TESIS
SESMERI HARYANI
1406520330
KESEHATAN KERJA
DEPOK
JULI 2016
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar
MAGISTER KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
SESMERI HARYANI
1406520330
KESEHATAN KERJA
DEPOK
JULI 2016
Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun
NPM : 1406520330
Tanda Tangan :
ii
NPM : 1406520330
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan tesis saya yang
berjudul:
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya menerima
sanksi yang telah di tetapkan.
Sesmeri Haryani
iii
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 15 Juli 2016
iv
Agama : Islam
Nomor HP : 081363316692
E-mail : haryanimery@yahoo.co.id
Pendidikan Formal :
No Tahun Pendidikan
1 1991-1993 TK Bhayangkari Sijunjung Sumatera Barat
2 1993-1999 SDN 07 Muaro Gambok Sijunjung Sumatera Barat
3 1999-2002 SLTP Negeri 1 Sijunjung Sumatera Barat
4 2002-2005 SMA Negeri 1 Sijunjung Sumatera Barat
5 2005-2008 STIKES Indonesia Padang Sumatera Barat
Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
6 2008-2011 Universitas Indonesia
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7 2014-2016 Universitas Indonesia
Program Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia,
dan nikmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada
waktunya. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademik
untuk mendapatkan gelar Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan
penelitian yang tidak dapat disebutkan satu per satu sehingga tesis ini dapat
selesai.
Penulis
vii
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 15 Juli 2016
Yang menyatakan
(Sesmeri Haryani)
viii
ABSTRAK
Kata Kunci:
Potensi Kelelahan Akut, Kelelahan Operator Alat Berat, Skala OFER, Shift
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Fatigue is one of the cause of accidents. The objective of this study is to examine
acute fatigue potential based on a Occupational Fatigue Exhaustion Recovery
(OFER) scale and types of heavy equipment, analyze the relationship between
work-related fatigue (duration, workload and shift work), response to non-work-
related fatigue (age, nutritional status, commuting time, the number of hours of
sleep) with the occurrence of fatigue on heavy equipment operator. This research
was conducted from April until July 2016 at heavy equipment operator in the
mine area 1 Bukit Karang Putih. Number of study respondents 50 people. The
study is observational quantitative research with cross-sectional method.
Measurement of fatigue using a OFER scale and the results show that 48% of
respondents experiencing moderate acute fatigue, 44% of dump truck
experiencing high acute fatigue, shift has significant correlation with high and
moderate acute fatigue potential (p value = 0.027). recomendation to company PT
Semen Padang to provide education or training about risk factor fatigue to heavy
equipment operator.
Keywords:
Acute fatigue, Heavy Equipment Operator Fatigue, OFER Scale, Shift
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
7.3.1 Hubungan antara durasi kerja terhadap potensi kelelahan akut ........ 70
7.3.2 Hubungan antara beban kerja terhadap potensi kelelahan akut ........ 72
7.3.3 Gambaran potensi kelelahan akut berdasarkan jenis alat berat......... 73
7.3.4 Hubungan antara shift kerja terhadap potensi kelelahan akut ........... 74
7.4 Analisa hubungan faktor-faktor non-work-related fatigue terhadap potensi
kelelahan akut pada operator alat berat ...................................................... 75
7.4.1 Hubungan antara usia terhadap potensi kelelahan akut .................... 75
7.4.2 Hubungan antara status gizi terhadap potensi kelelahan akut ........... 77
7.4.3 Hubungan antara commuting time terhadap potensi kelelahan akut 78
7.4.4 Hubungan antara jumlah jam tidur terhadap potensi kelelahan akut 79
BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 81
8.1 Kesimpulan .................................................................................................. 81
8.2 Saran ............................................................................................................ 81
8.2.1 Saran untuk perusahaan .................................................................... 81
8.2.2 Saran untuk operator alat berat ......................................................... 82
8.2.3 Saran untuk peneliti selanjutnya ....................................................... 82
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Universitas Indonesia
1
Universitas Indonesia
keputusan yang baik dan beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah
seperti pertambangan. (Our et al. 2010).
Penelitian terkait kelelahan tahun 2000 di Australia menunjukkan bahwa 45%
dari operator kendaraan berat jarak jauh menyatakan mengalami kelelahan pada
akhir waktu kerja mereka dan mempunyai kontribusi 15% terhadap kecelakaan.
Penelitian di Selandia Baru antara tahun 2002 dan 2004 menunjukkan bahwa dari
134 kecelakaan fatal, 11% disebabkan oleh faktor kelelahan dan dari 1.703 cedera
akibat kecelakaan, 6% disebabkan oleh kelelahan pada operator. (Susilowati et al.
2004) Penelitian terhadap kecelakaan transportasi di Indonesia, di kota Makassar
menunjukkan bahwa 65,8% dari pengemudi yang mengalami kelelahan berat dan
40,5% dari pengemudi yang mengalami kelelahan ringan mengalami kecelakaan
di lalu lintas. Penelitian lainnya di tiga lokasi tambang batubara di Kalimantan
tahun 2007 pada 353 operator alat berat menunjukkan bahwa faktor dominan yang
tidak terkait dengan pekerjaan yang berdampak pada indikasi kelelalahan adalah
faktor lingkungan kerja seperti udara yang berdebu, udara yang panas, suara
bising, dan tempat kerja atau alat kerja yang bergetar. Sebagian besar responden
(92,1%) yang terindikasi mengalami kelelahan berat merasakan bahwa mereka
terganggu oleh lingkungan kerja. Sedangkan faktor dominan yang terkait dengan
pekerjaan yang berdampak pada indikasi kelelahan adalah beban kerja, Sebagian
besar responden (62,6%) mengalami kelelahan berat dialami oleh mereka yang
mempunyai beban kerja yang berat (Susilowati et al. 2004).
