1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas hidayah dan Anugerahnya sehingga
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengendalian serta Identifikasi bahaya di Pabrik
Maubel PT.Sulthon dengan menggunakan Metode Job Hazard Analysis” sebagai salah satu
persyaratan akademik dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Sarjana
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Institusi Kesehatan dan Teknologi Graha
Medika.
Akhirnya dengan segala rendah hati, penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan
skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan sehingga segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat membalas semua
kebaikan berbagai pihak dan penulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
2
HALAMAN UTAMA……………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR ................................................................................. ……………………2
DAFTAR ISI ............................................................................................... …………………….3
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................................5
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................5
3
4.6 Teknik Pengumpulan Data .................................................................................................... 37
4.7 Pengolahan Data........................................................ ........................................................... 37
4.7 Analisis Data ......................................................................................................................... 38
4.8 Etika Penelitian ...................................................................................................................... 39
4.9 Alur Penelitian ....................................................................................................................... 40
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
syarat-syarat kesehatan kerja. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja
sehat dan produktif antara lain : suhu ruangan yang nyaman, penerangan atau pencahayaan
yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan
ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomic) dan sebagainya (Notoadmojo,2012).
Menurut International Labour Organization (ILO) 2,78 juta pekerja meninggal
setiap tahun karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sekitar 2,4 juta (86,3 persen)
dari kematian ini dikarenakan penyakit akibat kerja, sementara lebih dari 380.000 (13,7
persen). Dikarenakan kecelakaan akibat kerja. Setiap tahun, ada hampir seribu kali lebih
banyak kecelakaan kerja non-fatal dibandingkan kecelakaan kerja fatal. Kecelakaan nonfatal
diperkirakan dialami 374 juta pekerja setiap tahun, dan banyak dari kecelakaan ini memiliki
konsekuensi yang serius terhadap kapasitas penghasilan para pekerja.
Kecelakaan kerja di indonesia pada tahun 2017 menurut Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenaga kerjaan mencapai 123.000 kasus dengan klaim Rp.91
Miliar. Tahun 2016 angka ini meningkat dengan nilai klaim sebanyak 729 Miliar.Pada tahun
2015, Sulawesi Utara menjadi salah satu Provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus
kecelakaan akibat kerja tertinggi yaitu 5.574 kasus kecelakaan kerja. Hal ini dikarenakan
kurangnya peningkatan dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
perusahaan tersebut. Sehingga tidak memperhatikan sumber daya manusia karena sumber
daya manusia kerugian yang paling besar yang tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Sehingga yang dilakukan sekarang adalah bagaimana untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang berkelanjutan dari tahun ke tahun.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat
setidaknya terjadi 110.285 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2015. Sebanyak 105.182
ditahun 2016 da sebanyak 80.392 ditahun 2017. Sedangkan, pada tahun 2018 meningkat
tajam hingga 173.105 kasus kecelakaan dengan klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
senilai Rp.1,2 Triliun. Menurut Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan disela peringatan
Bulan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Nasional Tahun 2019, setiap tahunya rata-rata
BPJS Ketenagakerjaan melayani sebanyak 130 ribu kasus kecelakaan kerja, dari kasus-kasus
ringan sampai dengan kasus-kasus yang berdampak fatal.
Dalam suatu negara, keberadaan proyek konstruksi mempunyai arti sangat penting karena
dari kegiatan itu akan dihasilkan berbagai sarana dan prasarana pembangunan. Kontribusi
6
industri konstruksi di Indonesia terhadap PDB semakin meningkat dari tahun ke tahun, mulai
2 % (tahun 1960), 4 % (tahun 1970), 6 % (tahun 1980), 6 % sampai 8 % (tahun 1990), 6 %
(tahun 1998 karena krisis ekonomi) (Tamin, 2005).
PT.Sulthon Maubel adalah pabrik somil yang terletak di Jln.Brawijaya No.88 Kelurahan
Mongondow, Kotamobagu Selatan. Pabrik ini khususnya beroperasi sebagai tempat
pembuatan Furniture seperti Lemari, Kursi,Meja, Tempat tidur yang diukir serta Proses
pembuatanya masih membuat pekerja terkontak langsung dengan bahan seperti memotong,
mengukir, mengamplas, mengecat serta mengangkat barang, serta partikel-partikel debu yang
disebabkan oleh pemotongan kayu dapat memicu penyakit Paru seperti Bronkitis, Astshma,
Radang Paru-Paru hingga Tuberculosis yang apabila tidak diberi pengawasan maka akan
dapat mengakibatkan Pekerja mengalami Ergonomi Kerja serta beresiko mendapat penyakit
akibat kerja.
