Anda di halaman 1dari 99

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS POTENSI KELELAHAN AKUT PADA OPERATOR


ALAT BERAT DI AREA 1 TAMBANG BUKIT KARANG
PUTIH PT. SEMEN PADANG (PERSERO) TBK
KOTA PADANG TAHUN 2016

TESIS

SESMERI HARYANI
1406520330

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI MAGISTER KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA

DEPOK

JULI 2016

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS POTENSI KELELAHAN AKUT PADA OPERATOR


ALAT BERAT DI AREA 1 TAMBANG BUKIT KARANG
PUTIH PT. SEMEN PADANG (PERSERO) TBK
KOTA PADANG TAHUN 2016

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar
MAGISTER KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

SESMERI HARYANI
1406520330

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI MAGISTER KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA

DEPOK

JULI 2016

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Sesmeri Haryani

NPM : 1406520330

Tanda Tangan :

Tanggal : 15 Juli 2016

ii

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


SURAT PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sesmeri Haryani

NPM : 1406520330

Program Studi : Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan tesis saya yang
berjudul:

“ANALISIS POTENSI KELELAHAN AKUT PADA OPERATOR ALAT


BERAT DI AREA 1 TAMBANG BUKIT KARANG PUTIH PT. SEMEN
PADANG (PERSERO) TBK KOTA PADANG TAHUN 2016”

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya menerima
sanksi yang telah di tetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Depok, 15 Juli 2016

Sesmeri Haryani

iii

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : Sesmeri Haryani


NPM : 1406520330
Program Studi : Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Judul Tesis : Analisis Potensi Kelelahan Akut Pada Operator Alat Berat di
Area 1 Tambang Bukit Karang Putih PT Semen Padang (Persero)
Tbk Kota Padang Tahun 2016

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Magister Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Hendra, SKM, M.KKK ( )

Penguji : Dr. Robiana Modjo, SKM, M.Kes ( )

Penguji : Dr. Ir Sjahrul Meizar Nasri, M.Sc ( )

Penguji : Muthia Ashifa, SKM, M.KKK ( )

Penguji : Devie Fitri Octaviani, SKM, M.KKK ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 15 Juli 2016

iv

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sesmeri Haryani

Tempat, Tanggal Lahir : Sijunjung, 03 Februari 1987

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jalan Belanti Barat No 31 Lolong Belanti Kota

Padang Sumatera Barat

Nomor HP : 081363316692

E-mail : haryanimery@yahoo.co.id

Pendidikan Formal :

No Tahun Pendidikan
1 1991-1993 TK Bhayangkari Sijunjung Sumatera Barat
2 1993-1999 SDN 07 Muaro Gambok Sijunjung Sumatera Barat
3 1999-2002 SLTP Negeri 1 Sijunjung Sumatera Barat
4 2002-2005 SMA Negeri 1 Sijunjung Sumatera Barat
5 2005-2008 STIKES Indonesia Padang Sumatera Barat
Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
6 2008-2011 Universitas Indonesia
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
7 2014-2016 Universitas Indonesia
Program Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia,
dan nikmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada
waktunya. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademik
untuk mendapatkan gelar Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, dorongan semangat dan


bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan, penelitian sampai pada
penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan studi ini.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Hendra, SKM, MKKK sebagai dosen pembimbing, yang dengan penuh


kesabaran, keseriusan, dan pengertian selalu membimbing dan memberikan
arahan dalam penyusunan tesis ini.
2. DR. Robiana Modjo, SKM, M.Kes dan Dr. Ir Sjahrul Meizar Nasir, M.Sc
sebagai dosen penguji. Terima kasih karena telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan menguji tesis saya serta selalu memberikan semangat dan
perhatian dalam proses belajar di Departemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
3. Muthia Ashifa, SKM, M.KKK dan Devie Fitri Octaviani, SKM, M.KKK
sebagai penguji terima kasih atas kesediannya dan untuk masukan dan
sarannya
4. Keluarga besar PT. Semen Padang terutama bapak Ariyan Trisno, ST dan Ibu
Fany Faisal terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama pengambilan
data.
5. Suamiku Putra Intan Riki Firdaus St. Pamato terima kasih atas pengertian,
kesabaran, dukungan serta cinta dan kasih sayang yang telah diberikan
sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan.
6. Kedua orang tuaku, nenek dan seluruh keluargaku lainnya terima kasih atas
doa, kasih sayang yang telah diberikan serta dukungannya yang tidak pernah
vi

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


putus. semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuk kalian.
Allahummaghfirli waliwaalidayya warhamhuma kama robbayani shogiro
7. Seluruh dosen dan keluarga besar Departemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia terima kasih atas
bimbingan dan bantuannya serta telah menjadi bagian dari departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia
8. Keluarga besar STIKes Indonesia terutama Ibu Hj. Reflita S.Kp, M.Kep, Ibu
Prof. Dr. Siti Salmah, Ibu Ade Ria Nofrianti, M.Kes, Ibu Dina Waldani,
M.Kes, dan Ibu Yeni Herlina, M.Kes terima kasih atas bantuan dan
dukungannya sehingga penulis bisa mengikuti dan menyelesaikan program
pascasarjana ini
9. Seluruh teman – teman seangkatan Magister Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas kerjasama dan
bantuannya selama ini.
10. Teman – teman seperjuangan pascasarjana Ela Pegia Marlon, Cindy Cleodora
dan Noly Papertu Englardi terima kasih atas kebersamaan dan bantuan selama
ini, semoga kita tidak hanya berteman di dunia tapi juga di Jannah-Nya.

Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan
penelitian yang tidak dapat disebutkan satu per satu sehingga tesis ini dapat
selesai.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak


kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja dan kesehatan
masyarakat.

Depok, 19 Juli 2016

Penulis

vii

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:

Nama : Sesmeri Haryani


NPM : 1406220330
Program Studi : Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Analisis Potensi Kelelahan Akut Pada Operator Alat Berat Di Area 1


Tambang Bukit Karang Putih Pt. Semen Padang (Persero) Tbk.
Kota Padang Tahun 2016”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan,
mengelola dalam bentuk data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas
akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis (pencipta) dan
sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 15 Juli 2016
Yang menyatakan

(Sesmeri Haryani)

viii

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


ix

ABSTRAK

Nama : Sesmeri Haryani


Program Studi : Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Judul Tesis : Analisis Potensi Kelelahan Akut Pada Operator Alat Berat
di Area 1 Tambang Bukit Karang Putih PT Semen Padang
(Persero) Tbk Kota Padang Tahun 2016

xvii+82 halaman, 41 tabel, 10 gambar, 6 lampiran

Faktor kelelahan merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penelitian


ini bertujuan untuk mengetahui gambaran potensi kelelahan akut berdasarkan
skala OFER dan jenis alat berat, menganalisa hubungan faktor work-related
fatigue(durasi kerja, beban kerja dan shift kerja),faktor non-work-related
fatigue(usia, status gizi, commuting time, jumlah jam tidur) dengan potensi
kelelahan akut pada operator alat berat. Penelitian ini dilakukan bulan April
hingga Juli 2016 pada operator alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih.
Jumlah responden penelitian 50 orang. penelitian kuantitatif observasional,
metode cross-sectional. Pengukuran kelelahan menggunakan kuesioner skala
Occupational Fatigue Exhaustion Recovery (OFER) dan hasilnya menunjukkan
bahwa 48% responden mempunyai potensi kelelahan akut sedang, 44% potensi
kelelahan akut pada operator dump truck, shift kerja mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap potensi kelelahan akut tinggi dan sedang (p value = 0.027).
diharapkan PT Semen Padang memberikan edukasi tentang faktor risiko kelelahan
pada operator alat berat.

Kata Kunci:
Potensi Kelelahan Akut, Kelelahan Operator Alat Berat, Skala OFER, Shift

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


x

ABSTRACT

Name : Sesmeri Haryani


Study Program : Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Thesis Tiitle : Analysis of Acute Fatigue Potential of Heavy Equipment
Operator at Area 1, Bukit Karang Putih Mine, PT Semen
Padang (Persero) Tbk City of Padang Tahun 2016

xvii+82 pages, 41 tables, 10 pictures, 6 attachments

Fatigue is one of the cause of accidents. The objective of this study is to examine
acute fatigue potential based on a Occupational Fatigue Exhaustion Recovery
(OFER) scale and types of heavy equipment, analyze the relationship between
work-related fatigue (duration, workload and shift work), response to non-work-
related fatigue (age, nutritional status, commuting time, the number of hours of
sleep) with the occurrence of fatigue on heavy equipment operator. This research
was conducted from April until July 2016 at heavy equipment operator in the
mine area 1 Bukit Karang Putih. Number of study respondents 50 people. The
study is observational quantitative research with cross-sectional method.
Measurement of fatigue using a OFER scale and the results show that 48% of
respondents experiencing moderate acute fatigue, 44% of dump truck
experiencing high acute fatigue, shift has significant correlation with high and
moderate acute fatigue potential (p value = 0.027). recomendation to company PT
Semen Padang to provide education or training about risk factor fatigue to heavy
equipment operator.

Keywords:
Acute fatigue, Heavy Equipment Operator Fatigue, OFER Scale, Shift

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


xi

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ ii


SURAT PERNYATAAN ANTI PLAGIARISME......................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................................ ix
ABSTRACT ....................................................................................................................... x
DAFTAR ISI..................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 4
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
1.5.1 Bagi PT. Semen Padang...................................................................... 5
1.5.2 Bagi Program Studi Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja ..... 5
1.5.3 Bagi Penulis ........................................................................................ 5
1.6 Ruang Lingkup .............................................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 7
2.1 Definisi Kelelahan ......................................................................................... 7
2.2 Mekanisme Kelelahan ................................................................................... 7
2.3 Klasifikasi Kelelahan..................................................................................... 8
2.4 Faktor Penyebab Kelelahan ......................................................................... 11
2.4.1 Usia ................................................................................................... 11
2.4.2 Status Gizi ......................................................................................... 12
2.4.3 Jumlah Jam Tidur.............................................................................. 12

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


xii

2.4.4 Durasi Kerja ...................................................................................... 13


2.4.5 Beban kerja ....................................................................................... 14
2.5 Pengukuran Kelelahan ................................................................................. 19
2.6 Pengendalian Kelelahan .............................................................................. 23
2.7 Pertambangan .............................................................................................. 24
2.7.1 Definisi Pertambangan ...................................................................... 24
2.7.2 Tahapan Kegiatan Pertambangan ..................................................... 25
2.8 Alat Berat..................................................................................................... 25
2.8.1 Definisi Alat Berat ............................................................................ 25
2.8.2 Klasifikasi Alat Berat........................................................................ 26
2.8.3 Fungsi Dan Cara Kerja Alat Berat ................................................... 28
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP & DEFINISI
OPERASIONAL ................................................................................................ 33
3.1 Kerangka Teori ............................................................................................ 33
3.2 Kerangka Konsep ........................................................................................ 34
3.3 Definisi Operasional .................................................................................... 35
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 41
4.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 41
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ...................................................................... 41
4.3 Populasi Dan Sampel ................................................................................... 41
4.4 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data.................................................. 41
4.5 Pengolahan Data dan Analisa Data ............................................................. 42
4.5.1 Pengolahan Data ............................................................................... 42
4.5.2 Analisa Data...................................................................................... 44
4.5.2.1 Analisa Univariat ........................................................................... 44
4.5.2.2 Analisa Bivariat ............................................................................. 44
BAB 5 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ........................................................... 45
5.1 Lokasi PT Semen Padang ........................................................................... 45
5.2 Visi, Misi PT Semen Padang ....................................................................... 46
5.2.1 Visi .................................................................................................... 46
5.2.2 Misi ................................................................................................... 46
5.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab Departemen Tambang ......................... 46
5.3 Struktur Departemen Tambang PT Semen Padang ..................................... 47

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


xiii

5.4 Aktifitas Penambangan ................................................................................ 47


5.5 Program Unit Kerja K3 Departemen Tambang ........................................... 50
BAB 6 HASIL PENELITIAN ........................................................................................ 51
6.1 Distribusi Potensi Kelelahan Akut Pada Operator Alat Berat ..................... 51
6.2 Distribusi Faktor Work-Related Fatigue Pada Operator Alat Berat ........... 52
6.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Durasi Kerja............................. 52
6.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja ............................. 53
6.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Alat Berat........................ 53
6.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Shift Kerja ................................ 54
6.3 Distribusi Faktor Non Work-Related Fatigue ............................................. 54
6.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ........................................... 54
6.3.2 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi ................................ 54
6.3.3 Distribusi Responden Berdasarkan Commuting Time ...................... 55
6.3.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Jam Tidur ..................... 55
6.4 Hubungan Antara Faktor Work-Related Fatigue Dengan Potensi Kelelahan
Akut ........................................................................................................... 56
6.4.1 Hubungan antara durasi kerja dengan potensi kelelahan akut .......... 56
6.4.2 Hubungan antara beban kerja dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat ............................................................................ 58
6.4.3 Gambaran potensi kelelahan akut berdasarkan jenis alat berat......... 60
6.4.4 Hubungan antara shift kerja dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat ............................................................................ 60
6.5 Hubungan Antara Faktor Non-Work-Related Fatigue Dengan Potensi
Kelelahan Akut .......................................................................................... 62
6.5.1 Hubungan antara usia dengan potensi kelelahan akut .............................. 62
6.5.2 Hubungan antara status gizi dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat..................................................................................................... 63
6.5.3 Hubungan antara commuting time dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat ...................................................................................... 65
6.5.4 Hubungan antara jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut .......... 67
BAB 7 PEMBAHASAN ................................................................................................. 69
7.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 69
7.2 Gambaran potensi Kelelahan Akut Pada Operator Alat Berat .................... 69
7.3 Analisa hubungan faktor-faktor work-related fatigue terhadap potensi
kelelahan akut ............................................................................................ 70

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


xiv

7.3.1 Hubungan antara durasi kerja terhadap potensi kelelahan akut ........ 70
7.3.2 Hubungan antara beban kerja terhadap potensi kelelahan akut ........ 72
7.3.3 Gambaran potensi kelelahan akut berdasarkan jenis alat berat......... 73
7.3.4 Hubungan antara shift kerja terhadap potensi kelelahan akut ........... 74
7.4 Analisa hubungan faktor-faktor non-work-related fatigue terhadap potensi
kelelahan akut pada operator alat berat ...................................................... 75
7.4.1 Hubungan antara usia terhadap potensi kelelahan akut .................... 75
7.4.2 Hubungan antara status gizi terhadap potensi kelelahan akut ........... 77
7.4.3 Hubungan antara commuting time terhadap potensi kelelahan akut 78
7.4.4 Hubungan antara jumlah jam tidur terhadap potensi kelelahan akut 79
BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 81
8.1 Kesimpulan .................................................................................................. 81
8.2 Saran ............................................................................................................ 81
8.2.1 Saran untuk perusahaan .................................................................... 81
8.2.2 Saran untuk operator alat berat ......................................................... 82
8.2.3 Saran untuk peneliti selanjutnya ....................................................... 82

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Excavator ............................................................................ 29


Gambar 2.2 Bulldozer.............................................................................. 30
Gambar 2.3 Vibration roller ................................................................... 30
Gambar 2.4 Motor Glade ........................................................................ 32
Gambar 2.5 Off Highway Truck .........................................................32
Gambar 3.1 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan
dan Penyegaran (Recuperation) ....................................... 33
Gambar 3.2 Kerangka Konsep................................................................. 34
Gambar 5.1 Lokasi Penambangan Batu Kapur PT Semen Padang ... 45
Gambar 5.2 Struktur Organisasi Departemen Tambang ...................... 47
Gambar 5.3 Aktifitas Penambangan ....................................................... 47

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Status gizi berdasarkan indeks masa tubuh ............................... 12


Tabel 2.2 Kategori beban kerja berdasarkan metabolisme, respirasi,
suhu tubuh dan denyut jantung................................................... 17
Tabel 2.3 Faktor-faktor driving activity load index (DALI)...................... 19
Tabel 3.1 Teori kelelahan (fatigue) W.J Theron dan G.M.J Van Heeden
(2011) ............................................ ........................................... 34
Tabel 3.2 Definisi operasional............................................ ....................... 35
Tabel 6.1 Jumlah dan persentase potensi kelelahan akut pada operator
alat berat area1 tambang bukit karang putih pt. Semen padang. 51
Tabel 6.2 Frekuensi kuisioner ofer pada operator alat berat area 1
tambang bukit karang putih pt. Semen padang.......................... 52
Tabel 6.3 Distribusi responden berdasarkan durasi kerja........................... 52
Tabel 6.4 Distribusi responden berdasarkan beban kerja........................... 53
Tabel 6.5 Distribusi responden berdasarkan jenis alat berat ..................... 53
Tabel 6.6 Distribusi responden berdasarkan shift kerja............................. 54
Tabel 6.7 Distribusi responden berdasarkan usia ...................................... 54
Tabel 6.8 Distribusi responden berdasarkan status gizi ............................ 55
Tabel 6.9 Distribusi responden berdasarkan commuting time.................... 55
Tabel 6.10 Distribusi responden berdasarkan jumlah jam tidur................... 56
Tabel 6.11 Hubungan durasi kerja dengan potensi kelelahan akut............. 56
Tabel 6.12 Hubungan durasi kerja dengan potensi kelelahan akut (tinggi-
sedang)...... ............................................ ................................... 57
Tabel 6.13 Hubungan durasi kerja dengan potensi kelelahan akut (tinggi-
rendah) ............................................ .......................................... 57
Tabel 6.14 Hubungan beban kerja dengan potensi kelelahan akut............. 58
Tabel 6.15 Hubungan beban kerja dengan potensi kelelahan akut (tinggi-
sedang) ............................................ ......................................... 58
Tabel 6.16 Hubungan beban kerja dengan potensi kelelahan akut (tinggi-
rendah) ............................................ .......................................... 59
Tabel 6.17 Gambaran potensi kelelahan akut berdasarkan jenis alat berat. 60
Tabel 6.18 Hubungan shift kerja dengan potensi kelelahan akut................ 60
Tabel 6.19 Hubungan shift kerja dengan potensi kelelahan akut (tinggi-
sedang) ............................................ ......................................... 61
Tabel 6.20 Hubungan shift kerja dengan potensi kelelahan akut (tinggi-
rendah) ............................................ .......................................... 61
Tabel 6.21 Hubungan usia dengan potensi kelelahan akut.......................... 62
Tabel 6.22 Hubungan usia dengan potensi kelelahan akut (tinggi-sedang) 62
Tabel 6.23 Hubungan usia dengan potensi kelelahan akut (tinggi-rendah) 63
Tabel 6.24 Hubungan status gizi dengan potensi kelelahan akut................. 64
Tabel 6.25 Hubungan usia dengan potensi kelelahan akut (tinggi-sedang) 64
Tabel 6.26 Hubungan usia dengan potensi kelelahan akut (tinggi-rendah) 65
Tabel 6.27 Hubungan commuting time dengan potensi kelelahan akut...... 65
Tabel 6.28 Hubungan commuting time dengan potensi kelelahan akut 66
(tinggi-sedang) ............................................ .............................
Tabel 6.29 Hubungan commuting time dengan potensi kelelahan akut 66

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


xvii

(tinggi-rendah) ............................................ .............................


