Anda di halaman 1dari 89

PROPOSAL PENELITIAN

“PERILAKU KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


(K3) PADA PETUGAS KEBERSIHAN
DI RSUD
SUMBAWA

OLEH:
IDA NURSIANI (IKA 18001B)
ANDI SAPUTRA (IKA 16002)
KHAERINA SURYATI (IKA 16006)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES GRIYA HUSADA SUMBAWA
TAHUN 2018/2019
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN

Simbol/Singkatan Arti Simbol/Singkatan

% Satuan Persen
APD Alat Pelindung Diri
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CS Cleaning Service
DO Occupational Diseases
HAM Hak Asasi Manusia
ILO International Labour Organization
(Organisasi Buruh Internasional)
MSDS Material Safety Data Sheet
K3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
K3RS Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Rumah Sakit
OHSAS Occupational Health and Safety
Assesment System
Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan
IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah
PT Perseroan Terbatas
RS Rumah Sakit
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
SMK3 Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
SOP Standar Operasional Prosedur
UB unsafe behavior
UC unsafe condition
USA United States of America
DAFTAR ISI

SAMPUL Halaman
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................vi
DAFTAR ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN......................................................vii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................6
1.3 Tujuan............................................................................................................................7
1.4 Manfaat..........................................................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perilaku..........................................................................................................................9
2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja........................................................................12
2.3 Keselamatan Kerja Rumah Sakit...........................................................................14
2.4 Kecelakaan Kerja.......................................................................................................15
2.5 Rumah Sakit.................................................................................................................22
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku K3...............................................26
2.7 Pengendalian Bahaya................................................................................................39
2.8 Kerangka Teori............................................................................................................42

BAB III DEFINISI KONSEP


3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti...............................................................46
3.2 Pola Pikir......................................................................................................................47
3.3 Definisi Konsep..........................................................................................................48
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian............................................................................................................50
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................................50
4.3 Informan......................................................................................................................50
4.4 Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data................................................51
4.5 Analisis dan Penyajian Data....................................................................................52
4.6 Keabsahan Data (Trustworthiness).......................................................................52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.3 Sintesa Penelitian...........................................................................................43


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori..............................................................................................42

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian.....................................................................48


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Penelitian

Lampiran 2 : Lembar Observasi

Lampiran 3 : Jadwal Penelitian


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap pekerjaan selalu mengandung potensi bahaya dalam bentuk

kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja yang tidak diinginkan dan hal

yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda serta kerugian

terhadap proses (Anshari dan Nizwardi, 2016).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2015, kecelakaan kerja

adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan

yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau

sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Penyakit

akibat kerja (Occupational Diseases) sering disebut dengan penyakit yang

timbul karena hubungan kerja.

Berdasarkan Riset yang dilakukan badan dunia International Labour

Organization (ILO) tahun 2017, Setiap hari, orang meninggal akibat

kecelakaan kerja atau penyakit terkait pekerjaan lebih dari 2,78 juta kematian

per tahun. Selain itu, ada sekitar 374 juta cedera dan penyakit akibat

kecelakaan kerja non fatal setiap tahun, banyak diantaranya mengakibatkan

ketidakhadiran dalam pekerjaan setiap tahun.

Di Indonesia sendiri, menurut Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial

(BPJS) Ketenagakerjaan, sepanjang tahun 2014 jumlah pesertanya yang

mengalami kecelakaan kerja sebanyak 129.911 orang. Dari jumlah tersebut

sebagian besar atau sekitar 69,59% terjadi di dalam perusahaan ketika mereka

bekerja dengan persentasi pekerja yang tidak memakai peralatan yang safety

sebanyak 32,12%.
Berdasarkan hasil pencatatan dari Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan RI (2014) dan BPJS Ketenagakerjaan (2018) jumlah

kasus kecelakaan kerja di Indonesia sejak tahun 2011 hingga tahun 2017

mengalami fluktuasi, angka tertinggi pada tahun 2015 yaitu 110.285 kasus.

Pada tahun 2011 sebanyak 9.891 kasus, tahun 2012 sebanyak 21.735

kasus, tahun 2013 35.917, tahun 2014 sebanyak 24.910 kasus. Pada tahun

2016 sebanyak 105.182 kasus dan pada tahun 2017 dari bulan Januari-

Agustus sebanyak 80.392 kasus.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan Hak Asasi Manusia

(HAM). Untuk itu, kesadaran mengenai pentingnya K3 harus selalu digugah,

diingatkan, serta dibudidayakan di kalangan para pekerja. Pemahaman dan

pelaksanaan K3 di industri sangat diperlukan, terutama dalam perbaikan

syarat-syarat kerja.

Hal ini berkaitan dengan masalah perlindungan tenaga kerja terhadap

kecelakaan kerja, guna meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan

kerja, perlu pemahaman dan pelaksanaan K3 secara baik dan benar (Anshari

& Nizwardi, 2016).

Teori Domino yang dirumuskan oleh Heinrich pada tahun 1930 dan

disempurnakan oleh Frank E. Bird dan Germain pada tahun 1992 menyatakan

bahwa faktor utama penyebab kecelakaan kerja adalah kondisi tidak aman

(unsafe condition) dan tindakan tidak aman pekerja (unsafe action). Sebagian

besar penyebabnya merupakan faktor manusia yakni 85% dengan

tindakannya yang tidak aman dan sisanya karena faktor kondisi tidak aman

dan hal yang tidak dikehendaki.


Penelitian lain yang dilakukan Cooper, C.L.,et al (2010) juga

menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe behavior

dan 4% disebabkan oleh unsafe condition.

Berdasarkan hasil riset tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

perilaku manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam

mengakibatkan kecelakaan kerja dan perilaku terbesar yang menyumbang

terjadinya kecelakaan kerja yaitu perilaku tidak aman.

Adapun hasil penelitian yang berkaitan dengan teori Krech dan Ballacy,

Morgan ing, dan Howard, yang menunjukan bahwa terdapat konsistensi

antara sikap dengan perilaku aman pekerja dan terdapat hubungan yang

bermakna antara kedua variabel tersebut. Sikap pekerja sangat erat kaitannya

dengan perilaku pekerja.

Menurut Sarwono (1991), perilaku tidak aman saat bekerja dengan

pengawasan yang dilakukan secara berkala dan intens, kondisi yang

berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui dengan segera dan

dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.

Hal ini juga dikuatkan dengan pendapat Geller (2001) yang

menyebutkan adanya peran manager dalam perilaku kerja, keduanya

berhubungan langsung dengan target individu yang sedang berlangsung.

Menurut Bird, F.E and Germani (1990), supervisor (pengawas) memiliki

posisi kunci dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap keterampilan, dan

kebiasaan akan keselamatan setiap petugas kebersihan dalam suatu area

tanggung jawabnya.

Adapun hasil penelitian perilaku tidak aman terkait pelatihan K3

adalah kegiatan petugas kebersihan dalam memperoleh pengetahuan tentang


bahaya kecelakaan kerja, mendapat keterampilan baru, mendidik petugas

kebersihan untuk menghadapi potensi bahaya sehingga pekerja memiliki

perilaku sikap kerja yang aman dan peduli terhadap kondisi keselamatan di

tempat kerja serta dapat mempertahankan perilaku yang aman di lingkungan

kerja (Sulfikar, 2015). Pada penelitian ini, meskipun pelatihan K3 mendapat

penilaian yang baik dari responden namun pengetahuan responden terhadap

K3 masih kurang.

Sedangkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat sendiri menurut “Lifting

Study K3L di NTB oleh Ir. Agus Hakim” Khusus angka kecelakaan kerja di

Nusa Tenggara Barat tahun 2017 dari Januari sampai dengan Maret 2018

terjadi sebanyak 87 kasus.

RSUD Sumbawa merupakan organisasi jasa pelayanan rumah sakit

yang ada di Kabupaten Sumbawa Petugas kebersihan dalam struktur

organisasi rumah sakit terbagi atas mengumpulkan sampah medis, benda

tajam dan non medis dari ruang, menyapu dan mengepel halaman, lorong dan

ruangan, membuang sampah ke TPS, membersihkan kamar mandi & wastafel

serta tim Khusus. Jumlah petugas kebersihan yang ada di RSUD Sumbawa

berjumlah 44 petugas. Adapun yang bertanggung jawab atas petugas

kebersihan di RSUD Sumbawa adalah PT Raam Sejahtera.


Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di RSUD

Sumbawa, diketahui bahwa dari 10 petugas kebersihan yang diwawancarai di

RSUD Sumbawa, terdapat 5 petugas yang mengalami kecelakaan kerja.

Beberapa jenis kecelakaan yang terjadi pada kebersihan lebih banyak

terjadi karena tertusuk jarum saat memindahkan sampah medis, terkena

pecahan ampulan, terpelesset, serta terjepit.

Dari penjelasan diatas diketahui bahwa meskipun K3 diterapkan dan

dilaksanakan di RSUD Sumbawa, namun masih ditemukan kasus kecelakaan

kerja yang cukup banyak salah satunya pada petugas kebersihan. Bertitik

tolak dari hal tersebutlah penulis ingin mengetahui sejauh manakah

pelaksanaan K3 di Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa.

1.2. Rumusan masalah

RSUD Sumbawa merupakan organisasi jasa pelayanan rumah sakit

yang ada di Kabupaten Sumbawa. Untuk menangani masalah kebersihan

Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak ketiga yang menyuplai jasa tenaga

petugas kebersihan. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di

RSUD Sumbawa, diketahui bahwa dari 10 petugas kebersihan yang

diwawancarai di RSUD Sumbawa, terdapat 5 petugas yang mengalami

kecelakaan kerja. Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang,

maka ditarik suatu rumusan masalah “Bagaimana Perilaku Kesehatan dan

Keselamatan Kerja Pada Petugas Kebersihan di RSUD Sumbawa?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menggali

Perilaku kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Petugas Kebersihan

di RSUD Sumbawa.

3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menggali faktor predisposisi (Pengetahuan dan sikap)

perilaku kesehatan dan keselamatan kerja pada petugas kebersihan

di RSUD Sumbawa.

2. Untuk menggali faktor pendukung (Fasilitas dan sarana prasarana)

perilaku kesehatan dan keselamatan kerja pada petugas kebersihan

di RSUD Sumbawa.

3. Untuk menggali faktor penguat (Pengawasan K3) perilaku

kesehatan dan keselamatan kerja pada petugas kebersihan di RSUD

Sumbawa.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan

pengembangan penelitian selanjutnya dan memperkaya referensi

ilmiah bagi peneliti yang berhubungan dengan Perilaku Kesehatan

dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan Tri Darma

Perguruan Tinggi dan sebagai sumbangsih karya ilmiah bagi

almamater. Memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai

pentingnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam

menjalankan tugas, guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja


1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah

Sumbawa, pada bulan April hingga Mei 2019. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menggali Perilaku kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada

Petugas Kebersihan di RSUD Sumbawa.. Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif dengan pendekatan Rapid Assessment Procedure

(RAP) yang bertujuan untuk menggali informasi mendalam dan

terperinci mengenai perilaku Perilaku kesehatan dan Keselamatan Kerja

Pada Petugas Kebersihan di RSUD Sumbawa dengan observasi dan

wawancara mendalam sebagai metode penelitian.

Adapun setting penelitian ini difokuskan pada petugas

kebersihan di rumah sakit dengan menggali faktor pendukung yaitu

fasilitas pelayanan K3 dan faktor penguat dalam hal ini pengawasan

K3 dikaitkan dengan Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja

petugas kebersihan dalam melaksanakan tugasnya sehari- hari.

Untuk pengumpulan data menggunakan observasi lapangan dan


wawancara mendalam (Indepth Interview) dengan menggunakan
pedoman wawancara (Interview Guide). Wawancara juga dilakukan
kepada P2K3 di RSUD Sumbawa sebagai informan tambahan dalam
penelitian. Selain wawancara mendalam, observasi partisipatif juga
dilakukan untuk melihat keseharian petugas kebersihan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya

suatu stimulus/rangsangan dari luar (Notoatmodjo, 2012). Perilaku

dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan

perilaku terbuka (overt behavior).

Perilaku tertutup merupakan respon seseorang yang belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku terbuka

merupakan respon dari seseorang dalam bentuk tindakan yang nyata

sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani, 2011).

Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang

dikemukakan oleh Skinner (1938) dalam (Notoadmodjo, 2003), maka

perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung

atau tertutup. Repon dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas

pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat

diamati dengan jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)

Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata

atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam


bentuk tindakan atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat

oleh orang lain (Notoadmojo, 2003).

2.1.2. Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Perilaku kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang

diungkapkan oleh Salawati (2009) menyatakan bahwa kegiatan

keselamatan kerja pertambangan harus melengkapi unsur inisiatif,

birokratif, tanggap, dan patuh dalam melakukan berbagai tindakan.

Diharapkan dengan mengindahkan unsur tersebut maka perilaku

K3 yang baik akan terealisasikan. Perilaku adalah salah satu di antara

faktor individual yang mempengaruhi tingkat kecelakaan. Sikap

terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa

menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang

disebabkan oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-

mesin atau karena ketidakpedulian karyawan.

Pada satu waktu, pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya

dianggap memiliki tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun

demikian, asumsi ini telah dipertanyakan selama beberapa tahun

terakhir. Meskipun kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik

individual karyawan tampaknya berpengaruh pada kecelakaan kerja,

namun hubungan sebab akibat masih sulit dipastikan (Eka, 2009).

