin banyak, tetapi perokok mulai
merokok pada usia lebih muda. Masa kini, terutama pada wanita muda,
pola merokok wanita sudah menyerupai pada laki-laki. Perubahan ini
sejalan dengan perubahan peran wanita dan sikap masyarakat terhadap
wanita yang merokok.
d. Faktor Kejiwaan (psikodinamik)
Dua teori yang paling masuk akal adalah bahwa merokok itu
adalah suatu kegiatan kompensasi dari kehilangan kenikmatan oral
yang dini atau adanya suatu rasa rendah diri yang tidak nyata. Freud
yang juga merupakan pecandu rokok berat, menyebut bahwa sebagian
anak-anak terdapat peningkatan pembangkit kenikmatan di daerah
bibir yang bila berkelanjutan dalam perkembangannya akan membuat
seseorang mau merokok. Ahli lainnya berpendapat bahwa merokok
adalah semacam pemuasan kebutuhan oral yang tidak dipenuhi semasa
bayi. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebagai pengganti merokok pada
individu yang sedang mencoba berhenti merokok.
e. Faktor Sensorimotorik
Buat sebagian perokok, kegiatan merokok itu sendirilah yang
membentuk kebiasaan tersebut, bukan efek psikososial atau
farmakologiknya. Sosok sebungkus rokok, membukanya, mengambil
dan memegang sebatang rokok, menyalakannya, mengisap,
mengeluarkan sambil mengamati asap rokok, aroma, rasa dan juga
bunyinya semua berperan dalam terciptanya kebiasaan ini.
f. Faktor Farmakologis
Nikotin mencapai otak dalam waktu singkat, mungkin pada
menit pertama sejak dihisap. Cara kerja bahan ini sangat kompleks.
Pada dosis 24 sama dengan yang di dalam rokok, bahan ini dapat
menimbulkan stimulasi dan rangsangan di satu sisi tetapi juga relaksasi
disisi lainnya. Efek ini tergantung bukan saja pada dosis dan kondisi
tubuh seseorang, tetapi juga pada suasana hati (mood) dan situasi. Oleh
karena itu bila kita sedang marah atau takut, efeknya adalah
menenangkan.Tetapi dalam keadaan lelah atau bosan, bahan itu akan
merangsang dan memacu semangat. Dalam pengertian ini nikotin
berfungsi untuk menjaga keseimbangan mood dalam situasi stres. Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut Subanada (2004)
perilaku merokok dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: (1) psikologis
meliputi: sifat ingin tahu, stres, stres kerja, kebosanan dan ingin
kelihatan gagah; (2) faktor lingkungan meliputi: pengaruh orang tua
yang merokok, pengaruh saudara kandung maupun teman sebaya yang
merokok, reklame tembakau dan artis pada reklame tembakau di
media; (3) dan faktor biologis meliputi: faktor genetik.
Ronald (2013) menyatakan bahwa perilaku merokok
dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor kepribadian, faktor sosial,
faktor kejiwaan, faktor sensori motorik, dan faktor farmakologis.
Adapun faktor yang dipilih dalam penelitian ini ialah faktor
psikologis yang di dalamnya terdapat stres. Menurut Sopiah (2011)
stres ada dua macam yaitu eustres dan distres yang muncul sebagai
akibat reaksi seseorang terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya
disebut stres kerja. Peneliti menjadikan stres kerja sebagai variabel
prediktor karena individu yang mengalami stres kerja akan
mempengaruhi perilakunya terhadap sesuatu, baik terhadap
pekerjaannya sendiri maupun relasi dengan orang lain, bahkan
terhadap kesehatan diri. Hal ini sejalan dengan penelitian Kussrini
(2014) yang menyatakan ada hubungan signifikan antara stres kerja
dengan perilaku merokok pada wanita karir. Penelitian menunjukkan
bahwa hubungan antara stres kerja dengan perilaku merokok ada
hubungan yang positif. Hal tersebut berarti semakin tinggi stres kerja
maka cenderung semakin tinggi pula perilaku merokok pada wanita
yang bekerja.
1. Impotensi
Merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena aliran darah ke
penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi.
2. Osteoporosis
Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkat
oksigen darah perokok sebesar 15 persen, mengakibatkan karapuhan
tulang sehingga lebih mudah patah dan membutuhkan waktu 80 persen
lebih lama untuk penyembuhan.
3. Pada Kehamilan
Merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan janin lambat dan
dapat meningkatkan resiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Resiko
keguguran pada wanita perokok 2-3 kali lebih sering karena karbon
monoksida dalam asap rokok dapat menurunkan kadar oksigen.