Tabel 6.30 Hubungan jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut 67
Tabel 6.31 Hubungan jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut 67
(tinggi-sedang) ............................................ .............................
Tabel 6.32 Hubungan jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut 68
(tinggi-rendah) ............................................ .............................
Tabel 7.1 Distribusi responden berdasarkan jenis alat berat (2 kategori) 73
Tabel 7.2 Gambaran potensi kelelahan akut berdasarkan
Jenis alat berat 74
Tabel 7.3 Distribusi responden berdasarkan usia (2 kategori) 75
Tabel 7.4 Distribusi responden berdasarkan status gizi (2 kategori) 77

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian


Lampiran 2 Keusioner Beban Kerja (DALI / Driving Activity Load Index )
Lampiran 3 Kuesioner Potensi Kelelahan Akut Skala OFER (Occupational
Fatigue Exhaustion Recovery Scale Questionnaire)
Lampiran 4 Output Spss Distribusi Frekuensi Potensi Kelelahan Akut
Lampiran 5 Output Spss Crosstabulasi Potensi Kelelahan Akut
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


BAB 1 PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan National Institute
Occupational Safety and Health (NIOSH) tahun 1997 dalam laporannya
menyatakan bahwa kelelahan merupakan masalah kesehatan yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor lingkungan fisik dan mental psikologis. Dalam laporan tahun
2004 CDC dan NIOSH juga menyatakan temuan penyakit, gangguan dan perilaku
kesehatan akibat kerja shift dan kerja lembur menunjukkan kelelahan merupakan
hal yang banyak dirasakan oleh pekerja di berbagai negara. Survei di negara maju
melaporkan bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan. Prevalensi kelelahan
sekitar 20% diantara pasien yang datang membutuhkan pelayanan kesehatan
(Silaban, 1998). Intenational Labour Organization (ILO) tahun 2010
menyimpulkan hampir setiap tahun terdapat 2 (dua) juta tenaga kerja meninggal
dunia karena kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor kelelahan. Hasil survei
di negara maju sekitar 10-50% masyarakat mengalami kelelahan (Baiduri, 2008).
International Labour Organization (ILO) Hours of Work and Rest Period
Convention 1979 (153) merekomendasikan total maksimal waktu
mengemudi/mengendarai kendaraan dalam satu minggu tidak boleh lebih dari 48
jam (Organização Internacional do Trabalho 2012). Pengemudi diwajibkan
beristirahat setelah 4 jam mengemudi kendaraan secara terus menerus. Selain itu,
Jumlah durasi maksimal pengemudi dalam satu hari kerja tidak boleh melebihi
dari 9 jam termasuk waktu yang digunakan untuk menunggu muatan atau
menunggu jadwal selanjutnya pada jam istirahat. Dalam peraturan transportasi
komersil Amerika Serikat, waktu menunggu muatan dan menunggu jadwal kerja
dimasukkan kedalam jam kerja (Beaulieu, 2005). New South Wales (NSW)
Mining Industry Assistance Unit (IAU) tahun 2010 mengatakan bahwa kelelahan
telah menjadi isu lama dalam industri pertambangan dan industri lainnya, serta
teridentifikasi sebagai faktor penyebab pada banyak cidera dan kematian (Anon
2010). NSW Goverment (2010) menyatakan kelelahan dapat menyebabkan reaksi
lambat untuk sinyal atau situasi dan mempengaruhi kemampuan untuk membuat

1
Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


2

keputusan yang baik dan beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah
seperti pertambangan. (Our et al. 2010).
Penelitian terkait kelelahan tahun 2000 di Australia menunjukkan bahwa 45%
dari operator kendaraan berat jarak jauh menyatakan mengalami kelelahan pada
akhir waktu kerja mereka dan mempunyai kontribusi 15% terhadap kecelakaan.
Penelitian di Selandia Baru antara tahun 2002 dan 2004 menunjukkan bahwa dari
134 kecelakaan fatal, 11% disebabkan oleh faktor kelelahan dan dari 1.703 cedera
akibat kecelakaan, 6% disebabkan oleh kelelahan pada operator. (Susilowati et al.
2004) Penelitian terhadap kecelakaan transportasi di Indonesia, di kota Makassar
menunjukkan bahwa 65,8% dari pengemudi yang mengalami kelelahan berat dan
40,5% dari pengemudi yang mengalami kelelahan ringan mengalami kecelakaan
di lalu lintas. Penelitian lainnya di tiga lokasi tambang batubara di Kalimantan
tahun 2007 pada 353 operator alat berat menunjukkan bahwa faktor dominan yang
tidak terkait dengan pekerjaan yang berdampak pada indikasi kelelalahan adalah
faktor lingkungan kerja seperti udara yang berdebu, udara yang panas, suara
bising, dan tempat kerja atau alat kerja yang bergetar. Sebagian besar responden
(92,1%) yang terindikasi mengalami kelelahan berat merasakan bahwa mereka
terganggu oleh lingkungan kerja. Sedangkan faktor dominan yang terkait dengan
pekerjaan yang berdampak pada indikasi kelelahan adalah beban kerja, Sebagian
besar responden (62,6%) mengalami kelelahan berat dialami oleh mereka yang
mempunyai beban kerja yang berat (Susilowati et al. 2004).
Di Indonesia sendiri, kecelakaan akibat kelelahan dan kantuk pengemudi
tercatat sebanyak 682 kejadian pada musim mudik tahun 2013, dan 1.225 pada
musim mudik tahun 2012. Di Indonesia, kelelahan pada pekerjaan mengemudi di
jalan raya, diperkirakan disebabkan jam kerja yang panjang karena jauhnya jarak
tempuh dan tingkat kemacetan yang mengakibatkan waktu perjalanan menjadi
lebih lama (Gui 2015). Lamanya waktu mengemudi berpengaruh terhadap
kemampuan pengemudi, yang ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa pengemudi
yang bertugas 10-19 jam mengalami peningkatan jumlah line crossing lebih
banyak 40%- 100% dibandingkan dengan yang mengemudi kurang dari 10 jam
(Dembe et al. 2005). Sebuah penelitian yang di publikasikan pada tahun 2007 oleh
Caterpillar Global Mining, kelelahan yang terjadi di lingkungan pertambangan

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


3

melibatkan lebih dari 65% kecelakaan kendaraan di operasi pertambangan


terbuka.(Kahler n.d.)
PT. Semen Padang (Persero) Tbk. adalah perusahaan yang bergerak pada
industri semen dengan bahaya potensial salah satunya adalah kelelahan pada
pekerja tambang batu kapur dan silika yang merupakan bahan baku dalam industri
tersebut. Tambang Batu Kapur dan silika di PT. Semen Padang (Persero) Tbk
dikelola oleh Departemen Pertambangan PT. Semen Padang yang berada di bukit
karang putih Indarung Padang. Aktifitas kerja di tambang Bukit Karang Putih 24
jam sehari dan 7 hari dalam seminggu, Proses Produksi tambang bukit karang
putih tersebut hingga 25.000 ton/hari. Aktifitas produksi di tambang tersebut
menyerap 192 pekerja, diantaranya terdapat 50 pekerja yang mengoperasikan alat
berat.
Menurut data kecelakaan di Biro SHE Departemen Tambang PT Semen
Padang, 2015 diketahui bahwa banyaknya kasus kecelakaan di jalur hauling
adalah akibat kelelahan yang terjadi pada operator alat berat. Kecelakaan yang
terjadi di area 1 tambang Bukit Karang Putih pada tahun 2014 tercatat berjumlah
14 kasus, 64% dari total kecelakaan terjadi pada proses loading. Pada tahun 2015
ada 14 kasus pada area tambang akibat kelelahan, 1 kasus menyebabkan cacat
permanen. dengan adanya kasus kecelakaan yang disebabkan oleh kelelahan
tersebut, diperlukan kajian lebih dalam tentang analisis kelelahan pada operator
alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih PT Semen Padang.
Berdasarkan kondisi diatas, dibutuhkan studi pengukuran kelelahan dan
faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kelelahan operator alat berat PT.
Semen Padang. Hal ini akan sangat berguna untuk mengetahui kelelahan operator
saat mengoperasikan alat berat dan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan
dan program kerja perusahaan dalam upaya menurunkan dan mencegah terjadinya
kecelakaan akibat kelelahan pada operator alat berat.

1.2 Rumusan Masalah


Kelelahan pada operator alat berat di pertambangan yang bekerja 7 hari dalam
seminggu dan 24 jam dalam sehari merupakan hal yang lazim ditemui. faktor-
faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat kelelahan pada operator alat
berat area 1 tambang bukit karang putih PT. Semen padang (Persero) Tbk.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


4

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana gambaran potensi kelelahan akut pada operator alat berat di
area 1 tambang Bukit Karang Putih PT Semen Padang (Persero) Tbk?
2. Bagaimana gambaran potensi kelelahan akut pada operator alat berat di
area 1 tambang Bukit Karang Putih PT Semen Padang (Persero) Tbk
berdasarkan jenis alat berat?
3. Bagaimana hubungan antara faktor work-related fatigue durasi kerja,
beban kerja dan shift kerja dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat area 1 tambang Bukit Karang Putih PT. Semen Padang (Persero)
Tbk?
4. Bagaimana hubungan antara faktor non-work-related fatigue usia, status
gizi, commuting time, jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat area 1 tambang Bukit Karang Putih PT. Semen Padang
(Persero) Tbk?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Menjelaskan dan menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan
potensi kelelahan akut pada operator alat berat di area 1 tambang Bukit Karang
Putih PT. Semen Padang (Persero) Tbk

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Menjelaskan gambaran potensi kelelahan akut pada operator alat berat
di area 1 Tambang Bukit Karang Putih PT Semen Padang (Persero) Tbk
2. Menjelaskan gambaran potensi kelelahan akut pada operator alat berat
di area 1 Tambang Bukit Karang Putih PT Semen Padang (Persero) Tbk
berdasarkan jenis alat berat.
3. Menganalisa hubungan antara faktor work-related fatigue durasi kerja,
beban kerja dan shift kerja dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat area 1 tambang Bukit Karang Putih PT. Semen Padang
(Persero) Tbk

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


5

4. Menganalisa hubungan antara faktor non-work-related fatigue usia,


status gizi, commuting time, jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan
akut pada operator alat berat area 1 tambang Bukit Karang Putih PT.
Semen Padang (Persero) Tbk

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi PT. Semen Padang
Penelitian ini bisa menjadi masukan untuk Departeman Pertambangan PT.
Semen Padang dalam mengatasi dan mengelola kesehatan kerja terkait kelelahan
pada operator alat berat tambang Bukit Karang Putih, sehingga dapat mencegah
terjadinya kecelakaan kerja dan dapat meningkatkan produktifitas kerja.

1.5.2 Bagi Program Studi Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan bahan rujukan atau
referensi untuk penelitian lain yang lebih dalam lagi khususnya dalam bidang
kesehatan kerja mengenai kelelahan.

1.5.3 Bagi Penulis


Melalui penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan dan menjadi
pengalaman langsung bagi penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang telah
dipelajari selama berada di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
terutama yang berkaitan dengan kelelahan kerja.

1.6 Ruang Lingkup


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan potensi kelelahan akut pada operator alat berat di area 1 tambang Bukit
Karang Putih PT Semen Padang Indarung Kota Padang Sumatera Barat tahun
2016. Desain Penelitian yang digunakan bersifat kuantitatif dengan pendekatan
cross-sectional. Pengambilan data pada variabel independen (durasi kerja, beban
kerja, jenis alat berat, shift kerja, umur, status gizi, commuting time dan jumlah
jam tidur) menggunakan kuesioner, sedangkan pada variabel dependen (potensi
kelelahan akut pada operator alat berat) menggunakan kuesioner kelelahan skala
Occupational Fatigue Exhaustion Recovery (OFER). Penelitian ini dilakukan
pada seluruh operator alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih PT. Semen

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


6

Padang yang berjumlah 50 orang. Analisis data dilakukan dengan analisa


univariat, bivariat.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kelelahan


Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan
diatur secara sentral oleh otak (Amrizal, 2005). Menurut Suma’mur (1996)
kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang
dipengaruhi oleh 2(dua) sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi)
dan sistem penggerak (aktivasi) tetapi semuanya bermuara kepada pengurangan
kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.
Menurut Grandjean (1993) kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai
adanya perasaan lelah dan penurunan kesiagaan. Kelelahan akibat kerja sering kali
diartikan sebagai menurunnya efisiensi, performance kerja dan berkurangnya
kekuatan /ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan
(Wignjosoebroto, 2000).
Berdasarkan beberapa defenisi disimpulkan kelelahan atau fatigue
menunjukkan keadaan yang berbeda-beda , tetapi dari semua keadaan kelelahan
berakibat pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Secara konseptual
keadaan lelah meliputi aspek fisiologis maupun aspek psikologis dan bersifat
subjektif dimana ditandai dengan penurunan kinerja fisik, perasaan lelah,
penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja.

2.2 Mekanisme Kelelahan


Semua aktivitas tubuh manusia diatur dan dikendalikan oleh system susunan
syaraf. Demikian juga terjadinya kelelahan diatur secara sentral oleh otak.
Menurut Suma’mur (1996) terjadinya kelelahan adalah karena tidak ada nya
keserasian dan keseimbangan antara system aktivitas dan system inhibisi yang
terdapat di susunan syaraf pusat.
Menurut Kassoris & Kohler (Nurmianto, 1996) efisiensi maksimal dicapai
dengan hari kerja delapan jam. Dimulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul
16.00. Namun antara pukul 12.00 sampai dengan pukul 13.00 digunakan untuk
istirahat untuk menghindari kelelahan.
7
Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


8

Menurut Ahmadi (Kartono, 1994) kelelahan terjadi apabila seseorang melakukan


pekerjaan dalam waktu yang lama. hal ini juga dikemukakan oleh Anoraga
(1992), jika dalam jangka waktu yang panjang seseorang terus menerus harus
melakukan gerak yang sama maka sirkulasi darah menjadi terganggu, dan orang
tersebut menjadi cepat lelah.

2.3 Klasifikasi Kelelahan


Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana yang dikutip oleh Silaban
(1996) bahwa jenis kelelahan dibedakan berdasarkan 3 (tiga) bagian yaitu :
1. Berdasarkan proses dalam otot yang terdiri dari :
a. Kelelahan otot :
Kelelahan otot adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja
akibat kontraksi yang berulang.Kontraksi otot yang berlangsung lama
mengakibatkan keadaan yang disebut dengan kelelahan otot.Otot yang
lelah menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi
dan relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot menjadi bergetar.
Menurut A.M. Sugeng Budiono, dkk. (2000) gejala kelelahan otot dapat
terlihat dan tampak dari luar (external signs). Dalam beberapa pekerjaan,
kelelahan otot ditandai dengan : menurunnya ketinggian beban yang
mampu diangkat, merendahnya kontraksi dan relaksasi, interval antara
stimulus dan awal kontraksi menjadi lebih lama.
Menurut Anies (2002) dalam upaya menghadapi kelelahan otot dapat
dilakukan beberapa cara, yaitu seleksi yang baik yaitu dipilih tenaga
kerja yang berkondisi prima, pengaturan jadwal dan istirahat, ruang
istirahat dimaksudkan agar tenaga kerja tidak beristirahat disembarang
tempat
b. Kelelahan umum :
Menurut Grandjean (1985) ialah suatu perasaan yang menyebar yang
disertai dengan adanya penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap
aktivitas. Astrand dan Rodahl (1986) menyatakan bahwa kelelahan
umum dapat menjadi gejala penyakit juga berhubungan dengan faktor
psikologis (motivasi menurun, kurang tertarik) yang mengakibatkan
menurunnya kapasitas kerja. Sebab - sebab kelelahan umum adalah

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


9

monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental, keadaan


lingkungan, sebabsebab mental (tanggung jawab, kekhawatiran dan
konflik) serta penyakitpenyakit.
Di samping kelelahan otot dan kelelahan umum, Grandjean (1988) juga
mengklasifikasikan kelelahan ke dalam 7 bagian yaitu:
a. Kelelahan visual, yaitu meningkatnya kelelahan mata
b. Kelelahan tubuh secara umum, yaitu kelelahan akibat beban fisik
yang berlebihan
c. Kelelahan mental, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan
mental atau intelektual
d. Kelelahan syaraf, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh tekanan
berlebihan pada salah satu bagian sistem psikomotor, seperti pada
pekerjaan yang membutuhkan keterampilan
e. Pekerjaan yang bersifat monoton
f. Kelelahan kronis, yaitu kelelahan akibat akumulasi efek jangka
panjang
g. Kelelahan sirkadian, yaitu bagian dari ritme siang-malam, dan
memulai periode tidur yang baru
2. Berdasarkan penyebabnya :
a. Menurut Singleton (1972) disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis di
tempat kerja.
b. Menurut McFarland (1972) disebabkan oleh faktor fisiologis yaitu
akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor
psikologis yaitu konflik yang menyebabkan stres emosional yang
berkepanjangan.
c. Menurut Phoon (1988) disebabkan oleh kelelahan fisik yaitu kelelahan
karena kerja fisik, kerja patologis ditandai dengan menurunnya kerja,
rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psikososial.
3. Berdasarkan waktu terjadinya Kelelahan :
a Kelelahan akut :
Kelelahan akut terjadi pada aktifitas tubuh terutama yang banyak
menggunakan otot. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


10

tubuh bekerja secara terus menerus dan berlebihan. Kelalahan dengan


jenis ini dapat hilang dengan beristirahat cukup dan menghilangkan
gangguan-gangguannya.
Kelelahan akut atau sementara merupakan kelelahan yang bersifat adaptif
dan stres tidak pasti akan muncul. Kelelhan akut dapat mudah
dimodifikasi melalui istirahat dan/atau pengaturan tugas pada
umumnya(Winwood et al. 2006)
b Kelelahan kronis :
Kelelahan kronis sebenarnya adalah kelelahan akut yang bertumpuk
tumpuk. Hal ini disebabkan oleh adanya tugas terus-menerus tanpa
penggaturan jarak tugas yang baik dan teratur. Menurut Grandjean dalam
bukunya yang berjudul Fitting The Task to The Human kelelahan kronis
berlangsung setiap hari dan berkepanjangan, dan bahkan telah terjadi
sebelum memulai suatu pekerjaan. Kelelahan yang diperoleh dari tugas
tugas terdahulu belum hilang dan disusul lagi dengan tugas berikutnya.
Kondisi ini terjadi secara berulang-ulang. Dengan beristirahat biasa
belum bisa menghilangkan kelelahan jenis kronis ini. Pekerja yang
mengalami kelelahan kronis ini sudah merasa lelah sebelum memulai
pekerjaan, ketika bangun tidur perasaan lelah masih ada. Jika kondisi ini
dibiarkan maka dapat membahayakan tugas yang sedang dilakukanya
atau dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan kecelakaan.
Schaufeli, 1996 mengatakan bahwa kelelahan kronis kronis ditandai
dengan pola tindakan yang tidak efisien, menurunnya minat, keterlibatan,
komitmen, kosentrasi dan motivasi serta munculnya emosi negatif
(Winwood et al. 2006). Wessely, 1995 mengatakan bahwa kelelahan
kronis biasnya mengacu pada kelelahan berkelanjutan yang dilaporkan
sendiri dan melumpuhkan, berlangsung selama 6 bulan atau lebih dengan
penurunan kapasitas fungsional pasien, yang tidak terhilangkan saat
istirahat (Lewis et al. 2000). Fukuda tahun 1994 juga mengatakan bahwa
kelelahan kronis tidak dapat dijelaskan oleh pengetahuan medis dan baru-
baru ini diklasifikasikan sebagai sindrom kelelahan kronis atau kelelahan

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


11

kronis idiopatik (Lewis et al. 2000). Pemulihan dari kondisi ini mungkin
tidak pasti, tergantung pada sejauh mana kerusakan tingkat sel.
Mekanisme biasa dari kelelahan akut berkembang menjadi sifat
kelelahan kronis yang tidak adaptif masih sulit dipahami sepenuhnya.
Terdapat hipotesis yang mengatakan bahwa rendahnya pemulihan yang
persisten dari kelelahan akut tingkat tinggi dikaitkan dengan munculnya
kelelahan kronis tingkat yang lebih tinggi (Winwood et al. 2005).
Meijman, 1996 mengatakan bahwa perkembangan kondisi kelelahan akut
dengan ciri-ciri kelelhan kronis ditandai dengan pelaporan diri atas
keragua atau keputusasaan dalam kapasitas untuk mempertahankan pola
kerja saat ini ditambah dengan menurunya minat, keterlibatan dan
komitmen, berkurangnya kosentrasi dan motivasi, dan emosi negatif,
dikombinasikan dengan manifestasi fisik berupa kelelahan akut menjadi
kelelahan kronis (Winwood et al. 2005).