7
kerja. Menurut OSHA 3071, Job Hazard Analysis (JHA) merupakan teknik yang fokus pada
tahapan pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya sebelum suatu kecelakaan
terjadi.
bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit
sepuluh orang.Pekerja mebel kayu adalah pekerjaan yang menggunakan kayu sebagai bahan
baku utama dalam proses produksinya. Setiap orang yang pernah menggergaji papan (kayu)
telah terkena paparan debu kayu. Umumnya ini dianggap tidak berbahaya dan bahkan banyak
orang yang terkena paparan debu kayu dalam jumlah besar tanpa masalah kesehatan. Namun,
sejumlah masalah kesehatan telah dikaitkan dengan paparan debu kayu. Efek bagi kesehatan
yang paling sering dilaporkan adalah ruam kulit (dermatitis), iritasi mata dan pernapasan,
masalah alergi pernapasan, kanker hidung, dan beberapa jenis kanker lainnya. Selain itu
banyaknya kasus kecelakaan akibat kerja yang terjadi seperti tertusuk, terjepit, terpotong dan
sebagainya, dikarenakan tidak adanya kontak secara langsung dengan regulasi yang berlaku.
Dengan demikian, berdasarkan latar belakang diatas, serta banyaknya masalah terkait,
peneliti tertarik mengajukan judul tentang “Pengendalian dan Identifikasi bahaya di Pabrik
Maubel PT.Sulthon menggunakan Metode Job Hazard Analysis”
8
1.3.2 Tujuan Khusus
a.untuk mengidentifikasi sumber-sumber bahaya pada Proses kerja di Pabrik Maubel
PT.Sulthon
b.untuk mengidentifikasi risiko bahaya yang ada pada Pabrik Maubel PT.Sulthon
c.Untuk mengidentifikasi pencegahan dari bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja di PT.Sulthon Maubel
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
dengan kecelakaan (Ramli, 2010). Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan seringkali
disebut sebagai “Human Error” dan sering disalah-artikan karena selalu dituduhkan sebagai
penyebab terjadinya kecelakaan. Padahal sering kali kecelakaan terjadi karena kesalahan
desain mesin dan perlatan kerja yang tidak sesuai.(Tarwaka, 2014)
Unsafe action ini dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut yaitu ketidakseimbangan fisik
tenaga seperti mudah lelah dan cacat fisik, kurang pendidikan seperti kurang berpengalaman
dan salah mengartikan suatu perintah, menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai
kewenangan, menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya, pemakaian alat
pelindung diri hanya berpura-pura, mengangkut beban berlebihan dan bekerja berlebihan
atau melebihi jam kerja yang sudah ada. (Anizar, 2009)
4) Terpapar bising
5) Terpapar radiasi
11
6) Pencahayaaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan
12
2.1.4 Bahaya
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan
yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-
faktortersebutbelummendatangkankecelakaan(Suma’mur,1996
dalam Septia, 2011:4). Sumber bahaya di tempat kerja dapat berasal dari bahan/material,
alat/mesin, proses produksi, lingkungan kerja, metode kerja, cara kerja dan produk. (Syukri
dalam Vinda, 2011:7)
1. Peralatan atau Mesin
Bahaya dari bangunan, peralatan dan mesin perlu mendapat
perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat.
Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan
kesehatan kerja. Penerangan dan ventilasi harus baik, tersedia
penerangan darurat, marka dan rambu yang jelas serta tersedia jalan
penyelamatan diri. Mesin harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja
baik dalam desain maupun konstruksi. Dalam industri juga digunakan
berbagai peralatan yang mengandung bahaya, yang bila tidak dilengkapi
dengan alat pelindung dan pengaman bisa menimbulkan bahaya seperti
kebakaran, sengatan listrik, ledakan, luka-luka atau cedera.
2. Bahan
Bahaya dari bahan meliputi risiko dengan sifat bahan antara lain
mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi, menimbulkan
kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker,
menyebabkan kelainan pada janin, bersifat racun dan radioaktif.