Dalam bukunya, Pasiak (1999) menulis bahwa terdapat 6 unsur

pokok sebuah perilaku K3 di tempat kerja yang dirumuskan oleh

WHO. Pemikiran dan perasaan (thoughts and felling), yakni dalam

bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, pendidikan, tempat kerja, dan

jenis pekerjaan.
2.1.3. Teori Lawrence Green

Lawrence Green (1980) mencoba menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan, dengan mewujudkannya melalui

program promosi kesehatan yang dikenal dengan adanya model

pengkajian dan penindaklanjutan (Precede Proceed Model). Model ini

mengkaji masalah perilaku manusia dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, serta cara menindaklanjutinya dengan berusaha

mengubah, memelihara atau meningkatkan perilaku tersebut kearah

yang lebih positif.

Menurut (Notoadmodjo, 2003) yang mengutip pendapat

Lawrence Green, mengungkapkan determinan perilaku berawal dari

analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, yaitu: faktor

predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling

factors), dan faktor pendorong (reinforcing factors).

1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

Faktor-faktor ini meliputi, pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan

sebagainya yang terwujud dalam pengetahuan, kepercayaan, sikap,

persepsi, keyakinan, dan sebagainya.

2. Faktor pendukung (Enabling factors)

Faktor pemungkin, menurut Green (1980) dalam Notoadmodjo

(2003) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas.

Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau


memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut

sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. Faktor

pemungkin diantaranya ketersedian APD dan Program K3RS.

3. Faktor pendukung (Enabling factors)

Faktor pemungkin, menurut Green (1980) dalam Notoadmodjo

(2003) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas.

Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut

sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. Faktor

pemungkin diantaranya ketersedian APD dan Program K3RS.

4. Faktor Penguat (reinforcing factors)

Reinforcing factors atau faktor penguat, adalah faktor yang

menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatkan dukungan

atau tidak dengan memberikan reward, insentif, dan punishment

seperti undang-undang, kebijakan, SOP dan Pengawasan.

2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan perhatian dan perlindungan

yang diberikan perusahaan kepada seluruh karyawannya. Keselamatan kerja

adalah keselamatan yangberkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses

pengolahannya, tempat kerja, danlingkungannya, serta cara-cara karyawan dalam

melakukan pekerjaannya (Sutrisno, 2012).

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin,

perawat, alat kerja, bahan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

lingkungannya, serta cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 2009).


Pelaksanaan keselamatan kerja adalah berkaitan dengan upaya

pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh

berbagai faktor bahaya, baik berasal dari penggunaan mesin-mesin produksi

maupun lingkungan kerja serta tindakan pekerja sendiri. Adapun tujuan dari

keselamatan kerja adalah Junaidi (2015) :

1. Melindungi keselamatan pekerja dalam melakukan pekerjaannya untuk

kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktivitas nasional.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.

3. Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 pasal 3 ditetapkan syarat-

syarat keselamatan kerja untuk :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan bahaya kebakaran.

Kesehatan kerja adalah promosi dan pemeliharaan derajat kesehatan

fisik, mental, dan sosial dari pekerja pada semua pekerjaan; pencegahaan

gangguan kesehatan pada pekerja karena kondisi pekerjaan, perlindungan

pekerja dari risiko akibat faktor yang mengganggu kesehatan, penempatan

dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja sesuai dengan

kemampuan fisik dan psikologinya dan penyesuaian pekerjaan kepada

manusia dan manusia kepada pekerjaannya.

Kesehatan kerja merupakan bagian dari ilmu kesehatan yang

mempelajari cara melakukan usaha preventif, kuratif, dan rehabilitatif

terhadap penyakit atau gangguan kesehatan karena faktor pekerjaan,

lingkungan kerja, dan penyakit umum agar pekerja memperoleh derajat

kesehatan baik fisik, mental, maupun sosial (Tarwaka, 2012).


Kesehatan kerja menurut (Suma’mur, 2014) adalah ilmu kesehatan dan

penerapannya yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat, produktif

dalam bekerja, berada dalam keseimbangan antara kapasitas kerja, beban

kerja, dan keadaan lingkungan kerja, serta terlindung dari penyakit yang

disebabkan oleh pekerja dan lingkungan kerja.

Tujuan dari kesehatan kerja adalah untuk meningkatkan kualitas hidup

tenaga kerja sehingga tenaga kerja sebagai pelaku pekerjaan dapat merasakan

dan menikmati hasil dari pekerjaannya. Kesehatan kerja menyangkut sumber

daya manusia, produktivitas, dan kesejahteraan (Tarwaka, 2014).

2.3 Keselamatan Kerja Rumah Sakit

Keselamatan kerja rumah sakit termasuk bagian dari Upaya Kesehatan

dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) yang menyangkut tenaga

kerja, cara dan metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja.

Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan

pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan

kesinambungan dari 3 komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan

lingkungan kerja.

Penyelenggaraan K3RS agar lebih efektif, efisien dan terpadu,

diperlukan sebuah pedoman manajemen K3RS, baik bagi pengelola maupun

karyawan RS, yang bertujuan terciptanya cara kerja dan lingkungan kerja

yang sehat, aman, nyaman serta dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan karyawan rumah sakit (Sarastuti, 2016).

Undang-undang RI. No. 36 Tahun, 2009 tentang Kesehatan pasal 165

dinyatakan bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua sektor. Maka

jelas bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja, dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan tidak

hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga

terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah seharusnya

pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya K3RS.

2.4 Kecelakaan kerja

2.4.1 Pengertian

Suatu kecelakaan di tempat kerja menurut Wowo (2015) adalah

kejadian diskrit dalam program kerja yang mengarah ke kerusakan fisik

atau mental. Menurut ILO, frasa “dalam program kerja” mencakup

kecelakaan kerja yang terjaddi di lingkungan perusahaan, dan

mencakup kecelakaan yang disebabkan oleh pihak ketiga.

Definisi kecelakaan kerja meliputi kecelakaan yang terjadi ketika

terlibat dalam suatu kegiatan ekonomi atau tempat kerja.Kerusakaan

fisik atau mental berarti cedera, penyakit, atau kematian.

Kecelakaan kerja berbeda dari penyakit akibat kerja dalam

kecelakaan itu adalah kejadian yang tak terduga dan tidak terencana

(misalnya, runtuhnya tanah saat melakukan kerja di pertambangan),

sedangkan penyakit akibat kerja “terjadi sebagai hasil dari eksposur

selama periode waktu untuk faktor risiko yang timbul dari aktivitas

kerja “(misalnya penambang menderita paru-paru).

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan

dengan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,

demikian pula kecelakan yang terjadi dalam perjalanan ke dan dari

tempat kerja. Kecelakaan kerja merupakan kejadian tidak terduga dan


tidak diinginkan baik kecelakaan akibat langsung pekerjaan maupun

kecelakaan yang terjadi pada saat pekerjaan (Buntarto, 2015).

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dan

faktor fisik. Faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan

misalnya kelengahan, kecerobohan, mengantuk, dan kelelahan

sedangkan kondisi lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin,

pencahayaan kurang, silau, dan mesin terbuka (Notoadmodjo, 2007).

Kecelakaan kerja Rumah Sakit yang diatur dalam Permenkes No.

66 tahun 2016 yang meliputi penetapan kebijakan K3 RS, perencanaan

K3 RS, pelaksanaan K3 RS, pemantauan dan evaluasi kinerja K3 RS,

serta terhadap peninjauan dan peningkatan kinerja K3 RS.

Dalam penerapannya di Rumah Sakit Umum Undata Prov.Sulawesi

Tengah, SMK3 RS ditujukan untuk semua lapisan masyarakat yang ada

di RS, baik petugas RS, pasien, serta pengunjung (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2016).

Menurut Tarwaka (2014), kecelakaan kerja merupakan suatu

kejadian yang tidak terduga dan tidak dikehendaki yang menimbulkan

kerugian dan kerusakan yang selalu mengancam jiwa properti serta

waktu dalam suatu proses industri barang maupun jasa. Dari definisi

diatas, maka kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai

berikut:

1. Kejadian yang tidak diduga semula, karena dibalik peristiwa

kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan.


2. Kejadian yang tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap

kecelakaan akan selalu disertai dengan kerugian baik fisik maupun

mental.

3. Kejadian yang selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan,

sedikitnya menyebabkan terganggu proses kerja.

2.4.2 Kecelakaan Dalam Konteks K3

Menurut Bird dan Germain (1996) dala konteks K3 ada tiga jenis

kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan, yaitu :

1. Near Miss Accident

Menurut OHSAS 18001 (2007) near miss accident adalah

indsiden yang tidak menimbulkan cidera, peyakit akibat kerja,

ataupun kefatalan (kematian) namun pada dasarnya near miss

menunjukkan potensi kecelakaan yang akan terjadi.

Menurut Dupont International Company (2011) near miss

adalah kejadian yang tidak menghasilkan kerusakan atau cidera tapi

memiliki potensi untuk menghasilkan kerusakan ataupun cidera.

Angka 75 % dari kecelakaan berasal dari near miss yang dibiarkan.

Menurut Borg (2002) dalam penelitiannya menggunakan

metode Lost Causation Models menyatakan jika setiap near miss di

laporkan dan diidentifikasi maka 2 penyebab langsung, 2 penyebab

dasar dan satu kesalahan sistem akan diketahui. Selanjutnya jika 60

near miss dilaporkan maka 300 penyebab akan teridentifikasi maka

dengan demikian terjadinya kecelakaan yang lebih parah dapat

dicegah.
Near Miss adalah kejadian kecil yang apabila dibiarkan dapat

menjadi kondisi yang membahayakan (korban). Near Miss harus

dilaporkan dan setiap laporan harus diambil langkah untuk

pencegahan.

Pemberitahuan near miss dan laporan langkah perbaikan

hendaknya dipasang pada Safety Notice Board (papan pengumuman

safety). Sebagai contoh near miss accident adalah kegiatan

pengelasan yang dilakukan oleh pekerja. Pekerja saat melakukan

proses pengelasan mengalami percikan api ke daerah tangan dan

mata namun pekerja langsung menghindar dari percikan tersebut.

Hal ini tergolong kepada kejadian near miss accident. Pekerja

jika tidak langsung menghindar akan mengalami kecelakaan.

Percikan api dapat mengenai mata dan tangan yang dapat

mengakibatkan mata menjadi perih dan tangan mengalami panas

(Katia, 2009).

2.4.3 Teori Kecelakaan Kerja

Dalam keselamataan di industri, ada dasar pemikiran bahwa

sebenarnya kecelakaan dapat dicegah dan kemudian di tuangkan ke

dalam program pencegahan kecelakaan, sebelum memahami bagaimana

kecelakaan itu dicegah, terleebih dahulu kita harus memahami urutan

bagimana kecelakaan terjadi dan penyebabnya, (Colling, 1990) telah

mencatat teori-teori kecelakaan sebagai berikut.

1. Teori Domino Heinrich

Dalam buku The Origin of Accident (1982) Heinrich

mengemukakan bahwa terdapat rangkaian lima faktor penyebaba


kecelakaan. Kunci agar kecelakaan dapat dicegah yaitu dengan cara

menghilangan faktor utama yakni tindakan tidak aman dan bahaya

mekanik atau fisik yang berkontribusi 98% terhadap terjadinya

kecelakaan dari suatu proses Heinrich, H.W (1980) berpendapat

bahwa kecelakaan pada pekerja terjadi sebagai rangkaian yang saling

berkaitan mekanisme terjadinya kecelakaan diuraikan dengan

“Domino sequence” berupa:

a. Ancestry and anvironment, yakni pada orang yang memiliki sifat

tidak baik (misalnya keras kepala) yang diperoleh karena faktor

keturunan, pengaruh lingkungan dan pendidikan, mengakibatkan

seorang pekerja kurangg berhati-hati dan banyak membuat

kesalahan.

b. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturuan dan

lingkungan tersebut diatas yang menjurus pada tindakan yang

salah dalam melakukan pekerjaan.

c. Unsafe act and mechanikal or physical hazard, tindakan

berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan

terjadinya rangkaian berikutnya.

d. Accident, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja. Pada

umumnya disertai dengan kerugian. Menurut Germain (1998)

accident mengacu pada kejadian yang menimbulkan kerugian

kemudian menurut Dupont International Company (2011)

accident adalah peristiwa tidak diinginkan yang menimbulkan

kematian, sakit akibat penyakit, luka-luka/kerugian, dan

kerusakan alat yang menyebabkan kerugian.


e. Injury, kecelakaan mengakibatakan cedera/luka berat, kecacatan

dan bahkan kematian.

Bird (1990), memodifikassi teori Domino Heinrich dengan

mengemukakan teori manajemen yang berisikan 5 faktor dalam

urutan suatu kecelakaan yaitu: manajemen, sumber penyebab dasar,

gejala kotak dan kerugian.

Dalam teorinya Birds ini mengemukakan bahwa usaha

pencegahan kecelakaan kerja dapat berhasil dengan mulai

memperbaiki manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Praktik

di bawa standar atau unsafe conditions merupakan penyebab

langsung suatu kecelakaan dan penyebab utamadari kesalahan

manajemen.