Di Indonesia sendiri, kecelakaan akibat kelelahan dan kantuk pengemudi
tercatat sebanyak 682 kejadian pada musim mudik tahun 2013, dan 1.225 pada
musim mudik tahun 2012. Di Indonesia, kelelahan pada pekerjaan mengemudi di
jalan raya, diperkirakan disebabkan jam kerja yang panjang karena jauhnya jarak
tempuh dan tingkat kemacetan yang mengakibatkan waktu perjalanan menjadi
lebih lama (Gui 2015). Lamanya waktu mengemudi berpengaruh terhadap
kemampuan pengemudi, yang ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa pengemudi
yang bertugas 10-19 jam mengalami peningkatan jumlah line crossing lebih
banyak 40%- 100% dibandingkan dengan yang mengemudi kurang dari 10 jam
(Dembe et al. 2005). Sebuah penelitian yang di publikasikan pada tahun 2007 oleh
Caterpillar Global Mining, kelelahan yang terjadi di lingkungan pertambangan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kronis idiopatik (Lewis et al. 2000). Pemulihan dari kondisi ini mungkin
tidak pasti, tergantung pada sejauh mana kerusakan tingkat sel.
Mekanisme biasa dari kelelahan akut berkembang menjadi sifat
kelelahan kronis yang tidak adaptif masih sulit dipahami sepenuhnya.
Terdapat hipotesis yang mengatakan bahwa rendahnya pemulihan yang
persisten dari kelelahan akut tingkat tinggi dikaitkan dengan munculnya
kelelahan kronis tingkat yang lebih tinggi (Winwood et al. 2005).
Meijman, 1996 mengatakan bahwa perkembangan kondisi kelelahan akut
dengan ciri-ciri kelelhan kronis ditandai dengan pelaporan diri atas
keragua atau keputusasaan dalam kapasitas untuk mempertahankan pola
kerja saat ini ditambah dengan menurunya minat, keterlibatan dan
komitmen, berkurangnya kosentrasi dan motivasi, dan emosi negatif,
dikombinasikan dengan manifestasi fisik berupa kelelahan akut menjadi
kelelahan kronis (Winwood et al. 2005).
2.4.1 Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi kondisi, kemampuan dan kapasitas
tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Hal itu juga didukung oleh (ILO&WHO,
1996) yang mengemukakan bahwa kapasitas kerja seorang pekerja akan
berkurang hingga menjadi 80% pada usia 50 tahun dan akan lebih menurun lagi
hingga tinggal 60% saja pada usia 60 tahun jika dibandingkan dengan kapasitas
kerja mereka yang berusia 25 tahun. Dengan menurunya kapasitas kerja seseorang
maka kesanggupan untuk bekerja akan semakin berkurang akibatnya perasaan
lelah akan lebih cepat timbul. Seseorang dengan usia menjelang 45 tahun akan
lebih cepat merasakan lelah. Hal ini dikarenakan seseorang dengan usia tersebut
akan mengalami penurunan kapasitas kerja yang meliputi kapasitas fungsional,
Universitas Indonesia
mental dan sosial. Menurut laporan, untuk beberapa pekerjaan (bukan semua)
kapasitas kerja akan terus menurun menjelang usia 50 sampai 55 tahun
(Adiningsari, 2009).
Keterangan :
BB : Berat badan (kg) ; TB : Tinggi badan (m)
Tabel 2.1 Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh
Indeks Masa Tubuh (Kg/m2)
Keadaan Klasifikasi
Laki –Laki Perempuan
Kekurangan berat badan
< 17,00
tingkat berat
Kurus < 17,00
Kekurangan berat badan
17,00 – 18,40
tingkat ringan
Normal 17,00 – 18,50 – 25,00
23,00
Kelebihan berat badan
23,10 –
tingkat ringan 25,10 - 27,00
27,00
Gemuk (Overweight)
Kelebihan berat badan
> 27,00 > 27,00
tingkat berat
Sumber : Pedoman Praktis Terapi Gizi, Depkes RI (2003)
Universitas Indonesia
kajian dari para ahli lintas bidang, mulai dari ahli anatomi, psikiatri, neurologi,
dokter anak, dokter kandungan, hingga geriatri (dokter ahli lansia). National Sleep
Foundation (NSF) merekomendasi panduan durasi tidur untuk orang dewasa
dimulai dari 18 tahun sampai 65 tahun.
Berikut rekomendasi durasi tidur yang spesifik :
a Orang menuju dewasa (18-25 tahun):
Kategori ini merupakan kategori baru. Durasi tidurnya yakni 7-9 jam per
harinya.
b Orang dewasa (26-64 tahun): durasi tidur tetap, yakni 7-9 jam.
c Orang lanjut usia (65 tahun ke atas): kategori baru. Durasi tidur 7-8
jam/hari.
Durasi tidur yang ideal dianggap penting bagi kesehatan karena kurang
waktu istirahat satu malam saja bisa mengganggu hormon yang mengatur fungsi
nafsu makan. Orang yang sering kurang tidur juga diketahui cenderung lebih
gemuk. Berdasarkan National Traffic Commision (NTC), mengenai pengaturan
jam kerja dan istirahat pengemudi kendaraan berat bahwa jam kerja mengemudi
maksimum yang diperbolehkan adalah 12 jam dalam periode waktu selama 24
jam dan wajib untuk istirahat minimum 7 jam tanpa terputus.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Faktor Internal
Beban kerja merupakan beban kerja yang berasal dari dalam tubuh pekerja itu
sendiri yang muncul sebagai bentuk reaksi tubuh pekerja terhadap beban
eksternal yang ada. Reaksi yang diberikan dari tubuh ini dinamakan strain.
Strain ini dapat diukur untuk dilihat berat atau tidaknya beban yang dialami
dengan menggunakan metode pengukuran secara subjektif ataupun objektif.
Yang termasuk dalam beban kerja internal antara lain adalah: faktor somatis
pekerja dan faktor psikis dengan detail sebagai berikut:
a. Faktor somatis terdiri dari jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi
kesehatan, dan status gizi.
b. Faktor psikis terdiri dari motivasi, persepsi, kepercayan, keinginan,
kepuasan, dan lain-lain.