3. Proses
Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang
digunakan. Proses yang digunakan di industri ada yang sederhana tetapi
ada proses yang rumit industri kimia biasanya menggunakan proses yang
berbahaya, dalam prosesnya digunakan suhu, tekanan yang tinggi dan ahan kimia yang
berbahaya yang memperbesar bahayanya. Dari proses
ini terkadang timbul asap, debu, panas, bising, dan bahaya mekanis
13
seperti terjepit, terpotong atau terimpa.
4. Metode Kerja.
Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri
dan orang lain di sekitarnya. Contoh cara kerja yang demikian antara lain
cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam,
percikan api serta tumpahan bahan berbahaya.
5. Lingkungan Kerja.
Bahaya dari lingkungan kerja dapat digolongkan atas berbagai
jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan keselamatan
dan kesehatan kerja serta menyebabkan penurunan produktivitas dan
efisiensi kerja.
Menurut Soehatman Ramli (2010) jenis-jenis bahaya yaitu
(Septianingrum, 2012:7):
1. Bahaya Mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda
bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual
dengan penggerak. Misalnya : gerinda, bubut, potong, press, tempa
pengaduk. Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya
seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan.
Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau kerusakan seperti
tersayat, terjepit, terpotong, dan terkupas.
2. Bahaya Listrik
Bahaya listrik bersumber dari energi listrik yang dapat
mengkibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan arus
pendek. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya
listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin
yang menggunakan listrik.
3. Bahaya Kimiawi
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara
lain : Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat beracun (toxic), iritasi
oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras, cuka
14
air aki dan kebakaran serta peledakan. Beberapa jenis bahan kimia
memiliki sifat mudah terbakar dan meledak misalnya golongan
senyawa hidrokarbon seperti minyak tanah, premium, LPG.
4. Bahaya Fisik
Bahaya yang berasal dari faktor fisis antara lain, bising yang
dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan indera
pendengaran, tekanan, getaran, suhu panas atau dingin, cahaya atau
penerangan dan radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultraviolet dan sinar
infra merah.
5. Bahaya Biologis
Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber
dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan
kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan
dalam industri makanan, farmasi, pertanian dan kimia, pertambangan,
minyak dan gas bumi.
6. Bahaya Ergonomi
Bahaya yang disebabkan karena desain kerja, penataan tempat
kerja yang tidak nyaman bagi pekerja sehingga dapat menimbulkan
kelelahan pada pekerja.
7. Bahaya Psikologis
Bahaya yang disebabkan karena jam kerja yang panjang, shift
kerja yang tidak menentu, hubungan antara pekerja yang kurang baik.
Adapun Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program
pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal
bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan, sehingga upaya
pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan.
(Soehatman, 2010 dalam Tegar 2015: 95)
15
2.1.5 Job Hazard Analysis
16
6. Meningkatkan produktivitas pekerja. JHA dapat diterapkan ke dalam beberapa jenis
pekerjaan, namun terdapat beberapa prioritas pekerjaan yang cocok dengan kriteria JHA,
adapun pekerjaan yang memerlukan JHA sebagai berikut (OSHA 3071, 2002):
1. Pekerjaan yang jarang dilaksanakan atau melibatkan pekerjaan baru untuk melaksanakannya.
2. Pekerjaan yang apabila terjadi sedikit kesalahan pekerja, dapat memicu terjadinya
kecelakaan atau kesakitan berat.
3. Pekerjaan yang mempunyai riwayat atau potensi mengakibatkan cedera, nyaris celaka (near
miss) atau kerugian meskipun tidak terdapat insiden sebelumnya.
4. Pekerjaan kritis yang terkait dengan keselamatan seperti kebakaran, peledakan (explosion),
tumpahan bahan kimia, terciptanya atmosfer kerja yang toksik, terciptanya atmosfer kerja yang
kekurangan oksigen.
5. Pekerjaan yang dilaksanakan di lingkungan kerja yang baru atau mengalami proses dan
prosedur kerja yang berubah.
6. Pekerjaan yang dikerjakan dimana kondisi yang disebutkan pada ijin kerja aman (permit to
work) mensyaratkan adanya JSA.
7. Pekerjaan yang mungkin mempengaruhi integritas atau keluaran dari sistem proses.
8. Pekerjaan yang cukup kompleks sehingga membutuhkan instruksi kerja dalam
pelaksanaanya.