2. Teori kecelakaan model Petersen

Model ini berbeda dari model Ferrell, dimana model ini

menyertakan dua kemungkinan penyebab kecelakaan seperti yang

dikemukakan dari teori domino: kesaalah manusia atau keselahan

sistem. Penyebab-penyebab keelakaan dan atau dapat bersumber dari

salah satu atau keduanya. Model ini menyatakan bahwa di belakang

kesalahan manusia ada 3 kategori besar: beban yang berlebihan,

rangkap dan keputussan yang keliru. Beban yang berlebihan kurang

lebih seperti ferrell model.

Perbedaan yang utama adalah pada kategori ketiga yaitu

keputasan yang keliru. Kategori ini mengajukan bahwa para perkerja

sering melakukan kesalahan melalui keputusan-keputusan secara sadar

atau tidak sadar.


Berkali-kali pekerja akan memilih untuk mengerajakan tugas

dengan tidak aman karena sederhana saja, ini lebih masuk akal dalam

situasi mereka mengerjakan dengan idak aman dari pada mengerjakan

dengan aman, dikarenakan tekanan dari teman, prioritas sistem dimana

mereka berada, tekanan produksi, dan lain-lain.

2.5 Rumah Sakit

2.5.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-undang No. 44 Tahun 2009, definisi Rumah

sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang

meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bertujuan

memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.

Rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan (salah

satunya ruang rawat inap), prasarana, sumber daya manusia,

kefarmasian, dan peralatan.

Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah

sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama

pada suatu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin

ilmu, glongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya

(Permenkes No. 56, 2014).


Undang-undang No. 44 Tahun, 2009 pasal 11 menegaskan bahwa

prasarana rumah sakit harus memenuhi standar pelayanan, keamanan,

serta K3 penyelenggaraan rumah sakit dan harus dalam keadaan

terpelihara dan berfungsi dengan baik.

Pasal 12 menegaskan juga bahwa rumah sakit harus memiliki

tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis,tenaga

keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan

tenaga nonkesehatan dan setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah

sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan

rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi,

menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

Pasal 16 juga menegaskan peralatan medis dan non medis harus

memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan,

keselamatan dan layak pakai. Hal tersebut penting diperhatikan karena

rumah sakit wajib memiliki sistem pencegahan kecelakaan dengan

tujuan mencegah terjadinya kecelakaan dalam bekerja (Kementeri

Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

2.4.2 Petugas Cleaning Service Rumah Sakit

Pekerja Cleaning Service di rumah sakit adalah orang yang

dibayar pihak rumah sakit atau pihak ketiga (perusahaan) untuk selalu

menjaga situasi rumah sakit dalam keadaan bersih. Menurut Undang-

Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan, pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.


Cleaning Service adalah Pelayanan yang diberikan terhadap

kebersihan suatu gedung atau bangunan lainnya, yg dilakukan secara

seksama dan menyeluruh dengan bantuan alat-alat kebersihan mesin

non mesin serta bahan kimia (chemical) yg dilakukan oleh seorang

petugas atau perawat kebersihan (cleaner) Tujuan Cleaning Service

adalah Menciptakan 5K Kebersihan, kerapihan, keindahan, keamanan,

dan kenyamanan pada gedung atau bangunan dll, yg dilakukan oleh

seorang cleaner.

Tugas Pokok Cleaner adalah: Menjaga dan merawat kebersihan

masing-masing area, sesuai dengan penempatan, (plotting) dan prosedur

yg sudah ditentukan oleh atasan (Sumiarti dkk, 2016). Pekerja di rumah

sakit merupakan faktor kunci pekerja dalam pemahaman kesehatan dan

keselamatan kerja. Hal ini menunjukkan persepsi yang positif terhadap

manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (O’Toole,

2013).

Adapun Penyakit Akibat Kerja (PAK) di rumah sakit dapat

menyerang semua tenaga kerja, baik medis (perawat, dan dokter),

maupun non medis petugas kebersihan mempunyai resiko untuk

terpajan bahan biologi berbahaya (biohazard), dan kontak dengan alat

medis sekali pakai (disposable aquipment) seperti jarum suntik bekas

maupun selang infus bekas, serta membersihkan seluruh ruangan di

rumah sakit dapat meningkatkan resiko untuk terkena penyakit infeksi

bagi petugas kebersihan rumah sakit (Retno, Sriatmi, & Fatmasari,

2016).
Cleaning service mempunyai risiko terbesar terpajan bahan

biologi berbahaya (biohazard). Kontak dengan alat medis sekali pakai

(disposable equipment) seperti jarum suntik bekas, selang infus bekas.

Menurut CDC (Centre Of Disease Control) pekerja kesehatan berisiko

terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi (bloodborne pathogen)

yang dapat menimbulkan infeksi HBV (Hepatitis B Virus), HCV

(Hepatitis C Virus) dan HIV (Human Immunodeficiency Virus) melalui

berbagai cara, salah satunya melalui luka tusuk jarum atau yang dikenal

dengan istilah Needle Stick Injury atau NSI.

Adapun Pajanan pada limbah layanan kesehatan yang berbahaya

dapat mengakibatkan penyakit atau cidera. Sifat bahaya dari limbah

layanan kesehatan tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa

karakteristik berikut: limbah mengandung agen infeksius, limbah

mengandung zat kimia atau obat-obat berbahaya atau beracun, limbah

bersifat radioaktif, limbah mengandung benda tajam.

Salah satunya petugas kebersihan pengelola limbah medis di

rumah sakit dimana mereka secara khusus mengelola limbah medis,

mengangkut limbah medis dari lokasi pembuangan sampah medis

sampai ke tempat pemanpungan limbah medis yang ada di rumah sakit,

sedangkan yang mengolah limbah medis adalah petugas khusus

pegelola limbah medis di rumah sakit.


2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku K3

2.6.1 Faktor Predisposisi

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah salah satu domain perilaku. Menurut

Notoatmoedjo (2012), pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang

terhadap objek tertentu yang didapat melalui penginderaan yang

dilakukannya.

Pengetahuan dapat diperoleh dari seluruh penginderaan

manusia, namun sebagian besar didapat melalui indera penglihatan

dan indera pendengaran. Pengukuran pengetahuan secara umum

dapat dilakukan dengan menanyakan tentang sebuah materi melalui

wawancara maupun angket kepada subjek penelitian.

Kedalaman penelitian dapat diukur berdasarkan tingkatan

pengetahuan. Secara garis besar pengetahuan dibagi ke dalam 6

tingkatan, yaitu (Notoatmoedjo, 2012) :

a. Tahu

Tahu sebagai tingkat pengetahuan paling rendah berada pada

posisi mengingat materi secara spesifik. Pengetahuan pada tingkat

ini diukur dengan meminta seseorang menyebutkan,

mendefinisikan, dan menguraikan.

b. Memahami.

Memahami merupakan kemampuan menjelaskan dan

menginterpretasikan suatu materi dengan benar.


c. Aplikasi.

Pada tahap aplikasi seseorang sudah mampu untuk menggunakan

dan mempraktekkan materi ke dalam kehidupan nyata.

d. Analisis.

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi ke

dalam komponen di dalam satu struktur organisasi yang berkaitan

satu sama lain.

e. Sintesis.

Sintesis merupakan kemampuan untuk membuat formulasi baru

berdasarkan formulasi yang sudah ada sebelumnya yang saling

berhubungan dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi.

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi yang didasarkan pada kriteria

yang sudah ada maupun dibuat sendiri.

Semakin luas pengetahuan seseorang maka semakin positif

perilaku yang dilakukannya (Sutanto, 2010). Pengetahuan yang tidak

memadai mengenai adanya risiko dan bahaya kecelakaan kerja akan

membuat tenaga kerja bersikap acuh tak acuh yang memungkinkan

tenaga kerja tersebut melakukan tindakan tidak aman dan merugikan

keselamatan dirinya (Cahyani, 2004).

Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan dengan

tindakan tidak aman dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa


semakin tinggi tindakan tidak aman disebabkan oleh semakin

rendahnya pengetahuan seseorang. Hasil penelitian sejenis yang

dilakukan oleh Shiddiq, dkk (2013), menyatakan bahwa ditemukan

hubungan antara pengetahuan dengan perilaku tidak aman. Dalam

penelitian tersebut, perilaku tidak aman lebih banyak dilakukan oleh

pekerja dengan tingkat pengetahuan kurang dibandingkan pekerja

dengan pengetahuan cuku.

Pada hasil penelitian antara pengetahuan dengan tindakan tidak

aman, dapat disimpulkan semakin baik pengetahuan mengenai

bahaya dan risiko ditempat kerja, maka semakin rendah tindakan

tidak aman bahkan cenderung bertindak aman, sehingga diperlukan

pelatihan dan penambahan wawasan mengenai bahaya dan risiko

ditempat kerja sebagai upaya menurunkan angka kecelakaan kerja

yang disebabkan tindakan tidak aman.

2. Sikap

Menurut Notoatmoedjo (2003) sikap merupakan reaksi atau

respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan


untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu (Notoadmoedjo,

2003):

a. Menerima (receiving), Menerima diartikan bahwa orang (subjek)

mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding), Memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah

suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,

terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa

orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan

sikap yang paling tinggi. Sikap positif belum otomatis terwujud

dalam suatu tindakan (perilaku terbuka). Hal ini disebabkan oleh

beberapa alasan, antara lain :

a) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada

situasi saat itu.


b) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang

mengacu kepada pengalaman orang lain.

c) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan

berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman

seseorang.

Hasil penelitian Jasmawati, Syafar & Jafar (2012) tentang

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Ketersediaan Fasilitas Dengan

Praktik Petugas Pengumpul Limbah Medis di RSUD Abdul Wahab

Sjaranie Samarinda menunjukan bahwa praktik petugas pengumpul

limbah medis umumnya dilakukan oleh petugas yang memiliki

pengetahuan baik.

Pengetahuan dikatakan baik bila sama dengan (91,2%)

dibanding petugas yang berpengetahuan cukup (72,7) Tidak ada

hubungan antara sikap dengan praktik petugas pengumpul limbah

medis. Dan juga menyimpulkan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan praktik petugas pengumpul limbah medis dan

ada hubungan ketersediaan fasilitas dengan petugas pengmpul

limbah medis.

3. Perilaku

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(perilaku terbuka). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu

perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang

memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor


fasilitas juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain

(Notoadmoedjo, 2007).

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung

yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah

dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan lalu (recall). Pengukuran

juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi

tindakan atau kegiatan responden (Notoadmoedjo, 2007).

2.6.2 Faktor Pendukung (Enabling factors)

1. Pelatihan K3

Pelatihan adalah bagian dari suatu proses pendidikan yang

tujuannya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja

seseorang atau sekelompok orang. Para pekerja dilatih atau

dikembangkan agar memperlihatkan perilaku (memberikan prestasi)

sesuai dengan yang ditetapkan oleh perusahaan.

Pelatihan menurut (Sialagan, 2008), adalah proses pendidikan

jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistemnya dan

terorganisisr, sehingga tenga kerja non manajerial mempelajari

pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.

Menurut Bird, F.E and G. L (1990), ada beberapa keuntungan

untuk para manager atau atasan jika memberikan pelatihan yang

tepat, diantaranya :

a. Departemen yang dipimpin dapat lebih efesien.

b. Kecelakaan akan dapat dieliminasi atau paling tidak diturunkan.

Dengan pelatihan yang tepat para pekerja dapat mengetahui


bahaya dari pekerjaannya dan tahu apa yang harus dilakukan

terhadap bahaya tersebut.

c. Moral pekerja dan tim kerjanya akan meningkat. Kepuasan

terhadap pekerjaan akan meningkat.

d. Bekerja menjadi lebih mudah

e. Kekuatan kerja akan menjadi lebih fleksibel. Pekerja diberi

pelatihan di semua tahapan pekerjaan, mereka dapat lebih siap

dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam

kelompok.

Menurut Noviyanti (2017), kegagalan suatu program

pelatihan dapat juga disebabkan karena :

a. Pelatihan dilaksanakan pada waktu yang tidak tepat, kurang

partisipasi manajer terkait dalam perancangan program pelatihan.

Tanpa partisispasi ini, pelatihan seringkali berorientasi pada

masalah teknis daripada berorientasi pada permasalahan yang

ada dan hasil – hasil yang diharapkan pada pelatihan tersebut.

b. Penyampaian materi sangat bergantung pada metode pemberian

kuliah. Suatu pelatihan terutama yang berkaitan dengan dunia

industri, harus dilakukan dengan sangat interaktif dan


memungkinkan peserta untuk merapkan dan

mempraktikkankonsep-konsep yang diajarkan selama proses

berlangsung.

Menurut (Giri, 2016) buruknya komunikasi selama pelatihan

berlangsung. Banyak keuntungan yang dapat diraih apabila

instruktur pelatihan lebih menitik beratkan pada penggunaan bahasa

yang sederhana dan teknik presentasi yang menggunakan grafik atau

gambar. Menurut Geller (2001), tentang 50 prinsip keselamatan yang

salah satunya terfokus pada pengenalan, pendidikan, dan pelatihan.