Universitas Indonesia
Merupakan beban kerja yang timbul dan terlihat dari pekerjaan yang
dilakukan, terbentuk secara kognitif (pikiran). Umumnya, beban kerja mental
ini merupakan perbedaan antara tuntutan kerja mental dengan kemampuan
mental yang dimiliki oleh pekerja yang bersangkurtan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
transisi kelelahan dan melihat kelelhan sebagai suatu keadaan yang dinamis
antara :
a. Proses pekerjaan :
Pengeluaran energi antar shift yang konsisten dan pemulihan yang tidak
efisien dari energi yang habis oleh kelelhan kerja yang akut dari shift
sebelumnya, akan meningkatkan risiko munculnya kelelahn kronis.
b. Pemulihan (pengisian energi)
Instrument OFER terdiri dari tiga sub-skala:
a. Kelelahan akut (OFER-KA) :
Bartley, 1947 mengatakan kelelahan akut terdiri dari item yang melihat
kelelahan sebagai ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan/atau
keenganan untuk trlibat dengan kegiatan diluar kerja yang normal
sebagai akibat langsung dari aktifitas sebelumnya (Winwood et al.
2006)
b. Kelelahan kronis (OFER-KK) :
Berisi item yang mengambarkan konstruk kompleksitas komponen
mental, fisik dan emosional (termasuk elemen depresi) yang konsisten
dengan karakteristik kelelhan berkepanjangan yang diamati dan
dilaporkan.
c. Pemulihan antarshift (OFER-PA) :
Berisiitem untuk mengukur sejauh mana kelelhan akut yang
berhubungan dengan pekerjaan dianggap telah pulih atau hilang pada
saat shift kerja berikutnya dimulai.
Skala OFER adalah skal likert tujuh poin mulai dari 0 (sangat tidak setuju)
sampai 6 (sangat setuju), menghasilkan sensitivitas yang cukup untuk
item/pertanyaan yang sesuai. Setiap skor subskala dihitung dengan rumus :
sum (item nilai)/30x100, dengan pertanyaan positif skor dihitung terbalik
(skor akhir = 6 – rata asli). Sehingga setiap skala menghasilkan nilai 0-100.
Skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkatan yang lebih tinggi dari
konstruk subskala (Winwood et al. 2006).
Subskala OFER-KK : Kelelahan kronis (item/pertanyaan no 1-5)
Subskala OFER-KA : Kelelahan Akut (item/pertanyaan no 6-10)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Waktu kerja yang berjam-jam harus diselingi oleh istirahat yang cukup
untuk makan dan keperluan khusus lain.
3. Kesehatan umum pekerjaan harus baik dan selalu dimonitor, khususnya
untuk daerah tropis dimana banyak pekerja yang cenderung mengalami
kekurangan gizi dan menderita penyakit serius.
4. Disarankan pula agar kegiatan yang menegangkan dan beban kerja yang
berat tidak terlalu lama.
5. Jarak tempat tinggal dan tempat kerja diusahakan seminimal mungkin dan
bila perlu dicarikan alternatif penyelesaiaanya, yaitu berupa pengadaan
transportasi bagi pekerja dari dan ke tempat kerja.
6. Pembinaan mental para pekerja di perusahaan secara teratur maupun berkala
dan khusus perlu dilaksanakan dalam rangka stabilitas direncanakan secara
baik dan berkesinambungan.
7. Perhatian khusus bagi kelompok pekerja tertentu perlu diberikan, yaitu
kepada pekerja muda usia, wanita yang hamil dan menyusui, pekerja usia
lanjut, pekerja yang menjalani shift kerja malam, pekerja yang baru pindah
dari bagian lain.
8. Pekerja-pekerja bebas dari alkohol maupun obat-obatan yang
membahayakan serta yang menimbulkan ketergantungan.
2.7 Pertambangan
2.7.1 Definisi Pertambangan
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangltutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang.(ESDM 2009).
Pertambangan adalah suatu kegiatan pengambilan endapan bahan galian
berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis
maupun manual, pada permukaan bumi, di bawah permukaan bumi dan di bawah
permukaan air. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batubara,
pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas, perak
dan bijih mangan.(Indonesia 2013)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4. Alat Pemadat
Jika pada suatu lahan dilakukan penimbunan maka pada lahan tersebut
perlu dilakukan pemadatan. Pemadatan juga dilakukan untuk
pembuatan jalan, baik untuk jalan tanah dan jalan dengan perkerasan
lentur maupun perkerasan kaku. Yang termasuk sebagai alat pemadat
adalah tamping roller, pneumatictiredroller, compactor, dan lain-lain.
Pekerjaan pembuatan landasan pesawat terbang, jalan raya, tanggul
sungai dan sebagainya tanah perlu dipadatkan semaksimal mungkin.
Pekerjaan pemadatan tanah dalam skala kecil pemadatan tanah dapat
dilakukan dengan cara menggenangi dan membiarkan tanah menyusust
dengan sendirinya, namun cara ini perlu waktu lama dan hasilnya
kurang sempurna; agar tanah benar-benar mampat secara sempurna
diperlukan cara-cara mekanis untuk pemadatan tanah.
Pemadatan tanah secara mekanis umumnya dilakukan dengan
menggunakan mesin penggilas (Roller); klasifikasi Roller yang dikenal
antara lain adalah:
a. Berdasarkan cara geraknya; ada yang bergerak sendiri, tapi ada
juga yang harus ditarik traktor.
b. Berdasarkan bahan roda penggilasnya, ada yang terbuat dari baja
(SteelWheel) dan ada yang terbuat dari karet (pneumatic).
c. Dilihat dari bentuk permukaan roda; ada yang punya permukaan
halus (plain), bersegmen, berbentuk grid, berbentuk kaki domba,
dan sebagainya.
d. Dilihat dari susunan roda gilasnya; ada yang dengan roda tiga
(Three Wheel), roda dua (Tandem Roller), dan Three Axle Tandem
Roller.
e. Alat pemadat yang menggunakan penggetar (vibrator)
5. Alat Pemroses Material
Alat ini dipakai untuk mengubah batuan dan mineral alam menjadi
suatu bentuk dan ukuran yang diinginkan. Hasil dari alat ini misalnya
adalah batuan bergradasi, semen, beton, dan aspal. Yang termasuk
didalam alat ini adalah crusher dan concrete mixer truck. Alat yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tingkat
Kelelahan
Pemulihan /
Penyegaran
Dalam jurnal W.J. Theron dan G.M.J Van Heerden (2011) yang berjudul
“Fatigue Knowledge – a new level in safety management” , dijelaskan bahwa
kelelahan diakibatkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
33
Universitas Indonesia
(work-related fatigue) dan faktor faktor yag tidak berhubungan dengan pekerjaan
(non-work-related fatigue).