4. Jantung Koroner
Penyakit jantung adalah salah satu penyebab kematian utama di
indonesia. Sekitar 40 persen kematian disebabkan oleh gangguan sirkulasi
darah, dimana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner. Perlu diketahui
bahwa resiko kematian akibat penyakit jantung koroner berkurang hingga
50% pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan. Akibat penggumpalan
(trombosit) dan pengapuran dinding pembuluh darah (aterosklerosis),
merokok jelas akan merusak pembuluh darah perifer. Penyakit Pembuluh
Darah Perifer (PPDP) yang melibatkan pembuluh darah arteri dan vena di
tungkai bawah atau tangan sering ditemukan pada dewasa muda perokok
berat, biasanya akan berakhir dengan amputasi (PoltekesDepkes Jakarta I,
2002).
5. Sistem Pernapasan
BAB III
ANALISIS MASALAH
Penduduk
Jumlah Jumlah
No Desa L+P
Dusun Kk
L P
1 2 3 4 5 6 7
1. Letak Geografis
Desa Winong salah satu dari 7 desa yang ada di Kecamatan Gemarang yang terletak kurang lebih
2 km kearah timur dari Kecamatan Gemarang, Desa Winong mempunyai wilayah seluas :
1,050,964 ha dengan jumlah penduduk : ± 6323 dengan jumlah Kepala Keluarga : ± 1893
1. Dusun Gebangan
2. Dusun Tumpakasri
3. Dusun Winong
4. Dusun Badur
Desa Winongi termasuk Desa yang kurang maju dalam hal pendidikan. Hal ini disebabkan
karena tidak adanya sarana pendidikan yang memadai. Di Desa Winong terdapat 2 PAUD, 2 TK,
2 SD, 1 SMK. Hal ini dikarenakan dana pendidikan yang ada di Desa Winong untuk
melengkapi sarana pendidikan belum merata dan kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya pendidikan.
3.3 Identifikasi Masalah
Metode yang digunakan dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah metode
pengambilan data sekunder dari puskesmas gemarang. Masalah diartikan upaya perubahan
terencana terhadap individu, kelompok maupun komunitas. Intervensi merupakan cara atau
Intervensi masalah pada umumnya mengarah kepada identifikasi serta mengatasi dari masalah-
masalah kesehatan dalam komunitas secara menyeluruh dalam terminologi angka kematian,
angka kesakitan dan mengidentifikasi korelasi atau hubungannya dengan tujuan untuk
Sumber data dalam penelitian ini merupakan subyek dari mana data diperoleh.Dalam hal
ini, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa dari buku,
ditentukan dengan metode USG. Untuk lebih jelasnya pengertian urgency, seriuosness, dan
a. Urgency: Seberapa mendesak issue tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu yang
tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk memecahkan masalah yang
muncul dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan issue tersebut atau akibat
yang menimbulkan masalah lain, jika masalah penyebab issue tidak dipecahkan.
Keterangan :
dengan 3 jumlah terbanyak dari hasil USG yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Menurut diagram diatas untuk mengurangi masalah Hipertensi di Desa Winong kelompok kami
a. Penyuluhan
Penyuluhan mengenai Hipertensi dan pengobatan nya agar masyarakat sadar bahwa Hipertensi
dapat dicegah melalui pola hidup sehat seperti rutin berolahraga, serta mengkonsumsi makanan
yang sehat dan melakukan pengobatan secara rutin . Dengan adanya kegiatan ini diharapkan
masyarakat di Desa Winong dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat desa Winong.
a. kebiasaan merokok
3.13 b. sebagai penghilang kesedihan
Perilak
Merokok
Penyuluhan
tentang
3.12 a. Mayoritas penduduk merokok bahayanya
Ling b. Kurangnya kesadaran dalam merokok
pola hidup sehat
3.11
3.10
Pelay
a
a. Kurangnya penyuluhan tentang
n bahayanya merokok
3.8 b. Kurangnya
perencanaan kunjungan
rumah untuk penemuan
kasus merokok
Menurut diagram diatas untuk mengurangi masalah Merokok di Desa Winong kelompok kami
b. Penyuluhan
Penyuluhan mengenai Merokok dan pengobatan nya agar masyarakat sadar bahwa Merokok
dapat dicegah melalui pola hidup sehat seperti rutin berolahraga, serta mengkonsumsi makanan
yang sehat dan melakukan pengobatan secara rutin . Dengan adanya kegiatan ini diharapkan
masyarakat di Desa Winong dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat desa Winong.