2.4 Faktor Penyebab Kelelahan


Dalam jurnal W.J. Theron dan G.M.J Van Heerden (2011) yang berjudul
“Fatigue Knowledge – a new lever in safety management” , dijelaskan bahwa
kelelahan diakibatkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
(work-related fatigue) dan faktor faktor yang tidak berhubungan dengan pekerjaan
(non-work-related fatigue). (Theron & van Heerden 2011)

2.4.1 Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi kondisi, kemampuan dan kapasitas
tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Hal itu juga didukung oleh (ILO&WHO,
1996) yang mengemukakan bahwa kapasitas kerja seorang pekerja akan
berkurang hingga menjadi 80% pada usia 50 tahun dan akan lebih menurun lagi
hingga tinggal 60% saja pada usia 60 tahun jika dibandingkan dengan kapasitas
kerja mereka yang berusia 25 tahun. Dengan menurunya kapasitas kerja seseorang
maka kesanggupan untuk bekerja akan semakin berkurang akibatnya perasaan
lelah akan lebih cepat timbul. Seseorang dengan usia menjelang 45 tahun akan
lebih cepat merasakan lelah. Hal ini dikarenakan seseorang dengan usia tersebut
akan mengalami penurunan kapasitas kerja yang meliputi kapasitas fungsional,

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


12

mental dan sosial. Menurut laporan, untuk beberapa pekerjaan (bukan semua)
kapasitas kerja akan terus menurun menjelang usia 50 sampai 55 tahun
(Adiningsari, 2009).

2.4.2 Status Gizi


Semua orang baik itu pekerja dalam hidupnya membutuhkan zat gizi yang
diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Setiap orang
membutuhkan makanan sebagai sumber energi atau tenaga. Berdasarkan
FAO/WHO pada tahun 1985 bahwa batasan berat badan normal orang dewasa
dapat ditentukan dengan nilai Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh
(IMT) IMT adalah suatu alat atau cara sederhana untuk memantau status gizi
dewasa khususnya dengan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk
orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun, dengan perhitungan sebagai berikut :
(Duhita)

Keterangan :
BB : Berat badan (kg) ; TB : Tinggi badan (m)
Tabel 2.1 Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh
Indeks Masa Tubuh (Kg/m2)
Keadaan Klasifikasi
Laki –Laki Perempuan
Kekurangan berat badan
< 17,00
tingkat berat
Kurus < 17,00
Kekurangan berat badan
17,00 – 18,40
tingkat ringan
Normal 17,00 – 18,50 – 25,00
23,00
Kelebihan berat badan
23,10 –
tingkat ringan 25,10 - 27,00
27,00
Gemuk (Overweight)
Kelebihan berat badan
> 27,00 > 27,00
tingkat berat
Sumber : Pedoman Praktis Terapi Gizi, Depkes RI (2003)

2.4.3 Jumlah Jam Tidur


Tidur yang berlebihan sama buruknya dengan orang yang kurang tidur.
Karena itu, para ahli dari National Sleep Foundation (NSF) Amerika
mengeluarkan panduan durasi tidur sesuai usia. Panduan ini dibuat berdasarkan

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


13

kajian dari para ahli lintas bidang, mulai dari ahli anatomi, psikiatri, neurologi,
dokter anak, dokter kandungan, hingga geriatri (dokter ahli lansia). National Sleep
Foundation (NSF) merekomendasi panduan durasi tidur untuk orang dewasa
dimulai dari 18 tahun sampai 65 tahun.
Berikut rekomendasi durasi tidur yang spesifik :
a Orang menuju dewasa (18-25 tahun):
Kategori ini merupakan kategori baru. Durasi tidurnya yakni 7-9 jam per
harinya.
b Orang dewasa (26-64 tahun): durasi tidur tetap, yakni 7-9 jam.
c Orang lanjut usia (65 tahun ke atas): kategori baru. Durasi tidur 7-8
jam/hari.
Durasi tidur yang ideal dianggap penting bagi kesehatan karena kurang
waktu istirahat satu malam saja bisa mengganggu hormon yang mengatur fungsi
nafsu makan. Orang yang sering kurang tidur juga diketahui cenderung lebih
gemuk. Berdasarkan National Traffic Commision (NTC), mengenai pengaturan
jam kerja dan istirahat pengemudi kendaraan berat bahwa jam kerja mengemudi
maksimum yang diperbolehkan adalah 12 jam dalam periode waktu selama 24
jam dan wajib untuk istirahat minimum 7 jam tanpa terputus.

2.4.4 Durasi Kerja


Konvensi ILO No 153 tahun 1979 mengenai waktu kerja dan periode waktu
istirahat pada sektor transportasi, memiliki beberapa ketentuan dalam mengatur
waktu kerja :
a. Setiap Pengemudi harus melakukan istirahat setelah mengemudikan selama
4 jam atau setelah 5 jam mengemudi secara berturut-turut.
b. Jumlah durasi maksimal mengemudi dalam satu hari kerja tidak boleh
melebihi dari 9 jam
c. Total mengemudi dalam satu minggu tidak boleh lebih dari 48 jam
d. Waktu untuk melakukan istirahat secara keseluruhan dalam satu hari harus
tidak boleh kurang dari 8 jam berturut-turut

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


14

2.4.5 Beban kerja


2.4.5.1 Definisi Beban Kerja
Beban kerja menurut Tarwaka, dkk (2004) adalah sebuah beban dari luar
tubuh seseorang akibat aktivitas kerja yang dilakukan. Kroemer (2001)
mendefinisikan beban kerja sebagai bagian dari kapasitas operator yang
diperlukan untuk memenuhi sebuah pekerjaan. Hancock dan Meshkati (1998)
mengatakan bahwa beban kerja merupakan cost yang dikeluarkan oleh operator
untuk mencapai tingkat performansi tertentu. Sanders dan McCormick (1992)
mendefinisikan beban kerja sebagai tuntutan fisik/mental dari pekerjaan terhadap
seseorang ketika orang tersebut melakukan pekerjaan, yang ditunjukan dengan
kapasitas tertentu. Berdasarkan dari beberapa definisi yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa beban kerja menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dari
pekerja yang melakukan aktivitas kerja.
Menurut Suma'mur (1984) kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda
antara satu dengan yang lain dan bergantung dari kemampuan yang dimiliki,
kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia serta ukuran tubuh dari
pekerja yang bersangkutan.

2.4.5.2 Faktor yang mempengaruhi beban kerja


1. Faktor eksternal
a. Tugas atau task
Terdiri dari dua macam atau kategori yaitu tugas yang bersifat fisik dan
bersifat mental. Tugas yang bersifat fisik antara lain stasiun kerja, tata
ruang tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, sikap
kerja, cara angkat-angkut, beban yang diangkat atau beban yang diangkut,
alat bantu kerja, sarana informasi dan alur kerja. Sedangkan tugas yang
bersifat mental antara lain kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan
pekerjaan yang mempengaruhi emosi pekerja dan tanggung jawab
terhadap pekerjaan yang dilakukan.
b. Organisasi kerja
Yang mempengaruhi beban kerja pekerja antara lain: durasi atau lamanya
waktu kerja, waktu istirahat, shift kerja, sistem pengupahan, struktur
organisasi, dan lain-lain.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


15

2. Faktor Internal
Beban kerja merupakan beban kerja yang berasal dari dalam tubuh pekerja itu
sendiri yang muncul sebagai bentuk reaksi tubuh pekerja terhadap beban
eksternal yang ada. Reaksi yang diberikan dari tubuh ini dinamakan strain.
Strain ini dapat diukur untuk dilihat berat atau tidaknya beban yang dialami
dengan menggunakan metode pengukuran secara subjektif ataupun objektif.
Yang termasuk dalam beban kerja internal antara lain adalah: faktor somatis
pekerja dan faktor psikis dengan detail sebagai berikut:
a. Faktor somatis terdiri dari jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi
kesehatan, dan status gizi.
b. Faktor psikis terdiri dari motivasi, persepsi, kepercayan, keinginan,
kepuasan, dan lain-lain.

2.4.5.3 Kategori beban kerja


1. Beban Kerja Fisik
Merupakan perbedaan antara tuntutan pekerjaan dengan kemampuan pekerja
untuk memenuhi tuntutan pekerjaan itu secara fisik (Hancock & Meshkati,
1998). Beban kerja untuk jenis ini lebih mudah diketahui karena dapat diukur
secara langsung dari kondisi fisik yang bersangkutan.
Rodahl (1989) menyatakan bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan
dengan dua metode secara objektif, yaitu penelitian secara langsung dan
metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur
oksigen yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan energi selama
bekerja. Semakin berat kerja semakin banyak energi yang dikeluarkan.
Christensen (2001) menjelaskan bahwa salah satu pendekatan untuk
mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan menghitung nadi
kerja, konsumsi energi, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada
batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung, dan suhu tubuh mempunyai
hubungan yang linear dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang
dilakukan. Kemudian Konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung
adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan
emosi dan vasodilatasi.
2. Beban Kerja Mental

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


16

Merupakan beban kerja yang timbul dan terlihat dari pekerjaan yang
dilakukan, terbentuk secara kognitif (pikiran). Umumnya, beban kerja mental
ini merupakan perbedaan antara tuntutan kerja mental dengan kemampuan
mental yang dimiliki oleh pekerja yang bersangkurtan.

2.4.5.4 Metode Pengukuran Beban Kerja Objektif


Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisiologis (karena
terkuantifikasi dengan kriteria objektif, maka disebut dengan metode objektif).
Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari
tubuh dan pusat kesadaran. Metode objektif merupakan pengukuran
psikofisiologis anggota tubuh manusia seperti:
1. Pengukuran variabilitas denyut jantung
Kecepatan Denyut Jantung Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan
rangsangan ElectroardioGraph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak
tersedia dapat memakai stopwatch dengan metode 10 denyut. Dengan metode
tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:
Denyut Jantung (Denyut/Menit) =

Selain metode denyut jantung tersebut, dapat juga dilakukan penghitungan


denyut nadi dengan menggunakan metode 15 atau 30 detik. Penggunaan nadi
kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja memiliki beberapa
keuntungan. Selain mudah, cepat, dan murah juga tidak memerlukan
peralatan yang mahal, tidak mengganggu aktivitas pekerja yang dilakukan
pengukuran. Kepekaan denyut nadi akan segera berubah dengan perubahan
pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika, maupun
kimiawi.
Denyut nadi untuk mengestimasi indeks beban kerja terdiri dari beberapa
jenis, Muller (1962) memberikan definisi sebagai berikut :
a. Denyut jantung pada saat istirahat (resting pulse) :
adalah rata-rata denyut jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.
b. Denyut jantung selama bekerja (working pulse) :
adalah rata-rata denyut jantung pada saat seseorang bekerja.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


17

c. Denyut jantung untuk bekerja (work pulse) :


adalah selisih antara denyut jantung selama bekerja dan selama istirahat.
d. Denyut jantung selama istirahat total (recovery cost or recovery cost) :
adalah jumlah aljabar denyut jantung dan berhentinya denyut pada suatu
pekerjaan selesai dikerjakan sampai dengan denyut berada pada kondisi
istirahat.
e. Denyut kerja total (total work pulse or cardiac cost) :
adalah jumlah denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan sampai
dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya (resting level).
(Nurmianto, 1998)
2. Pengukuran selang waktu kedipan mata (eye blink rate)
3. Flicker test
4. Pengukuran kadar asam saliva.
5. Gelombang otak (brain wave)
6. Diameter pupil, dll
Tabel 2.1 Kategori Beban Kerja berdasarkan Metabolisme,
Respirasi,Suhu Tubuh dan Denyut Jantung
Kategori Konsumsi Ventilasi Suhu Denyut
Beban Oksigen paru Rektal Jantung
Kerja (l/min) (l/min) (°C) (denyut/min)
Ringan 0,5 - 1,0 11 - 20 37,5 75-100
Sedang >1,0 -1,5 >20 - 31 >37,5 – >100-125
38,0
Berat >1,5 – 2,0 >31 - 43 >38,0- >125-150
38,5
Sangat Berat >2,0 – 2,5 >43 - 56 >38,5- >150-175
39
Sangat Berat >2,5 – 4,0 >60 - 100 >39 >175
Sekali

2.4.5.5 Metode Pengukuran Beban Kerja Subjektif


Metode pengukuran beban kerja secara subjektif merupakan pengukuran
beban kerja mental berdasarkan presepsi subjektif responden/pekerja. Berikut
adalah beberapa jenis metode pengukuran subjektif:
1. Metode dengan menggunakan Teknik Pengukuran Beban Kerja Subjektif atau
SWAT

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


18

2. Metode dengan menggunakan Indeks Bahan Tugas dari National Aeronautics


& Space Administration – NASA TLX
3. Metode dengan menggunakan skala rating/skor dari pekerjaan mental (Rating
Scale Mental Effect – RSME)
4. Metode dengan menggunakan skala Cooper-Harper yang dimodifikasi
(Modified Cooper-Harper Scale)
5. Metode dengan menggunakan penilaian diri secara instan (Instaneous Self
Assesment – ISA)
6. Metode dengan menggunakan skala beban kerja yang dikembangkan oleh
Defence Research Agency (DRA Workload Scale – DRAWS)
7. Metode penilaian terhadap tingkat ketelitian kecepatan maupun konstansi
kerja dengan Bourdon Wiersma Test
8. Metode dengan menggunakan Indeks Bahan aktifitas mengemudi Driving
Activity Load Index (DALI).
DALI (Driving Activity Load Index) adalah revisi versi NASA - TLX, yang
disesuaikan dengan aktifitas mengemudi. Beban kerja mental merupakan
multidimensi tergantung pada jenis pembebanan tugas. (Jiménez et al. 2008).
Driving Activity Load Index (DALI; Pauzié, 1994) menilai beban kerja mental
secara subjektif pada aktifitas mengemudi. Hal ini terinspirasi oleh NASA-
TLX dan terdiri dari enam sub-skala, yaitu:
1.Effort of attention (attention required by the activity)
2.Visual demand (necessary for the activity)
3.Auditory demand (necessary for the activity)
4.Temporal demand (specific constraint due to timing demand when
running the activity)
5.Interference (possible disturbance when simultaneously running the
activity with any other supplementary task)
6.Situation stress (level of constraints/stress while conducting the
activity).(Paxion et al. 2014)
Driving Activity Load Index (DALI) dirancang khusus untuk mengukur beban
kognitif secara subjektif dari aktifitas mengemudi. Metode lain seperti
NASA-TLX yang telah dikembangkan untuk penelitian (Tretten n.d.).

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


19

Pengembangan DALI dimulai pada 1994, proses tertutup penyelidikan awal


dengan wawancara dengan para ahli, awal item generasi, analisis, uji coba
awal, administrasi awal tes dan validasi. Penelitian ini menyebabkan
perkembangan dari tujuh dimensi beban kerja (Jiménez et al. 2008). DALI
telah digunakan untuk menilai mengemudi beban kerja dengan dan tanpa
kegiatan sekunder, untuk membandingkan tingkat beban di beberapa kondisi.
Hasil utama percobaan yang dilakukan dalam konteks jalan yang nyata,
pengujian alat validitas saat menggunakan sistem telepon dan navigasi
mobile, telah diterbitkan pada tahun 1997 (Gabaude et al. 2012).

Tabel 2.2 Faktor-faktor Driving Activity Load Index (DALI)


Title Endpoint Description
Effort of attention Low/High to evaluate the attention required by
the activity – to think about, to
decide, to choose, to look for and so
on mencari dan sebagainya
Visual demand Low/High to evaluate the visual demand
necessary for the activity
Auditory demand Low/High to evaluate the auditory demand
necessary for the activity
Temporal Demand Low/High to evaluate the specific constraint
owing to timing demand when
running the activity
Interferences Low/High to evaluate the possible disturbance
when running the driving activity
simultaneously with any other
supplementary task such as phoning,
using systems or radio and so on
Situsional stress Low/High to evaluate the level of
constraints/stress while conducting the
activity such as fatigue, insecure feeling,
irritation, discouragement and so on
Sumber : (Jiménez et al. 2008) (AIDE n.d.)

2.5 Pengukuran Kelelahan


Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena
kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan
pendekatan secara multidisiplin (Grandjean, 1993) yang dikutip oleh Tarwaka
(2004: 110). Namun demikian diantara sejumlah metode pengukuran terhadap
kelelahan yang ada, umumnya terbagi kedalam 5 kelompok yang berbeda, yaitu:

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


20

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan


Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja
(waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap
unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan
seperti; target produksi; faktor sosial; dan 21 perilaku psikologis dalam kerja.
Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau
frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi
faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka, 2004: 110).
2. Pengujian Psikomotorik
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu
reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang
sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji
waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau
goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk
adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.
Sanders dan McCormick (1987) yang dikutip oleh Tarwaka (2004: 111)
mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon
yang spesifik saat suatu stimulasi terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya
berkisar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli
yang dibuat; intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan
perbedaan-perbedaan individu lainnya.
Setyawati (1996) yang dikutip oleh Tarwaka (2004: 111) melaporkan bahwa
dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan
daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih
cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur waktu reaksi
telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan
denting suara sebagai stimuli.
3. Mengukur frekuensi subjektif kelipan mata (Flicker fusion eyes)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan
akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan
untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


21

kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka,


2004: 111).
4. Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee
(IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur
tingkat kelelahan subjektif.
Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:
a. 10 Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan: Perasaan berat di kepala,
lelah di seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau,
mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri
tidak stabil, ingin berbaring.
b. 10 Pertanyaan tentang pelemahan motivasi: susah berfikir, lelah untuk
bicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit untuk memusatkan perhatian,
mudah lupa, kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol
sikap, tidak tekun dalam pekerjaan.
c. 10 Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik : sakit dikepala, kaku di
bahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening,
spasme di kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang
sehat.
5. Pengukuran Kelelahan subjective secara 3 dimensi (Akut, Kronis,
Pemulihan), menggunakan kuesioner Occupational fatigue Exhaustion
Recovery Scale (Skala OFER).
Dalam Winwood, dkk (2006) terdapat sebuah kuisioner yang telah
dikembangkan secara khusus untuk mengukur dan membedakan antara
kondisi kelelahan akut dan kelelahan kronis terkait dengan pekerjaan.
Pengukuran dengan OFER ini melakukan pengukuran pada tiga dimensi
kelelahan kerja : kelelahan akut, kelelahan kronis dan pemulihan antarshift
(Winwood et al. 2006). OFER telah divalidasi dibeberapa populasi, gender
bebas bias dan menunjukkan sifat psikometric yang kuat, termasuk secara
memuaskan cocok dengan data dalam Confirmatory Factor Analysis (CFA)
dari struktur (Winwood et al. 2005). Model OFER menekankan karakteristik

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


22

transisi kelelahan dan melihat kelelhan sebagai suatu keadaan yang dinamis
antara :
a. Proses pekerjaan :
Pengeluaran energi antar shift yang konsisten dan pemulihan yang tidak
efisien dari energi yang habis oleh kelelhan kerja yang akut dari shift
sebelumnya, akan meningkatkan risiko munculnya kelelahn kronis.
b. Pemulihan (pengisian energi)
Instrument OFER terdiri dari tiga sub-skala:
a. Kelelahan akut (OFER-KA) :
Bartley, 1947 mengatakan kelelahan akut terdiri dari item yang melihat
kelelahan sebagai ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan/atau
keenganan untuk trlibat dengan kegiatan diluar kerja yang normal
sebagai akibat langsung dari aktifitas sebelumnya (Winwood et al.
2006)
b. Kelelahan kronis (OFER-KK) :
Berisi item yang mengambarkan konstruk kompleksitas komponen
mental, fisik dan emosional (termasuk elemen depresi) yang konsisten
dengan karakteristik kelelhan berkepanjangan yang diamati dan
dilaporkan.
c. Pemulihan antarshift (OFER-PA) :
Berisiitem untuk mengukur sejauh mana kelelhan akut yang
berhubungan dengan pekerjaan dianggap telah pulih atau hilang pada
saat shift kerja berikutnya dimulai.
Skala OFER adalah skal likert tujuh poin mulai dari 0 (sangat tidak setuju)
sampai 6 (sangat setuju), menghasilkan sensitivitas yang cukup untuk
item/pertanyaan yang sesuai. Setiap skor subskala dihitung dengan rumus :
sum (item nilai)/30x100, dengan pertanyaan positif skor dihitung terbalik
(skor akhir = 6 – rata asli). Sehingga setiap skala menghasilkan nilai 0-100.
Skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkatan yang lebih tinggi dari
konstruk subskala (Winwood et al. 2006).
Subskala OFER-KK : Kelelahan kronis (item/pertanyaan no 1-5)
Subskala OFER-KA : Kelelahan Akut (item/pertanyaan no 6-10)

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


23

Subskala OFER-PA : Pemulihan antarshift (item/pertanyaan no 11-15)


Pertanyaan no 9,10,11,13,15 merupakan pertanyaan positif maka harus
dinilai terbalik. Untuk tujuan perbandingan, cut off point yang digunakan
dalam skala OFER adalah :
0-25 = Ringan
26-50 = Ringan Sedang
51-75 = Sedang/Tinggi
76-100 = Tinggi
Namun, dalam penelitian ini menggunakan cut off point yang berbeda :
0-33 = Rendah
34-65 = Sedang
66-100 = Tinggi
6. Pengujian Mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.
Baurdon Wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan
untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil test akan
menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan,
ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun
demikian Bourdon Wiersma test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat
aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.

2.6 Pengendalian Kelelahan


Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor, yang trpenting adalah bagaimana
menangani setiap kelelhan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat
menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa penyebab dari
kelelahan terebut. (Tarwaka, 2004).
Beberapa hal yang patut mendapat perhatian dan diselenggarakan sebaikbaiknya
agar kelelahan kerja dapat dikendalikan menurut Setyawati (2010), antara lain:
1. Lingkungan kerja yang bebas dari zat-zat yang berbahaya, pencahayaan
yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi pekerja,
pengaturan udara di tempat kerja yang adekuat di samping bebas dari
kebisingan dan getaran.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


24

2. Waktu kerja yang berjam-jam harus diselingi oleh istirahat yang cukup
untuk makan dan keperluan khusus lain.
3. Kesehatan umum pekerjaan harus baik dan selalu dimonitor, khususnya
untuk daerah tropis dimana banyak pekerja yang cenderung mengalami
kekurangan gizi dan menderita penyakit serius.
4. Disarankan pula agar kegiatan yang menegangkan dan beban kerja yang
berat tidak terlalu lama.
5. Jarak tempat tinggal dan tempat kerja diusahakan seminimal mungkin dan
bila perlu dicarikan alternatif penyelesaiaanya, yaitu berupa pengadaan
transportasi bagi pekerja dari dan ke tempat kerja.
6. Pembinaan mental para pekerja di perusahaan secara teratur maupun berkala
dan khusus perlu dilaksanakan dalam rangka stabilitas direncanakan secara
baik dan berkesinambungan.
7. Perhatian khusus bagi kelompok pekerja tertentu perlu diberikan, yaitu
kepada pekerja muda usia, wanita yang hamil dan menyusui, pekerja usia
lanjut, pekerja yang menjalani shift kerja malam, pekerja yang baru pindah
dari bagian lain.
8. Pekerja-pekerja bebas dari alkohol maupun obat-obatan yang
membahayakan serta yang menimbulkan ketergantungan.

2.7 Pertambangan
2.7.1 Definisi Pertambangan
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangltutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang.(ESDM 2009).
Pertambangan adalah suatu kegiatan pengambilan endapan bahan galian
berharga dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis
maupun manual, pada permukaan bumi, di bawah permukaan bumi dan di bawah
permukaan air. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batubara,
pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas, perak
dan bijih mangan.(Indonesia 2013)

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


25

Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih


atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah(ESDM
2009).

2.7.2 Tahapan Kegiatan Pertambangan


Tahapan kegiatan pertambangan meliputi: prospeksi dan penelitian umum,
eksplorasi, persiapan penambangan dan pembangunan, eksploitasi dan
pengolahan/pengilangan/pemurnian.
a. Prospeksi
Prospeksi adalah suatu kegiatan penyelidikan dan pencarian untuk
menemukan endapan bahan galian atau mineral berharga.
b. Eksplorasi
Eksplorasi adalah suatu kegiatan lanjutan dari prospeksi yang meliputi
pekerjaan-pekerjaan untuk mengetahui ukuran, bentuk, posisi, kadar rata-rata
dan besarnya cadangan serta "studi kelayakan" dari endapan bahan galian
atau mineral berharga yang telah diketemukan.
c. Eksploitasi
Eksploitasi adalah suatu kegiatan penambangan yang meliputi pekerjaan-
pekerjaan pengambilan dan pengangkutan endapan bahan galian atau mineral
berharga sampai ke tempat penimbunan dan pengolahan/pencucian, kadang-
kadang sampai ke tempat pemasaran.
d. Pengolahan/Pemurnian/Pengilangan
Pengolahan/Pemurnian adalah suatu pekerjaan memurnikan/meninggikan
kadar bahan galian dengan jalan memisahkan mineral berharga dan yang
tidak berharga, kemudian membuang mineral yang tidak berharga tersebut
(dapat dilakukan dengan cara kimia).

2.8 Alat Berat


2.8.1 Definisi Alat Berat
Alat berat (heavy equipment) menurut Cambridge bussiness English
Dictionary adalah “large pieces of machinery or vehicles, especially those used
in the building industry”. Alat berat juga didefinisikan sebagai mesin berukuran

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


26

besar yang didesain untuk melaksanakan fungsi konstruksi seperti pengerjaan


tanah (earthworking) dan memindahkan bahan bangunan (Wikipedia.org)

2.8.2 Klasifikasi Alat Berat


Klasifikasi alat berat berdasarkan fungsinya terdiri dari 6 kelompok yaitu :
1. Alat Pengolah Lahan
Kondisi lahan proyek kadang-kadang masih merupakan lahan asli yang
harus dipersiapkan sebelum lahan tersebut mulai diolah. Jika pada lahan
masih terdapat semak atau pepohonan maka pembukaan lahan dapat
dilakukan dengan menggunakan dozer. Untuk pengangkatan lapisan
tanah paling atas dapat digunakan scraper. Sedangkan untuk
pembentukan permukaan supaya rata selain dozerdapat digunakan
juga motor grader.
Bulldozer dapat dibedakan menjadi dua yakni menggunakan roda
kelabang (Crawler Tractor Dozer) dan Buldoser yang menggunakan
roda karet (Wheel Tractor Dozer). Pada dasarnya Buldoser
menggunakan traktor sebagai tempat dudukan penggerak utama, tetapi
lazimnya traktor tersebut dilengkapi dengan sudu sehingga dapat
berfungsi sebagai Buldoser yang bisa untuk menggusur tanah.
Buldoser digunakan sebagai alat pendorong tanah lurus ke dapan
maupun ke samping, tergantung pada sumbu kendaraannya. Untuk
pekerjaan di rawa digunakan jenis Buldoser khusus yang
disebut Swamp Bulldozer.
2. Alat Penggali
Jenis alat ini dikenal juga dengan istilah excavator. Beberapa alat berat
digunakan untuk menggali tanah dan batuan. Yang termasuk didalam
kategori ini adalah front shovel, backhoe, dragline, dan clamshell.
3. Alat Pemindahan Material
Kategori ini adalah alat yang biasanya tidak digunakan sebagai alat
transportasi tetapi digunakan untuk memindahkan material dari satu alat
ke alat yang lain. Loader dan dozer adalah alat pemindahan material.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


27

4. Alat Pemadat
Jika pada suatu lahan dilakukan penimbunan maka pada lahan tersebut
perlu dilakukan pemadatan. Pemadatan juga dilakukan untuk
pembuatan jalan, baik untuk jalan tanah dan jalan dengan perkerasan
lentur maupun perkerasan kaku. Yang termasuk sebagai alat pemadat
adalah tamping roller, pneumatictiredroller, compactor, dan lain-lain.
Pekerjaan pembuatan landasan pesawat terbang, jalan raya, tanggul
sungai dan sebagainya tanah perlu dipadatkan semaksimal mungkin.
Pekerjaan pemadatan tanah dalam skala kecil pemadatan tanah dapat
dilakukan dengan cara menggenangi dan membiarkan tanah menyusust
dengan sendirinya, namun cara ini perlu waktu lama dan hasilnya
kurang sempurna; agar tanah benar-benar mampat secara sempurna
diperlukan cara-cara mekanis untuk pemadatan tanah.
Pemadatan tanah secara mekanis umumnya dilakukan dengan
menggunakan mesin penggilas (Roller); klasifikasi Roller yang dikenal
antara lain adalah:
a. Berdasarkan cara geraknya; ada yang bergerak sendiri, tapi ada
juga yang harus ditarik traktor.
b. Berdasarkan bahan roda penggilasnya, ada yang terbuat dari baja
(SteelWheel) dan ada yang terbuat dari karet (pneumatic).
c. Dilihat dari bentuk permukaan roda; ada yang punya permukaan
halus (plain), bersegmen, berbentuk grid, berbentuk kaki domba,
dan sebagainya.
d. Dilihat dari susunan roda gilasnya; ada yang dengan roda tiga
(Three Wheel), roda dua (Tandem Roller), dan Three Axle Tandem
Roller.
e. Alat pemadat yang menggunakan penggetar (vibrator)
5. Alat Pemroses Material
Alat ini dipakai untuk mengubah batuan dan mineral alam menjadi
suatu bentuk dan ukuran yang diinginkan. Hasil dari alat ini misalnya
adalah batuan bergradasi, semen, beton, dan aspal. Yang termasuk
didalam alat ini adalah crusher dan concrete mixer truck. Alat yang

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


28

dapat mencampur material-material di atas juga dikategorikan ke dalam


alat pemroses material seperti concretebatch plantdan asphalt mixing
plant.
6. Alat Penempatan Akhir Material
Alat digolongkan pada kategori ini karena fungsinya yaitu untuk
menempatkan material pada tempat yang telah ditentukan. Ditempat
atau lokasi ini material disebarkan secara merata dan dipadatkan sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Yang termasuk di dalam
kategori ini adalah concrete spreader, asphalt paver, motor grader, dan
alat pemadat.

2.8.3 Fungsi Dan Cara Kerja Alat Berat


1. Excavator/Backhoe
Excavator adalah alat yang bekerjanya berputar bagian atasnya pada
sumbu vertikal di antara sistem roda-rodanya, sehingga excavator yang
beroda ban (truck mounted), pada kedudukan arah kerja attachment
tidak searah dengan sumbu memanjang sistem roda-roda, sering terjadi
proyeksi pusat berat alat yang dimuati berada di luar pusat berat dari
sistem kendaraan, sehingga dapat menyebabkan alat berat terguling.
Untuk mengurangi kemungkinan terguling ini diberikan alat yang
disebut out-triggers. Excavator/backhoe dikhususkan untuk penggalian
yang letaknya di bawah kedudukan backhoe itu sendiri
(Maddeppungeng n.d.).
ada dua tipe Excavator yaitu:
a. Excavator yang berjalan menggunakan roda kelabang / track shoe
(Crawler Excavator)
b. Excavator yang menggunakan ban (Wheel Excavator).
Excavator digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan seperti :
a. Excavating (menggali)
b. Loading (memuat material)
c. Lifting (mengangkat beban)
d. Hammering (menghancurkan batuan)
e. Drilling (mengebor), dan lain sebagainya

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


29

Perbedaan mendasar antara Excavator dan Mass Excavator terdapat


pada kapasitas implement yang digunakan.

Gambar 2.1 Excavator


Sumber : www.cat.com
2. Bulldozer
Alat ini merupakan alat berat yang sangat kuat untuk pekerjaan
pekerjaan: mendorong tanah, menggusur tanah (dozer), membantu
pekerjaan alat-alat muat, dan pembersihan lokasi (land clearing).
(Ronald C.Smith 42:1986 Principles and Practices of Heavy
Construction).
Kegunaan Bulldozer sangat beragam antara lain untuk: Pembabatan
atau penebasan (cleraring) lokasi proyek, merintis (pioneering) jalan
proyek, gali/ angkut jarak pendek, Pusher loading, menyebarkan
material, penimbunan kembali, trimming dan sloping, ditching,
menarik, memuat. (Maddeppungeng n.d.)

Gambar 2.2 Bulldozer


Sumber : www.cat.com
3. Vibration roller
Pemadatan tanah merupakan proses untuk mengurangi adanya rongga
antar partikel tanah sehingga volume tanah menjadi lebih kecil. Pada
umumnya proses ini dilakukan oleh alat pemadat khususnya roller.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


30

Akan tetapi, dengan adanya lalulintas di atas suatu permukaan maka


secara tidak langsung material diatas permukaan tersebut menjadi lebih
padat, apalagi yang melewati permukaan tersebut adalah alat berat
(Maddeppungeng n.d.).

Gambar 2.3 Vibration roller


Sumber : www.cat.com
4. Motor Grader
Motor grader adalah alat besar yang berfungsi sebagai pembentuk
permukaan tanah atau perataan tanah. Blade dari motor grader ini
dapat diatur sedemikian rupa, sehingga fungsinya bisa diubah angle
dozer atau tilting dozer ini jelas lebih flexible dari pada jenis dozer.
Variasi posisi blade ini tidak berarti bahwa motor grader termasuk dari
jenis dozer, karena dalam pekerjaan penggusuran tanah, bulldozer jauh
lebih efektif dari pada grader, hal ini disebabkan tenaga yang tersedia
dan juga letak sentroid (titik berat) pada blade bulldozer.
(Maddeppungeng n.d.).
Alat perata tanah (Grader) berfungsi untuk meratakan pembukaan
tanah secara mekanis; disamping itu Grader dapat dipakai pula untuk
keperluan lain misalnya untuk penggusuran tanah, pencampuran tanah,
meratakan tanggul, pengurugan kembali galian tanah dan sebagainya;
akan tetapi khusus untuk penggunaan pada pekerjaan pengurugan
kembali galian tanah hasilnya kurang memuaskan.
Beberapa pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh Grader antara lain
adalah:
a. Perataan tanah (Spreading).
b. Pekerjaan tahap akhir (finishing) pada “pekerjaan tanah”.
c. Pencampuran tanah maupun pencampuran material (Side
cast/mixing).
d. Pembuatan parit (Crowning Ditching)

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


31

e. Pemberaian butiran tanah (scarifying)


Pada umumnya Grader digunakan untuk pekerjaan yang berhubungan
dengan pembangunan dan pemeliharaan jalan, diantaranya :
a. Grading, Spreading, Ditching
b. Scarifying
c. Side Sloping
d. Dozing
e. Ripping
Tergantung attachment (perlengkapan kerja) nya, Skid Steer Loader,
disingkat SSL, dapat digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya :
Loading, Dozing, Digging, Clamping, Grading, Leveling, dan
sebagainya.

Gambar 2.4 Motor Glade


Sumber : www.cat.com
5. Wheel Loader
Wheel Loader adalah alat berat mirip dozer shovel, tetapi beroda karet
(ban), sehingga baik kemampuan maupun kegunaannya sedikit berbeda
yaitu: hanya mampu beroperasi di daerah yang keras dan rata, kering
tidak licin karena traksi di daerah basah akan rendah, tidak mampu
mengambil tanah bank sendiri atau tanpa dibantu lebih dulu oleh
bulldozer (Ronald C.Smith 42:1986 Principles and Practices of Heavy
Construction). Metode pemuatan pada alat pemuat/loader baik track
shovel maupun wheel loader ada 3 macam : I shape/cross loading;
shape loading;Pass loading.
6. Off Highway Truck
Digunakan untuk memindahkan material dengan kapasitas yang besar
mulai 40T sampai 360T kondisi jalan berlumpur.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


32

Gambar 2.5 Off Highway Truck


Sumber : www.cat.com

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


BAB 3
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP & DEFINISI
OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori


Berdasarkan teori kelelahan oleh E. Grandjean (1979) dalam jurnalnya yang
berjudul “Fitting The Task To The Human”, E Grandjean menganalogikan
tingkat kelelahan di industri seperti air dalam ember. Ember tersebut terisi air
yaitu faktor faktor yang menyebabkan meningkatnya tingkat kelelahan, dibagian
bawah ember terdapat keran air yang dianalogikan sebagai pemulihan/penyegaran.

Tingkat
Kelelahan
Pemulihan /
Penyegaran

Gambar 3.1 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran


(Recuperation)
Sumber : E. Grandjean (1979)

Dalam jurnal W.J. Theron dan G.M.J Van Heerden (2011) yang berjudul
“Fatigue Knowledge – a new level in safety management” , dijelaskan bahwa
kelelahan diakibatkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan

33
Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


34

(work-related fatigue) dan faktor faktor yag tidak berhubungan dengan pekerjaan
(non-work-related fatigue).

Tabel 3.1 Teori Kelelahan (fatigue) W.J Theron dan G.M.J Van Heeden (2011)
Faktor–Faktor yang berhubungan Faktor–Faktor yang tidak berhubungan
dengan pekerjaan (work-related dengan pekerjaan (non-work-related
fatigue) fatigue)

1. Kerja Lembur 1. Commuting time


2. Shift Kerja 2. Kehidupan Sosial Keluarga
3. Waktu Istirahat 3. Commuting Activity
4. Time of the day 4. Emosi
5. Desain Kerja 5. Umur
6. Pekerjaan Sampingan 6. Status Kesehatan
Sumber : (Theron & van Heerden 2011)

3.2 Kerangka Konsep


Berdasarkan kerangka teori diatas, maka dirumuskan kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Work-related Fatigue

1. Durasi Kerja
2. Beban Kerja Potensi Kelelahan
3. Jenis Alat Berat Akut
4. Shift Kerja

Non-work-related Fatigue

1. Umur
2. Status Gizi
3. Commuting Time
4. Jumlah Jam Tidur

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


35

3.3 Definisi Operasional


Tabel 3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala
1 Potensi Suatu kemungkinan kondisi yang dialami Kuesioner Mengisi 1. Rendah Ordinal
kelelahan oleh operator alat berat berupa perasaan OFER Kuesioner 2. Sedang
akut lelah dari tubuh dan mental setelah selesai (Occupationa 3. Tinggi
bekerja yang diukur menggunakan l Fatigue
kuesioner skala OFER (Occupational Exhaustion
Fatigue Exhaustion Recovery). Recovery).
Kuesioner skala OFER dapat melihat
gambaran potensi kelelahan akut,
kelelahan kronis dan pemulihan, tetapi
dalam penelitian ini fokus pada pertanyaan
nomor 6 hingga 10 yang mengukur potensi
kelelahan akut.
Hasil penilaian dikategorikan menjadi 3
kategori :
1. Rendah ( 0-33 )
2. Sedang (34-65)
3. Tinggi (66-100 )
2 Durasi Rata-rata lamanya waktu yang digunakan Kuesioner Mengisi 1. < 9 Jam : Normal Ordinal
Kerja oleh operator alat berat dalam Kuesioner 2. ≥ 9 jam : Berat
mengoperasikan alat berat dalam satu hari
(24 jam)
Mengacu pada konvensi ILO No 153 (Konvensi ILO No 153 Tahun
tahun1979 : 1979)
a. < 9 jam : Normal
b. ≥ 9 jam : Berat

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


36

3 Beban kerja Menilai beban kerja mental secara DALI Mengisi 1. Rendah (< Mean) Ordinal
subjektif dalam aktifitas mengemudi pada Quesionarre Kuesioner 2. Tinggi (≥ Mean)
operator alat berat. Penilaian menggunakan
metode Driving Activity Load Index
(DALI) yang terdiri dari 6 faktor.
Penilaian dengan menggunakan 2 cara
yaitu: pembobotan dan rating.
Cut off point menggunakan nilai mean,
jika :
< Mean = Rendah
≥ Mean = Tinggi
4 Jenis Alat Type kendaraan alat berat yang Kuesioner Mengisi 1. Excavator Nominal
Berat dioperasikan operator saat bekerja di area 1 Kuesioner 2. Bulldozer
tambang bukit karang putih baik dalam 3. Motor Grader
aktifitas driling dan blasting, maupun 4. Dump Truck
aktifitas loading dan hauling
5 Shift Kerja Kategori Shift atau pengaturan waktu kerja Kuesioner Mengisi 1. Shift Normal Ordinal
selama 24 jam yang dijalani operator alat Kuesioner 2. Shift Tidak Normal
berat pada saat satu hari sebelum
pengisisan kuesioner penelitian.
Berdasarkan ILO (1983) menyatakan
pergantian shift yang normal 8 jam/shift.
Operator yang menjalani shift tidak normal
adalah operator yang menjalani
perpanjangan waktu kerja ke shift
berikutnya.
5 Usia Hitungan lamanya waktu yang di lalui Kuesioner Mengisi 1. < 30 Tahun Ordinal
operator alat berat yang dihitung Kuesioner 2. 30-45 Tahun
berdasarkan tahun lahir yang tercatat di 3. ≥ 45 Tahun
KTP sampai waktu penelitian.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


37

Jika umur responden saat penelitian lebih


dari 6 bulan akan dikelompokan ke atas,
jika kurang dari 6 bulan maka akan di
kelompokan ke bawah.
6 Status Gizi Kondisi gizi operator alat berat yang Kuesioner Mengisi 1. Normal Ordinal
dinyatakan dengan Indeks Masa Tubuh Kuesioner 2. Tidak Normal
(IMT), dihitung dengan membandingkan
berat badan operator (Kg) dengan Tinggi (Sumber: Kemenkes, 2003)
badan dalam m2.
Hasil perhitungan IMT dikategorikan
menjadi 2 :
1. Normal (dikatakan normal ketika IMT
operator 17,00 – 23,00)
2. Tidak Normal (dikatakan tidak normal
ketika IMT operator <17,00 dan 23,00-
27,00)
7 Commuting Waktu yang diperlukan operator alat berat Kuesioner Mengisi 1. ≤ median Ordinal
Time mulai berangkat dari rumah ke tempat Kuesioner 2. > median
kerja hingga tiba lagi dirumah setelah
bekerja dalam satu hari
8 Jumlah Jam Lamanya waktu yang digunakan oleh Kuesioner Mengisi 1. ≥ 7 Jam (Cukup) Ordinal
Tidur operator alat berat untuk tidur malam Kuesioner 2. < 7 Jam (Kurang)
hingga berangkat kerja keesokan harinya
dalam 1 hari terakhir saat dilakukan
penelitian (NTC, Sept 2008)

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain cross sectional pendekatan kuantitatif
dengan metode deskriptif analitik yaitu untuk melihat dan melakukan analisa
faktor-faktor yang berhubungan dengan potensi kelelahan yang ditinjau dari
faktor durasi kerja, beban kerja, jenis alat berat, shift kerja, usia, status gizi,
commuting time dan jumlah jam tidur.

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Area 1 tambang Bukit Karang Putih PT. Semen
Padang, Jalan Indarung Raya Kota Padang Sumatera Barat, dilaksanakan pada
bulan April hingga Juli 2016.

4.3 Populasi Dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah operator alat berat di area 1 tambang Bukit
Karang Putih PT. Semen Padang sebanyak 50 orang. Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh populasi sebanyak 50 orang.

4.4 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data


1. Data variabel independen (durasi kerja, jenis alat berat, shift kerja, umur,
status gizi, commuting time dan jumlah jam tidur) diperoleh langsung dari
responden menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang diisi
oleh responden secara individual. Kuesioner tersebut terdiri dari 5 bagian,
yaitu :
a. Identitas responden (operator alat berat)
b. Pertanyaan tentang durasi kerja
c. Pertanyaan tentang shift kerja
d. Pertanyaan tentang commuting time
e. Pertanyaan tentang jumlah jam tidur

41
Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


42

2. Data variabel independen (beban kerja) diperoleh langsung dari responden


menggunakan instrumen penelitian berupa DALI Questionnaire yang telah
diterjemahkan.
3. Data tingkat kelelahan (variabel dependen) diperoleh langsung dari
responden menggunakan instrumen berupa kuesioner Occupational
Fatigue Exhaustion Recovery (OFER) Scale, dengan cara pengisian
kuesioner oleh responden secara individual.
4. Data mengenai profil perusahaan, struktur organisasi, kebijakan perusahan
dan data operator diperoleh dari telaah dokumen di Departemen
Pertambangan PT. Semen Padang (Persero) Tbk.

4.5 Pengolahan Data dan Analisa Data


4.5.1 Pengolahan Data
1. Pengolahan data yang dilakukan pada variabel dependen (tingkat
kelelahan akut) yaitu dengan menghitung total skor pertanyaan nomor 6
hingga 10 (pertanyaan yang berkaitan dengan potensi kelelahan akut).
Satu pertanyaan mempunyai jawaban yang terbagi dalam 7 kategori yaitu
: sangat tidak setuju (STS) dengan nilai 0; tidak setuju (TS) dengan nilai
1; agak tidak setuju (ATS) dengan nilai 2; netral (N) diberi nilai 3;agak
setuju (AS) diberi nilai 4; setuju (S) diberi nilai 5 dan sangat setuju (SS)
diberi nilai 6.
Pertanyaan terdiri dari pertanyaan negatif yaitu pertanyaan no 6,7,dan 8
(dihitung dengan nilai 0 hingga 6 untuk kategori STS hingga SS), dan
pertanyaan positif pertanyaan no 9 dan 10 (dihitung dengan nilai terbalik
yaitu nilai 6 hingga 0 untuk kategori STS hingga SS).
Selanjutnya, potensi kelelahan akut akan dihitung dengan menggunakan
rumus berikut = sum(nilai pertanyaan 6-10)/30] x 100
Maka dihasilkan nilai dantara 0-100. Untuk tujuan perbandingan,
distribusi skor dikategorikan menjadi :
1. Tinggi (skor 66-100)
2. Sedang (skor 34-65)
3. Rendah (skor 33-65)

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


43

2. Pengolahan data pada variabel independen (durasi kerja, jenis alat berat
shift kerja, usia, commuting time,dan jumlah jam tidur) dilakukan dengan
melakukan imputasi data setiap variabel menggunakan aplikasi microsoft
excel, kemudian diolah untuk mengetahui distribusi frekuensi sesuai
dengan cut off point yang sudah ditetapkan pada setiap variabel.
3. Pengolah data pada variabel independen (beban kerja) yang merupakan
hasil pengisian kuesioner DALI (Driving Activity Load Index). Kuesioner
DALI terdiri dari dua bagian yang berisi “Pembobotan dan Rating”.
a Pada pembobotan dilakukan dengan cara memberikan pada
responden 15 kartu yang isinya terdiri dari 6 faktor DALI yang
sudah dipasangkan, responden harus memilih satu pada setiap
pasangan tersebut. Hasil penilaian pada pembobotan ini di tally dan
dijumlahkan untuk setiap faktor.
b Pada Rating dilakukan dengan memberikan 1 pertanyaan untuk
setiap faktor, total pertanyaan adalah 6. Hasil penilaian rating
dikategorikan : low (0) dan High (5) pada setiap faktor DALI
Kemudian, untuk menghitung DALI, Hasil Penilaian DALI untuk
setiap faktor menggunakan rumus :

Ri = li x 20 , li adalah rating (0-5)

αi = Ci/(n-1) ,

 Ci adalah jumlah pembobotan setiap


faktor
 n adalah jumlah faktor = 6
Hasil Penilaian DALI untuk semua faktor :

Cut off point menggunakan nilai mean pada hasil Wglobal, jika :
< mean = rendah ; ≥ mean = tinggi

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


44

4.5.2 Analisa Data


4.5.2.1 Analisa Univariat
Analisa yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor
durasi kerja, beban kerja, jenis alat berat, shift kerja, umur, status gizi,
commuting time dan jumlah jam tidur responden. Analisa data univariat ini
menggunakan program SPSS, hasil analisa disajikan dalam bentuk
persentase, kemudian dijelaskan secara deskriptif.

4.5.2.2 Analisa Bivariat


Analisa yang dilakukan menggunakan uji statistik chi square untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara variabel independen (durasi kerja,
beban kerja, shift kerja, umur, status gizi, commuting time dan jumlah jam
tidur dengan tingkat kelelahan (variabel dependen) sesuai dengan subskala
kuesioner OFER. Analisa ini menggunakan nilai signifikan dan OR dengan
derajat kepercayaan 95%.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


BAB 5 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Lokasi PT Semen Padang


Lokasi PT Semen Padang terletak di indarung, 15 Km sebelah timur kota
padang. Secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Lubuk Kilangan,
Kotamdya Padang Sumatera Barat, dengan ketinggian lebih kurang 200 meter
diatas permukaan laut. Lokasi penambangan batu kapur berada di Bukit Karang
Putih yang terletak di desa Karang Putih Kelurahan Batu Gadang Kecamatan
Lubuk Kilangan

Gambar 5.1 Lokasi Penambangan Batu Kapur PT Semen Padang


Sumber : Dokumen PT Semen Padang

45
Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


46

5.2 Visi, Misi PT Semen Padang


5.2.1 Visi
"Menjadi perusahaan persemenan yang andal, unggul dan berwawasan
lingkungan di Indonesia bagian barat dan Asia Tenggara."

5.2.2 Misi
1. Memproduksi dan memperdagangkan semen serta produk tekait lainnya
yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan.
2. Mengembangkan SDM yang kompeten, profesional dan berintegritas
tinggi.
3. Meningkatkan kemampuan rekayasa dan engineering untuk
mengembangkan industri semen nasional.
4. Memberdayakan, mengembangkan dan mensinergikan sumber daya
perusahaan yang berwawasan dan lingkungan.
5. Meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan memberikan
yang terbaik kepada stakeholder.

5.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab Departemen Tambang


1. Memenuhi kebutuhan bahan baku (batukapur dan silika) baik dari segi
kuantitas maupun segi kualitas.
2. Menciptakan kondisi penambangan bahan baku yang aman dan
berwawasan lingkungan.
3. Melakukan pengamanan terhadap deposit bahan baku.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


47

5.3 Struktur Departemen Tambang PT Semen Padang


Struktur organisasi departemen tambang terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 5.2 Struktur Organisasi Departemen Tambang


Sumber : Dokumen PT Semen Padang

5.4 Aktifitas Penambangan


Secara umum, gambaran aktifitas penambangan batu kapur di bukit karang
putih, terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 5.3 Aktifitas Penambangan di PT Semen Padang


Sumber : Dokumen PT Semen Padang

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


48

Penambangan di Quarry Bukit Karang Putih dilakukan secara mekanis, dengan


cara pembentukan jenjang “bench”, dengan ketinggian jenjang bervariasi.
Kegiatan penambangan di Quarry Bukit Karang Putih adalah sebagai berikut :
1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Land clearing merupakan proses awal dari kegiatan penambangan akan
dimulai yang bertujuan untuk membuka lahan baru. Kegiatan ini dilakukan
dengan cara membabat vegetasi dan mengupas lapisan tanah penutup
(overburden), agar pembongkaran material dapat dilakukan dengan mudah.
Alat berat yang digunakan adalah bulldozer untuk meratakan permukaan
bukit sehingga memudahkan untuk proses selanjutnya.
2. Pemboran (drilling)
Pemboran adalah suatu kegiatan membuat lubang ledak terhadap batuan yang
akan dibongkar dengan menggunakan alat bor. Kegiatan pemboran ini
bertujuan untuk mendapatkan lubang ledak yang homogen luasnya dengan
kedalaman yang bervariasi, tergantung perencanaan tambang.
3. Peledakan (blasting)
Peledakan bertujuan untuk menghancurkan, membongkar, melepas atau
memecah abatuan yang semula berdimensi besar menjadi lebih kecil sehingga
mudah dalam kegiatan penganggkutan dan pross penambangan selanjutnya.
Biasanya peledakan dilakukan satu kali dalam sehari.
4. Pembongkaran
Pembongkaran batugamping bertujuan untuk memisahkan batugamping dari
batuan induknya, yang dilakukan dengan cara pemboran dan peledakan.
Kegiatan pemboran dilakukan untuk menyiapkan lubang ledak yang akan
digunakan dalam kegiatan peledakan. Alat bor yang digunakan adalah Drill
Masteringersoll Rand (DM 30) dengan ukuran diameter bor 6,5 inci dan Tam
Rock (TR) dengan diameter bor 5,5 inci. Bahan peledak yang digunakan
adalah ANFO (Amonium Nitrat Fuel Oil) sebagai blasting agent, sedangkan
primer yang digunakan Dayagel dan booster

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


49

5. Pemuatan dan Pengangkutan


Kegiatan ini meliputi pengambilan dan pemuatan material hasil pemboran
dan peledakan ke alat angkut. Lalu dangkut oleh alat angkut tersebut ke
tempat peremukan (crusher). di quarry Bukit Karang Putih terdapat dua kali
pemuatan material sebelum material tersebut sampai ke crusher, yaitu :
a. Pemuatan material hasil pemboran dan peledakan ke alat angkut,
menggunakan excavator backhoe, lalu diangkut oleh dump truck menuju
dumping point ke tempat pengumpulan material (loading area) dengan
cara rock slide, yaitu menurunkan material dengan memanfaatkan
kemiringan tebing sekitar 70-80% dari ketinggian kurang lebih 200
meter.
b. Pemutan material yang terkumpul di loading area ke alat angkut,
menggunakan whell loader lalu diangkut oleh dump truck menuju ke
tempat peremukan (crusher) sebelum dibawa ketempat penampungan
(storage) yang berada di pabrik menggunakan belt conveyor.
6. Peremukan (Crushing)
Proses crushing yaitu pengecilan ukuran batu kapur menjadi diameter 6 cm
dengan menggunakan hammer yang berada di dalam crusher. Setelah
dihancurkan oleh hammer, material akan disaring oleh grade bar

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


50

5.5 Program Unit Kerja K3 Departemen Tambang


Program kerja unit K3 Departemen Tambang periode Januari –Desember
2016, terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 5.3 Program Unit Kerja K3


Sumber : Dokumen PT Semen Padang

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


BAB 6 HASIL PENELITIAN
HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan potensi


kelelahan akut pada operator alat berat dilakukan di tambang Bukit Karang Putih
PT. Semen Padang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi operator
alat berat yang berjumlah 50 orang. penelitian berlangsung dari bulan April
hingga Juli 2016. Berikut distribusi hasil penelitian yang diperoleh :

6.1 Distribusi Potensi Kelelahan Akut Pada Operator Alat Berat


Distribusi pengukuran potensi kelelahan akut dengan menggunakan skala
OFER (Occupational Fatigue Exhaustion Recovery) pada operator alat berat area
1 tambang Bukit Karang Putih PT. Semen Padang terlihat pada tabel 6.1 :

Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Potensi Kelelahan Akut Pada Operator Alat
Berat Area1 Tambang Bukit Karang Putih PT. Semen Padang

Kelelahan Kategori Skor Jumlah (n) Persentase


(%)
Kelelahan Akut Tinggi 66-100 21 42
Sedang 34-65 24 48
Rendah 0-33 5 10
Total 50 100

Berdasarkan tabel 6.1 di atas diketahui bahwa 48% (24 responden) memiliki
potensi untuk mengalami kelelahan akut sedang, 42% (21 responden) berpotensi
mengalami kelelahan akut tinggi dan 10% (5 responden) berpotensi mengalami
kelelahan akut rendah.
Potensi kelelahan akut sedang sebanyak 48% pada operator alat berat ini
didukung oleh persentase hasil jawaban dalam kuesioner OFER. Frekuensi
jawaban dari kuesioner OFER seperti terlihat dalam tabel 6.2 dibawah ini:

51
Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


52

Tabel 6.2 Frekuensi Kusioner OFER pada Operator Alat Berat Area 1 Tambang
Bukit Karang Putih PT. Semen Padang

No SKALA OFER Tidak Netral Setuju


Setuju
6 Tenaga saya sedikit tersisa setelah satu giliran 18% 16% 66%
kerja (shift)
7 Saya biasanya merasa penat setelah saya pulang 8% 8% 64%
kerja
8 Pekerjaan saya menghabiskan seluruh tenaga 26% 14% 60%
saya setiap hari
9 Saya biasanya memiliki banyak tenaga untuk 44% 32% 24%
diberikan kepada keluarga atau teman-teman
saya
10 Saya biasanya memiliki banyak tenaga tersisa 36% 24% 40%
untuk melakukan hobi dan kegiatan lainnya
setelah selesai bekerja

Dari 5 pertanyaan OFER yang mengukur potensi kelelahan akut diatas,


lebih dari 60% operator menyatakan pekerjaannya menghabiskan seluruh tenaga
setiap harinya, dan juga merasa penat setelah pulang bekerja, dan 66% ikut setuju
dengan penyataan bahwa setelah selesai bekerja dalam satu shift, tenaga mereka
sedikit tersisa, namun 36% operator menyatakan sebaliknya mereka masih mampu
melakukan hobi dan kegiatan lainya setelah selesai bekerja.

6.2 Distribusi Faktor Work-Related Fatigue Pada Operator Alat Berat


6.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Durasi Kerja
Distribusi responden berdasarkan durasi kerja pada operator alat berat d
area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.3 Distribusi Responden Berdasarkan Durasi Kerja


Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Berat >=9 jam 11 22,0
Durasi
Normal <9 jam 39 78,0
Kerja
Total 50 100,0

Pengukuran durasi kerja pada responden dalam penelitian ini diketahui


bahwa jumlah operator dengan durasi normal dalam satu hari adalah sebanyak 39

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


53

orang (78%), sedangkan jumlah operator dengan durasi berat dalam satu hari
sebanyak 11 orang (22%).

6.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja


Distribusi responden berdasarkan beban kerja pada operator alat berat d
area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.4 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja


Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Tinggi ≥ mean 23 46,0
Beban Kerja
Rendah <mean 27 54,0
Total 50 100,0

Pengukuran beban kerja mental secara subjektif pada operator alat berat
diketahui bahwa sebaran data bersifat normal sehingga cut of point pada
pengukuran beban kerja ini adalah nilai mean. Nilai mean beban kerja diperoleh
38,93 sehingga diketahui bahwa operator alat berat yang mengalami beban kerja
rendah dengan nilai < mean adalah sebanyak 27 orang (54%), sedangkan operator
alat berat dengan beban kerja tinggi ≥ mean adalah sebanyak 23 orang (46%).

6.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Alat Berat


Distribusi responden berdasarkan jenis alat berat pada operator alat berat
di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.5 Distribusi Responden Berdasarkan


Jenis Alat Berat (4 Kategori)
Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Dump Truck 25 50,0
Jenis Alat Excavator 15 30,0
Berat Bulldozer 6 12,0
Motor Grader 4 8,0
Total 50 100,0

Distribusi responden berdasarkan jenis alat berat dalam penelitian ini


diketahui bahwa 25 responden (50%) mengoperasikan dump truck, 15 responden
(30%) mengoperasikan excavator, 6 responden (12%) mengoperasikan buldozer
dan 8% (4 responden) mengoperasikan motor grader.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


54

6.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Shift Kerja


Distribusi responden berdasarkan shift kerja pada operator alat berat di
area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.6 Distribusi Responden Berdasarkan


Shift Kerja
Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Normal 16 32,0
Shift Kerja
Tidak Normal 34 68,0
Total 50 100,0

Shift kerja responden dalam penelitian ini diketahui 34 responden (68%)


menjalani shift tidak normal, 16 responden (32%) pada shift normal.

6.3 Distribusi Faktor Non Work-Related Fatigue


6.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Distribusi responden berdasarkan usia pada operator alat berat di area 1
tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.7 Distribusi Responden Berdasarkan Usia


Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
>45 tahun 1 2,0
Usia 30-45 tahun 33 66,0
<30 tahun 16 32,0
Total 50 100,0

Usia responden dalam penelitian ini yang termuda adalah 26 tahun dan yang
paling tua adalah usia 56 tahun. Lebih dari separuh total responden berusia 30-45
tahun yaitu sebanyak 33 responden (66%), responden dengan usia <30 tahun
berjumlah 16 reponden (32%) dan usia > 45 tahun 1 responden (2%).

6.3.2 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi


Distribusi responden berdasarkan status gizi pada operator alat berat di
area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


55

Tabel 6.8 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi

Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Obesitas 5 10,0
Over Weight 23 46,0
Status Gizi
Normal 21 42,0
Kurus 1 2,0
Total 50 100,0

Pengukuran status gizi pada responden dalam penelitian ini dengan


menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT), hasil penghitungan IMT diperoleh data
bahwa 23 responden (46%) kategori over weight, 21 responden (42%)
mempunyai status gizi normal, 5 responden (10%) kategori obesitas sedangkan 1
responden (2%) kategori kurus.

6.3.3 Distribusi Responden Berdasarkan Commuting Time


Distribusi responden berdasarkan commuting time pada operator alat berat
di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.9 Distribusi Responden Berdasarkan Commuting Time

Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Commuting Lama ≥ median 25 50,0
Time Tidak lama <median 25 50,0
Total 50 100,0

Nilai commuting time atau waktu tempuh operator alat berat dari rumah ke
area 1 tambang Bukit Karang Putih yang terlama adalah 120 menit dan yang
paling sebentar adalah 10 menit, nilai median commuting time adalah 32,5. Hasil
penelitian menunjukkan 25 responden (50%) operator alat berat mempunyai
waktu tempuh (commuting time) kategori lama (≥ median) dan 50% (25
responden) dengan commuting time kategori tidak lama (< median).

6.3.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Jam Tidur


Distribusi responden berdasarkan jumlah jam tidur pada operator alat
berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


56

Tabel 6.10 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Jam Tidur

Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Kurang <7 jam 12 24,0
Jumlah Jam Tidur
Cukup >=7 jam 38 76,0
Total 50 100,0

Pengitungan jumlah jam tidur reponden dalam penelitian ini mengacu pada
NTC, 2008. Hasilnya diperoleh adalah 76% (38 responden) memiliki jumlah jam
tidur cukup (≥ 7 jam) dalam satu hari terakhir saat dilakukan penelitian.
Sedangkan 24% (12 responden) lainnya memiliki jumlah jam tidur kurang atau (<
7 jam).
6.4 Hubungan Antara Faktor Work-Related Fatigue Dengan Potensi
Kelelahan Akut
6.4.1 Hubungan antara durasi kerja dengan potensi kelelahan akut
Hubungan antara durasi kerja dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.11 Hubungan Durasi Kerja dengan Potensi Kelelahan Akut

Potensi Kelelahan Akut Total


Variabel Kategori Tinggi Sedang Rendah Responden
n % n % n % (50)
Durasi Berat (≥ 9 Jam) 4 36,4% 5 45,5% 2 18,2% 11
Kerja Normal (< 9 Jam) 17 43,6% 19 48,7% 3 7,7% 39
Total 21 24 5 50

Berdasarkan tabel 6.11 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak dialami oleh operator dengan durasi kerja normal (< 9 jam), yaitu
sejumlah 39 orang dari keseluruhan responden 50 orang. Operator dengan durasi
kerja normal (< 9 jam) memiliki potensi kelelahan akut sedang 48,7% dan akut
tinggi 43,6%. Dalam kelompok durasi kerja berat (≥ 9 jam), 45,5% (5 responden)
memiliki potensi kelelahan akut sedang.
Potensi kelelahan akut dikelompokkan menjadi potensi kelelahan akut
tinggi dan sedang; potensi kelelahan akut tinggi dan rendah, secara terpisah akan
di hitung menggunakan uji statistik chi square, seperti terlihat pada tabel berikut :

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


57

Tabel 6.12 Hubungan Durasi Kerja Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Sedang)
Potensi Kelelahan Akut Total
P
Tinggi Sedang Respo Nilai OR
Variabel Kategori Valu
nden (CI 95 %)
N % n % e
(50)
Berat 4 40,0% 6 60,0% 10 0,729 0,706
Durasi (≥ 9 Jam)
Kerja Normal 17 48,6% 18 51,4% 35 (0,169-2,945)
(< 9 Jam)
Total 21 24 45

Berdasarkan tabel 6.12 di atas diketahui bahwa 18 responden (51,4%)


operator dengan durasi normal mempunyai potensi kelelahan akut sedang, 48,6%
berpotensi mengalami kelelahan akut tinggi. Dalam kelompok durasi kerja berat
60% (6 responden) berpotensi mengalami kelelahan akut sedang, 40%
mempunyai potensi kelelahan akut tinggi.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,729 dan nilai α sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai α, artinya berdasarkan hasil analisis statistik
tidak terdapat hubungan antara durasi kerja dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,706 (95% CI 0,169-2,945). Nilai OR <1 menunjukkan
bahwa operator dengan durasi kerja berat (≥9 jam) protektif terhadap potensi
kelelahan akut.

Tabel 6.13 Hubungan Durasi Kerja Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Rendah)
Kelelahan Akut Total
P Nilai OR
Variabel Kategori Tinggi Rendah Responden
Value (CI 95 %)
N % n % (50)
Durasi Berat 4 66,7% 2 33,3% 6 0,558 0,353
Kerja (≥ 9 Jam)
Normal 17 85,0% 3 15% 20 (0,043-2,867)
(< 9 Jam)
Total 21 5 26

Berdasarkan tabel 6.13 di atas diketahui bahwa 17 responden (85%)


operator dengan durasi normal mempunyai potensi kelelahan akut tinggi, 15%
berpotensi mengalami kelelahan akut rendah. Dalam kelompok durasi kerja berat
66,7% (4 responden) berpotensi mengalami kelelahan akut tinggi, 33,3%
mempunyai potensi kelelahan akut rendah.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


58

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,558 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara durasi kerja dengan potensi kelelahan akut
pada operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi
kerja menunjukkan angka 0,353 (95% CI 0,043-2,867). Nilai OR <1 menunjukkan
bahwa operator dengan durasi kerja berat (≥9 jam) protektif terhadap potensi
kelelahan akut.

6.4.2 Hubungan antara beban kerja dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat
Hubungan antara beban kerja dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.14 Hubungan Beban Kerja Dengan Potensi Kelelahan Akut


Potensi Kelelahan Akut Total
Variabel Kategori Tinggi Sedang Rendah Responden
n % n % n % (50)
Beban Tinggi 10 43,5% 11 47,8% 2 8,7% 23
Kerja (≥ Mean)
Rendah 11 40,7% 13 48,1% 3 11,1% 27
(< Mean)
Total 21 24 5 50

Berdasarkan tabel 6.14 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak dialami oleh operator dengan beban kerja rendah sejumlah 27 responden.
Operator dengan beban kerja rendah 48,1% (13 responden) mengalami potensi
kelelahan akut sedang, Dalam kelompok beban kerja tinggi 47,8% (11 responden)
berpotensi mengalami kelelahan akut sedang.

Tabel 6.15 Hubungan Beban Kerja Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Sedang)
Potensi Kelelahan Akut Total
P
Tinggi Sedang Respond Nilai OR
Variabel Kategori Val
en (CI 95 %)
N % n % ue
(50)
Beban Tinggi 12 60,0% 8 40,0% 20 0.193 2,667
Kerja (≥ Mean)
Rendah 9 36,0% 16 64,0% 25 (0,794-8,954)
(< Mean)
Total 21 24 45

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


59

Berdasarkan tabel 6.15 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak dialami oleh operator dengan beban kerja rendah yaitu sejumlah 25
responden. Operator dengan beban kerja rendah lebih banyak berpotensi
mengalami kelelahan akut sedang yaitu sebanyak 16 orang (64%). Dalam
kelompok beban kerja tinggi, terdapat 12 responden (60%) potensi kelelahan akut
sedang.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,193 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara beban kerja dengan potensi kelelahan akut
pada operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel beban
kerja menunjukkan angka 2,667 (95% CI 0,794-8,954) yang artinya operator
dengan beban kerja tinggi memiliki risiko 2,7 kali dibandingkan dengan operator
beban kerja rendah.

Tabel 6.16 Hubungan Beban Kerja Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Rendah)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Rendah Respo P Nilai OR
Variabel Kategori
N % n % nden Value (CI 95 %)
(50)
Beban Tinggi 12 80,0% 3 20,0% 15 1 0,889
Kerja (≥ Mean)
Rendah 9 81,8% 2 18,2% 11 (0,122-6,483)
(< Mean)
Total 21 5 26

Berdasarkan tabel 6.16 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak dialami oleh operator dengan beban kerja tinggi yaitu sejumlah 15
responden. Operator dengan beban kerja tinggi lebih banyak berpotensi
mengalami kelelahan akut tinggi yaitu sebanyak 12 responden (80%). Dalam
kelompok beban kerja rendah, terdapat 9 responden (81,8%) potensi kelelahan
akut tinggi.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara beban kerja dengan potensi kelelahan akut
pada operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel beban
kerja menunjukkan angka 0,889 (95% CI 0,122-6,483) yang artinya bahwa

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


60

operator dengan beban kerja tinggi (≥ Mean) protektif terhadap potensi kelelahan
akut.

6.4.3 Gambaran potensi kelelahan akut berdasarkan jenis alat berat


Gambaran potensi kelelahan akut dengan jenis alat berat pada operator alat
berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.17 Gambaran Jenis Alat Berat Dengan Potensi Kelelahan Akut
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Sedang Rendah Responde
Variabel Kategori
n % n % N % n
(50)
Jenis Alat Dump Truck 11 44% 11 44% 3 12% 25
Berat Excavator 5 33,3% 8 53,3% 2 13,3% 15
Bulldozer 3 50% 3 50% 0 0% 6
Motor Grader 2 50% 2 50% 0 0% 4
Total 21 24 5 50

Tabel 6.17 menggambarkan potensi kelelahan akut tinggi dan sedang pada
operator dump truck sebanyak 11 responden (44%). Secara persentase potensi
kelelahan akut sedang lebih besar pada operator excavator 53,3.

6.4.4 Hubungan antara shift kerja dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat
Hubungan antara shift kerja dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.18 Hubungan Shift Kerja Dengan Potensi Kelelahan Akut


Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Sedang Rendah Responde
Variabel Kategori
n
N % n % n %
(50)
Shift Tidak Normal 4 25% 9 56,3% 3 18,8% 16
Kerja Normal 17 50% 15 44,1% 2 5,9% 34
Total 21 24 5 50

Berdasarkan tabel 6.18 di atas diketahui bahwa 56% (9 responden) potensi


kelelahan akut sedang pada operator yang menjalani shift kerja tidak normal, 50%
(17 responden) potensi kelelahan akut tinggi pada operator dengan shift normal.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


61

Tabel 6.19 Hubungan Shift Kerja Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Sedang)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Sedang Respo P Nilai OR
Variabel Kategori
nden Value (CI 95 %)
N % n %
(50)
Shift Tidak 3 20,0% 12 80,0% 15 0,027 0,167
Kerja Normal
Normal 18 60,0% 12 40,0% 30 (0,039-0,718)
Total 21 24 45

Berdasarkan tabel 6.19 di atas diketahui bahwa 80% (12 responden)


berpotensi mengalami kelelahan akut sedang pada operator yang menjalani shift
kerja tidak normal, 60% (18 responden) potensi kelelahan akut tinggi pada
operator dengan shift normal.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,027 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih kecil dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik terdapat hubungan antara shift kerja dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel beban kerja
menunjukkan angka 0,167 (95% CI 0,039-0,718) yang artinya bahwa operator
dengan shift tidak normal protektif terhadap potensi kelelahan akut.

Tabel 6.20 Hubungan Shift Kerja Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Rendah)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Rendah Respo P Nilai OR
Variabel Kategori
N % n % nden Value (CI 95 %)

Shift Tidak Normal 3 50,0% 3 50,0% 6 0.062 0,111


Kerja Normal 18 90,0% 2 10,0% 20 (0,013-0,970)
Total 21 5 26

Berdasarkan tabel 6.20 di atas diketahui bahwa 90% (18 responden)


berpotensi mengalami kelelahan akut tinggi pada operator yang menjalani shift
kerja normal, 3 responden (50%) potensi kelelahan akut tinggi pada operator
dengan shift tidak normal tinggi dan rendah.
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.062 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara shift kerja dengan potensi kelelahan akut
pada operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel beban

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


62

kerja menunjukkan angka 0,111 (95% CI 0,013-0,970) yang artinya bahwa


operator dengan shift tidak normal protektif terhadap potensi kelelahan akut.

6.5 Hubungan Antara Faktor Non-Work-Related Fatigue Dengan Potensi


Kelelahan Akut
6.5.1 Hubungan antara usia dengan potensi kelelahan akut
Hubungan antara usia dengan potensi kelelahan akut pada operator alat
berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6.21 Hubungan Usia Dengan Potensi Kelelahan Akut


Potensi Kelelahan Akut Total
Variabel Kategori Tinggi Sedang Rendah Responden
n % n % n % (50)
Usia ≥ 30 Tahun 12 35,3% 18 52,9% 4 11,8% 34
< 30 Tahun 9 56,3% 6 37,5% 1 6,3% 16
Total 21 24 5 50

Berdasarkan tabel 6.21 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak pada operator dengan usia ≥ 30 tahun yaitu sejumlah 34 orang dari
keseluruhan 50 orang. Operator dengan usia ≥ 30 tahun lebih berpotensi
mengalami kelelahan akut sedang sebanyak 52,9% (18 responden). Pada kategori
usia < 35 tahun juga lebih besar potensi kelelahan akut tinggi yaitu sebanyak 9
orang (56,3%).

Tabel 6.22 Hubungan Usia Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Sedang)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Sedang Respo P Nilai OR
Variabel Kategori
nden Value (CI 95 %)
N % n %
Usia ≥ 30 Tahun 14 46,7% 16 53,3% 30 1 1
< 30 Tahun 7 46,7% 8 53,3% 15 (0,289– 3,434)
Total 45 5 45

Berdasarkan tabel 6.22 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut


sedang lebih banyak pada operator dengan usia ≥ 30 tahun yaitu sejumlah 53,3%
(16 responden). Pada kategori usia < 30 tahun juga lebih besar potensi kelelahan
akut sedang yaitu sebanyak 53,3 % (8 responden).

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


63

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 1 (95% CI 0,289– 3,434) yang artinya bahwa operator
dengan usia ≥ 35 tahun protektif terhadap kelelahan akut.

Tabel 6.23 Hubungan Usia Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Rendah)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Rendah Respo P Nilai OR
Variabel Kategori
nden Value (CI 95 %)
n % n %
Usia ≥ 30 Tahun 14 77,8% 4 22,2% 18 1 0,5
< 30 Tahun 7 87,5% 1 12,5% 8 (0,047-5,358)
Total 21 5 26

Berdasarkan tabel 6.23 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut tinggi
lebih banyak pada operator dengan usia ≥ 30 tahun yaitu sejumlah 77,8% (14
responden). Pada kategori usia < 30 tahun juga lebih besar potensi kelelahan akut
tinggi yaitu sebanyak 87,5 % (7 responden).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 1 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,5 (95% CI 0,047-5,358) yang artinya bahwa operator
dengan usia ≥ 35 tahun protektif terhadap kelelahan akut.

6.5.2 Hubungan antara status gizi dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat
Hubungan antara status gizi dengan potensi kelelahan akut pada operator
alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel berikut :

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


64

Tabel 6.24 Hubungan Status Gizi Dengan Potensi Kelelahan Akut


Potensi Kelelahan Akut Total
Variabel Kategori Tinggi Sedang Rendah Responden
n % n % n % (50)
Status Obesitas 5 100% 0 0% 0 0,0% 5
Gizi Over Weight 5 21,7% 15 65,2% 3 13,0% 23
Normal 10 47,6% 9 42,9% 2 9,5% 21
Kurus
1 100% 0 0,0% 0 0,0% 1
Total 21 24 5 50

Berdasarkan tabel 6.24 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut lebih
banyak pada operator dengan status gizi over weight, yaitu sejumlah 23 orang dari
keseluruhan 50 orang. Operator dengan status gizi obesitas lebih berpotensi
mengalami kelelahan akut tinggi sebanyak 100% (5 responden). Pada kategori
status gizi kurus juga lebih besar potensi kelelahan akut tinggi yaitu sebesar 100%
(1 orang). Pada kategori status gizi over weight potensi kelelahan akut sedang
yaitu sebesar 65,2% (15 orang).

Tabel 6.25 Hubungan Status Gizi Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Sedang)
Potensi Kelelahan Akut Total
Kategori
Tinggi Sedang Respo P Nilai OR
Variabel (Indeks Massa
nden Value (CI 95 %)
Tubuh / IMT) N % N %
Status Tidak Normal 11 42,3% 15 57,7% 26 0,702 0.660
Gizi Normal 10 52,6% 9 47,4% 19 (0,201-2,170)
Total 21 24 45

Berdasarkan tabel 6.25 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut


sedang lebih banyak pada operator dengan status gizi tidak normal yaitu sejumlah
57,7% (15 responden). Pada kategori status gizi normal potensi kelelahan akut
tinggi yaitu sebesar 52,6% (10 responden).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,702 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0.660 (95% CI 0,201-2,170) yang artinya bahwa operator
dengan status gizi tidak normal protektif terhadap kelelahan akut.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


65

Tabel 6.26 Hubungan Status Gizi Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Rendah)
Potensi Kelelahan Akut Total
Kategori P
Tinggi Rendah Respo Nilai OR
Variabel (Indeks Massa Valu
nden (CI 95 %)
Tubuh / IMT) n % n % e
Status Tidak Normal 11 73,3% 4 26,7% 15 0.356 0,275
Gizi Normal 10 90,9% 1 9,1% 11 (0,026 – 2,891)
Total 21 5 26

Berdasarkan tabel 6.26 di atas diketahui bahwa potensi kelelahan akut tinggi
lebih banyak pada operator dengan status gizi tidak normal yaitu sejumlah 73,3%
(11 responden). Pada kategori status gizi normal potensi kelelahan akut tinggi
yaitu sebesar 90,9% (10 responden).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.356 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,275 (95% CI 0,026 – 2,891) yang artinya bahwa operator
dengan status gizi tidak normal protektif terhadap kelelahan akut.

6.5.3 Hubungan antara commuting time dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat
Hubungan antara commuting time dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel
berikut :

Tabel 6.27 Hubungan Commuting Time Dengan Potensi Kelelahan Akut


Potensi Kelelahan Akut Total
Variabel Kategori Tinggi Sedang Rendah Responden
n % n % n % (50)
commutin Lama >= median 9 36,0% 12 48% 4 16% 25
g time Tidak lama <median 12 48,0% 12 48% 1 4% 25
Total 21 24 5 50

Berdasarkan tabel 6.27 di atas diketahui bahwa operator dengan commuting


time lama lebih berpotensi mengalami kelelahan akut sedang sebesar 48% (12
responden). Pada kategori commuting time tidak lama potensi kelelahan akut
tinggi dan sedang sebesar 48% (12 orang).

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


66

Tabel 6.28 Hubungan Commuting Time Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Sedang)
Kelelahan Akut Total
Tinggi Sedang Respo P Nilai OR
Variabel Kategori
nden Value (CI 95 %)
n % n %
commuti Lama >= 7 33,3% 14 66,7% 21 0,168 0,357
ng time median 58,3% 10 41,7% 24 (0,106-1,206)
Tidak lama 14
<median
Total 21 24 45

Berdasarkan tabel 6.28 di atas diketahui bahwa operator dengan commuting


time lama lebih berpotensi mengalami kelelahan akut sedang sebesar 66,7% (14
responden). Pada kategori commuting time tidak lama potensi kelelahan akut
tinggi sebesar 58,3% (14 orang).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,168 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,357 (95% CI 0,106-1,206) yang artinya bahwa operator
dengan commuting time lama protektif terhadap kelelahan akut.

Tabel 6.29 Hubungan Commuting Time Dengan Potensi Kelelahan Akut


(Tinggi-Rendah)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Rendah Resp
P Nilai OR
Variabel Kategori onde
Value (CI 95 %)
n % n % n

commuti Lama 7 84% 4 16% 11 0,128 0,125


ng time >= median 14 96% 1 4% 15 (0,012-1,339)
Tidak lama
< median
Total 21 5 26

Berdasarkan tabel 6.29 di atas diketahui bahwa operator dengan commuting


time lama lebih berpotensi mengalami kelelahan akut tinggi sebesar 84% (7
responden). Pada kategori commuting time tidak lama potensi kelelahan akut
tinggi sebesar 96% (14 orang).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,128 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


67

statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,125 (95% CI 0,012-1,339) yang artinya bahwa operator
dengan commuting time lama protektif terhadap kelelahan akut.

6.5.4 Hubungan antara jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut
Hubungan antara jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut pada
operator alat berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih terlihat pada tabel
berikut :

Tabel 6.30 Hubungan Jumlah Jam Tidur Dengan Potensi Kelelahan Akut
Potensi Kelelahan Akut Total
Variabel Kategori Tinggi Sedang Rendah Responden
n % n % n % (50)
Jumlah Kurang ( <7 Jam) 9 36,0% 12 48% 4 16% 25
Jam Tidur Cukup ( ≥7 Jam ) 12 48,0% 12 48% 1 4% 25
Total 21 24 5 50

Berdasarkan tabel 6.30 di atas diketahui bahwa operator dengan jumlah jam
tidur kurang lebih berpotensi mengalami kelelahan akut sedang sebesar 48% (12
responden). Pada kategori jumlah jam tidur cukup potensi kelelahan akut tinggi
dan sedang sebesar 48% (12 orang).

Tabel 6.31 Hubungan Jumlah Jam Tidur Dengan Potensi Kelelahan Akut
(Tinggi-Sedang)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Sedang Respon P Nilai OR
Variabel Kategori Value
den (CI 95 %)
n % n %
Jumlah Kurang 4 40% 6 60% 10 0,729 0,706
Jam ( <7 Jam)
Tidur Cukup 17 48,6% 18 51,4% 35 (0,169-2,945)
( ≥7 Jam )
Total 21 24 45

Berdasarkan tabel 6.31 di atas diketahui bahwa operator dengan jumlah jam
tidur kurang lebih berpotensi mengalami kelelahan akut sedang sebesar 60% (6
responden). Pada kategori jumlah jam tidur cukup potensi kelelahan akut sedang
sebesar 51,4% (17 orang).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,729 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


68

statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,706 (95% CI 0,169-2,945) yang artinya bahwa operator
dengan jumlah jam tidur kurang protektif terhadap kelelahan akut.

Tabel 6.32 Hubungan Jumlah Jam Tidur Dengan Potensi Kelelahan Akut
(Tinggi-Rendah)
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Rendah Respon Nilai OR
Variabel Kategori P Value
n % n % den (CI 95 %)

Jumlah Kurang ( <7 4 66,7% 2 33,3% 6 0,55 0,353


Jam Jam) 8
Tidur Cukup ( ≥7 17 85,0% 3 15,0% 20 (0,043-2,867)
Jam )
Total 21 5 26

Berdasarkan tabel 6.32 di atas diketahui bahwa operator dengan jumlah jam
tidur kurang lebih berpotensi mengalami kelelahan akut tinggi sebesar 66,7% (4
responden). Pada kategori jumlah jam tidur cukup potensi kelelahan akut tinggi
sebesar 85% (17 orang).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,558 dan nilai alpha sebesar 0,05.
Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, artinya berdasarkan hasil analisis
statistik tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan akut pada
operator alat berat. Nilai OR pada kelelahan akut dengan variabel durasi kerja
menunjukkan angka 0,353 (95% CI 0,043-2,867) yang artinya bahwa operator
dengan jumlah jam tidur kurang protektif terhadap kelelahan akut.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


BAB 7 PEMBAHASAN
PEMBAHASAN

7.1 Keterbatasan Penelitian


Selama melakukan penelitian tentang analisa kelelahan pada operator alat
berat di area 1 tambang Bukit Karang Putih PT. Semen Padang, terdapat beberapa
keterbatasan, sebagai berikut :
1. Penelitian hanya dilakukan pada operator alat berat area 1 saja. Penelitian
tidak dilakukan pada operator alat berta di area 2,3 dan 4 karena
keterbatasan akses.
2. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner
subjektif, sehingga dibutuhkan kejujuran responden dalam mengisi
kuesioner, dikarenakan jawaban yang diberikan tergantung pada persepsi
responden.
3. Penelitian ini hanya mengkur potensi kelelahan akut saja.
4. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, sehingga memiliki
keterbatasan dalam hasil penelitian karena hanya mengambarkan kondisi
kelelahan operatoralat berat pada saat penelitian berlangsung dan tidak
dapat mengambarkan riwayat sebelum dan masa depan operator.

7.2 Gambaran potensi Kelelahan Akut Pada Operator Alat Berat


Masalah kelelahan dalam penelitian ini diteliti secara subyektif dengan
menggunakan kuesioner Occupational Fatigue Exhaustion and Recovery (OFER)
yang dikembangkan oleh Peter Winwood dari School Of Psychology, University
Of South Australia. Peneliti menggunakan 3 kategori dalam menggambarkan
potensi kelelahan akut dari kuesioner kelelahan OFER yaitu tinggi, sedang dan
rendah.
Hasil penelitian mengenai potensi kelelahan akut berdasarkan jawaban
responden dari kuesioner OFER, dapat disimpulkan bahwa operator alat berat di
area 1 memiliki potensi kelelahan akut yang berkisar antara akut sedang (48%)
dan akut tinggi (42%). Beberapa penyebab potensi kelelahan akut tinggi
dinyatakan dalam kuesioner OFER seperti pernyataan 33 operator (66%) bahwa

69
Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


70

operator merasakan tenaga mereka sedikit tersisa setelah satu giliran kerja (shift),
kemudian 32 orang (64%) operator merasakan penat setelah pulang kerja, selain
itu 30 orang (60%) operator juga menyatakan bahwa pekerjaannya menghabiskan
seluruh tenaganya setiap hari. Tingginya potensi kelelahan akut berkontribusi
menyebabkan kelelahan kronis ketika upaya pemulihan yang dilakukan tidak baik
(tinggi). hal tersebut disebabkan oleh operator sering sekali merasa bahwa mereka
hanya hidup untuk bekerja, namun sisanya tidak setuju karena mereka merasa
hidup bukan hanya untuk bekerja. Dalam usaha pemulihan operator mengatakan
tidak pernah punya waktu diantara giliran kerja (shift) untuk memulihkan tenaga
sepenuhnya, bahkan hampir setengah dari total operator mengakui jarang
memulihkan seluruh kekuatannya diantara giliran kerja (shift).
Winwood, dkk (2005) menyatakan bahwa tingginya kelelahan kronis
dikaitkan dengan tingginya tingkat kelelahan akut (setelah bekerja) dan rendahnya
pemulihan antar shift; dan rendahnya kelelahan akut pada pekerja dengan
tingginya pemulihan dikaitkan dengan rendahnya kelelahan kronis (Winwood et
al. 2005).

7.3 Analisa hubungan faktor-faktor work-related fatigue terhadap potensi


kelelahan akut
7.3.1 Hubungan antara durasi kerja terhadap potensi kelelahan akut
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara durasi kerja dengan potensi kelelahan akut tinggi-sedang (p-value = 0,729)
dan potensi kelelahan akut tinggi-sedang (p-value = 0,558). Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh sebagian besar operator (78%) bekerja dengan durasi kerja
normal, selain itu desain kerja dan pola istirahat operator durasi berat dan operator
durasi normal sama-sama cukup, sehingga tidak ditemukan perbedaan risiko
terrhadap potensi kelelahan akut.
Pada tabel 6.12 potensi kelelahan akut sedang terdapat pada operator
dengan durasi kerja berat sedang dan pada tabel 6.13 potensi kelelahan akut tinggi
terdapat pada operator dengan durasi kerja normal, pebedaan persentase potensi
kelelahan akut antara operator durasi kerja normal dengan durasi kerja berat
berkisar 8,6% pada potensi kelelahan akut tinggi dan sedang, 18,3% pada potensi
kelelahan akut tinggi dan rendah. Hal tersebut disebabkan pemulihan yang

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


71

dilakukan oleh operator durasi berat lebih baik dibandingkan dengan operator
durasi kerja normal. Mereka yang bekerja dengan durasi kerja berat mengunakan
waktu free untuk beristirahat memulihkan tenaga setelah bekerja, sedangkan
operator dengan durasi kerja normal setelah bekerja menggunakan waktu free
mereka dengan aktifitas lain diluar pekerjaan. Pernyataan mereka 40% setuju
memiliki banyak tenaga tersisa untuk melakukan hobi dan kegiatan lainnya
setelah selesai bekerja namun 36% lainnya tidak menyetujui pernyataan tersebut.
hal ini bearti terdapat potensi kelelahan akut sedang, namun akan terakumulasi
menjadi potensi kelelahan kronis yang tinggi pada operator durasi kerja normal
karena pemulihan yang dilakukan seadanya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa operator secara acak,
mereka mengatakan bahwa durasi kerja berat itu terjadi ketika operator yang
bekerja dengan durasi normal pada shift siang biasanya akan melanjutkan bekerja
pada shift berikutnya dengan melakukan pemulihan tidur selama 4 jam di area
tambang. Analisa penulis disini, secara durasi kerja berlebih (berat), namun
pemulihan yang dilakukan ada walaupun belum maksimal sehingga operator yang
bekerja dengan durasi berat lebih kecil potensi kelelahan akut nya dibandingkan
dengan operator durasi normal. Rekomendasi ILO mengenai durasi kerja
menyebutkan bahwa total durasi mengemudi maksimal 9 jam dalam waktu satu
hari, Apabila durasi mengemudi melebihi waktu yang direkomendasikan maka
pengemudi akan berisiko mengalami tingkat kelelahan. Pernyataan dari ILO
tersebut mendukung hasil penelitian ini, operator yang bekerja dengan durasi
berat ≥ 9 jam berpotensi mengalami kelelahan akut.
Selain hal diatas, analisa penulis disini berdasarkan kondisi lingkungan
kerja sesuai pengamatan saat melakukan penelitian bahwa yang menjadi penyebab
tingginya potensi kelelahan akut pada operator baik durasi kerja normal maupun
berat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti temperatur area tambang yang
ekstrim, terkadang panas terik atau bahkan bisa hujan dengan disertai angin,
faktor getaran (vibration) dari alat berat yang dioperasikan juga menjadi faktor
risiko penyebab kelelahan akut. Hal ini didukung oleh (Cheung 2010) bahwa
umumnya temperatur ekstrim, kelembaban, ketinggian, whole body vibration dan
kebisingan dapat secara tidak langsung menyebabkan fatigue.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


72

7.3.2 Hubungan antara beban kerja terhadap potensi kelelahan akut


Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara beban kerja dengan kejadian kelelahan akut (p-value = 0,193) dan
kelelahan kronis (p-value = 1). Sedangkan OR menunjukkan bahwa operator
dengan beban kerja tinggi berpeluang 2,7 kali mengalami potensi kelelahan akut
tinggi-sedang dibandingkan operator dengan beban kerja rendah. namun tidak
ditemukan perbedaan risiko pada operator beban kerja tinggi dengan operator
beban kerja rendah untuk mengalami potensi kelelahan akut tinggi-rendah. hal ini
kemungkinan disebabkan oleh tingkat pemulihan yang dilakukan cukup tapi
belum maksimal.
Pada tabel 6.15 potensi kelelahan akut sedang terdapat pada operator beban
kerja rendah, sedangkan pada tabel 6.16 potensi kelelahan akut tinggi juga
terdapat pada operator beban kerja rendah. perbedaan persentase antara operator
beban kerja tinggi dengan beban kerja rendah berkisar 24% terhadap potensi
kelelahan akut tinggi-sedang dan 1,8% terhadap potensi kelelahan akut tinggi-
rendah. hal tersebut disebabkan oleh sebaran nilai beban kerja tinggi dan beban
kerja rendah operator berada tidak terlalu jauh dari nilai mean 38,93 yang
dijadikan cut of point dalam variabel beban kerja ini, dimana diketahui nilai
maksimum 50,67 dan nilai minimum 16,67.
Hasil analisa dari kuesioner DALI berdasarkan nilai mean terhadap faktor-
faktor DALI diketahui bahwa yang menjadi faktor dominan penyebab beban kerja
tinggi adalah faktor visual demand dengan nilai mean 60,9 nilai minimum 16 dan
nilai maksimum 100 artinya, operator menyatakan tuntutan penglihatan dalam
mengoperasikan alat berat menjadi penyebab terjadinya beban kerja tinggi,
kemudian faktor effort of attention dengan nilai mean 54,6 nilai minimum 0 dan
nilai maksimum 100 dimana tuntutan kosentrasi yang dibutuhkan dalam berfikir,
memutuskan dan memilih selama mengoperasikan alat berat juga menjadikan
beban kerja tinggi yang merupakan manifestasi terhadap potensi kelelahan akut.
Pemulihan yang dilakukan operator beban kerja tinggi lebih baik
dibandingkan operator beban kerja rendah, sehingga potensi kelelahan kronis
yang terjadi pada operator beban kerja tinggi lebih rendah dibandingkan operator
beban kerja rendah. Analisa penulis disini bahwa potensi kelelahan kronis lebih

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


73

banyak dialami oleh operator dengan beban kerja rendah, kemungkinan


disebabkan oleh ritme pekerjaan yang tidak selalu sama tiap operator karena
perbedaan jenis alat berat yang dioperasikan. Jenis dump truck dan excavator akan
lebih tinggi ritme pekerjaannya dibandingkan dengan jenis bulldozer dan motor
grader, hal ini terlihat juga pada komposisi jumlah operator sesuai jenis alat berat
dan terlihat pada jumlah jenis alat berat yang tersedia di lapangan. Perbedaan
ritme pekerjaan dan jenis alat berat yang membutuhkan tingkat kosentrasi berbeda
karena tiap alat berat mempunyai tingkat kerumitan mengoperasikan tidak sama
akan menjadi faktor psikologi dan mental menjadi pemicu terjadinya potensi
kelelahan akut yang tinggi, hal tersebut sesuai dengan pernyataan suma’mur
bahwa faktor psikologis juga memainkan peranan besar dalam menimbulkan
kelelahan. Seringkali pekerja-pekerja tidak mengerjakan apapun juga, tetapi
tenaga kerja merasa lelah Sebabnya ialah adanya tanggung jawab, kecemasan dan
konflik. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungan
dengan beban kerja. Mungkin diantara tenaga kerja lebih cocok untuk beban fisik,
atau mental, atau sosial. Namun sebagai persamaan yang umum, tenaga kerja
hanya mampu memikul beban pada suatu berat tertentu (Kristanto 2013).

7.3.3 Gambaran potensi kelelahan akut berdasarkan jenis alat berat


Untuk kepentingan analisis, distribusi responden dikategorikan menjadi 2
kategori yaitu Main Operation Equipment dan Supporting Operation Equipment. Dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7.1 Distribusi Responden Berdasarkan


Jenis Alat Berat (2 Kategori)

Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
Main Operation Equipment 40 80,0
Jenis Alat
Supporting Operation E 10 20,0
Berat
Total 50 100,0

Distribusi responden berdasarkan jenis alat berat yang dikelompokkan


menjadi 2 kategori diketahui bahwa 40 responden (80%) mengoperasikan main
operation equipment (dump truck dan excavator), 10 responden (20%)
mengoperasikan supporting operation equipment (bulldozer dan motor grader).

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


74

Tabel 7.2 Gambaran Potensi Kelelahan Akut Berdasarkan


Jenis Alat Berat
Potensi Kelelahan Akut Total
Tinggi Sedang Rendah Responde
Variabel Kategori
n % n % N % n
(50)
Jenis Alat Main Oprtion E 16 40% 19 47,5% 5 12,5% 40
Berat Supporting Op. E 5 50% 5 50% 0 0% 10
Total 21 24 5 50

Operator yang mengoperasikan alat berat kategori main operation


equipment memiliki potensi kelelahan akut lebih tinggi dibandingkan operator
yang mengoperasikan alat berat kategori supporting operation equipment.
Kemungkinan disebabkan oleh ritme pekerjaan yang tidak selalu sama tiap
operator karena perbedaan jenis alat berat yang dioperasikan. main operation
equipment (dump truck dan excavator) akan lebih tinggi ritme pekerjaannya
dibandingkan dengan supporting operation equipment (bulldozer dan motor
grader), hal ini terlihat juga pada komposisi jumlah operator sesuai jenis alat berat
dan terlihat pada jumlah jenis alat berat yang tersedia di lapangan. Perbedaan
ritme pekerjaan dan jenis alat berat yang membutuhkan tingkat kosentrasi berbeda
karena tiap alat berat mempunyai tingkat kerumitan mengoperasikan tidak sama
akan menjadi faktor psikologi dan mental menjadi pemicu terjadinya potensi
kelelahan akut yang tinggi, hal tersebut sesuai dengan pernyataan suma’mur
bahwa faktor psikologis juga memainkan peranan besar dalam menimbulkan
kelelahan.

7.3.4 Hubungan antara shift kerja terhadap potensi kelelahan akut


Pada tabel 6.19 dan tabel 6.20 potensi kelelahan akut tinggi terdapat pada
operator shift normal, perbedaan persentase antara operator shift normal dengan
operator shift tidak normal berkisar 40% terhadap potensi kelelahan akut. Hal
tersebut disebabkan karena adanya perpanjangan shift pada shift tidak normal
namun ada proses pemulihan yaitu tidur hingga pukul 02.00 dini hari sedangkan
operator yang menjalani shift normal secara durasi lebih pendek yaitu dari pukul
22.00 hingga pukul 02.00, selanjutnya dari pukul 02.00 dini hari digantikan oleh
operator shift berikutnya yang menjalani perpanjangan shift tadi hingga pukul

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


75

07.00 pagi. Pemulihan yang dilakukan berupa pengaturan pola kerja 5 hari shift
pagi libur 1 hari, 5 hari shift siang libur 1 hari,5 hari shift malam libur 3 hari. Pola
kerja tersebut merupakan langkah pemulihan yang bisa mengatasi potensi
kelelehan akut.