Tujuan pelaksanaan JSA secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya
disetiap aktivitas pekerjaan sehingga tenaga kerja diharapkan mampu mengenali bahaya tersebut
sebelum terjadi kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Tujuan jangka panjang dari program JSA
ini diharapkan tenaga kerja dapat ikut berperan aktif dalam pelaksanaan JSA, sehingga dapat
menanamkan kepedulian tenaga kerja terhadap kondisis lingkungan kerjanya guna menciptakan
kondisi lingkungan kerja yang aman dan meminimalisasi kondisi tidak aman (unsafe condition)
dan perilaku tidak aman (unsafe action)
Pelaksanaan JSA mempunyai manfaat dan keuntungan sebagai berikut:
1) Memberikan pengertian yang sama terhadap setiap orang tentang apa yang dilakukan untuk
mengerjakan pekerjaan dengan selamat
2) Suatu alat pelatihan yang efektif untuk para pegawai baru
3) Elemen yang utama dapat dimasukkan dalam daftar keselamatan, pengarahan sebelum
memulai pekerjaan, observasi keselamatan, dan sebagai topik pada rapat keselamatan
17
4) Membantu dalam penulisan prosedur keselamatan untuk jenis pekerjaan yang baru maupun
yang dimodifikasi
5) Suatu alat yang efektif untuk menegendalikan kecelakaan pada pekerjaan yang dilakukan
tidak rutin
Metode yang digunakan dalam teknik job safety analysis meiputi:
1. Metode observasi (pengamatan)
2. Metode diskusi (konsultasi)
3. Metode review/meninjau kembali prosedur kerja yang sudah ada
JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya yang: 1. Mungkin
diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan dalam desain permesinan, peralatan, perkakas,
stasiun kerja dan proses
2. Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau persone
3. Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.
Sedangkan kata kunci dari JSA, adalah:
1. Job task/ tugas pekerjaan
2. Job step/ langkah kerja
3. Hazard/ bahaya
4. Exposure (pemaparan)
5. Control
6. Accident (kecelakaan)/ incident
JHA dapat diterapkan ke dalam beberapa jenis pekerjaan, namun terdapat beberapa prioritas
pekerjaan yang perlu dilakukan JHA yaitu:
a. Pekerjaan dengan tingkat cedera dan penyakit yang tinggi.
b. Pekerjaan yang berpotensi mengakibatkan cacat permanen, cedera
atau sakit. Walaupun tidak ada riwayat kecelakaan yang terjadi
sebelumnya.
c. Pekerjaan yang mempunyai peluang kecil tetapi dapat
mengakibatkan kecelakaan atau cedera yang parah.
d. Pekerjaan yang baru, atau proses dan prosedur kerja yang berubah.
e. Pekerjaan yang cukup kompleks sehingga membutuhkan instruksi
kerja secara tertulis
18
menurut Mangkunegara (2009:170), bahwa indikator
keselamatan kerja adalah :
a. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja 23
b) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamanannya.
c) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
d) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
e. Pemakaian Peralatan Kerja
f) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
g) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik,
pengaturan penerangan.
A.Faktor-Faktor Penyebab Kecelakan Kerja
19
c. Teori Faktor Manusia (human factor theory) menekankan bahwa pada
akhirnya semua kecelakaan kerja, langsung maupun tidak disebabkan
karena kesalahan manusia.
Faktor manusia meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa
kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja,
perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental.
Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti
terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja
sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak
mendapat
pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan
dan penyakit (Suma‟mur, 2009)
Faktor ergonomi Faktor ergonomi yang terdiri dari berdiri lama atau berlebihan, salah
gerakan, angkat beban terlalu berat, pekerjaan monoton, dan konstruksi mesin tidak ergonomi.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya
kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-
tingginya. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan udah lelah sehingga kerja
menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja. (Djatmiko,
2016)
20
menggerakkan organisasi.Budaya keselamatan yang masih rendah ditandai dengan masih
rendahnya kepatuhan penggunaan APD dalam setiap melakukan pekerjaan yang berisiko tinggi.
Pengoperasian mesin produksi, pembuatan bahan baku, dan pengangkutan material produksi
yang di mana pada setiap kegiatannya memiliki risiko yang berbeda yang dapat memicu
timbulnya bahaya keselamatan dan kesehatan. Pengendalian bahaya menurut Joseph yang
dikutip dalam Linggarsari (2008), terdiri dari empat aspek yaitu substitusi, rekayasa engineering,
pengendalian perilaku manusia yang dibagi lagi menjadi pengendalian administratif serta
pengendalian praktek kerja. Pengendalian praktek kerja lebih menekankan pada pola-pola
perilaku individu. Sedangkan pengendalian administratif menekankan pada manajemen untuk
mengendalikan pola perilaku di lingkungan dan organisasi. Undang-Undang yang mengatur K3
adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang N0.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja ndang-Undang ini mengatur
dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat
kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
3. Undang-Undang N0. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan
mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampai dengan keslamatan dan kesehatan
kerja.