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan pada saat :

a. Pekerja tidak tahu cara bekerja aman (pekerja tidak kompeten

atau kurang keterampilan).

b. Terdapat cara-cara baru yang lebih aman dalam suatu pekerjaan

(fungsi peningkatan dan pembaharuan).

c. Sebagai sarana untuk mengingatkan kembali cara untuk bekerja

aman pada pekerja. Pengetahuan saat kondisi darurat.

d. Mengubah perilaku/tindakan menuju perilaku selamat.

. Menurut teori Cooper (2001), salah satu penyebab terbesar

safety training tidak dapat berjalan dengan baik karena sering tidak

ada kesepadanan antara syarat keberhasilan pelatihan dengan

pelatihan yang diberikan, program safety training sering tidak sesuai

dengan kebutuhan peserta pelatihan.

Apabila pelatihan K3 yang diberikan semakin banyak

dilakukan namun tidak sesuai dengan kebutuhan dan mendatangkan

pembicara yang kurang berkompeten


maka dapat menurunkan pengetahuan responden sehingga tujuan

pelatihan K3 tidak tercapai.

2. Ketersediaan APD

Menurut (Notoadmoedjo, 2003) perilaku dapat dibentuk oleh 3

faktor, salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu

ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, Kesesuaian/ Kenyamanan.

Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari

faktor pemungkin perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum

terwujud dalam suatu tindakan jika terdapat fasilitas yang

mendukung terbentuknya perilaku tersebut.

Ketersediaan APD dapat mencegah perilaku tidak aman dalam

bekerja. Sistem yang didalamnya terdapat manusia (sumber daya

manusia), fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam

mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Penggunaan

APD merupakan alternatif yang paling terakhir dalam Hierarki

pengendalian bahaya. Lebih baik mendahulukan tempat kerja yang

aman, daripada pekerjaan yang safety karena tempat kerja yang

memenuhi standar keselamatan lebih menjamin terselenggaranya

perlindungan bagi tenaga kerja (Mujiadi, 2017).

Hasil analisis untuk penggunaan APD diperoleh hasil bahwa

responden yang menggunakan APD kategori berisiko dan mengalami

kecelakaan kerja yaitu 19 orang (73%), hal ini lebih banyak

dibandingkan yang menggunaan APD kategori tidak


beresiko dan mengalami kecelakaan kerja yang hanya 4 orang

(28,5%). Hasil analisis bivariat didapatkan hasil ada hubungan yang

signifikan antara penggunaan APD dengan kecelakaan kerja. Selain

itu, responden yang menggunakan APD kategori berisiko

(pemakaian APD tidak lengkap) beresiko 6,8 kali mengalami

kecelakaan kerja dibandingkan dengan responden yang

menggunakan APD kategori tidak beresiko (Aryantiningsih dan

Husmaryuli, 2016).

2.6.3 Faktor Penguat (Reinforcing factor)

Menurut OHSAS 18001 (2007) system manajemen K3

merupakan again system manajemen orgaisasi yag digunakan untuk

mengemagka dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola resiko.

1. Peraturan K3

Menurut Noviyanti (2017), Kebijakan/aturan Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu pernyataan tertulis yang

ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pengurus yang memuat

seluruh visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad

melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja, serta kerangka dan

program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara

menyeluruh yang bersifat umum atau operasional.

Kebijakan/peraturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (health

and safety) merupakan persyaratan penting dalam penerapan sistem

manajemen K3 dalam perusahaan. Kebijakan K3 ini merupakan


bentuk nyata dari komitmen manajemen terhadap K3 yang

dituangkan dalam bentuk peryataan tertulis yang memuat pokok-

pokok kebijakan perusahaan tentang pelaksanaan keselamatan kerja

dalam perusahaan. Kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur

keselamatan serta partisipasi dalam kegiatan yang berhubungan

dengan keselamatan di tempat kerja (Neal, Griffin, & Hart, 2000).

Adapun Kebijakan tertulis secara tegas mengandung sikap dan

komitmen manajemen K3. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan

dengan mempertimbangkan hasil tinjauan awal yang telah dilakukan

sebelumnya, kemudian melakukan proses konsultasi antara pengurus

dan wakil pekerja/buruh (Ramli, 2013).

Reason (1997) dalam teori mekanisme kecelakaan kerja,

menyatakan bahwa terjadinya tindakan tidak aman dikarenakan

faktor organisasi yang nantinya akan memengaruhi faktor

lingkungan sosial pekerja. Faktor lingkungan ini meliputi hal-hal

yang berhubungan dengan proses kerja secara langsung, seperti

tekanan yang berlebihan terhadap jadwal pekerjaan, peralatan

keselamatan kerja yang tidak memadai, kurangnya pelatihan dan

kurangnya pengawasan. mengemukakan pada perusahaan sedapat

mungkin dibentuk suatu lingkungan kerja kondusif salah satunya

budaya tidak saling menyalahkan bila terjadi kecelakaan pada

pekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rumah Sakit Panti Rapih

telah memiliki program untuk membudayakan K3, antara lain

dengan komitmen manajemen dengan pembentukan kebijakan

tertulis dan dinyatakan dalam visi misi rumah sakit disertai dengan

pembuatan organisasi K3, peraturan dan prosedur K3 di setiap

pekerjaan dengan formulasi dan prosedur formula oleh manajemen

dan komiten keselamatan, komunikasi dengan poster keselamatan,

tanda keselamatan, pelatihan, kompetensi pekerja dengan pakar

umum OSH dan pemahaman tentang K3, keterlibatan pekerja dalam

bentuk pelatihan dan pelaporan kecelakaan, dan lingkungan kerja

(Ardi & Hariyono, 2018).

2. Pengawasan K3

Pengawasan merupakan pengecekan manajemen terhadap

sumber daya, iklim dan proses untuk memastikan lingkungan kerja

yang aman dan produktif. Pengawasan berhubungan dengan

manajemen risiko dan program keselamatan yang telah dibuat

dengan tujuan agar mengukur pelaksanaan suatu program dan

memberikan pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat

tercapai (Notoadmodjo, 2007).

Pengawasan K3 yang dilakukan bertujuan melakukan

pemeriksaan K3 untuk mengetahui sampai berapa jauh penerapan di

unit kerja dengan objek pemeriksaan sebagai berikut : kebersihan

lingkungan kerja, keadaan atau kondisi yang dapat membahayakan


dan sikap yang dapat membahayakan. Secara umum pengawasan

dapat dilakukan oleh pihak internal perusahaan dan pengawasan

yang dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan. Pengawasan

internal ditujukan sejauhmana program K3 yang ditetapkan dapat

dilaksananakan, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh

pihak luar perusahaan atau pemerintah yang ditujukan kepada aturan

perundang-undangan yang telah dilaksanakan perusahaan

bersangkutan (Angkat, 2008).

Menurut Tampubolon (2015), Teknik pengawasan dapat

dilakukan dengan menggunakan pengawasan secara langsung dan

pengawasan secara tidak langsung sebagai berikut :

a. Pengawasan Langsung Pengawasan langsung adalah pengawasan

yang dilakukan oleh manajer pada waktu kegiatan sedang

berjalan. Pengawasan ini dapat berbentuk inspeksi langsung,

observasi di tempat (on the spot observation) dan laporan

ditempat.

b. Pengawasan tidak langsung Pengawasan tidak langsung adalah

pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan

oleh para bawahan. Laporan ini dapat berbentuk laporan lisan

tertulis dan tidak tertulis.

3. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Menurut Depkes RI (2004), Standar Operasional Prosedur

adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah kegiatan yang


dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien. Merupakan

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja

tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau

yang bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat penampilan

atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan

secara efektif dan efisien.

Pedoman atau prosedur kerja ini tidak ada manfaatnya jika

tidak diamati, apabila setiap prosedur kerja telah dapat dijalani

dengan baik maka prosedur kerja tersebut dapat ditetapkan menjadi

suatu ketentuan atau peraturan dengan disertai pengadaan sesuatu

yang perlu.

2.7 Pengendalian Bahaya

Menurut Ramli (2010) Berkaitan dengan risiko K3, pengendalian risiko

dilakukan dengan mengurangi kemungkinan atau keparahan dengan hirarki

yaitu :

1. Eliminasi

Elimininasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan

sumber bahaya, misalnya lobang dijalan ditutup, ceceran minyak dilantai

dibersihkan, mesin yang bising dimatikan. Cara ini sangat efektif karena

sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan.

Karena itu, teknik ini menjadi pilihan utama dalam hirarki pengendalian

risiko.
2. Substitusi

Substitusi adalah teknik pengendalian dengan mengganti alat,

bahan, sistem atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau

yang lebih rendah bahayanya. Teknik ini banyak digunakam, misalnya,

bahan kimia berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia

lain yang lebih aman.

3. Engineering control (pengendalian teknis)

Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis

yang ada dilingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat

dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan

pemasangan peralatan pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat

diperbaiki secara teknis misalnya dengan memasang dengan peredam

suara sehingga tingkat kebisingan dapat ditekan. Pencemaran diruang kerja

dapat diatasi dengan memasang sistem ventilasi yang baik. Bahaya pada

mesin dapat dikurangi dengan memasang pagar pengaman atau sistem

interlock.

4. Administrative control (pengendalian administratif)

Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif

misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur

kerja yang lebih aman, rotasi atau pemeriksaan kesehatan, pemasangan

tanda bahaya atau rambu-rambu keselamatan. Pada administrative control

atau pengendalian administrative dilakukan shift kerja, rotasi kerja dan

mutasi personel, prosedur kerja keselamatan, pemasangan simbol/tanda-

tanda bahaya termasuk radiasi, lembar data keselamatan bahan (Material

Safety
Data Sheet MSDS) didaerah kerja. Menurut Ramli (2010) bahaya yang ada

di tempat kerja memiliki perbedaan tergantung jenis pekerjaan dan tanda

keselamatan sesuai dengan bahaya atau lay out di lingkungan kerja.

5. APD (Alat Pelindung Diri)

Pilihan terakhir untuk pengendalian bahaya adalah dengan memakai

alat pelindung diri. Misalnya, pelindung kepala, sarung tangan, pelindung

pernafasan (respirator/masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki.

Dalam konsep K3, penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last

resort dalam pencegahan kecelakaan.

Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk

mencegah kecelakaan (reduce likelyhood) namun hanya sekedar

mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce consequences).


8 Kerangka Teori

Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun kerangka teori

mengenai Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Gambar 2.7).

Faktor Predisposis
Domino
1. Pengetahuan 1. Ancestry
and
2. Sikap anvironment
2. Fault of person
1. Pendidikan
3. Unsafe act and
2. Sosial mechanikal or
3. Ekonomi physical hazard
4. Accident
4. Kepercayaa
5. Injury
5. Persepsi

Faktor pendukung
Ketersediaan APD
Perilaku K3
Pelatihan K3

Faktor Penguat
Hirarki Pengendalian
Pengawasan K3
1. Eliminasi
1. Kebijakan K3 2. Subtitusi
3. Perancangan
2. SOP 4. Administrasi
5. AlatPelindung
Diri (APD)

Sumber : Green (1980) dalam Notoadmodjo (2003), Heinrich, H.W (1980),


dan Rambli (2010) dan di modifikasi oleh peneliti
2.9 Tabel Sintesa Penelitian

Karakteristik
Peneliti
No Judul Metode/ Temuan
(Tahun) Subjek Instrumen
Desain
1. Lupita Analisis Hubungan Didapatkan sample 72 Kuesioner, Penelitian Hasil penelitian terdapat hubungan
Noviyanti Faktor Penyebab dari 87 orang pekerja wawancara observasional antara kebijakan K3, pengawasan,
(2017) Kecelakaan Kerja pengelasan pada divisi dan observasi dengan penyediaan APD, pelatihan K3 dan
Dengan Perilaku kapal niaga, pendekatan SOP dengan komitmen individu.
Tidak Aman Pada berdasarkan metode cross sectional Pelatihan K3 dan SOP memiliki
Pekerja Pengelasan Pt. simple random hubungan dengan pengetahuan.
Pal Indonesia Sampling Komitmen individu dan
(Persero) Surabaya, pengetahuan memiliki hubungan
Divisi Kapal Niaga dengan perilaku tidak aman.