7.4 Analisa hubungan faktor-faktor non-work-related fatigue terhadap


potensi kelelahan akut pada operator alat berat
7.4.1 Hubungan antara usia terhadap potensi kelelahan akut
Nilai median dari varibel usia adalah 31,50. Untuk kepentingan analisis,
distribusi responden dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu usia ≥ 30 tahun dan
usia < 30 tahun. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia (2 Kategori)


Jumlah
Variabel Kategori Persentase (%)
(n)
≥ 30 tahun 34 68,0
Usia
< 30 tahun 16 32,0
Total 50 100,0

Tabel 7.3 di atas menunjukkan bahwa 68% (34 orang) operator alat berat
berusia ≥30 tahun. 32% (16 orang) berusia <30 tahun. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan
potensi kelelahan akut tinggi dan sedang (p-value = 0,027) namun tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara shift dengan potensi kelelahan akut tinggi dan
rendah (p-value = 0,062) namun tidak ditemukan perbedaan risiko pada operator
yang bekerja pada shift tidak normal dengan operator shift normal terhadap
potensi kelelahan akut tinggi sedang maupun rendah. Hal ini disebabkan oleh
pemulihan yang dilakukan operator shift tidak normal dan operator shift normal
sama-sama cukup tapi belum maksimal.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara usia operator dengan potensi kelelahan akut (p-value = 1) dan juga tidak
ditemukan perbedaan risiko antara operator usia ≥ 30 tahun dengan operator usia
< 30 tahun terhadap potensi kelelahan akut, hal ini kemungkinan disebabkan
karena pola shift dan durasi kerja operator usia ≥ 30 tahun dan operator usia < 30
tahun tidak berbeda, mereka menjalani pola shift yang sama dan kisaran durasi

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


76

kerja yang hampir sama. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Amalia Oktaviana tahun 2014 mengenai kelelahan bahwa tidak
menemukan hubungan antara usia dengan kelelahan akut.
Pada tabel 6.22 dan tabel 6.23 persentase potensi kelelahan akut tinggi
terjadi pada operator usia < 30 tahun, kemungkinan penyebabnya karena operator
usia < 30 tahun memiliki tingkat beban kerja yang lebih tinggi dan commuting
time jauh dibandingkan dengan operator usia ≥ 30 tahun, selain itu operator usia
< 30 tahun lebih banyak yang mengoperasikan jenis dump truck dimana
kebutuhan dan sifat kerja dump truck lebih tinggi dibandingkan jenis alat berat
lainnya yang dioperasikan operator usia ≥ 30 tahun. Hal ini sesuai dengan sebuah
penelitian yang dikutip oleh Waluyani (2012) menyebutkan bahwa pria dibawah
umur 30 tahun lebih cenderung untuk mudah lelah dan tertidur saat mengemudi.
Pengemudi muda <30 tahun tampaknya lebih rentan terhadap kelelahan dan
menjadi lebih mudah berpotensi dalam kecelakaan kendaraan tunggal ketika
kondisi malam dan pagi hari (Di et al. 2011). Pengemudi atau operator yang
berusia muda sering kali tetap memaksakan berkendaraan dalam kondisi berisiko
terjadi kecelakaan.
Perbedaan persentase antara operator < 30 tahun dengan operator ≥ 30 tahun
terhadap potensi kelelahan akut tinggi dan rendah berkisar 9,7%, dan tidak ada
perbedaan persentase antara operator < 30 tahun dengan operator ≥ 30 tahun
terhadap potensi kelelahan akut tinggi dan sedang. Hal tersebut disebabkan karena
adanya persamaan dalam pola shift kerja dan durasi kerja.
Pemulihan yang dilakukan oleh operator baik usia < 30 tahun maupun usia
≥ 30 tahun adalah pemulihan kategori sedang, sehingga masih berpotensi menjadi
kelelahan kronis terutama pada operator usia ≥ 30 tahun, sesuai dengan hasil
analisa kuesioner OFER dimana 48% operator menyatakan tidak pernah punya
waktu diantara giliran kerja (shift) untuk memulihkan tenaga saya sepenuhnya,
artinya 48% tersebut mempunyai aktifitas lain yang dilakukan ketika diluar jadwal
shift kerja mereka, seperti aktifitas bersama keluarga atau aktifitas lainnya di
lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


77

7.4.2 Hubungan antara status gizi terhadap potensi kelelahan akut


Untuk kepentingan analisis, distribusi responden berdasrkan status gizi
dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu kategori tidak normal (IMT kurus, obesitas
dan over weight) dan kategori normal (IMT normal), Dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :

Tabel 7. 4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (2 Kategori)


Persentase
Variabel Kategori Jumlah (n)
(%)
Tidak Normal 29 58,0
Status Gizi
Normal 21 42,0
Total 50 100,0

Berdasarkan tabel 7. 4 di atas, bahwa 29 responden (58%) kategori tidak


normal sedangkan 21 responden (42%) memiliki status gizi (IMT) sdengan
kategori normal.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara status gizi dengan potensi kelelahan akut tinggi dan sedang (p-value =
0.720) dan antara status gizi dengan potensi kelelahan akut tinggi dan rendah (p-
value = 0,356). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ditemukan
perbedaan risiko pada operator status gizi tidak normal dengan operator status gizi
normal terhadap terjadinya kelelahan akut. hal ini kemungkinan disebabkan oleh
adanya persamaan proporsi terhadap durasi kerja, jumlah commuting time dan
kuantitas tidur antara operator status gizi gemuk dengan status gizi kurus &
normal.
Pada tabel 6.25 potensi kelelahan akut tinggi terdapat pada operator status
gizi normal, terdapat perbedaan persentase 10,3% terhadap operator status gizi
tidak normal. Hal ini disebabkan karena operator status gizi normal mempunyai
beban kerja lebih tinggi dibandingkan operator status gizi tidak normal, namun
66% operator mengatakan bahwa tenaga mereka sedikit tersisa setelah satu giliran
kerja (shift), 64% merasa penat setelah pulang kerja, artinya disini operator status
gizi tidak normal dengan beban kerja lebih rendah juga merasakan kelelahan
kemungkinan hal ini disebabkan karena kondisi tubuh gemuk membutuhkan
upaya ekstra dalam pergerakannya, jika banyak bergerak mereka akan cepat
merasa lelah. Seperti yang dinyatakan oleh Steker,dkk (1998) bahwa pekerja

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


78

gemuk tidak bisa bekerja secara lincah karena untuk bergerak dipengaruhi oleh
berat badan tubuhnya, sehingga jika banyak bergerak akan lebih cepat lelah dan
kinerja menurun.
Pada tabel 6.26 potensi kelelahan akut tinggi terjadi pada operator status
normal, terdapat perbedaan persentase 17,6% terhadap operator status gizi tidak
normal. Hal ini disebabkan karena pemulihan tinggi lebih banyak dilakukan oleh
operator status gizi tidak normal meskipun belum maksimal namun mampu
mengurangi persentase potensi kelelahan kronis. Berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa operator secara acak, bahwa hasil medical check up terakhir para
operator sebagian besar mengalami penyakit degeneratif seperti tingginya kadar
kolesterol. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wiegand tahun 2009 bahwa
hubungan antara status gizi obesitas terhadap kelelahan yang diderita karena
berkaitan adanya gangguan tidur dan penyakit degeneratif (Douglas 2009).

7.4.3 Hubungan antara commuting time terhadap potensi kelelahan akut


Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara commuting time dengan potensi kelelahan akut tinggi dan sedang (p-value
= 0,357), dan tidak ada hubungan yang signifikan antara commuting time dengan
potensi kelelahan akut tinggi dan rendah (p-value = 0,128). Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan risiko antara operator commuting
time lama dengan operator commuting time tidak lama terhadap potensi kelelahan
akut. hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya persamaan proporsi terhadap
durasi kerja, status gizi dan jenis alat berat yang mereka operasikan jenis dump
truck hampir sama baik operator commuting time lama maupun operator
commuting time tidak lama.
Tabel 6.28 dan tabel 6.29 potensi kelelahan akut tinggi terdapat pada
operator commuting time tidak lama, hal ini disebabkan karena operator
commuting time tidak lama terdiri dari 80% operator yang bekerja dengan durasi
normal, seperti diketahui operator dengan durasi normal 92% mereka mempunyai
potensi kelelahan akut tinggi, hal ini tidak akan jauh berbeda dengan operator
commuting time lama karena perbedaan persentase antara commuting time tidak
lama dengan operator commuting time lama jauh berkisar 12% pada potensi
kelelhan akut tinggi dan rendah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


79

operator mengendarai sepeda motor, ketika kondisi cuaca turun hujan, mereka
harus menunda perjalanan pulang yang nantinya mengurangi waktu operator
untuk melakukan istirahat dirumah. Ini sesuai dengan pernyataan Goverment Of
Western Australia yang menyebutkan bahwa pekerja yang mengemudi kendaraan
ketempat kerja dapat menyebabkan kelelahan secara fisik dan mental.(Winwood
et al. 2006).
Pemulihan yang dilakukan hampir sama antara operator commuting time
lama dan tidak lama. Analisa melalui pertanyaan kuesioner OFER bahwa 48%
operator mengatakan tidak pernah punya waktu diantara giliran kerja (shift) untuk
memulihkan tenaga sepenuhnya, salah satu penyebabnya adalah kurangnya waktu
tidur operator commuting time lama sedangkan kemungkinan operator commuting
time tidak lama mempunyai aktifitas tinggi lainnya selain bekerja sebagai operator
alat berat sehingga kondisi tersebut menjadi kontribusi besar terhadap kejadian
kelelahan akut maupun kronis.

7.4.4 Hubungan antara jumlah jam tidur terhadap potensi kelelahan akut
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut tinggi dan sedang (p-value
= 0,729), dan tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah jam tidur dengan
potensi kelelahan akut tinggi dan rendah. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa tidak ditemukan perbedaan risiko antara operator yang mempunyai jumlah
jam tidur kurang terhadap potensi kelelahan akut.
Tabel 6.31 potensi kelelahan akut sedang lebih banyak dialami oleh operator
yang memiliki jumlah jam kurang, hal ini disebabkan karena tidur dengan waktu
<7jam merupakan kondisi dimana operator mempunyai hutang tidur, akibat dari
hutang tidur tersebut membuat seseorang mengantuk dan kurang waspada pada
keesokkan harinya. Kondisi kurang nya jam tidur bisa disebabkan oleh kondsi
lingkungan tempat tinggal, gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi kafein
sehingga menyebabkan mereka sulit untuk memastikan istirahat yang cukup.
Perbedaan waktu kerja dari setiap anggota keluarga juga dapat menyebabkan
oprator sulit mendapatkan waktu istirahat atau tidur yang cukup. Susilo dan
Wulandari, 2011 mengatakan Kurangnya kuantitas tidur dapat menyebabkan

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


80

seseorang menjadi kekurangan energi dan terganggunya proses metabolisme


tubuh sehingga mudah lelah dan selalu terlihat lemas dan kurang bersemangat.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Kristanto
tahun 2014 mengenai kelelahan pada pengemudi, bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara total waktu tidur dengan terjadinya kelelahan. Namun tidak
sesuai dengan pernyataan Barness, 2008 yang menyatakan bahwa salah satu
penyebab kelelahan adalah gangguan tidur yang antara lain dapat dipengaruhi
oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan circadian rhythms akibat jet lag atau
shift kerja.
Tabel 6.32 potensi kelelahan akut tinggi lebih banyak dialami oleh operator
yang memiliki jumlah jam tidur cukup, terdapat 18,3% perbedaan persentase
potensi kelelahan akut tinggi antara operator yang memiliki jumlah jam tidur
cukup dengan operator yang memiliki jumlah jam tidur kurang, hal ini disebabkan
oleh upaya pemulihan yang sudah dilakukan oleh operator yang memiliki jumlah
jam tidur cukup sudah tinggi dibandingkan operator yang memiliki jumlah jam
tidur kurang, namun pemulihan tersebut belum cukup baik karena potensi
kelelahan kronis pada operator yang memiliki jumlah jam tidur cukup lebih besar
dibandingkan operator yang memiliki jumlah jam tidur kurang.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Potensi kelelahan akut pada operator alat berat di Area 1 PT Semen Padang
adalah kelelahan akut sedang 48% dan akut tinggi 42%.
2. Potensi kelelahan akut tinggi terdapat pada operator dump truck sebesar 44%
sedangkan potensi kelelahan akut sedang 53,3% terdapat pada operator
excavator.
3. Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara shift kerja dengan
potensi kelelahan akut tinggi dan sedang (p value = 0,027), namun tidak ada
hubungan yang signifikan secara statistik antara durasi kerja dan beban kerja
dengan potensi kelelahan akut.
4. Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara usia, status gizi,
commuting time dan jumlah jam tidur dengan potensi kelelahan akut.

8.2 Saran
Untuk mengurangi kelelahan pada operator alat berat di PT Semen Padang,
bisa dilakukan dengan melalui dua pendekatan yaitu melalui manajemen
perusahaan dan pekerja (operator)

8.2.1 Saran untuk perusahaan


1. Memberikan edukasi kepada operator alat berat dan keluarganya tentang
faktor risiko terjadinya kelelahan beserta cara pengelolaannya.
2. Melakukan pengukuran kelelahan secara rutin sesuai dengan faktor risiko
kelelahan yang dominan.
3. Melakukan pengukuran dan pemantauan terhadap lingkungan fisik secara
berkala, karena kondisi lingkungan fisik merupakan salah satu faktor
penyebab kelelahan seperti kebisingan, suhu, dan getaran.
4. Mengadakan rekreasi bersama dengan pihak manajemen/Gathering minimal
1 tahun sekali, akan sangat membantu dalam mengatasi lelah dan dan
81
Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


82

perasaan jenuh selama bekerja. Disamping itu pihak manajemen juga bisa
mengetahui secara langsung keluhan operator terkait kelelahan yang bisa
dijadikan sumber dalam membuat program kerja pengelolaan kelelahan.
5. Menghindari terjadinya perpanjangan shift seperti yang selama ini berjalan,
karena secara statistik dalam penelitian ini shift kerja berpengaruh terhadap
potensi kelelhan akut.
6. Memberikan pembekalan kepada pihak keluarga operator tentang kuantitas
dan kualitas tidur, kemudian mengajak pihak keluarga untuk bekerjasama
dalam mengawasi pola tidur operator alat berat dirumah.

8.2.2 Saran untuk operator alat berat


1. Disiplin dalam penggunaan waktu kerja, commuting time dan disiplin dalam
waktu tidur baik ditempat kerja maupun dirumah, guna mencegah terjadinta
kelelahan akut dan kelelahan kronis
2. Menerapkan pola makan seimbang dan bergizi untuk menjaga kesehatan
tubuh.
3. Menggunakan waktu off sebagai waktu istirahat untuk memulihkan kondisi
tubuh, baik secara fisik maupun secara mental.

8.2.3 Saran untuk peneliti selanjutnya


Berhubungan dengan penelitian ini menggunakan tools subjective, maka
diharapkan peneliti selanjutnya melakukan penelitian kelelahan secara fisiologis
seperti pemeriksaan asam laktat dalam darah, pengukuran kelelahan secara visual.

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


DAFTAR PUSTAKA

AIDE, Information Society Technologies (IST) Program. Available at:


http://www.aide-eu.org/pdf/sp2_deliv_new/aide_d2_2_6.pdf.
Anon, 2010. Fatigue Management Plan. Victoria, p.44.
Cheung, B., 2010. General Recommendations on Fatigue Risk Management for
the Canadian Forces. , (April).
Dembe, A. et al., 2005. The impact of overtime and long work hours on
occupational injuries and illnesses: new evidence from the United States.
Occupational and environmental medicine, 62(9), pp.588–97. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1741083&tool=p
mcentrez&rendertype=abstract.
Di, L. et al., 2011. Demographic factors , fatigue , and driving accidents : An
examination of the published literature. Accident Analysis and Prevention,
43(2), pp.516–532. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.aap.2009.12.018.
Douglas, W., 2009. Commercial Motor Vehicle Health and Fatigue Study Final
Report.
ESDM, 2009. UU No.4/2009.
Gabaude, C. et al., 2012. Cognitive load measurement while driving. , (2008).
Gui, A., 2015. ISSN : 2087-1244 ( Print ) Volume 6 No . 4 Desember 2015
Computer , Mathematics and Engineering Applications ComTech Computer ,
Mathematics and Engineering Applications. , 6(4).
Indonesia, B.P.S., 2013. Badan Pusat Statistik 2013. Rencana kinerja tahunan
BPS, 1, pp.1–96. Available at: http://www.bps.go.id.
Jim nez, F., Aparicio, F. P ez, J., 2008. Evaluation of in-vehicle dynamic
speed assistance in Spain: algorithm and driver behaviour. IET Intelligent
Transport Systems, 2(2), p.132. Available at: http://digital-
library.theiet.org/content/journals/10.1049/iet-its_20070019.
Kahler, R., Fatigue and Safety in Mining – A Distraction.
Kristanto, A., 2013. Kajian faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan
kelelahan pengemudi truck trailer d PT AMI tahun 2012, Aris Kristanto,
FKM UI, 2013.
83
Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.


84

Lewis, G. et al., 2000. Clarifying the Relationship Between Unexplained Chronic


Fatigue and Psychiatric Morbidity : Results From a Community Survey in
Great Britain. , (September), pp.1492–1498.
Maddeppungeng, A., ANALISIS PRODUKTIVITAS ALAT BERAT PADA
PROYEK PEMBANGUNAN PABRIK Dwi Novi Setiawati Begitu pula
Proyek Pembangunan Pabrik. , pp.91–103.
Organização Internacional do Trabalho, 2012. C153 - Hours of work and rest
periods (Road Transport) Convention, 1979 (No. 153). , 1979(153).
Available at:
http://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=NORMLEXPUB:12100:0::NO::P12
100_ILO_CODE:C153.
Our, V., For, W. & Information, F., 2010. Fatigue management for workers. ,
(APRIL).
Paxion, J., Galy, E. & Berthelon, C., 2014. Mental workload and driving.
Frontiers in Psychology, 5(DEC), pp.1–11.
Susilowati, I.H. et al., 2004. Pekerjaan , Nonpekerjaan , dan Psikologi Sosial
sebagai Penyebab Kelelahan Operator Alat Berat di Industi Pertambangan
Batu Bara Work-related , Non-work related , and Social Psychology as
Causes of Heavy Equipment Operators Fatigue in Coal Mining Industry. ,
pp.91–96.
Theron, W.J. & van Heerden, G.M.J., 2011. Fatigue knowledge: A new lever in
safety management. Journal of the South African Institute of Mining and
Metallurgy, 111(August 2010), pp.1–10.
Tretten, P., the Effect of Redundant Information in Hud and Hdd on Driver
Performance in Simple and Complex Secondary Tasks. Displays.
Winwood, P. et al., 2006. Further Development and Validation of the
Occupational Fatigue Exhaustion Recovery (OFER) Scale. , (April).
Winwood, P., Winefield, A.H. & Dawson, D., 2005. Development and Validation
of a Scale to Measure Work-Related Fatigue and Recovery: The
Occupational Fatigue Exhaustion/Recovery Scale (OFER). , (May).

Universitas Indonesia

Analisis potensi..., Sesmeri Haryani, FKM UI, 2016.

Anda mungkin juga menyukai