Niat
Menurut diagram diatas untuk mengurangi masalah JKN di Desa Winong kelompok kami
c. Penyuluhan
Penyuluhan mengenai Merokok dan pengobatan nya agar masyarakat sadar bahwa Merokok
dapat dicegah melalui pola hidup sehat seperti rutin berolahraga, serta mengkonsumsi makanan
yang sehat dan melakukan pengobatan secara rutin . Dengan adanya kegiatan ini diharapkan
masyarakat di Desa Winong dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat desa Winong.
Niat
masing individu.
Perilaku Belum ada tempat
Tidak mau menerima Penyuluhan
Perilaku pembuangan sampah di
perubahan
Lingkungan kepadamasyarakat
pengelolaan Desa Gunungan. Tentang pengelolaan
sampah Pelayanan Kurangnyaorang
Pengaruh penyuluhan
sekitar. sampah.
kesehatan tentang sosialisasi
tentang bahaya
membuang sampah dan
memilah sampah.
Kurang optimalnya
program untuk
pengelolaan sampah
JKN. Pada saat penyuluhan mahasiswa menggunakan media PPT dan penyebaran leaflet .
Kurang optimalnya
program untuk
pengelolaan sampah
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hipertensi
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh kelompok KKN (Kuliah Kerja Nyata)
Desa Winong terdapat warga yang menderita hipertensi 35,9% dari seluruh jumlah penduduk.
Maka dari itu untuk mengurangi angka kejadian terjadinya hipertensi di Desa Winong kelompok
mahasiswa kuliah kerja nyata memberikan intervensi tentang penyuluhan penyakit hipertensi di
posyandu lansia dan penyebaran leaflet tentang hipertensi kepada masyarakat Desa Winong.
Dengan rincian hasil intervensi sebagai berikut:
Penyuluhan pada masyarakat tentang hipertensi yang dilakukan di desa Winong dengan
media power point dan penyebaran leaflet pada masyarakat untuk memudahkan masyarakat
dalam memahami topik yang akan diberikan serta kelompok berharap masyarakat mengerti
tentang penyakit hipertensi lebih dalam.
4.2 Merokok
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Desa Winong Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun terdapat keluarga tidak ada yang
merokok sebanyak 47,2% dari seluruh jumluh penduduk. Maka dari itu untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang bahaya merokok di Desa Winong Kecamatan Gemarang
Kabupaten Madiun kelompok mahasiswa KKN memberikan intervensi yaitu dengan cara
melakukan penyuluhan dan penyebaran leaflet tentang bahaya merokok kepada masyarakat di
Desa Winong Kecamatan Gemarang Kabupaten Madiun. Dengan rincian hasil intervensi sebagai
berikut :
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan oleh kelompok KKN (Kuliah Kerja Nyata)
Didesa winong kecamatan Gemarang kabupaten Madiun terdapat masyarakat yang
menggunakan fasilitas negara yaitu JKN sebanyak 55,4,% dari seluruh jumlah masyarakat yang
disurvei. Maka dari itu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat jaminan
kesehatan nasional di Desa Winong maka kelompok mahasiswa kuliah kerja nyata memberikan
intervensi yaitu penyuluhan tentang pengetahuan masyarakat tentang jaminan kesehatan nasional
di desa Winong. Dengan rincian hasil intervensi sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh kelompok 12 di Desa Winong
1. Desa Winong salah satu dari 7 desa yang ada di Kecamatan Gemarang yang terletak
kurang lebih 2 km kearah timur dari Kecamatan Gemarang, Desa Winong mempunyai
wilayah seluas : 1,050,964 ha dengan jumlah penduduk : ± 6323 dengan jumlah Kepala
Keluarga : ± 1893
2. Berdasarkan hasil data sekunder dari kelompok kami, mendapatkan prioritas masalah
penderita hipertensi berobat teratur, Anggota keluarga tidak merokok, Keluarga sudah
menjadi anggota JKN, Keluarga memiliki akses atau menggunakan jamban keluarga,
3. Dari 5 prioritas masalah tersebut dan berdasarkan data sekunder yang diperoleh adalah
penderita hipertensi berobat teratur tercapai 35,9% dari target 100%, anggota tidak
merokok tercapai 47,2% dari target 100%, keluarga sudah menjadi anggota JKN tercapai
55,4% dari target 100%, Keluarga memiliki akses atau menggunakan jamban keluarga
tercapai 82,5% dari target 100%, Keluarga mengikuti program KB 69,3% dari target
100%.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil survei dari kelompok 12, penulis atau penyusun menyarankan:
1. Bagi Masyararakat Winong
a. Peningkatan pengetahuan tentang kesehatan
2. Bagi Instansi Kesehatan
a. Meningkatkan progam penyuluhan secara berkesinambungan.
b. Di harapkan mampu meningkatkan pelayanan kesehatan