21
merupakan langkah pertama dan utama di dalam upaya pencegahan kecelakaan secara efektif
dan efisien. Data yang di peroleh dari hasil identifikasi akan sangat bermanfaat dalam
merencanakan dan melaksanakan suatu upaya pencegahan kecelakaan selanjutnya (Tarwaka,
2014).
Identifikasi bahaya anatara lain meliputi :
1. Pengenalan jenis pekerjaan yang mangandung terjadinya kecelakaan
2. Pegenalan komponen peralatan dan bahan-bahan berbahaya yang digunakan dalam proses
kerja
3. Lokasi pelaksanaan pekerjaan
4. Sifat dan kondisi tenaga kerja yang mnangani
5. Perhatian manajemen terhadap kecelakaan
6. Sarana dan peralatan pencegahan dan pengendalian yang tersedia, dll (Tarwaka, 2014)
Identifikasi potensi bahaya merupakan suatu cara untuk menemukan situasi yang mana sumber
energi yang digunakan di tempat kerja tanpa adanya pengendalian yang memadai. potensi
bahaya di tempat kerja secara umum dapat diidentifikasi melalui(Tarwaka, 2014) :
1. Analisa kecelakaan, cidera dan kejadian hampir celaka. Sistem pelaporan kecelakaan yang
efektif yang memuat tentang investigasikecelakaan dan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh
pihak manajemen dan pengurus P2K3 merupakan hal yang sangat penting di dalam sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
2. Konsultasi dengan pekerja. Pekerja merupakan orang yang tepat dan sering mengetahui
keadaan yang sebenernya yang berkaitan dngan potensi bahaya yang dihadapi, sehingga sangat
tepat bila mereka dilibatkan dalam proses identifikasi potensi bahaya dan evaluasi di tempat
kerjanya. Walkthrough survey. Identifikasi potensi bahaya dapat dilakukan melaluiwalkthrough
survey langsung di tempat kerha dengan menggunakan bantuan checklist yang sesuai dengan
kondisi bahaya yang ada di tempat kerja masing-masing.(Tarwaka, 2014)
Menurut Ramli (2010) teknik identifikasi bahaya bersifat proaktif, yaitu:
1.Brainstroming
Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan teknik brainstroming dalam suatu kelompok atau
tim di tempat kerja. Tim ini dapat berasal dari suatu bidang atau departemen tetapi dapat juga
bersifat lintas fungsi. Pertemuan kelompok ini dibahas kondisi tempat kerja. Setiap anggota
kelompok dapat mengemukakan pendapat atau temuannya mengenai bahaya yang ada di
22
lingkungan masing-masing.
2.What if/ Check list
Teknik what if merupakan teknik identifikasi bahaya yang bersifat proaktif dengan
menggunakan kata bantu what-if (bagaimana jika). Tujuan dari teknik ini adalah untuk
mengidentifikasi kemungkinan adanya kejadian yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan
konsekuensi yang serius. Melalui teknik ini dapat dilakukan penilaian terhadap kemungkinan
terjadinya penyimpangan rancang bangun, konstruksi, atau modifikasi dari yang diinginkan.
3.Hazard and Operability Study (HAZOPS)
Hazops merupakan teknik identifikasi bahaya yang sangat komprehensif dan terstruktur
yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu proses atau unit operasi baik pada tahap rancang
bangun, konstruksi, operasi maupun modifikasi. HAZOPS dilakukan dalam bentuk tim dengan
menggunakan kata bantu (guide word) yang dikombinasikan dengan parameter yang ada dalam
suatu proses, dengan menggunakan kata bantu ini dapat diidentifikasi potensi bahaya apa saja
yang dapat terjadi dalam suatu proses.
4. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan suatu teknik identifikasi bahaya yang digunakan pada peralatan atau sistem.
Teknik ini mengidentifikasi apa saja kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi serta dampak
yang mungkin ditimbulkannya, dengan demikian dapat dilakukan upaya pengendalian dan
pengamanan yang tepat.