2. Mujiadi Analisis Faktor Yang Populasi dalam Kuesioner Penelitian Hasil bahwa ada sebagian kecil
(2017) Mempengaruhi penelitian ini adalah dan observasi Kuantitatif tenaga keperawatan yang belum
Tindakan Tidak Aman tenaga keperawatan di mandapatkan giliran sosialisasi
Tenaga Keperawatan ruang rawat inap RSI program kerja K3RS terkait unsafe
Di Rawat Inap Rsi Surabaya yang action. Tenaga keperawatan
Surabaya berjumlah 90 orang. tersebut dimungkinkan beresiko
Sampel dalam melakukan tindakan unsafe action.
penelitian ini Kondisi tersebut sesuai dengan
menggunakan rumus hasil observasi pada 83 tenaga
Lemeshow (1997) dan keperawatan di ruang rawat inap
sampel penelitian yang
bahwa sebagian kecil 25 (30,1%)
digunakan sebanyak 83
tidak patuh.
orang.
3. Michael The relationship 1414 karyawan yang Kuesioner Penelitian Pekerja di rumah sakit merupakan
O’Toole between employees’ tersebar di 8 Negara Kuantitatif faktor kunci pekerja dalam
(2013). Perceptions bagian di USA. pemahaman kesehatan dan
of Safety and keselamatan kerja.
organizational culture

4. Subhan Zul Analisa Penerapan kecelakaan kerja di observasi dan Jenis penelitian Hasil penelitian menunjukkan
Ardi dan Budaya Perilaku RS Panti Rapih wawancara yang digunakan setelah diadakan sosialisasi K3 dan
Widodo Keselamatan dan terdeteksi dari tahun dalam penelitian adanya komitmen manajemen maka
Hariyono Kesehatan Kerja di 2009 sampai dengan ini adalah seluruh karyawan patuh terhadap
(2018) Rumah Sakit pertengahan 2012 penelitian aturan K3 sehingga mereka bekerja
adalah 34 kasus, kualitatif dengan sesuai dengan SOP dan patuh pada
dengan tingkat pendekatan studi aturan penggunaan APD.
keseringan terjadi kasus
adalah terpeleset,
masih ada tenaga kerja
yang tidak mematuhi
Standard Operational
Procedure (SOP)
terutama di bagian
perlengkapan dan
peralatan, dan poster
K3 yang sudah usang
atau tidak layak,
belum ada sosialisasi
tentang kebijakan K3
dari pimpinan
5. Ajeng Retno Analisis Faktor-Faktor Informan utama dalam Pengumpulan Penelitian Hasil penelitian menunjukkan
Yunita, Ayun Kebijakan Dalam penelitian ini terdapat data dengan deskriptif dengan factor-faktor implementasi dari segi
Sriatmi, Eka Implementasi Program 6 orang petugas wawancara pendekatan isi dan tujuan program K3RS,
Yunila Keselamatan Dan kesehatan yang kualitatif komunikasi, dan komitmen masih
Fatmasari Kesehatan Kerja bekerja di Intalasi kurang penerapannya dikarenakan
Bagian Rumah Sakit (K3rs) Gawat Darurat (IGD) sosialisasi dan pengawasan yang
(2016) Di Instalasi Gawat yaitu perawat kurang. Sedangkan untuk sumber
Darurat Rumah Sakit pelaksana IGD, dokter daya, lingkungan kerja, dan SOP
Umum Daerah Kota tugas IGD, petugas sudah baik.
Semarang administrasi di IGD,
satpam di IGD, dan
petugas kebersihan di
IGD

6. Made Kurnia Pelatihan program P2M ini Observasi, Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian
Widiastuti Keselamatan Dan adalah pelatihan yang wawancara dengan masyarakat desa Antapan
Giri (2016) Kesehatan Kerja (K3) ditujukan kepada dan ceramah yang mayoritas bekerja sebagai
Pertanian Di Desa petugas kesehatan dan petani maka ditemukan beberapa
Antapan, Kecamatan petani di desa Antapan hal berikut ini yaitu 1) Petani
Baturiti, Kabupaten mengalami keluhan tentang kondisi
Tabanan kesehatan utamanya gangguan
saluran pernafasan dengan
beberapa diantaranya mengalami
gangguan pencernaan, 2) Petani
kurang memahami tentang K3
dikarenakan rendahnyapengetahuan
mereka serta belum adanya
pembinaan K3 bagi mereka yang
mereka jadikan sebuah kebutuhan
karena adanya kasus keracunan
yang pernah terjadi pada petani di
wilayah desa Antapan tersebut.
7. Lettyzia Efektivitas Intervensi yang Observasi Kualitatif Berdasarkan hasil penelitian tentang
Juliaudrey Pengawasan ditunjukkan dalam dan kinerja pengawasan Dinsosnaker
Tampubolon Keselamatan dan kegiatan pengawasan wawancara Kabupaten Sidoarjo Yang telah
(2015) Kesehatan Kerja Oleh untuk menjaga dilakukan dalam mengawasi
Dinas Sosial dan kesejahteraan tenaga keselamatan dan kesehatan kerja
Tenaga Kerja kerja sementara sebagai upaya mewujudkan budaya
Kabupaten Sidoarjo menjaga kelangsungan K3, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai Upaya Perusahaan bahwa ternyata pengawasan yang
Mewujudkan Budaya dilakukan belum efektif.
K3
BAB III

DEFINISI KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti

Dalam buku Notoatmoedjo (2007) mengatakan, perilaku adalah salah

satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai

pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini. Perilaku manusia adalah suatu

keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces)

dan kekuatan-kekuatan penahan (restining forces).

Perilaku K3 akan tumbuh dari adanya umpan balik dari kejadian yang

dianggap akan menimbulkan kecelakaan, sehingga dapat diketahui usaha

antisipasi terhadap akibat yang akan datang, dan bermanfaat bagi

pembelajaran organisasi dalam peningkatan K3 pada tahun 2016 dan 2017

(Ardi dan Hariyono, 2018).

Keselamatan kerja berkaitan dengan kecelakaan kerja, yaitu kecelakaan

yang terjadi di tempat kerja. Pengertian kecelakaan adalah cacat dan kematian

sebagai akibat kecelakaan kerja. kecelakaan akibat kerja berhubungan dengan

hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa

kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan

pekerjaan. Maka dalam hal ini kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan

atau kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (Suma’mur,

2009).

Penelitian ini diarahkan untuk menjawab permasalahan dalam

penelitian, yaitu mengidentifikasi dan mengetahui analisis perilaku K3 pada


petugas kebersihan studi kasus RSUD Sumbawa.

Oleh karena itu untuk mengetahui perilaku K3 petugas kebersihan di

RSUD Sumbawa dalam melakukan tugasnya sehingga dapat meningkatkan

kesehatan dan keselamatan kerja petugas. Maka perilaku yang diteliti dalam

penelitian ini adalah faktor predisposisi, pendukung dan penguat. Hal ini

berdasarkan teori perilaku Laurence Green.

3.2 Pola Pikir

Penelitian ini, menggunakan teori Lawrence Green bahwa perilaku itu

sendiri yang terdapat dari tiga faktor yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap kepercayaan, nilai-nilai, keyakinan.

2. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-prasarana kesehatan.

3. Faktor penguat (Reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan penelitian.


Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Sikap

Faktor Pendukung
Fasilitas Pelayanan Perilaku K3 Petugas
K3 Kebersihan

Faktor penguat
Pengawasan K3

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

3.3 Definisi Konsep

1. Faktor Predisposisi peneliti ingin melihat pengetahuan dan sikap petugas

cleaning service terhadap perilaku K3.

a. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang. Dalam hal ini yaitu pengetahuan petugas kebersihan

mengenai perilaku K3 dan dampak akibat kecelakaan pada petugas di

rumah sakit.
b. Sikap adalah merupakan kesadaran dan kecenderungan untuk berbuat.

Seorang tenaga kerja yang memiliki sikap baik diartikan sebagai

seorang tenaga kerja yang memiliki kesadaran untuk berbuat baik

selama berberada ditempat kerja, dari sikap tersebut dapat berkembang

menjadi sikap selamat yang lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan

untuk selalu memperhatikan keselamatan ditempat kerja.

2. Faktor Pendukung adalah fasilitas pelayanan pelatiham K3 serta peralatan

dan penggunaan APD sebagai penunjang petugas cleaning service dalam

melakukan perilaku K3.

3. Faktor Penguat yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pengawasan K3

agar berjalan sesuai harapan sehingga tujuan kegiatan tersebut dapat

tercapai secara efektif dan efisien.


BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif

menggunakan desain Rapid Assessment Procedure (RAP). Rancangan penelitian

RAP ini dipilih dengan alasan, penelitian dilakukan dalam waktu yang relatif

singkat sekitar 1 sampai 2 bulan (Kresno S. dkk. 1999).

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana

peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data diperoleh

melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam (Indepth Interview) dengan

menggunakan pedoman wawancara (Interview Guide), analisis data bersifat

induktif, dan hasil penelitian kaulitatif lebih menekankan makna dari pada

generalisasi (Sugiyono, 2015).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Sumbawa pada bulan Mei sampai

selesai tahun 2019. RSUD Sumbawa di pilih karena merupakan satu- satunya

Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah Sumbawa dan berstatus Badan Layanan

Umum Daerah (BLUD). Adapun lokasi pengumpulan data pada penelitian ini

dipusatkan ruangan- ruangan atu tempat- tempat yang sering dibersihkan oleh

petugas kebersihan, yaitu ruangan operasi, ICU, farmasi dan lorong- lorong.

4.3 Informan
Pada penelitian ini, informan dipilih dengan menggunakan purposive sampling
yakni metode non-random sampling dengan memilih informan berdasarkan
karakteristik tertentu (Bowling, 2009). Informan penelitian dipilih berdasarkan
pertimbangan kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequacy).

Adapun informan yang digunakan dalam penelitian ini :


1. Informan kunci, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang

diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini yang menjadi informan kunci yaitu Ketua

Komite Kesehatan dan keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) di RSUD

Sumbawa.

2. Informan biasa, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial

yang diteliti, dalam hal ini yang menjadi informan biasa yaitu petugas kebersihan.

3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi tambahan yang

dapat menunjang hasil penelitian, dalam hal ini Perusahaan penanggung jawab

petugas kebersihan.

4.4 Etika Penelitian


Peneliti memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak informan
penelitian yakni hak kenyamanan fisik dan psikologis melalui pertimbangan etik.
Penerapan prinsip etika penelitian yang pertama adalah meyakinkan informan
terlindungi dengan memperhatikan aspek kebebasan dan hak untuk menentukan
pilihan ikut bersedia berpartisipasi atau menolak untuk mengikuti dan memberikan
informasi terkait yang dibutuhkan dalam penelitian.
Peneliti menjelaskan tentang tujuan, waktu, prosedur, kerahasiaan
informasi dan hak peneliti selama penelitian. Selanjutnya peneliti memberikan
kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian dan
menyampaikan kontak peneliti kepada informan secara langsung. Kemudian,
informan diberi kesempatan memutuskan untuk terlibat atau tidak terlibat dalam
penelitian. Prinsip kedua adalah memperhatikan manfaat yang ditimbulkan kepada
informan, yakni peneliti memperhatikan manfaat bagi informan dimana hasil
penelitian akan diterapkan.
Peneliti menjelaskan tentang manfaat yang didapatkan oleh informan
dalam meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja bagi petugas kebersihan
serta menjelaskan bahwa penelitian ini tidak berisiko bagi informan. Prinsip ini
tertuang dalam informed consent yakni persetujuan untuk berpartisipasi sebagai
informan dalam penelitian, setelah mendapat penjelasan yang lengkap dan terbuka
dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian. Jika bersedia, informan
kemudian diminta menandatangani informed consent tersebut.
4.5 Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data

4.5.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu
wawancara mendalam (WM), dan observasi. Metode wawancara mendalam
mengikuti pendekatan interpretatif yang tujuannya adalah untuk menganalisis
bagaimana orang-orang memahami kehidupan sosial mereka dan makna dari suatu
kejadian atau fenomena (Bowling, 2009).
Proses observasi dimulai dengan mengidentifikasi tempat atau lokasi
observasi, membuat deskripsi pengamatan, mengidentifikasi siapa/apa yang akan
diobservasi, kapan, bagaimana, berapa lama, dan bagaimana caranya (Raco,
2010). Adapun metode pengumpulan data pada penelitian ini sebagai berikut:
1) Wawancara mendalam
Wawancara mendalam dilakukan pada petugas kebersihan di RSUD
Sumbawa, koordinator petugas kebersihan, dan ketua komite K3RS.
Wawancara mendalam ini dilakukan oleh peneliti dibantu dengan asisten
peneliti sebagai notulen.
2) Observasi

Pada pelaksanaan observasi, peneliti dibantu oleh asisten peneliti yang


sudah diberikan arahan (briefing) terkait isi dari penelitian serta apa saja yang
harus diamati di lapangan, seperti yang tercantum pada lembar observasi.

Pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi untuk melihat


kegiatan petugas kebersihan di wilayah penelitian. Pengambilan data
menggunakan wawancara mendalam dilakukan dengan instrumen berupa
pedoman wawancara, yang disusun sedemikian rupa, sehingga memungkinkan
dilakukannya probing dan elaborasi terhadap jawaban informan. Wawancara akan
direkam dengan menggunakan voice recorder serta akan ditranskripkan ke dalam
bentuk cetak agar memudahkan dalam proses analisis.

Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini, sebagai berikut:


1. Observasi awal, yakni peneliti melakukan survei awal untuk mengetahui
lokasi penelitian yang sesuai dengan tema dan konteks penelitian.
Kemudian melakukan bimbingan untuk memilih dan memutuskan lokasi
penelitian yang sesuai untuk memperkuat alasan pemilihan lokasi
penelitian;
2. Pemilihan informan, yakni peneliti melakukan survei dan menetapkan
pilihan terhadap calon informan berdasarkan kriteria, kesesuaian dan
kecukupan dengan pengumpulan data penelitian;
3. Kontak dengan informan, yakni peneliti melakukan kesepakatan untuk
melakukan wawancara dan observasi yang sebelumnya telah mendapatkan
persetujuan dan izin baik dari informan maupun instansi (lokasi) tempat
penelitian;
4. Pengumpulan data di lapangan, yakni peneliti dan tim melakukan
wawancara dan observasi kepada informan untuk memperoleh data terkait
penelitian.
Observasi juga dilakukan terhadap lingkungan Rumah Sakit tempat bekerja
petugas kebersihan

4.5.2 Pengelolaan Data

Pengolahan data merupakan proses mereduksi, merangkum, mengambil


intisari dari segudang data yang telah dikumpulan, sehingga menjadi bermakna
dan lebih ringkas (Saryono, 2013).

Adapun langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan pada penelitin ini


meliputi:
1. Mendeskripsikan informan, yakni mengumpulkan data terkait karakteristik
informan seperti identitas informan, sejauh mana representatif informan
mewakili kelompok, dan bagaimana reaksi informan yang akan diteliti.
2. Membuat field note dan transkip wawancara serta diskusi, yakni mengurut
dan menambah atau mengurangi data dengan segera mengembangkannya
menjadi catatan yang teratur dan lengkap (transkrip), sehingga catatan ini
dapat merefleksikan apa yang dibahas dan didiskusikan sesuai topik dan
tema.
3. Mengatur data sesuai kategori, yakni mengatur data sesuai dengan topik
diskusi sehingga apabila terdapat data yang tidak relevan dapat
dihilangkan.
4. Meringkas data dalam bentuk matriks, yakni meringkas dan menuliskan
data ke dalam bentuk matriks, tabel, atau diagram untuk memberikan
gambaran hubungan antarvariabel. Matriks merupakan bagan yang
menyerupai tabel yang terdiri dari kata-kata dan dibuat berdasarkan
tahapan waktu, jenis informasi, jenis kegiatan, lokasi pengumpulan data,
alasan untuk berperilaku tertentu, dan lainnya.
5. Melakukan interpretasi analisis data dengan cara analisis isi, yaitu menarik
kesimpulan tertentu melalui usaha menemukan karakteristik pesan yang
dilakukan secara objektif dan sistematis. Analisis isi dapat digunakan
untuk memisahkan, menghimpun, dan meninterpretasikan tema-tema, isu-
isu, motif-motif yang terkandung di dalamnya (Manning dan Cullum-
Swan, 2009). Analisis isi dilakukan dengan mengidentifikasi tema dan
pola dalam data yang penting dan berhubungan. Kutipan atau data hasil
pengamatan yang sama atau berkaitan dikumpulkan bersama-sama.
Selanjutnya data tersebut dibagi ke dalam kategori yang sesuai dengan
pola atau temanya. Catatan lapangan dibaca ulang sambil menulisakan
komentar peneliti ditepi catatan tersebut. Memberi label pada catatan
lapangan atau menyamakan topik. Kemudian isi dari data tersebut dibuat
klasifikasinya dan menyederhanakan kompleksitas data ke dalam tema
yang ada.
6. Menarik kesimpulan, yakni mengidentifikasi benang merah dari suatu
topik dengan memasukkan beberapa quotation dari laporan agar hasil lebih
baik dan mensintesis secara lengkap sehingga dihasilkan suatu wawasan.
4.5.3 Penyajian Data
Penyajian data merupakan pernyataan berupa gambar, dokumen,
diagram, denah, model atau metafora. Bentuk penyajian data dalam penelitian
kualitatif tidak terdapa batasan baku, sebagaimana karakteristik penelitan
kualitatif juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam merangkai
kata-kata (Saryono, 2013).
4.6 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data (Sugiyono, 2015). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
peneliti sendiri sebagai instrumen utama dan dilengkapi dengan alat tulis, alat
perekam, kamera, pedoman wawancara dan catatan lapangan.

4.7 Validitas Data (Trustworthiness)


Validitas mengacu pada sejauh mana pemilihan metode pengukuran benar-benar
dapat mewakili apa yang dinyatakan dalam pengukuran. Salah satu pendekatan yang
digunakan untuk mengukur validasi data kualitatif adalah triangulasi data, yaitu
pertanyaan penelitian diajukan melalui berbagai teknik wawancara dan infroman yang
berbeda, bukan melalui metode tunggal (Martha dan Kresno, 2016). Adapun
Triangulasi yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1. Triangulasi sumber, yaitu dengan melakukan cross-check data dengan fakta dari
berbagai sumber. Triangulasi sumber penelitian ini adalah koordinator petugas
kebersihan dan ketua Komite K3RS.
2. Triangulasi metode, yaitu dengan menggunakan beberapa metode/teknik
pengumpulan data. Triangulasi metode yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan wawancara mendalam, dan observasi.
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian


RSUD Sumbawa merupakan Rumah Sakit milik Pemerintah Kabupaten Sumbawa
Kelas C dengan jumlah tempat tidur saat ini 135 TT, menurut sejarahnya berdiri sejak
tahun 1950 yang beralamat di Jalan Garuda Nomor 5 Sumbawa Besar dengan luas
area 8.120 m2 dan luas bangunan 6.876 m².
Pada tahun 1993 RSUD Sumbawa ditetapkan sebagai rumah sakit Type C
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
209/Menkes/SK/II/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Persetujuan Peningkatan
Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa Besar Milik Pemerintah Daerah Tk. II
Kabupaten Sumbawa, dari Kelas D menjadi Rumah Sakit Rumah Sakit Umum
Daerah Kelas C.
Izin operasional rumah sakit berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor 856 Tahun 2018 tentang Izin
Operasional Rumah Sakit Tipe C dan akan diperpanjang setiap lima tahun.
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Sumbawa Nomor 977 Tahun 2014 tentang
Persetujuan Penerapan Status Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah pada Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa, RSUD Sumbawa menerapkan
pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah dengan akreditasi tingkat
madya.
Jenis pelayanan yang dilaksanakan di RSUD Sumbawa, meliputi pelayanan gawat
darurat, pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan penunjang, dan
pelayanan kamar operasi. Secara keseluruhan jumlah tenaga di RSUD Sumbawa
mencapai 617 orang, yang terdiri dari PNS 302 orang dan Non PNS 315 orang.
Sebagai rumah sakit milik Pemerintah daerah yang berstatus Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD), RSUD Sumbawa berupaya memberikan pelayanan yang
terbaik dan bermutu kepada seluruh masyarakat yang salah satunya dengan
mengikuti penilaian akreditasi rumah sakit, peningkatan angka kepuasan pelanggan,
peningkatan dan kelengkapan SDM, penyediaan system pelayanan yang terintegrasi
dan sarana dan prasarana pendukung yang aman.
5.1 Karakteristik Informan
Informan penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan
observasi yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Sumbawa dilakukan pada petugas
kebersihan yang bekerja di RSUD Sumbawa sebanyak 7 orang, 1 koordinator petugas
kebersihan, dan 1 orang sebagai ketua komite K3RS. Untuk informan petugas
kebersihan sebagiam besar memiliki pendidikan SMA dan memiliki masa kerja
antara 3 bulan sampai dengan 4 tahun dengan tanggung jawab kebersihan di ruangan
yang berbeda- beda yaitu di ruangan zal dalam, ICU,Instalasi Farmasi,radiologi,poli
rawat jalan,zal bedah, zal anak dan ruang obs-gyn. Usia informan antara 19 tahun
dampai dengan 45 tahun dan bertempat tinggal di seputaran wilayah Sumbawa.
Sedangkan untuk informan kunci yaitu ketua K3RS yang bertanggung jawab
atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja seluruh karyawan RSUD Sumbawa termasuk
petugas kebersihan sendiri, Untuk informan tambahan yaitu koordinator petugas
kebersihan yang ditunjuk oleh perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab
mengkoordinir petugas kebersihan yang ada di RSUD Sumbawa.
5.2 Hasil wawancara mendalam

5.2.1 Faktor predisposisi

1. Pengetahuan K3
Menurut sebagian besar informan belum mengerti tentang K3, hanya
koordinator Petugas kebersihan yang yang sudah mengikuti pelatihan K3 dan
bertugas memberitahukan hasil pelatihan tersebut kepada teman- temannya.
Sesuai hasil wawancara terhadap informan petugas kebersihan yang menyatakan
mereka belum pernah mendengar atau tidak tahu, tetapi ada juga yang
mengatakan sudah pernah dikasih tahu oleh koordinatornya.

“…Selama kerja saya belum pernah dengar apa itu" Eh, tapi rasanya pernah sih
dikasih tahu sama koordinator saya yang disuruh memakai perlengkapan
seperti masker, sarung tangan, penutup kepala…”(SSL)
“…saya tidak mengerti, belum pernah dengar ya…”(IKP)

Berbeda dengan pernyataan ketua K3RS yang menyatakan bahwa sebagian besar
petugas kebersihan sudah mengetahui K3.

“…Saya fikir mereka sudah paham dan mengerti pentingnya K3, tapi gk
tahu juga si Yang jelas kita sudah berusaha melakukan sosialisasi mengenai K3
walaupun belum maksimal"ya…”(AGS)
Sementara sesuai hasil observasi peneliti di lapangan melihat kadang-
kadang petugas kebersihan tidak menggunakan APD pada saat bekerja.
2. Kecelakaan kerja dan tindak lanjut pihak RS
Menurut sebagian informan ada yang pernah mengalami kecelakaan pada
saat bekerja, tetapi ada juga yang belum pernah mengalami kecelakaan kerja.
Ada yang pernah terjepit, terluka saat bekerja, bahkan terjatuh tetapi tidak
diberitahukan ke siapapun, jadi pihak RS belum tahu hal ini.

“…Belum pernah, tidak tahu juga kalau teman- teman soalnya saya masih baru".
…”(AMN)

“…pernah terjatuh pas lantai licin karena hujan,saat itu sedang membersihkan
lantai. Saya tidak memberi tahu siapapun.…”(ISH)

Menurut informan ketua komite K3RS menyatakan tidak pernah ada


laporan kecelakaan kerja pada petugas kebersihan, sehingga pihak RS juga
belum menindaklanjuti.

“…sejauh ini belum pernah ada laporan mengenai kecelakaan kerja pada
CS…”(AGS)
3. Pelaksanaan K3 di RS
Sebagian besar informan sudah menjalankan prosedur K3. Informasi K3
diperoleh dari koordinator CS yang sudah mengikuti pelatihan K3 yang diadakan
oleh RS, tetapi masih ada petugas kebersihan yang tidak patuh mengikuti
prosedur keselamatan kerja.
"…tidak paham saya, tapi saya bekerja tetap memakai masker dan sarung
tangan…"(SSL)

"…pakai si masker dan sarung tanagn, dikasih tahu koordinatornya…"(IKP)

Dalam hal ini koordinator CS yang bertugas memberitahu dan mengawasi


pelaksanaan K3 dan dia juga sudah pernah mengikuti pelatihan K3RS.

“…saya pernah ikut pelatihan di lantai 2 RS mengenai K3 ktu pas sebelum


akreditasi RS, terus saya kasih tahu ke teman- teman CS jadi saat bekerja harus
pakai masker, sarung tangan, dan penutup kepala".. Jika ketahuan melanggar
tidak memakai perlengkapan paling saya tegur aja".…”(ABG)
5.2.2 Faktor Pendukung

1. Pelatihan K3
Rata- rata semua petugas kebersihan belum dibekali dengan pelatihan dan
pegetahuan K3, tetapi sebagian sudah mendapat informasi mengenai K3 dari
koordinator CS, kecuali karyawan baru belum mendapat informasi pelatiahan
K3.
"…belum lah kan saya masih baru kan…"(AMN)
"… belum si,tapi pernah dikasih tahu ama koordinatornya aja…"(ISH)
Sesuai dengan pernyataan ketua komite K3RS bahwa sudah pernah melakukan
IHT (In House Training) mengenai K3 tetapi masih terbatas dan belum semua
mendapat pelatihan tersebut.
"…pernah kita melakukan pelatihan, tetapi hanya berupa IHT (In House
Training) dan itupun hanya perwakilan saja dan berharap menularkan kepada
yang lain..” AGS)
2. Penyediaan sarana dan prasarana
Pada dasarnya menurut informan semua perlengkapan keamanan termasuk
APD sudah disediakan oleh PT yang menaungi petugas kebersihan tersebut,
yaitu PT Raam Sejahtera. Akan tetapi terkadang jumlah APD tidak mencukupi
sehingga memakai APD yang disediakan untuk perawat, ada juga yang tidak
memakai perlengkapan keamanan karena alasan lupa dan buru- buru.
"…ada kok, tapi biasanya karena buru-buru ne jadi enggak pake
masker…"(DN)
"…Udah ada tapi kadang juga habis dan kita kadang dikasih ama perawat yang
bertugas…"(IKP)
Begitu juga halnya menurut pihak Rumah Sakit, sudah ada sarana dan prasarana
yang memadai di RS, APD pada petugas kebersihan disediakan oleh PT.