Tabel 3.1 Teori Kelelahan (fatigue) W.J Theron dan G.M.J Van Heeden (2011)
Faktor–Faktor yang berhubungan Faktor–Faktor yang tidak berhubungan
dengan pekerjaan (work-related dengan pekerjaan (non-work-related
fatigue) fatigue)
Work-related Fatigue
1. Durasi Kerja
2. Beban Kerja Potensi Kelelahan
3. Jenis Alat Berat Akut
4. Shift Kerja
Non-work-related Fatigue
1. Umur
2. Status Gizi
3. Commuting Time
4. Jumlah Jam Tidur
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3 Beban kerja Menilai beban kerja mental secara DALI Mengisi 1. Rendah (< Mean) Ordinal
subjektif dalam aktifitas mengemudi pada Quesionarre Kuesioner 2. Tinggi (≥ Mean)
operator alat berat. Penilaian menggunakan
metode Driving Activity Load Index
(DALI) yang terdiri dari 6 faktor.
Penilaian dengan menggunakan 2 cara
yaitu: pembobotan dan rating.
Cut off point menggunakan nilai mean,
jika :
< Mean = Rendah
≥ Mean = Tinggi
4 Jenis Alat Type kendaraan alat berat yang Kuesioner Mengisi 1. Excavator Nominal
Berat dioperasikan operator saat bekerja di area 1 Kuesioner 2. Bulldozer
tambang bukit karang putih baik dalam 3. Motor Grader
aktifitas driling dan blasting, maupun 4. Dump Truck
aktifitas loading dan hauling
5 Shift Kerja Kategori Shift atau pengaturan waktu kerja Kuesioner Mengisi 1. Shift Normal Ordinal
selama 24 jam yang dijalani operator alat Kuesioner 2. Shift Tidak Normal
berat pada saat satu hari sebelum
pengisisan kuesioner penelitian.
Berdasarkan ILO (1983) menyatakan
pergantian shift yang normal 8 jam/shift.
Operator yang menjalani shift tidak normal
adalah operator yang menjalani
perpanjangan waktu kerja ke shift
berikutnya.
5 Usia Hitungan lamanya waktu yang di lalui Kuesioner Mengisi 1. < 30 Tahun Ordinal
operator alat berat yang dihitung Kuesioner 2. 30-45 Tahun
berdasarkan tahun lahir yang tercatat di 3. ≥ 45 Tahun
KTP sampai waktu penelitian.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
41
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Pengolahan data pada variabel independen (durasi kerja, jenis alat berat
shift kerja, usia, commuting time,dan jumlah jam tidur) dilakukan dengan
melakukan imputasi data setiap variabel menggunakan aplikasi microsoft
excel, kemudian diolah untuk mengetahui distribusi frekuensi sesuai
dengan cut off point yang sudah ditetapkan pada setiap variabel.
3. Pengolah data pada variabel independen (beban kerja) yang merupakan
hasil pengisian kuesioner DALI (Driving Activity Load Index). Kuesioner
DALI terdiri dari dua bagian yang berisi “Pembobotan dan Rating”.
a Pada pembobotan dilakukan dengan cara memberikan pada
responden 15 kartu yang isinya terdiri dari 6 faktor DALI yang
sudah dipasangkan, responden harus memilih satu pada setiap
pasangan tersebut. Hasil penilaian pada pembobotan ini di tally dan
dijumlahkan untuk setiap faktor.
b Pada Rating dilakukan dengan memberikan 1 pertanyaan untuk
setiap faktor, total pertanyaan adalah 6. Hasil penilaian rating
dikategorikan : low (0) dan High (5) pada setiap faktor DALI
Kemudian, untuk menghitung DALI, Hasil Penilaian DALI untuk
setiap faktor menggunakan rumus :
αi = Ci/(n-1) ,
Cut off point menggunakan nilai mean pada hasil Wglobal, jika :
< mean = rendah ; ≥ mean = tinggi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
45
Universitas Indonesia
5.2.2 Misi
1. Memproduksi dan memperdagangkan semen serta produk tekait lainnya
yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan.
2. Mengembangkan SDM yang kompeten, profesional dan berintegritas
tinggi.
3. Meningkatkan kemampuan rekayasa dan engineering untuk
mengembangkan industri semen nasional.
4. Memberdayakan, mengembangkan dan mensinergikan sumber daya
perusahaan yang berwawasan dan lingkungan.
5. Meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan memberikan
yang terbaik kepada stakeholder.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Potensi Kelelahan Akut Pada Operator Alat
Berat Area1 Tambang Bukit Karang Putih PT. Semen Padang
Berdasarkan tabel 6.1 di atas diketahui bahwa 48% (24 responden) memiliki
potensi untuk mengalami kelelahan akut sedang, 42% (21 responden) berpotensi
mengalami kelelahan akut tinggi dan 10% (5 responden) berpotensi mengalami
kelelahan akut rendah.
Potensi kelelahan akut sedang sebanyak 48% pada operator alat berat ini
didukung oleh persentase hasil jawaban dalam kuesioner OFER. Frekuensi
jawaban dari kuesioner OFER seperti terlihat dalam tabel 6.2 dibawah ini:
51
Universitas Indonesia
Tabel 6.2 Frekuensi Kusioner OFER pada Operator Alat Berat Area 1 Tambang
Bukit Karang Putih PT. Semen Padang
Universitas Indonesia
orang (78%), sedangkan jumlah operator dengan durasi berat dalam satu hari
sebanyak 11 orang (22%).