5. Fault Tree Analysis (FTA)
FTA menggunakan metode analisis yang bersifat deduktif, dimulai dengan menetapkan
kejadian puncak (top event) yang mungkin terjadi dalam sistem atau proses dilanjutkan dengan
mengidentifikasi semua kejadian yang dapat menyebabkan kejadian puncak tersebut dalam
bentuk pohon logika ke bawah.
6. Task Risk Analysis (TRA)
TRA digunakan untuk mengidentifiksi bahaya yang berkaitan dengan pekerjaan atau suatu
tugas, misalnya bahaya dalam aktivitas seorang operator pabrik, tukang las, operator alat berat,
dan lainnya. Job Hazard Analysis (JHA) Menurut OSHA 3071, Job Hazard Analysis (JHA)
merupakan teknik yang fokus pada tahapan pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi
bahaya sebelum suatu kecelakaan terjadi. Teknik ini lebih fokus kepada interaksi antara
pekerja, pekerjaan (task), peralatan dan lingkungan kerja, setelah diketahui bahaya-bahaya yang
23
terdapat pada tahapan pekerjaan maka dilakukan usaha untuk menghilangkan atau mengurangi
risiko bahaya ke tingkat yang dapat diterima.
7. Job Hazard Analysis (JHA)
Menurut OSHA 3071, Job Hazard Analysis (JHA) merupakan teknik yang fokus pada tahapan
pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya sebelum suatu kecelakaan terjadi. Teknik
ini lebih fokus kepada interaksi antara pekerja, pekerjaan (task), peralatan dan lingkungan
kerja, setelah diketahui bahaya-bahaya yang terdapat pada tahapan pekerjaan maka dilakukan
usaha untuk menghilangkan atau mengurangi risiko bahaya ke tingkat yang dapat diterima.
A. Identifikasi potensi bahaya yang terdapat pada Pabrik Maubel atau Industri
Furniture berbahan dasar kayu
Industri mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan di
Indonesia. Banyak berdiri industri menengah baik formal maupun informal yang mampu
menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Salah satu industri yang banyak berkembang di
Indonesia yakni industri informal di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003). Industri mebel
yang dimulai dari pemotongan kayu (penggergajian) hingga pembuatan berbagai macam hasil
produksi memiliki potensi bahaya bagi pekerjanya. Potensi bahaya tersebut dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan menimbulkan penyakit akibat kerja. Salah satu
potensi bahaya dalam industri yakni paparan debu kayu. Kadar debu yang berlebihan dan terus
menerus dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan bagi
pekerja (Tarwaka, 2014 ; Suma’mur, 2009).
Dampak akibat paparan debu kayu ini telah dibuktikan dari berbagai hasil penelitian.
Menurut Yusnabeti dan Ruth (2010), ada hubungan antara konsentrasi debu (PM10), suhu
ruang kerja (P = 0,027), masa kerja (P = 0,010), pemakaian alat pelindung diri (P = 0,001),
kebiasaan merokok (P = 0,039) dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (P =
0,045) di Desa Cilebut Barat dan Cilebut Timur. Sedangkan menurut Rainel , dkk (2003)
penelitian di industri mebel di kota Pekanbaru bahwa ada keluhan kesehatan yang banyak
dialami para pekerja mebel antara lain batuk-batuk, cepat lelah, sesak nafas, gatal pada kulit
serta mata merah dan perih. Pekerja yang terpapar debu kayu secara berlebihan dan terus
24
menerus juga dapat mengalami gangguan kulit kering dan pecah, cepat lelah dan batuk-batuk.
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh debu terhadap gangguan kesehatan berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit, gangguan sistem pencernaan, serta bisa menimbulkan iritasi
pada mata yang dapat mengganggu penglihatan. Gangguan pada mata karena debu sangat
sering terjadi sehingga menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan berupa mata
merah dan gatal-gatal. Debu yang kontak dengan mata bisa mengakibatkan goresan pada
kornea mata atau bahkan lebih dari itu. Hal ini dapat menimbulkan rasa sakit yang cukup
signifikan pada mata (Ilyas, 2004). Jumlah penyakit infeksi saluran nafas bagian atas akut
lainnya di Indonesia memiliki peringkat tertinggi sebanyak 291.356 kasus karena debu (Depkes
RI, 2010). Sebagian besar penyakit paru akibat kerja yang serius yaitu terjadinya penurunan
fungsi paru, dengan gejala utama yaitu sesak nafas (Ikhsan,2002).