"…masalah penyediaan APD dan sebagainya itu sudah tanggungan dari PT


yang menaungi CS ya, kita cuma berusaha menertibkan saja…sebisa mungkin
sarana dan prasarana tempat mereka bekerja kita buat seaman mungkin
…"(AGS)
5.2.3 Faktor Penguat

1. Pengawasan K3
Menurut informan sejauh ini belum ada pengawasan ataupun sanksi jika
petugas kebersihan bekerja tidak sesuai prosedur. Tidak ada pengawasan dari
pihak RS,terkadang hanya ditegur (oleh koordinator atau petugas RS) jika
melanggar tidak memakai APD.
"…kadang si kita diingetin teman atau koordinator, eh tapi kadang ada petugas
RS yang tegur kalo gk pake …"(ISH)
Sedangkan menurut pihak RS yang berwenang mengawasi pelaksanaan K3 yaitu
komite K3RS memang masih terbatas dilakukan.
"…dari kami belum ada pengawasan khusus ya, tapisetidaknya kita menegur
jika mereka tidak patuh menggunakan pengaman saat bekerja…"(AGS)

2. Tindak lanjut dan evaluasi


Menurut informan, karena belum pernah ada laporan dari para petugas
kebersihan, maka pihak RS belum melakukan tindak lanjut dan evaluasi
mengenai pelaksanaan K3.
"…Setahu saya belum ada evaluasi atau tindak lanjut ya karena kita juga
enggak lapor kalau terjadi kecelakaan kerja…(ABG)
Sedangkan menurut pihak RS menyatakan sudah memiliki kebijakan
K3,Prosedur standar, juga perbaikan sarana prasarana yang mendukung
Keselamatan pekerja.
“…kami sudah memiliki kebijakan terkait dengan K3, ada SOP juga yaitu di
Pokja MFK kalau di akreditasi,tetapi kita berusaha menindak lanjuti dengan
memperbaiki sarana, misal perbaikan lantai yang terlalu licin…”(AGS)

5.2.4 Hasil observasi


Sesuai observasi yang dilakukan selama 3 hari pada perwakilan petugas
kebersihan, mereka masih belum sepenuhnya bekerja sesuai prosedur yang telah
ditetapkan, seperti menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja,
padahal sudah disediakan oleh PT. Sedangkan pengawasan yang dilakukan pihak
Rumah Sakit masih terbatas.
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini sudah dilakukan berdasarkan prosedur penelitian namun peneliti


menemukan sejumlah keterbatasan, antara lain:
a. Dalam proposal penelitian, informan tambahan rencananya ada tiga kategori, yaitu
Petugas Kebersihan,Perusahaan Penanggung Jawab Petugas Kebersihan dan Ketua
Komite K3RS, yang diharapkan dapat memperkaya informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini. Namun pada saat di pengumpulan data, peneliti hanya dapat
mewawancarai informan tambahan dari koordinator petugas kebersihan dan ketua
komite K3RS. Perusahaan penanggung jawab petugas kebersihan tidak dapat
diwawancarai karena antara peneliti dan informan kesulitan menentukan kesepakatan
waktu untuk melakukan wawancara sehingga didelegasikan kepada koordinator
petugas kebersihan. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan
variasi informan tambahan untuk mendapatkan keberagaman informasi dari berbagai
perspektif, sehingga dapat memenuhi asas kesesuaian dan kecukupan dalam penelitian
ini;
b. Dalam proses pengumpulan data, peneliti tidak mengelak bahwa kemungkinan terjadi
bias, baik dalam wawancara mendalam dan observasi partisipasi. Dalam wawancara
mendalam, peneliti sebisa mungkin berusaha untuk dapat memilah informasi mana saja
yang benar-benar dialami dan diketahui oleh informan dan informasi mana saja yang
hanya dipaparkan oleh informan untuk menyenangkan hati peneliti. Untuk menghindari
bias karena adanya pengaruh dari orang ketiga, peneliti melakukan observasi di lapangan
langsung. Peneliti juga melakukan konfirmasi ulang mengenai informasi yang
diperoleh kepada informan kunci karena dianggap sebagai orang yang lebih tahu
mengenai keadaan lingkungan petugas kebersihan.

6.2 Perilaku K3 petugas kebersihan

Dari hasil penelitian, sebagian besar petugas kebersihan belum bekerja sesuai
standar K3. Terbukti mereka tidak selalu menggunakan APD saat bekerja.Hal ini
disebabkan kurangnya pengwasan baik dari pihak PT yang menaungi Petugas kebersihan
ataupun dari pihak Rumah Sakit, masih kurangnya sarana dan prasarana pendukung juga
memicu terjadinya kecelakaan kerja.
6.3 Pengetahuan K3
Sebagian besar informan belum mengetahui tentang pentingnya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Mereka sering mengalami kecelakaan kerja, tetapi belum mengetahui
prosedur yang sesuai prinsip K3, sehingga belum pernah melaporkan mengenai kecelakaan
tersebut.
6.4 Pelaksanaan K3 di RSUD Sumbawa
Sebagian besar informan sudah menjalankan prosedur K3, Informasi K3 dari
koordinator petugas kebersihan yang sudah mengikuti pelatihan K3 yang diadakan oleh
Rumah Sakit, tetapi masih ada petugas kebersihan yang tidak mengikuti atau belum
mengetahui peraturan tersebut.

6.5 Pelatihan K3
Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar petugas kebersihan belum dibekali
dengan pelatihan dan pegetahuan K3, tetapi sebagian sudah mendapat informasi mengenai
K3 dari koordinator petugas kebersihan. Sedangkan menurut pihak Rumah Sakit dalam hal
ini diwakili ketua komite K3RS menyatakan bahwa sudah pernah melakukan In House
Traing mengenai K3 tetapi masih terbatas dan belum semua mendapat pelatihan tersebut.
6.6 Penyediaan sarana dan prasarana
Dari hasil penelitian diketahui bahwa semua perlengkapan keamanan termasuk
APD sudah disediakan oleh PT yang menaungi petugas kebersihan yaitu PT Raam
Sejahtera. Tetapi terkadang tidak mencukupi sehingga petugas kebersihan harus memakai
APD yang disediakan Rumah Sakit untuk karyawan. Menurut keterangan pihak Rumah
Sakit juga sudah melakukan upaya perbaikan sarana dan prasarana yang mendukung
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
6.7 Pengawasan K3
Menurut informasi yang diperoleh, pengawasan K3 terhadap petugas kebersihan di
RSUD Sumbawa masih terbatas. Sejauh ini belum ada pengawasan ataupun sanksi jika
petugas kebersihan bekerja tidak sesuai prosedur, dan hanya berupa teguran dari
koordinator petugas kebersihan.
6.8 Tindak lanjut dan evaluasi
Dari hasil penelitian diketahui belum pernah ada laporan dari para petugas
kebersihan, maka pihak RS belum melakukan tindak lanjut dan evaluasi mengenai
pelaksanaan K3, tetapi RS sudah memiliki kebijakan terkait dengan K3, juga ada SOP
yaitu di Pokja MFK pada akreditasi. Pihak RS juga berupaya menindak lanjuti dengan
memperbaiki sarana, misalnya perbaikan lantai yang terlalu licin.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
1. Perilaku petugas kebersihan yang belum menerapkan standar K3 mempengaruhi
terjadinya kecelakaan kerja. Masih ada sebagian petugas kebersihan yang belum
mengetahui pentingnya K3.
2. Sebagian besar informan petugas kebersihan belum mendapatkan pelatihan K3.
3. Pengawasan K3 yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit masih terbatas.
4. Belum ada tindak lanjut mengenai Kecelakaan kerja karena sejauh ini belum ada
laporan terjadinya kecelakaan kerja.
5. Sudah tersedia sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan K3 pada petugas
kebersihan, namun masih kurang. Sudah ada upaya perbaikan sarana dan prasarana
dari pihak Rumah Sakit terkait K3.

7.2 Saran
1) Bagi RSUD Sumbawa
- Meningkatkan koordinasi dengan perusahaan yang membawahi petugas kebersihan
dalam hal peningkatan kesehatan dan keselamatan kerja
- Melakukan kegiatan pelatihan K3RS secara berkala bagi petugas kebersihan
- Hendaknya lebih memperhatikan fasilitas sarana prasarana Rumah Sakit yang dapat
mendukung Kesehatan dan Keselamatan kerja.
2) Bagi Perusahaan
- Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap K3 terhadap karyawannya dalam hal
ini petugas kebersihan. Hasil monitoring dan evalusasi ini dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan solusi dalam menekan jumlah kecelakaan kerja
3) Bagi pengembangan pengetahuan dan penelitian di bidang K3
Perlunya melakukan penelitian secara mendalam lagi mengenai perilaku K3 petugas
kebersihan, untuk memperkaya informasi tentang perilaku Kesehatan dan
Keselamatan Kerja bagi petugas kebersihan.
DAFTAR PUSTAKA
Angkat, S. (2008). Analisis Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja
Bangunan Perusahaan X. Universitas Sumatera Utara, Pasca Sarjana.

Anshari, Azkha, L. H. dan, & Nizwardi. (2016). Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja pada Karyawan PT. Kunanggo
Jantan Kota Padang Tahun 2016.

Ardi, S. Z., & Hariyono, W. (2018). Analisa Penerapan Budaya Perilaku


Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit, Volume 12 (Issue 1),
15–20.

Aryantiningsih, D. S., & Husmaryuli, D. (2016). Kejadian kecelakaan kerja


pekerja aspal mixing plant (amp) & batching plant di pt. lwp pekanbaru
tahun 2015. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(2), 145–150.
Buntarto. (2015). Panduan Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja Untuk
Industri. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Dr. Saryono, M. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam
bidang kesehatan.
Eka Suaputri. (2009). Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja (Studi Kasus di PT.
Jamu Air Mancur) (Skripsi). Universitas Negeri Semarang, Semanrang.
Fitriani, Sinta. (2011). Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Detiniaty,F (2017).Perilaku Ibu Dalam pemberian Makan Bayi dan Anak Stunting
Usia 0-23 Bulan (Studi kualitatif di Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa)
(Tesis).Universitas Indonesia, Jakarta.

Giri, M. K. W. (2016). Pelatihan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)


Pertanian Di Desa Antapan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.
Jurnal Widya Laksana, Volune 5(No 1).
International Labor Organization. (2017). Snapshots on Occupational Safety and
Healtha (OSH), The ILO at The World Congress on Safety and Health at
Work 2017. Singapura.
Jamsostek. (2014). http://ekbis.sindonews.com/read/836859/34/192-911-peserta-
jamsostek-alami-kecelakaan-kerja-1392713047.

Tampubolon, Lettyzia Juliaudrey. (2015). Efektivitas Pengawasan Keselamatan


dan Kesehatan Kerja Oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten
Sidoarjo sebagai Upaya Mewujudkan Budaya K3. Kebijakan dan
Manajemen Publik, Volume 3(No 3).

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit.
Mujiadi. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Tidak Aman
Tenaga Keperawatan Di Rawat Inap Rsi Surabaya (Tesis). Universitas
Airlangga, Surabaya.
Nofriandita Yukitri. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi Perikaku bekerja
yang aman pada pekerja bengkel service mobil di Depok tahun 2012
(Skripsi). FKM UI, Depok.
Notoadmodjo S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Notoadmodjo S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakatra: Rineka
Cipta.

Notoatmodjo S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (Revisi).


Jakatra: Rineka Cipta.
Noviyanti Lupita. (2017). Analisis Hubungan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Dengan Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Pengelasan Pt. Pal Indonesia
(Persero) Surabaya, Divisi Kapal Niaga Lupita. Universitas Airlangga,
Surabaya.

Pasiak Royke, Ir. (1999). Keselamatan Kerja Pertambangan. Bogor: Tim


Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Unit Pertambangan
Emas.

Puji, G. A. (2010). Gambaran Kesehatan Kerja Petugas Cleaning Service Di


Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2009 (Skripsi). Universitas
Sumatera Utara, Medan.
International Labor Organization. (2017). Snapshots on Occupational Safety and
Healtha (OSH), The ILO at The World Congress on Safety and Health at
Work 2017. Singapura.
Jamsostek. (2014). http://ekbis.sindonews.com/read/836859/34/192-911-peserta-
jamsostek-alami-kecelakaan-kerja-1392713047.

Tampubolon, Lettyzia Juliaudrey. (2015). Efektivitas Pengawasan Keselamatan


dan Kesehatan Kerja Oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten
Sidoarjo sebagai Upaya Mewujudkan Budaya K3. Kebijakan dan
Manajemen Publik, Volume 3(No 3).

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

Mujiadi. (2017). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Tidak Aman


Tenaga Keperawatan Di Rawat Inap Rsi Surabaya (Tesis). Universitas
Airlangga, Surabaya.

Nofriandita Yukitri. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi Perikaku bekerja


yang aman pada pekerja bengkel service mobil di Depok tahun 2012
(Skripsi). FKM UI, Depok.
Notoadmodjo S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Notoadmodjo S. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakatra: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (Revisi).
Jakatra: Rineka Cipta.

Noviyanti Lupita. (2017). Analisis Hubungan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja


Dengan Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Pengelasan Pt. Pal Indonesia
(Persero) Surabaya, Divisi Kapal Niaga Lupita. Universitas Airlangga,
Surabaya.

Pasiak Royke, Ir. (1999). Keselamatan Kerja Pertambangan. Bogor: Tim


Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Unit Pertambangan
Emas.

Puji, G. A. (2010). Gambaran Kesehatan Kerja Petugas Cleaning Service Di


Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2009 (Skripsi). Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Permenkes No. 56. (2014). Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta.
Ramli, S. (2010). sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS
18001. (D. Rakyat, Ed.). Jakarta.

Ramli, S. (2013). Smart Safety, Panduan Penerapan SMK3 yang Efektif. Jakarta:
PT. Dian Rakyat.
Reason, J. T. (1997). Managing The Risk Of Organizational Accidents. England:
Ashgate Publishing Ltd Republik.

Retno, Y., Sriatmi, A., & Fatmasari, E. Y. (2016). Analisis Faktor-Faktor


Kebijakan Dalam Implementasi Program Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit (K3rs) Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Daerah Kota. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), Volume 4, Nomor
2, Hal 3. Universitas Diponegoro. Semarang.

Salawati, Liza. (2009). Hubungan perilaku, manajemen keselamatan dan


kesehatan kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di laboratorium
patologi klinik rumah sakit umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun
2009 (TESIS). Universitas Sumatera Utara Medan, Sekolah Pascasarjana.

Sarastuti, Dewi. (2016). Analisis Kecelakaan Kerja Di Rumah Sakit Universitas


Gadjah Mada Yogyakarta (Skripsi). Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
Yogyakarta.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sulfikar. (2015). Analisi Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Keselamatan (Safety Behavior) (Studi Pada TKBM Dermaga Jamrud
Tanjung Perak Surabaya Tahun 2015) (TESIS). FKM Universitas
Airlangga, Surabaya.
Sutrisno, E. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Suma’mur. (2009). Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Suma’mur. (2014). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta:
CV Sagung Seto.
Tarwaka. (2012). dasar-dasar keselamatan kerja serta pencegahan kecelakaan
kerja di tempat kerja. Surakarta: Harapan Press.
Tarwaka. (2014). Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Manajemen Implementasi
K3 di Tempat Kerja. Surakarta.
Undang-undang No. 44 Tahun. (2009). Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Undang-undang RI. No. 36 Tahun. (2009). tentang Kesehatan. Jakarta.
Wowo Sunaryo Kuswana. (2015). Mencegah Kecelakaan Kerja (Pertama).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
L
A
M
P
I
R
A
N
JADWAL PENELITIAN
Judul : Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja Petugas Cleaning
Service Di RSUD Sumbawa
Nama : IDA NURSIANI,
Stambuk : IKA 18001B,
Maret April Mei Juni
No Kegiatan
III IV I II III IV I II III IV I II III
1 Survei Pendahuluan
2 Penyusunan Proposal
3 Ujian Proposal
4 Perbaikan Proposal
Pelaksanaan
5
Penelitian
6 Pengumpulan Data
Pengolahan dan
7
Tabulasi Data
8 Ujian Hasil Penelitian
9 Perbaikan
10 Ujian Skripsi
Perbaikan dan
11
Penyerahan Skripsi
PEDOMAN WAWANCARA

A. Pertanyaan untuk informan biasa


Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Alamat Lengkap :

1. Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
1. Apa yang saudara ketahui mengenai K3 tolong jelaskan?
2. Apa yang saudara ketahui tentang bekerja dengan k3 di rumah sakit?
3. Apakah anda pernah melihat kecelakaan kerja yang terjadi pada
rekan kerja anda atau anda pernah mengalami kecelakaan kerja pada
bagian kerja anda di rumah sakit?
4. Apakah anda mengetahui apa saja yang dilakukan pihak rumah sakit
setelah anda atau rekan anda mengalami keceelakaan kerja?
5. Apakah ada sosialisasi terkait k3 ditempat anda bekerja selama
dirumah sakit?

b. Sikap
1. Bagimna pendapat saudara terkait pelaksanaan K3 di rumah sakit?
2. Bagaimana tanggapan saudara tentang petugas yang bekerja tidak
sesuai prosedur K3 rumah sakit?
3. Bagaimana menurut saudara terhadap pengunaan baju
pengaman/masker/sarung tangan saat bekerja?
4. Bagaimana menurut anda mengenai informasi K3 di rumah sakit?
2. Faktor Pendukung
1. Apakah pernah ada dilakukan pelatihan K3 di rumah sakit?
2. Siapa yang melaksanakan pelatihan K3 di rumah sakit?
3. Dimana dilakukan pelatihan K3 dan penyedian APD
4. APD apa yang disediakan di rumah sakit tempat saudara bekerja?
3. Faktor Penguat
1. Apakah ada tim yang mengawasi saudara pada saat bekerja di rumah
sakit?
2. Apakah ada hukuman jika saudara tidak menggunakan APD dalam
bekerja pada pihak rumah skit?
3. Bagaimana bila ada pekerja yang megalami kecekaan kerja pada saat
rumah sakit?
4. Apakah pernah diadakan Evaluasi pada pihak rumah sakit terkain K3?
B. Pertanyaan untuk Informan Kunci
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Alamat Lengkap :
1. Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
1. Apakah anda pernah mengadakan sosialisasi K3 untuk meningkatkan
pengetahuan cleaning service mengenai perilaku K3?
2. Berapa kali dilakukan sosialisasi K3 pada petugas cleaning service di
Rumah sakit?
3. Apa saja jenis sosialisasi K3 untuk meningkatkan pengetahuan
cleaning service mengenai perilaku K3 di rumah sakit?
4. Dimana saja jenis sosialisasi K3 untuk meningkatkan pengetahuan
cleaning service mengenai perilaku K3 di rumah sakit?
5. Siapa saja yang memberikan sosialisasi terkait K3 untuk
meningkatkan pengetahuan cleaning service mengenai perilaku K3 di
rumah sakit?
b. Sikap

1. Bagaimana tanggapan saudara tentang petugas yang bekerja tidak


sesuai prosedur K3 rumah sakit?
2. Bagaimana menurut saudara terhadapt pengunaan baju pengaman saat
bekerja?
2. Faktor Pendukung
1. Apakah pernah ada dilakukan pelatihan K3 di rumah sakit pada
cleaning service?
2. Siapa yang memberikan pelatihan K3 di rumah sakit pada cleaning
service?
3. Dimana dilakukan pelatihan K3 pada cleaning service?
4. Pelatihan apa saja yang dibberikan pada cleaning service?
3. Faktor Penguat
1. Apakah ada jadwal tim yang mengawasi cleaning service saat bekerja
di rumah sakit?
2. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang diberikan rumah sakit kepada
cleaning service?
3. Tindakan apa yang dilakukan jika petugas cleaning service melakukan
tindakan tidak aman?
4. Bagaimana bentuk kebijakan yang diambil rumah sakit dari hasil
pengawasan terhadap cleaning service
C. Pertanyaan untuk Informan Tambahan
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Alamat Lengkap :
1. Faktor Predisposisi
a. Pengetahuan
1. Apakah cleaning service mengtahui tentang perilaku K3?
2. Apa yang cleaning service ketahui mengenai perilaku K3 tolong
jelaskan?
3. Apa yang cleaning service ketahui tentang bekerja dengan K3 di
rumah sakit?
4. Apakah anda pernah melihat kecelakaan kerja yang terjadi pada
cleaning service di rumah sakit saat bekerja?
5. Apakah anda mengetahui apa saja yang dilakukan pihak rumah sakit
setelah cleaning service mengalami keceelakaan kerja?

b. Sikap

1. Bagaimana tanggapan saudara tentang petugas yang bekerja tidak


sesuai prosedur K3 rumah sakit?
2. Bagaimana menurut saudara terhadap pengunaan pengaman
(masker,sarung tangan) saat bekerja?
3. Bagaimana pandangan anda mengenai cleaning service terhadap
perilaku K3?
2. Faktor Pendukung
1. Apakah pernah ada dilakukan pelatihan K3 di rumah sakit pada
cleaning service?
2. Siapa yang memberikan pelatihan K3 di rumah sakit pada cleaning
service?
3. Dimana dilakukan pelatihan K3 pada cleaning service?
4. Pelatihan apa saja yang diberikan pada cleaning service?
3. Faktor Penguat
1. Apakah ada jadwal tim yang mengawasi cleaning service saat bekerja
di rumah sakit?
2. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang diberikan rumah sakit kepada
cleaning service?
3. Tindakan apa yang dilakukan jika petugas cleaning service melakukan
tindakan tidak aman?
4. Bagaimana bentuk kebijakan yang diambil rumah sakit dari hasil
pengawasan terhadap cleaning service
5. Bagaiaman pendapat anda mengenai pengawasan badan K3 terhadap
perilaku K3 cleaning service?
LEMBAR OBSERVASI
Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja Cleaning Service
Tempat :

Waktu Pelaksanaan :

Pedoman pengisian
Beri tanda centang (√) pada kolom sesuai dengan keadaan dilapangan, berikan
penjelasan singkat pada kolom keterangan!

NO Observasi Hasil Keterangan


Ya Tidak
1. Apakah pekerja berperilaku aman
saat bekerja
2. Bekerja sesuai dengan SOP
walaupun tanpa pengawasan
3. APD disediakan sesuai kebutuhan
dan digunakan secara benar serta
Selalu dipelihara dalam kondisi
yang layak pakai
4. Apakah menggunakan APD saat
Bekerj
a
5. Terdapat prosedur untuk
identifikasi potensi bahaya dan
menilai risiko yang berhubungan
dengan penanganan secara manual
dan mekanisme

6. Identifikasi dan penilaian risiko


dilaksanakan oleh petugas yang
berkompeten dan berwenang
7. Tempat kerja mempunyai prosedur
pemeriksaan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja
8. Pemeriksaan/inspeksi dilaksanakan
oleh petugas`yang kompeten dan
berwenang yang telah memperoleh
pelatihan mengenai identifikasi
Bahaya
9. Tenaga kerja mendapatkan
instruksi dan pelatihan mengenai
yang sesuai dengan tingkat risiko
10. Rumah sakit telah membentuk
P2K3 sesuai dengan peraturan
11. P2K3 menitikberatkan kegiatan
pada pengembangan kebijakan dan
prosedur untuk mengendalikan
risiko
12. Rencana strategi K3 yang telah
ditetapkan digunakan untuk
mengendalikan risiko K3 dengan
menetapkan tujuan dan sasaran
yang dapat diukur dan menjadi
prioritas serta menyediakan
sumber daya
13. Dilakukan pengawasan untuk
menjamin bahwa setiap pekerjaan
dilaksanakan dengan aman dan
mengikuti setiap prosedur dan
petunjuk kerja yang telah
ditentukan.
14. Setiap petugas CS diawasi sesuai
dengan tingkat kemampuan dan
tingkat risiko tugas.
15. Terdapat prosedur terdokumentasi
yang menjamin bahwa semua
kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, serta kejadian berbahaya
lainnya di tempat kerja dicatat dan
dilaporkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
Lampiran 1
Karakteristik Informan Wawancara Mendalam
Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Petugas Kebersihan Di RSUD Sumbawa

No. Inisial Jenis Usia (Tahun) Pendidikan Pekerjaan*/Jabatan


Kelamin* Terakhir*
1. SSL P 45 SMK Petugas Kebersihan

2. AMN P 36 SMA Petugas Kebersihan

3. ISH L 25 SMA Petugas Kebersihan

4. DN L 20 SMK Petugas Kebersihan

5. IKP P 19 SMK Petugas Kebersihan

6. ABG L 20 SMK Koordinator CS

7. AMR L 28 SMA Petugas Kebersihan

8. AGS L 43 S2 Ketua Komite K3RS

9.

10.

Keterangan*:
L = Laki-laki SMK = Strata Menengah Kejuruan
P = Perempuan SMA = Sekolah Menengah Atas
S2 = Strata 2
LEMBAR OBSERVASI I
Perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja Cleaning Service
Tempat : RSUD Sumbawa

Waktu Pelaksanaan : 27,28,30 Maret 2019

Pedoman pengisian
Beri tanda centang (√) pada kolom sesuai dengan keadaan dilapangan, berikan
penjelasan singkat pada kolom keterangan!

NO Observasi Hasil Keterangan


Ya Tidak

1. Apakah pekerja berperilaku aman Sebagian besar
saat bekerja

2. Bekerja sesuai dengan SOP Sebagian besaar
walaupun tanpa pengawasan
3. APD disediakan sesuai kebutuhan

dan digunakan secara benar serta
Selalu dalam kondisi
yang layak pakai
 Ada yang tidak
4. Apakah menggunakan APD saat memakai APD
Bekera
5. Terdapat prosedur untuk

identifikasi potensi bahaya dan
Ada di Komite
menilai risiko yang berhubungan K3RS
dengan penanganan secara manual
dan mekanisme

6. Identifikasi dan penilaian risiko


dilaksanakan oleh petugas yang 
berkompeten dan berwenang
7. Tempat kerja mempunyai prosedur

pemeriksaan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja
8. Pemeriksaan/inspeksi dilaksanakan

oleh petugas`yang kompeten dan
berwenang yang telah memperoleh
pelatihan mengenai identifikasi
Bahaya
9. Tenaga kerja mendapatkan

instruksi dan pelatihan mengenai
yang sesuai dengan tingkat risiko

10. Rumah sakit telah membentuk Komite K3 RS
P2K3 sesuai dengan peraturan
16. P2K3 menitikberatkan kegiatan
pada pengembangan kebijakan dan
prosedur untuk mengendalikan
risiko
17. Rencana strategi K3 yang telah
ditetapkan digunakan untuk
mengendalikan risiko K3 dengan
menetapkan tujuan dan sasaran
yang dapat diukur dan menjadi
prioritas serta menyediakan
sumber daya
18. Dilakukan pengawasan untuk
menjamin bahwa setiap pekerjaan
dilaksanakan dengan aman dan
mengikuti setiap prosedur dan
petunjuk kerja yang telah
ditentukan.
19. Setiap petugas CS diawasi sesuai
dengan tingkat kemampuan dan
tingkat risiko tugas.
20. Terdapat prosedur terdokumentasi
yang menjamin bahwa semua
kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, serta kejadian berbahaya
lainnya di tempat kerja dicatat dan
dilaporkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan

Anda mungkin juga menyukai