Pengukuran beban kerja mental secara subjektif pada operator alat berat
diketahui bahwa sebaran data bersifat normal sehingga cut of point pada
pengukuran beban kerja ini adalah nilai mean. Nilai mean beban kerja diperoleh
38,93 sehingga diketahui bahwa operator alat berat yang mengalami beban kerja
rendah dengan nilai < mean adalah sebanyak 27 orang (54%), sedangkan operator
alat berat dengan beban kerja tinggi ≥ mean adalah sebanyak 23 orang (46%).
Universitas Indonesia
Usia responden dalam penelitian ini yang termuda adalah 26 tahun dan yang
paling tua adalah usia 56 tahun. Lebih dari separuh total responden berusia 30-45
tahun yaitu sebanyak 33 responden (66%), responden dengan usia <30 tahun
berjumlah 16 reponden (32%) dan usia > 45 tahun 1 responden (2%).
Universitas Indonesia
Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Obesitas 5 10,0
Over Weight 23 46,0
Status Gizi
Normal 21 42,0
Kurus 1 2,0
Total 50 100,0
Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Commuting Lama ≥ median 25 50,0
Time Tidak lama <median 25 50,0
Total 50 100,0
Nilai commuting time atau waktu tempuh operator alat berat dari rumah ke
area 1 tambang Bukit Karang Putih yang terlama adalah 120 menit dan yang
paling sebentar adalah 10 menit, nilai median commuting time adalah 32,5. Hasil
penelitian menunjukkan 25 responden (50%) operator alat berat mempunyai
waktu tempuh (commuting time) kategori lama (≥ median) dan 50% (25
responden) dengan commuting time kategori tidak lama (< median).
Universitas Indonesia
Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Kurang <7 jam 12 24,0
Jumlah Jam Tidur
Cukup >=7 jam 38 76,0
Total 50 100,0
Pengitungan jumlah jam tidur reponden dalam penelitian ini mengacu pada
NTC, 2008. Hasilnya diperoleh adalah 76% (38 responden) memiliki jumlah jam
tidur cukup (≥ 7 jam) dalam satu hari terakhir saat dilakukan penelitian.
Sedangkan 24% (12 responden) lainnya memiliki jumlah jam tidur kurang atau (<
7 jam).
6.4 Hubungan Antara Faktor Work-Related Fatigue Dengan Potensi
Kelelahan Akut
6.4.1 Hubungan antara durasi kerja dengan potensi kelelahan akut
Hubungan antara durasi kerja dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :
Berdasarkan tabel 6.11 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak dialami oleh operator dengan durasi kerja normal (< 9 jam), yaitu
sejumlah 39 orang dari keseluruhan responden 50 orang. Operator dengan durasi
kerja normal (< 9 jam) memiliki potensi kelelahan akut sedang 48,7% dan akut
tinggi 43,6%. Dalam kelompok durasi kerja berat (≥ 9 jam), 45,5% (5 responden)
memiliki potensi kelelahan akut sedang.
Potensi kelelahan akut dikelompokkan menjadi potensi kelelahan akut
tinggi dan sedang; potensi kelelahan akut tinggi dan rendah, secara terpisah akan
di hitung menggunakan uji statistik chi square, seperti terlihat pada tabel berikut :
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,558 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara durasi kerja dengan potensi kelelahan akut
pada operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi
kerja menunjukkan angka 0,353 (95% CI 0,043-2,867). Nilai OR <1 menunjukkan
bahwa operator dengan durasi kerja berat (≥9 jam) protektif terhadap potensi
kelelahan akut.
6.4.2 Hubungan antara beban kerja dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat
Hubungan antara beban kerja dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :
Berdasarkan tabel 6.14 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak dialami oleh operator dengan beban kerja rendah sejumlah 27 responden.
Operator dengan beban kerja rendah 48,1% (13 responden) mengalami potensi
kelelahan akut sedang, Dalam kelompok beban kerja tinggi 47,8% (11 responden)
berpotensi mengalami kelelahan akut sedang.
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 6.15 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak dialami oleh operator dengan beban kerja rendah yaitu sejumlah 25
responden. Operator dengan beban kerja rendah lebih banyak berpotensi
mengalami kelelahan akut sedang yaitu sebanyak 16 orang (64%). Dalam
kelompok beban kerja tinggi, terdapat 12 responden (60%) potensi kelelahan akut
sedang.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,193 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara beban kerja dengan potensi kelelahan akut
pada operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel beban
kerja menunjukkan angka 2,667 (95% CI 0,794-8,954) yang artinya operator
dengan beban kerja tinggi memiliki risiko 2,7 kali dibandingkan dengan operator
beban kerja rendah.
Berdasarkan tabel 6.16 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak dialami oleh operator dengan beban kerja tinggi yaitu sejumlah 15
responden. Operator dengan beban kerja tinggi lebih banyak berpotensi
mengalami kelelahan akut tinggi yaitu sebanyak 12 responden (80%). Dalam
kelompok beban kerja rendah, terdapat 9 responden (81,8%) potensi kelelahan
akut tinggi.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara beban kerja dengan potensi kelelahan akut
pada operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel beban
kerja menunjukkan angka 0,889 (95% CI 0,122-6,483) yang artinya bahwa
Universitas Indonesia
operator dengan beban kerja tinggi (≥ Mean) protektif terhadap potensi kelelahan
akut.
Tabel 6.17 Gambaran Jenis Alat Berat Dengan Potensi Kelelahan Akut
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Sedang Rendah Responde
Variabel Kategori
n % n % N % n
(50)
Jenis Alat Dump Truck 11 44% 11 44% 3 12% 25
Berat Excavator 5 33,3% 8 53,3% 2 13,3% 15
Bulldozer 3 50% 3 50% 0 0% 6
Motor Grader 2 50% 2 50% 0 0% 4
Total 21 24 5 50
Tabel 6.17 menggambarkan potensi kelelahan akut tinggi dan sedang pada
operator dump truck sebanyak 11 responden (44%). Secara persentase potensi
kelelahan akut sedang lebih besar pada operator excavator 53,3.