25
penyimpanan dan pelabelan, pembentukan tim pencegahan dan penanggulangan
kegawatdaruratan
5. Alat Pelindung Diri: mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat perlindungan
diri misalnya: safety helmet, masker, sepatu safety, coverall, kacamata keselamatan, body
harness, dan alat pelindung diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
Contoh pngendalian hazard menggunakan metode ini adalah (Geigle, 2002):
1. Membuat kebijakan kerja yang baru atau membuat standar operasional prosedur yang dapat
mengurangi frekuensi atau paparan hazard.
2. Memperbaiki jadwal kerja karyawan, sehingga dapat mengurangi paparan hazard yang
diterima.
3. Memonitoring penggunaan bahan beracun dan berbahaya.
4. Penggunaan alarm dan warning signs
5. Buddy systems
6. Pelatihan Pengendalian secara administrative control ini, umumnya masih membutuhkan
metode pengendalian yang lain (Geigle, 2002).
26
27
Tabel 2.1 adalah contoh Form Job Hazard Analysis pada Industri Kayu menurut W.T Fine
28
Gambar 2.1. Contoh Form Job Hazard Analysis pada penggunaan APD saat Konstruksi yang
digunakan pekerja
29
2.2 Kerangka Teori
Proses Kerja
Potensi Bahaya
Dikendalikan
Tidak dikendalikan
Angka kecelakaan
Pengendalian Hazard : meningkat
1.Identifikasi potensi Bahaya
2..Pengendalian potensi bahaya
Menimbulkan
Kerugian
Gambar 2.2 Kerangka Teori. Sumber : Aburiejal (2017), Tarwaka (2014), Anizar (2009),
Djatmiko (2016)
30
2.3 Sintesis Penelitian
Sintesis penelitian merupakan suatu rangkuman dari berbagai macam jenis sumber
rujukan yang menjelaskan antara penelitian terkait. Sumber rujukan yang digunakan harus
dari jurnal 10 tahun terakhir dan minimal terdapat tiga rujukan yang termuat di dalamnya.
Rangkuman penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut ini
31
(2018). Mebel Terhadap terdiri dari 13 orang,
Paparan Debu Kayu mengalami gangguang
Di Cv Mulya Abadi kesehatan ringan, 10 orang
Sukoharjo angguan kesehatan berat dari
produksi 1 (bagian
somil/penggergajian,
planner/pembahanan,
pengamplasan, serta
perakitan), dan 8 orang
3. Putri, J. I., & Identifikasi Bahaya JOB Terdapat nilai 300 resiko
Ulkhaq, M. Dan Risikopada SAFETY tinggi pada Pernapasan, 180
M. (2017). Area Produksi CV ANALYSIS resiko sedang terkena alat
Mebel Internasional, masin nilai 70 resiko tertimpa
bahan kayu. ,
4. HABIBI, I. Identifikasi dan Job Hazard
S., & Analisis Risiko Analysis dan Terdapat potensi bahaya yang
Purwanggon Keselamatan dan Risk didapatkan pada 10 proses
o, B. (2014). Kesehatan Kerja di Assesment. produksi yaitu 82 potensi
Area Mesin PT. bahaya
NadiraPrima
Menggunakan Risk
Assesment dan
Metode Job Hazard
Analysis..
BAB III
32
KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka berpikir yang dapat digunakan
sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah. Biasanya kerangka penelitian ini menggunakan
pendekatan ilmiah dan memperlihatkan hubungan antar variabel dalam proses analisisnya.
Hazard Lingkungan
Kerja di PT.Sulthon
Maubel
a. Identifikasi alur proses kerja
b. Identifikasi hazard lingkungan Risiko Kesehatan Kerja
(Hazard)
kerja
1.
Hazard fisik
2.
Hazard kimia
3.
Hazard biologi
4.
Hazard ergonomi
Upaya Pengendalian
Gambar 3.1 Kerangka Konsep JOB HAZARD ANALYSIS di Pabrik Maubel PT.Sulthon
Maubel Kotamobagu
33
3.2 Definisi Operasional
34
sumber bahaya yang berasal dari
mahluk hidup dan dibedakan
menjadi 2 yaitu tikus dan ular
35
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
36
Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti, yang ciri- ciri dan keberadaannya
diharapkan mampu mewakili atau menggambarkan keberadaan dan kondisi populasi yang
sebenarnya. Suatu sampel yang baik akan dapat memberikan gambaran yang sebenarnya
tentang populasi (Sugiarto, 2001). Sampel dalam penelitian ini adalah 15 perkerja yang ada
di PT.Sulthon Maubel Kotamobagu
Adapun sampel tersebut memiliki kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
a.Inklusi
1.Pekerja yang bekerja pada bagian pembuatan kursi sofa
2.Pekerja yang setuju untuk diwawancarai
b.Ekslusi
1.Pekerja yang bekerja pada bagian administrasi
2.Pekerja yang tidak setuju untuk diwawancarai
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
dan observasi.
1.Data primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil asil observasi menggunakan
lembar checklist dan wawancara dengan pekerja (responden) di PT.Sulthon Maubel
Kotamobagu
2.Data Sekunder
37
antaranya sebagai berikut:
a. Observasi Lapangan, dilakukan dengan survei langsung ke lokasi kerja untuk
mendapatkan gambaran dari kondisi sebenarnya objek yang akan diteliti. Aktivitas
yang dilakukan dalam tahap ini adalah mengamati situasi dan kondisi yang terjadi di
perusahaan, serta mengetahui gambaran melalui kebijakan dan prosedur yang ada
pada proses produksi di PT.Sulthon Maubel Kotamobagu.
Pengolahan data penelitian ini menggunakan data mentah (raw data) yang didapat dari
responden yang dikumpulkan dengan lengkap kemudian diolah dengan cara editing , coding,
scoring, entry, tabulating dan analiting.
1.Editing, yaitu kegiatan untuk melakukan pengecekan isi instrumen.
2.Coding, yaitu data-data yang telah ada dan telah diperiksa diberi kode kedalam kartu, kode
harus sama dengan jumlah nomor yang ada pada daftar pertanyaan kemudian data yang ada di
lembar kuesioner dan lembar observasi diberi pembobotan.
3.Scoring, yaitu memberikan skor terhadap item-item pertanyaan dari variabel.
4.Entry, yaitu memasukan data yang telah dilakukan coding..
5.Tabulating, yaitu memasukkan data-data dalam bentuk pengumpulan data dengan
memindahkan data-data dari kartu kode dan mengelompokkannya ke dalam tabel.
Teknik Penyajian Data
Data penelitian dalam penelitian ini disajikan dalam beberapa bentuk yaitu:
1.Bentuk tabel
Penyajian data dalam bentuk tabel dipilih untuk memudahkan pembacaan data sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian.
2.Bentuk Teks atau narasi
38
Penyajian data dalam bentuk teks atau narasi dilakukan untuk mengomunikasikan penjelasan
atau mendeskripsikan dari data yang telah disajikan dalam bentuk tabel agar mudah dibaca.
2. Anonimitas Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi
lembar tersebut hanya diberi kode.
4. Sukarela Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara langsung
maupun tidak langsung dari peneliti kepada calon responden atau sampel yang akan diteliti.
39
4.10 Alur Penelitian
Menentukan Konteks
Identifikasi bahaya
Analisis Risiko
Evaluasi Risiko
Pengendalian Risiko
40
DAFTAR PUSTAKA
Purnamasari, A. W. (2020). Identifikasi Potensi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Proses Produksi. HIGEIA (Journal of Public Health
Perbedaan Gangguan Kesehatan Pada Karyawan Produksi Mebel Terhadap Paparan Debu Kayu
Di Cv Mulya Abadi Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Putri, J. I., & Ulkhaq, M. M. (2017). Identifikasi Bahaya Dan Risikopada Area Produksi CV
Mebel Internasional, Semarang Dengan Metode Job Safety Analysis. Industrial Engineering
Online Journal, 6(1).
Fuqoha, I. S., Suwondo, A., & Jayanti, S. (2017). Hubungan Paparan Debu Kayu Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Pekerja Mebel Di PT. X Jepara. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (Undip), 5(1), 378-386.
Martino, P., Rinawati, D. I., & Rumita, R. (2015). Analisis Identifikasi Bahaya Kecelakaan Kerja
Menggunakan Job Safety Analysis (JSA) Dengan Pendekatan Hazard Identification, Risk
Assessment And Risk Control (HIRARC) di PT. Charoen Pokphand Indonesia-Semarang.
Industrial Engineering Online Journal, 4(2).
41
HABIBI, I. S., & Purwanggono, B. (2014). Identifikasi dan Analisis Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Area Mesin PT. Nadira Prima Menggunakan Risk Assesment Process Iso
31000: 2009 dan Metode Job Hazard Analysis.
42