6.4.4 Hubungan antara shift kerja dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat
Hubungan antara shift kerja dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 6.21 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak pada operator dengan usia ≥ 30 tahun yaitu sejumlah 34 orang dari
keseluruhan 50 orang. Operator dengan usia ≥ 30 tahun lebih berpotensi
mengalami kelelahan akut sedang sebanyak 52,9% (18 responden). Pada kategori
usia < 35 tahun juga lebih besar potensi kelelahan akut tinggi yaitu sebanyak 9
orang (56,3%).
Universitas Indonesia
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 1 (95% CI 0,289– 3,434) yang artinya bahwa operator
dengan usia ≥ 35 tahun protektif terhadap kelelahan akut.
Berdasarkan tabel 6.23 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut tinggi
lebih banyak pada operator dengan usia ≥ 30 tahun yaitu sejumlah 77,8% (14
responden). Pada kategori usia < 30 tahun juga lebih besar potensi kelelahan akut
tinggi yaitu sebanyak 87,5 % (7 responden).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,5 (95% CI 0,047-5,358) yang artinya bahwa operator
dengan usia ≥ 35 tahun protektif terhadap kelelahan akut.
6.5.2 Hubungan antara status gizi dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat
Hubungan antara status gizi dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 6.24 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak pada operator dengan status gizi over weight, yaitu sejumlah 23 orang dari
keseluruhan 50 orang. Operator dengan status gizi obesitas lebih berpotensi
mengalami kelelahan akut tinggi sebanyak 100% (5 responden). Pada kategori
status gizi kurus juga lebih besar potensi kelelahan akut tinggi yaitu sebesar 100%
(1 orang). Pada kategori status gizi over weight potensi kelelahan akut sedang
yaitu sebesar 65,2% (15 orang).
Universitas Indonesia
Berdasarkan tabel 6.26 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut tinggi
lebih banyak pada operator dengan status gizi tidak normal yaitu sejumlah 73,3%
(11 responden). Pada kategori status gizi normal potensi kelelahan akut tinggi
yaitu sebesar 90,9% (10 responden).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.356 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,275 (95% CI 0,026 – 2,891) yang artinya bahwa operator
dengan status gizi tidak normal protektif terhadap kelelahan akut.
6.5.3 Hubungan antara commuting time dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat
Hubungan antara commuting time dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel
berikut :
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,125 (95% CI 0,012-1,339) yang artinya bahwa operator
dengan commuting time lama protektif terhadap kelelahan akut.
6.5.4 Hubungan antara jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut
Hubungan antara jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel
berikut :
Tabel 6.30 Hubungan Jumlah Jam Tidur Dengan Potensi Kelelahan Akut
Potensi Kelelahan Akut Total
Variabel Kategori Tinggi Sedang Rendah Responden
n % n % n % (50)
Jumlah Kurang ( <7 Jam) 9 36,0% 12 48% 4 16% 25
Jam Tidur Cukup ( ≥7 Jam ) 12 48,0% 12 48% 1 4% 25
Total 21 24 5 50
Berdasarkan tabel 6.30 di atas diketahui bahwa operator dengan jumlah jam
tidur kurang lebih berpotensi mengalami kelelahan akut sedang sebesar 48% (12
responden). Pada kategori jumlah jam tidur cukup potensi kelelahan akut tinggi
dan sedang sebesar 48% (12 orang).
Tabel 6.31 Hubungan Jumlah Jam Tidur Dengan Potensi Kelelahan Akut
(Tinggi-Sedang)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Sedang Respon P Nilai OR
Variabel Kategori Value
den (CI 95 %)
n % n %
Jumlah Kurang 4 40% 6 60% 10 0,729 0,706
Jam ( <7 Jam)
Tidur Cukup 17 48,6% 18 51,4% 35 (0,169-2,945)
( ≥7 Jam )
Total 21 24 45
Berdasarkan tabel 6.31 di atas diketahui bahwa operator dengan jumlah jam
tidur kurang lebih berpotensi mengalami kelelahan akut sedang sebesar 60% (6
responden). Pada kategori jumlah jam tidur cukup potensi kelelahan akut sedang
sebesar 51,4% (17 orang).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,729 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
Universitas Indonesia
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,706 (95% CI 0,169-2,945) yang artinya bahwa operator
dengan jumlah jam tidur kurang protektif terhadap kelelahan akut.
Tabel 6.32 Hubungan Jumlah Jam Tidur Dengan Potensi Kelelahan Akut
(Tinggi-Rendah)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Rendah Respon Nilai OR
Variabel Kategori P Value
n % n % den (CI 95 %)
Berdasarkan tabel 6.32 di atas diketahui bahwa operator dengan jumlah jam
tidur kurang lebih berpotensi mengalami kelelahan akut tinggi sebesar 66,7% (4
responden). Pada kategori jumlah jam tidur cukup potensi kelelahan akut tinggi
sebesar 85% (17 orang).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,558 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,353 (95% CI 0,043-2,867) yang artinya bahwa operator
dengan jumlah jam tidur kurang protektif terhadap kelelahan akut.
Universitas Indonesia
69
Universitas Indonesia
operator merasakan tenaga mereka sedikit tersisa setelah satu giliran kerja (shift),
kemudian 32 orang (64%) operator merasakan penat setelah pulang kerja, selain
itu 30 orang (60%) operator juga menyatakan bahwa pekerjaannya menghabiskan
seluruh tenaganya setiap hari. Tingginya potensi kelelahan akut berkontribusi
menyebabkan kelelahan kronis ketika upaya pemulihan yang dilakukan tidak baik
(tinggi). hal tersebut disebabkan oleh operator sering sekali merasa bahwa mereka
hanya hidup untuk bekerja, namun sisanya tidak setuju karena mereka merasa
hidup bukan hanya untuk bekerja. Dalam usaha pemulihan operator mengatakan
tidak pernah punya waktu diantara giliran kerja (shift) untuk memulihkan tenaga
sepenuhnya, bahkan hampir setengah dari total operator mengakui jarang
memulihkan seluruh kekuatannya diantara giliran kerja (shift).
Winwood, dkk (2005) menyatakan bahwa tingginya kelelahan kronis
dikaitkan dengan tingginya tingkat kelelahan akut (setelah bekerja) dan rendahnya
pemulihan antar shift; dan rendahnya kelelahan akut pada pekerja dengan
tingginya pemulihan dikaitkan dengan rendahnya kelelahan kronis (Winwood et
al. 2005).
Universitas Indonesia
dilakukan oleh operator durasi berat lebih baik dibandingkan dengan operator
durasi kerja normal. Mereka yang bekerja dengan durasi kerja berat mengunakan
waktu free untuk beristirahat memulihkan tenaga setelah bekerja, sedangkan
operator dengan durasi kerja normal setelah bekerja menggunakan waktu free
mereka dengan aktifitas lain diluar pekerjaan. Pernyataan mereka 40% setuju
memiliki banyak tenaga tersisa untuk melakukan hobi dan kegiatan lainnya
setelah selesai bekerja namun 36% lainnya tidak menyetujui pernyataan tersebut.
hal ini bearti terdapat potensi kelelahan akut sedang, namun akan terakumulasi
menjadi potensi kelelahan kronis yang tinggi pada operator durasi kerja normal
karena pemulihan yang dilakukan seadanya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa operator secara acak,
mereka mengatakan bahwa durasi kerja berat itu terjadi ketika operator yang
bekerja dengan durasi normal pada shift siang biasanya akan melanjutkan bekerja
pada shift berikutnya dengan melakukan pemulihan tidur selama 4 jam di area
tambang. Analisa penulis disini, secara durasi kerja berlebih (berat), namun
pemulihan yang dilakukan ada walaupun belum maksimal sehingga operator yang
bekerja dengan durasi berat lebih kecil potensi kelelahan akut nya dibandingkan
dengan operator durasi normal. Rekomendasi ILO mengenai durasi kerja
menyebutkan bahwa total durasi mengemudi maksimal 9 jam dalam waktu satu
hari, Apabila durasi mengemudi melebihi waktu yang direkomendasikan maka
pengemudi akan berisiko mengalami tingkat kelelahan. Pernyataan dari ILO
tersebut mendukung hasil penelitian ini, operator yang bekerja dengan durasi
berat ≥ 9 jam berpotensi mengalami kelelahan akut.
Selain hal diatas, analisa penulis disini berdasarkan kondisi lingkungan
kerja sesuai pengamatan saat melakukan penelitian bahwa yang menjadi penyebab
tingginya potensi kelelahan akut pada operator baik durasi kerja normal maupun
berat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti temperatur area tambang yang
ekstrim, terkadang panas terik atau bahkan bisa hujan dengan disertai angin,
faktor getaran (vibration) dari alat berat yang dioperasikan juga menjadi faktor
risiko penyebab kelelahan akut. Hal ini didukung oleh (Cheung 2010) bahwa
umumnya temperatur ekstrim, kelembaban, ketinggian, whole body vibration dan
kebisingan dapat secara tidak langsung menyebabkan fatigue.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Main Operation Equipment 40 80,0
Jenis Alat
Supporting Operation E 10 20,0
Berat
Total 50 100,0
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
07.00 pagi. Pemulihan yang dilakukan berupa pengaturan pola kerja 5 hari shift
pagi libur 1 hari, 5 hari shift siang libur 1 hari,5 hari shift malam libur 3 hari. Pola
kerja tersebut merupakan langkah pemulihan yang bisa mengatasi potensi
kelelehan akut.
Tabel 7.3 di atas menunjukkan bahwa 68% (34 orang) operator alat berat
berusia ≥30 tahun. 32% (16 orang) berusia <30 tahun. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan
potensi kelelahan akut tinggi dan sedang (p-value = 0,027) namun tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara shift dengan potensi kelelahan akut tinggi dan
rendah (p-value = 0,062) namun tidak ditemukan perbedaan risiko pada operator
yang bekerja pada shift tidak normal dengan operator shift normal terhadap
potensi kelelahan akut tinggi sedang maupun rendah. Hal ini disebabkan oleh
pemulihan yang dilakukan operator shift tidak normal dan operator shift normal
sama-sama cukup tapi belum maksimal.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara usia operator dengan potensi kelelahan akut (p-value = 1) dan juga tidak
ditemukan perbedaan risiko antara operator usia ≥ 30 tahun dengan operator usia
< 30 tahun terhadap potensi kelelahan akut, hal ini kemungkinan disebabkan
karena pola shift dan durasi kerja operator usia ≥ 30 tahun dan operator usia < 30
tahun tidak berbeda, mereka menjalani pola shift yang sama dan kisaran durasi
Universitas Indonesia
kerja yang hampir sama. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Amalia Oktaviana tahun 2014 mengenai kelelahan bahwa tidak
menemukan hubungan antara usia dengan kelelahan akut.
Pada tabel 6.22 dan tabel 6.23 persentase potensi kelelahan akut tinggi
terjadi pada operator usia < 30 tahun, kemungkinan penyebabnya karena operator
usia < 30 tahun memiliki tingkat beban kerja yang lebih tinggi dan commuting
time jauh dibandingkan dengan operator usia ≥ 30 tahun, selain itu operator usia
< 30 tahun lebih banyak yang mengoperasikan jenis dump truck dimana
kebutuhan dan sifat kerja dump truck lebih tinggi dibandingkan jenis alat berat
lainnya yang dioperasikan operator usia ≥ 30 tahun. Hal ini sesuai dengan sebuah
penelitian yang dikutip oleh Waluyani (2012) menyebutkan bahwa pria dibawah
umur 30 tahun lebih cenderung untuk mudah lelah dan tertidur saat mengemudi.
Pengemudi muda <30 tahun tampaknya lebih rentan terhadap kelelahan dan
menjadi lebih mudah berpotensi dalam kecelakaan kendaraan tunggal ketika
kondisi malam dan pagi hari (Di et al. 2011). Pengemudi atau operator yang
berusia muda sering kali tetap memaksakan berkendaraan dalam kondisi berisiko
terjadi kecelakaan.
Perbedaan persentase antara operator < 30 tahun dengan operator ≥ 30 tahun
terhadap potensi kelelahan akut tinggi dan rendah berkisar 9,7%, dan tidak ada
perbedaan persentase antara operator < 30 tahun dengan operator ≥ 30 tahun
terhadap potensi kelelahan akut tinggi dan sedang. Hal tersebut disebabkan karena
adanya persamaan dalam pola shift kerja dan durasi kerja.
Pemulihan yang dilakukan oleh operator baik usia < 30 tahun maupun usia
≥ 30 tahun adalah pemulihan kategori sedang, sehingga masih berpotensi menjadi
kelelahan kronis terutama pada operator usia ≥ 30 tahun, sesuai dengan hasil
analisa kuesioner OFER dimana 48% operator menyatakan tidak pernah punya
waktu diantara giliran kerja (shift) untuk memulihkan tenaga saya sepenuhnya,
artinya 48% tersebut mempunyai aktifitas lain yang dilakukan ketika diluar jadwal
shift kerja mereka, seperti aktifitas bersama keluarga atau aktifitas lainnya di
lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
gemuk tidak bisa bekerja secara lincah karena untuk bergerak dipengaruhi oleh
berat badan tubuhnya, sehingga jika banyak bergerak akan lebih cepat lelah dan
kinerja menurun.
Pada tabel 6.26 potensi kelelahan akut tinggi terjadi pada operator status
normal, terdapat perbedaan persentase 17,6% terhadap operator status gizi tidak
normal. Hal ini disebabkan karena pemulihan tinggi lebih banyak dilakukan oleh
operator status gizi tidak normal meskipun belum maksimal namun mampu
mengurangi persentase potensi kelelahan kronis. Berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa operator secara acak, bahwa hasil medical check up terakhir para
operator sebagian besar mengalami penyakit degeneratif seperti tingginya kadar
kolesterol. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wiegand tahun 2009 bahwa
hubungan antara status gizi obesitas terhadap kelelahan yang diderita karena
berkaitan adanya gangguan tidur dan penyakit degeneratif (Douglas 2009).
Universitas Indonesia
operator mengendarai sepeda motor, ketika kondisi cuaca turun hujan, mereka
harus menunda perjalanan pulang yang nantinya mengurangi waktu operator
untuk melakukan istirahat dirumah. Ini sesuai dengan pernyataan Goverment Of
Western Australia yang menyebutkan bahwa pekerja yang mengemudi kendaraan
ketempat kerja dapat menyebabkan kelelahan secara fisik dan mental.(Winwood
et al. 2006).
Pemulihan yang dilakukan hampir sama antara operator commuting time
lama dan tidak lama. Analisa melalui pertanyaan kuesioner OFER bahwa 48%
operator mengatakan tidak pernah punya waktu diantara giliran kerja (shift) untuk
memulihkan tenaga sepenuhnya, salah satu penyebabnya adalah kurangnya waktu
tidur operator commuting time lama sedangkan kemungkinan operator commuting
time tidak lama mempunyai aktifitas tinggi lainnya selain bekerja sebagai operator
alat berat sehingga kondisi tersebut menjadi kontribusi besar terhadap kejadian
kelelahan akut maupun kronis.
7.4.4 Hubungan antara jumlah jam tidur terhadap potensi kelelahan akut
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut tinggi dan sedang (p-value
= 0,729), dan tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah jam tidur dengan
potensi kelelahan akut tinggi dan rendah. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa tidak ditemukan perbedaan risiko antara operator yang mempunyai jumlah
jam tidur kurang terhadap potensi kelelahan akut.
Tabel 6.31 potensi kelelahan akut sedang lebih banyak dialami oleh operator
yang memiliki jumlah jam kurang, hal ini disebabkan karena tidur dengan waktu
<7jam merupakan kondisi dimana operator mempunyai hutang tidur, akibat dari
hutang tidur tersebut membuat seseorang mengantuk dan kurang waspada pada
keesokkan harinya. Kondisi kurang nya jam tidur bisa disebabkan oleh kondsi
lingkungan tempat tinggal, gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi kafein
sehingga menyebabkan mereka sulit untuk memastikan istirahat yang cukup.
Perbedaan waktu kerja dari setiap anggota keluarga juga dapat menyebabkan
oprator sulit mendapatkan waktu istirahat atau tidur yang cukup. Susilo dan
Wulandari, 2011 mengatakan Kurangnya kuantitas tidur dapat menyebabkan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Potensi kelelahan akut pada operator alat berat di Area 1 PT Semen Padang
adalah kelelahan akut sedang 48% dan akut tinggi 42%.
2. Potensi kelelahan akut tinggi terdapat pada operator dump truck sebesar 44%
sedangkan potensi kelelahan akut sedang 53,3% terdapat pada operator
excavator.
3. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara shift kerja dengan
potensi kelelahan akut tinggi dan sedang (p value = 0,027), namun tidak ada
hubungan yang signifikan secara statistik antara durasi kerja dan beban kerja
dengan potensi kelelahan akut.
4. Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara usia, status gizi,
commuting time dan jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut.
8.2 Saran
Untuk mengurangi kelelahan pada operator alat berat di PT Semen Padang,
bisa dilakukan dengan melalui dua pendekatan yaitu melalui manajemen
perusahaan dan pekerja (operator)
perasaan jenuh selama bekerja. Disamping itu pihak manajemen juga bisa
mengetahui secara langsung keluhan operator terkait kelelahan yang bisa
dijadikan sumber dalam membuat program kerja pengelolaan kelelahan.
5. Menghindari terjadinya perpanjangan shift seperti yang selama ini berjalan,
karena secara statistik dalam penelitian ini shift kerja berpengaruh terhadap
potensi kelelhan akut.
6. Memberikan pembekalan kepada pihak keluarga operator tentang kuantitas
dan kualitas tidur, kemudian mengajak pihak keluarga untuk bekerjasama
dalam mengawasi pola tidur operator alat berat dirumah.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia