Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL PENELITIAN

PENGENDALIAN SERTA IDENTIFIKASI BAHAYA DI PABRIK MAUBEL


PT.SULTHON KOTAMOBAGU MENGGUNAKAN METODE JOB HAZARD
ANALYSIS

ANGELINA D. F. TALIBO PUTRI


01901040003

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI GRAHA MEDIKA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KOTAMOBAGU
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas hidayah dan Anugerahnya sehingga
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengendalian serta Identifikasi bahaya di Pabrik
Maubel PT.Sulthon dengan menggunakan Metode Job Hazard Analysis” sebagai salah satu
persyaratan akademik dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Sarjana
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Institusi Kesehatan dan Teknologi Graha
Medika.
Akhirnya dengan segala rendah hati, penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan
skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan sehingga segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat membalas semua
kebaikan berbagai pihak dan penulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.

Kotamobagu, Maret 2022

Penulis

DAFTAR ISI

2
HALAMAN UTAMA……………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR ................................................................................. ……………………2
DAFTAR ISI ............................................................................................... …………………….3
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................................5
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................8

1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................................................................8

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 10


2.1 Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ................................................................. 10
2.1.1 Keselamatan Kerja............................................................................................................. 10
2.1.2 Unsafe Action .................................................................................................................... 11
2.1.3 Unsafe Condition................................................................................................................ 13
2.1.4 Bahaya (Hazard)................................................................................................................. 13
2.1.5JHA (Job Hazard Analysis)........................ ........................................................................ 16
2.1.6 Identifikasi Hazard Potensi Bahaya...................................................................................21
2.2 Kerangka Teori .......................................................................................……………………30
2.3 Sintesis Penelitian ................................................................................................................ 31
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...................................33
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................................. 33
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................................. 34
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................... 36
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................................................ 36
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................................... 36
4.3 Objek dan Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 36
4.4 Populasi dan sampel data........................................................................................................36
4.5 Sumber Data ......................................................................................................................... 37

3
4.6 Teknik Pengumpulan Data .................................................................................................... 37
4.7 Pengolahan Data........................................................ ........................................................... 37
4.7 Analisis Data ......................................................................................................................... 38
4.8 Etika Penelitian ...................................................................................................................... 39
4.9 Alur Penelitian ....................................................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................41

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya dalam menciptakan
keamanan dan perlindungan dari bahaya terhadap pekerja. Perusahaan dan Lingkungan baik
fisik, emosional maupun mental dan berbagai risiko kecelakaan. Maka dari pengendalian K3
diharapkan dalam meningkatkan produktivitas kerja dan pekerja merasa amah dalam
melakukan pekerjaanya (Puspitasari 2019).
Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial mempengaruhi kesehatan kerja.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja antara lain faktor fisik, faktor
kimia,dan faktor biologis. Banyaknya pekerjaan di berbagai sektor yang terpapar dengan
risiko penyakit akibat kerja. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya keselamatan dan kesehatan
dalam rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat pekerjaan atau
Lingkungan Kerja (Anies,2005).
Tenaga Kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses
pembangunan industri. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia perlu mendapat
perhatian khusus baik kemampuan, keselamatan maupun kesehatan kerjanya. Risiko bahaya
yang dihadapi pleh tenaga kerja adalah bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja akibat
kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja dan lingkungan kerja (Budiono,2008).
Berkurangnya risiko bahaya bagi tenaga kerja dapat menurunkan kekhawatiran pekerja.
Sehingga kinerja dan produktivitas pekerja dapat meningkat.
Banyak sekali faktor penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan penyakit akibat kerja ,
maka dari itu faktor tersebut harus segera diidentifikasi dan dikendalikan dengan benar.
Identifikasi dan analisis risiko harus dilakukan agar dapat mengetahui risiko, tingkatan risiko,
dan konsekuensinya yang terdapat di tempat kerja sehingga hasil dari analisis resiko yang
dilakukan dapat digunakan untuk menentukan upaya pengendalian yang sesuai dengan
bahaya dan tingkat risikonya agar program pengendalian yang diterapkan dapat berjalan
secara efisien dan efektif (Mulyana,2008).
Tujuan akhir dari kesehatan kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi

5
syarat-syarat kesehatan kerja. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya tenaga kerja
sehat dan produktif antara lain : suhu ruangan yang nyaman, penerangan atau pencahayaan
yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang sesuai dengan
ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomic) dan sebagainya (Notoadmojo,2012).
Menurut International Labour Organization (ILO) 2,78 juta pekerja meninggal
setiap tahun karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sekitar 2,4 juta (86,3 persen)
dari kematian ini dikarenakan penyakit akibat kerja, sementara lebih dari 380.000 (13,7
persen). Dikarenakan kecelakaan akibat kerja. Setiap tahun, ada hampir seribu kali lebih
banyak kecelakaan kerja non-fatal dibandingkan kecelakaan kerja fatal. Kecelakaan nonfatal
diperkirakan dialami 374 juta pekerja setiap tahun, dan banyak dari kecelakaan ini memiliki
konsekuensi yang serius terhadap kapasitas penghasilan para pekerja.
Kecelakaan kerja di indonesia pada tahun 2017 menurut Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenaga kerjaan mencapai 123.000 kasus dengan klaim Rp.91
Miliar. Tahun 2016 angka ini meningkat dengan nilai klaim sebanyak 729 Miliar.Pada tahun
2015, Sulawesi Utara menjadi salah satu Provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus
kecelakaan akibat kerja tertinggi yaitu 5.574 kasus kecelakaan kerja. Hal ini dikarenakan
kurangnya peningkatan dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
perusahaan tersebut. Sehingga tidak memperhatikan sumber daya manusia karena sumber
daya manusia kerugian yang paling besar yang tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Sehingga yang dilakukan sekarang adalah bagaimana untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang berkelanjutan dari tahun ke tahun.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat
setidaknya terjadi 110.285 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2015. Sebanyak 105.182
ditahun 2016 da sebanyak 80.392 ditahun 2017. Sedangkan, pada tahun 2018 meningkat
tajam hingga 173.105 kasus kecelakaan dengan klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
senilai Rp.1,2 Triliun. Menurut Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan disela peringatan
Bulan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Nasional Tahun 2019, setiap tahunya rata-rata
BPJS Ketenagakerjaan melayani sebanyak 130 ribu kasus kecelakaan kerja, dari kasus-kasus
ringan sampai dengan kasus-kasus yang berdampak fatal.
Dalam suatu negara, keberadaan proyek konstruksi mempunyai arti sangat penting karena
dari kegiatan itu akan dihasilkan berbagai sarana dan prasarana pembangunan. Kontribusi

6
industri konstruksi di Indonesia terhadap PDB semakin meningkat dari tahun ke tahun, mulai
2 % (tahun 1960), 4 % (tahun 1970), 6 % (tahun 1980), 6 % sampai 8 % (tahun 1990), 6 %
(tahun 1998 karena krisis ekonomi) (Tamin, 2005).
PT.Sulthon Maubel adalah pabrik somil yang terletak di Jln.Brawijaya No.88 Kelurahan
Mongondow, Kotamobagu Selatan. Pabrik ini khususnya beroperasi sebagai tempat
pembuatan Furniture seperti Lemari, Kursi,Meja, Tempat tidur yang diukir serta Proses
pembuatanya masih membuat pekerja terkontak langsung dengan bahan seperti memotong,
mengukir, mengamplas, mengecat serta mengangkat barang, serta partikel-partikel debu yang
disebabkan oleh pemotongan kayu dapat memicu penyakit Paru seperti Bronkitis, Astshma,
Radang Paru-Paru hingga Tuberculosis yang apabila tidak diberi pengawasan maka akan
dapat mengakibatkan Pekerja mengalami Ergonomi Kerja serta beresiko mendapat penyakit
akibat kerja.

Dasar hukum sistem managemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (K3) tercantum dalam undang-undang keselamatan kerja no.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja. Dalam undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23
dinyatakan bahwa K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja
yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai
karyawan paling sedikit sepuluh orang.Pekerja mebel kayu adalah pekerjaan yang
menggunakan kayu sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya.
Setiap orang yang pernah menggergaji papan (kayu) telah terkena paparan debu kayu.
Umumnya ini dianggap tidak berbahaya dan bahkan banyak orang yang terkena paparan
debu kayu dalam jumlah besar tanpa masalah kesehatan. Namun, sejumlah masalah
kesehatan telah dikaitkan dengan paparan debu kayu. Efek bagi kesehatan yang paling
sering dilaporkan adalah ruam kulit (dermatitis), iritasi mata dan pernapasan, masalah alergi
pernapasan, kanker hidung, dan beberapa jenis kanker lainnya. Selain itu banyaknya kasus
kecelakaan akibat kerja yang terjadi seperti tertusuk, terjepit, terpotong dan sebagainya,
dikarenakan tidak adanya kontak secaralangsung dengan regulasi yang berlaku.
Diperlukan upaya pengendalian untuk meminimalisir potensi bahaya kecelakaan kerja
disetiap proses produksi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan cara
manajemen risiko menggunakan identifikasi potensi bahaya keselamatan dan kesehatan

7
kerja. Menurut OSHA 3071, Job Hazard Analysis (JHA) merupakan teknik yang fokus pada
tahapan pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya sebelum suatu kecelakaan
terjadi.
bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit
sepuluh orang.Pekerja mebel kayu adalah pekerjaan yang menggunakan kayu sebagai bahan
baku utama dalam proses produksinya. Setiap orang yang pernah menggergaji papan (kayu)
telah terkena paparan debu kayu. Umumnya ini dianggap tidak berbahaya dan bahkan banyak
orang yang terkena paparan debu kayu dalam jumlah besar tanpa masalah kesehatan. Namun,
sejumlah masalah kesehatan telah dikaitkan dengan paparan debu kayu. Efek bagi kesehatan
yang paling sering dilaporkan adalah ruam kulit (dermatitis), iritasi mata dan pernapasan,
masalah alergi pernapasan, kanker hidung, dan beberapa jenis kanker lainnya. Selain itu
banyaknya kasus kecelakaan akibat kerja yang terjadi seperti tertusuk, terjepit, terpotong dan
sebagainya, dikarenakan tidak adanya kontak secara langsung dengan regulasi yang berlaku.
Dengan demikian, berdasarkan latar belakang diatas, serta banyaknya masalah terkait,
peneliti tertarik mengajukan judul tentang “Pengendalian dan Identifikasi bahaya di Pabrik
Maubel PT.Sulthon menggunakan Metode Job Hazard Analysis”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka dapat diketahui rumusan masalah
dari penelitian ini, yaitu :
1.2.1 Apa saja Potensi bahaya yang beresiko tinggi mengalami kecelakaan kerja pada
Pekerja di Pabrik Maubel PT.Sulthon Maubel?
1.2.2 Bagaimana mengidentifikasi bahaya yang terdapat pada Pabrik Maubel PT.Sulthon
Maubel ?
1.2.3 Bagaimana penerapan pengendalian Potensi Bahaya pada Pabrik Maubel PT.Sulthon
Maubel dengan menggunakan Metode Job Hazard Analysis?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi bahaya sekaligus
pengendalian resiko saat proses produksi pada Pabrik Maubel PT.Sulthon Maubel
dengan menggunakan Metode Job Hazard Analysis

8
1.3.2 Tujuan Khusus
a.untuk mengidentifikasi sumber-sumber bahaya pada Proses kerja di Pabrik Maubel
PT.Sulthon
b.untuk mengidentifikasi risiko bahaya yang ada pada Pabrik Maubel PT.Sulthon
c.Untuk mengidentifikasi pencegahan dari bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja di PT.Sulthon Maubel

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan ajar dalam memperdalam
dan memperluas materi pembelajaan serta dapat menambah pengetahuan atau wawasan
bagi mahasiswa Institut Kesehatan dan Teknologi Graha Medika.
1.4.2 Bagi Perusahaan Terkait
Hasil Penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi masukan dan rekomendasi bagi
Pabrik Maubel Pt.Sulthon Kotamobagu agar meningkatkan efektivitas perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja, mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja, serta mampu menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan
dapat mendorong produktivitas.
1.4.3 Bagi Tenaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi sebuah informasi bagi tenaga
keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko
dan penentuan tingkat risiko pada unit kerja yang ada di perusahaan.
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah referensi bagi peneliti selanjutnya
apabila melakukan penelitian tentang kajian potensi kecelakaan kerja dengan
menggunakan metode Job Hazard Analysis

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Keselamatan Kerja


2.1.1 Keselamatan Kerja
Menurut Fathul (2008), keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata safety dan
biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka
(accident) atau nyaris celaka. Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan
keilmuan dan praktis yang mempelajari tentang faktor- faktor penyebab terjadinya
kecelakaan. Keselamatan kerja merupakan suatu keadaan atau kondisi kerja yang aman,
bukanlah hanya tanggung jawab para instruktur/kepala, tetapi menjadi tanggung jawab
antara pekerja/siswa dan instruktur/kepala.
Keselamatan kerja menurut Mondy dan Noe (2010:360), adalah perlindungan karyawan
dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko
keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian
alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Menurut Mangkunegara (2009:163) OSH adalah
suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:245) menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk
pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait
dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas
emosi secara umum.

2.1.2 Unsafe Action


Unsafe Action adalah tindakan tidak aman dari manusia, misalnya tidak mau
menggunakan alat keselamatan alam bekerja, melepas alat pengaman atau bekerja sambil
bergurau. Tindakan ini dapat membahayakan dirinya atau orang lain yang dapat berakhir

10
dengan kecelakaan (Ramli, 2010). Manusia sebagai faktor penyebab kecelakaan seringkali
disebut sebagai “Human Error” dan sering disalah-artikan karena selalu dituduhkan sebagai
penyebab terjadinya kecelakaan. Padahal sering kali kecelakaan terjadi karena kesalahan
desain mesin dan perlatan kerja yang tidak sesuai.(Tarwaka, 2014)
Unsafe action ini dapat disebabkan oleh berbagai hal berikut yaitu ketidakseimbangan fisik
tenaga seperti mudah lelah dan cacat fisik, kurang pendidikan seperti kurang berpengalaman
dan salah mengartikan suatu perintah, menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai
kewenangan, menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya, pemakaian alat
pelindung diri hanya berpura-pura, mengangkut beban berlebihan dan bekerja berlebihan
atau melebihi jam kerja yang sudah ada. (Anizar, 2009)

2.1.3 Unsafe Condition


Faktor lingkungan yaitu kondisi tidak aman dari; mesin,peralatan, pesawat, bahan;
lingkungan dan tempat kerja; proses kerja; sifat pekerjaan dan sistem kerja. Lingkungan
dalam artian luas dapat diartikan tidak saja lingkungan fisik, tetapi juga faktor-faktor yang
berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengalaman manusia yang lalu maupun sesaat
sebelum bertugas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama pekerja, kondisi ekonomi
dan politik yang bisa mengganggu konsentrasi. (Tarwaka, 2014)
Kondisi tidak aman yaitu kondisi di lingkungan kerja bak alat, material atau lingkungan
yang tidak aman dan membahayakan. Sebagai contoh lantai yang licin, tangga yang rusak
dan patah, penerangan yang kurang baik atau kebisingan yang melampaui batas aman yang
di perkenankan (Ramli, 2010). Unsafe Condition dapat disebabkan oleh berbagai hal, yakni:
1) Peralatan yang sudah tidak layak pakai

2) Ada api di tempat bahaya

3) Pengamanan gedung yang kurang standar

4) Terpapar bising

5) Terpapar radiasi

11
6) Pencahayaaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan

7) Kondisi suhu yang membahayakan

8) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan

9) Sistem peringatan yang berlebihan

10) Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya (Anizar, 2009)


Perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman dapat menjadi penyebab langsung suatu
kecelakaan dan PAK karena adanya interkasi manusia dan sarana pendukung kerja. Apabila
interaksi antara keduanya tidak sesuai maka akan dapat menyebabkan terjadinya suatu
kesalahan yang mengarah kepada terjadinya kecelakaan kerja. Dengan demikian,
penyediaan sarana prasarana kerja yang sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan
keterbatasan manusia, harus sudah dilaksanakan sejak desain sistem kerja. Kecelakaan kerja
akan dapat terjadi apabila terdapat kesenjangan atau ketidak-harmonisan interaksi antara
manusia pekerja - tugas/ pekerjaan – peralatan kerja – lingkungan kerja dalam suatu
organisasi kerja. (Salami, 2015)

12
2.1.4 Bahaya
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan
yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-
faktortersebutbelummendatangkankecelakaan(Suma’mur,1996
dalam Septia, 2011:4). Sumber bahaya di tempat kerja dapat berasal dari bahan/material,
alat/mesin, proses produksi, lingkungan kerja, metode kerja, cara kerja dan produk. (Syukri
dalam Vinda, 2011:7)
1. Peralatan atau Mesin
Bahaya dari bangunan, peralatan dan mesin perlu mendapat
perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat.
Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan
kesehatan kerja. Penerangan dan ventilasi harus baik, tersedia
penerangan darurat, marka dan rambu yang jelas serta tersedia jalan
penyelamatan diri. Mesin harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja
baik dalam desain maupun konstruksi. Dalam industri juga digunakan
berbagai peralatan yang mengandung bahaya, yang bila tidak dilengkapi
dengan alat pelindung dan pengaman bisa menimbulkan bahaya seperti
kebakaran, sengatan listrik, ledakan, luka-luka atau cedera.
2. Bahan
Bahaya dari bahan meliputi risiko dengan sifat bahan antara lain
mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi, menimbulkan
kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker,
menyebabkan kelainan pada janin, bersifat racun dan radioaktif.
3. Proses
Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang
digunakan. Proses yang digunakan di industri ada yang sederhana tetapi
ada proses yang rumit industri kimia biasanya menggunakan proses yang
berbahaya, dalam prosesnya digunakan suhu, tekanan yang tinggi dan ahan kimia yang
berbahaya yang memperbesar bahayanya. Dari proses
ini terkadang timbul asap, debu, panas, bising, dan bahaya mekanis

13
seperti terjepit, terpotong atau terimpa.
4. Metode Kerja.
Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri
dan orang lain di sekitarnya. Contoh cara kerja yang demikian antara lain
cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam,
percikan api serta tumpahan bahan berbahaya.
5. Lingkungan Kerja.
Bahaya dari lingkungan kerja dapat digolongkan atas berbagai
jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan keselamatan
dan kesehatan kerja serta menyebabkan penurunan produktivitas dan
efisiensi kerja.
Menurut Soehatman Ramli (2010) jenis-jenis bahaya yaitu
(Septianingrum, 2012:7):
1. Bahaya Mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda
bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual
dengan penggerak. Misalnya : gerinda, bubut, potong, press, tempa
pengaduk. Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya
seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan.
Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau kerusakan seperti
tersayat, terjepit, terpotong, dan terkupas.
2. Bahaya Listrik
Bahaya listrik bersumber dari energi listrik yang dapat
mengkibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan arus
pendek. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya
listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin
yang menggunakan listrik.
3. Bahaya Kimiawi
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara
lain : Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat beracun (toxic), iritasi
oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras, cuka

14
air aki dan kebakaran serta peledakan. Beberapa jenis bahan kimia
memiliki sifat mudah terbakar dan meledak misalnya golongan
senyawa hidrokarbon seperti minyak tanah, premium, LPG.
4. Bahaya Fisik
Bahaya yang berasal dari faktor fisis antara lain, bising yang
dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan indera
pendengaran, tekanan, getaran, suhu panas atau dingin, cahaya atau
penerangan dan radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultraviolet dan sinar
infra merah.
5. Bahaya Biologis
Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber
dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan
kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan
dalam industri makanan, farmasi, pertanian dan kimia, pertambangan,
minyak dan gas bumi.
6. Bahaya Ergonomi
Bahaya yang disebabkan karena desain kerja, penataan tempat
kerja yang tidak nyaman bagi pekerja sehingga dapat menimbulkan
kelelahan pada pekerja.
7. Bahaya Psikologis
Bahaya yang disebabkan karena jam kerja yang panjang, shift
kerja yang tidak menentu, hubungan antara pekerja yang kurang baik.
Adapun Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program
pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal
bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan, sehingga upaya
pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan.
(Soehatman, 2010 dalam Tegar 2015: 95)

15
2.1.5 Job Hazard Analysis

Job Hazard Analysis (JHA) merupakan teknik yang berfokus


pada tahapan pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya
sebelum kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Teknik ini lebih fokus
pada interaksi antara pekerja, tugas pekerjaan, peralatan dan
lingkungan kerja. Setelah diketahui bahaya-bahaya yang terdapat pada
tahapan pekerjaan maka dilakukan usaha untuk menghilangkan atau
mengurangi risiko bahaya ke tingkat yang dapat diterima. JHA sangat
penting dilakukan untuk dapat menentukan dan menetapkan prosedur
kerja dengan tepat sehingga kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dapat dicegah ketika pekerja melakukan prosedur kerja yang baik.
Job Hazard Analysis (JHA) sendiri merupakan pengkajian sistematis tentang prosedur kerja
suatu pekerjaan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan hazard sebelum hazard tersebut
mengakibatkan kecelakaan. JHA difokuskan kepada hubungan antara pekerja, pekerjaan, alat
kerja, dan lingkungan kerja. Melalui kegiatan ini dapat diambil langkah-langkah untuk
menghilangkan dan mengurangi tingkat risiko dari bahaya di tempat kerja. Pelaksanaan JHA
merupakan salah satu komponen dalam komitmen sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja. JHA sangat penting dilakukan untuk dapat menentukan dan menetapkan
prosedur kerja dengan tepat sehingga kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat dicegah
ketika pekerja melakukan suatu prosedur kerja yang baik (OSHA 3071, 2002).
Agar pelaksanaan JHA efektif, maka manajemen perusahaan harus menunjukkan
komitmen keselamatan dan kesehatan kerja yang diiringi dengan pengendalian terhadap hazard
yang ditemukan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka perusahaan dapat kehilangan kredibilitas
dan karyawan akan ragu untuk melaporkan penemuan kondisi tidak aman kepada manajemen.
Hazard yang ditemukan melalui JHA berguna untuk (OSHA 3071, 2002):
1. Mengeliminasi atau mengurangi hazard pekerjaan.
2. Mengurangi cedera dan penyakit akibat kerja.
3. Pekerja dapat melaksanakan pekerjaan dengan selamat.
4. Metode kerja menjadi lebih efektif.
5. Mengurangi biaya kompensasi pekerja.

16
6. Meningkatkan produktivitas pekerja. JHA dapat diterapkan ke dalam beberapa jenis
pekerjaan, namun terdapat beberapa prioritas pekerjaan yang cocok dengan kriteria JHA,
adapun pekerjaan yang memerlukan JHA sebagai berikut (OSHA 3071, 2002):
1. Pekerjaan yang jarang dilaksanakan atau melibatkan pekerjaan baru untuk melaksanakannya.
2. Pekerjaan yang apabila terjadi sedikit kesalahan pekerja, dapat memicu terjadinya
kecelakaan atau kesakitan berat.
3. Pekerjaan yang mempunyai riwayat atau potensi mengakibatkan cedera, nyaris celaka (near
miss) atau kerugian meskipun tidak terdapat insiden sebelumnya.
4. Pekerjaan kritis yang terkait dengan keselamatan seperti kebakaran, peledakan (explosion),
tumpahan bahan kimia, terciptanya atmosfer kerja yang toksik, terciptanya atmosfer kerja yang
kekurangan oksigen.
5. Pekerjaan yang dilaksanakan di lingkungan kerja yang baru atau mengalami proses dan
prosedur kerja yang berubah.
6. Pekerjaan yang dikerjakan dimana kondisi yang disebutkan pada ijin kerja aman (permit to
work) mensyaratkan adanya JSA.
7. Pekerjaan yang mungkin mempengaruhi integritas atau keluaran dari sistem proses.
8. Pekerjaan yang cukup kompleks sehingga membutuhkan instruksi kerja dalam
pelaksanaanya.
Tujuan pelaksanaan JSA secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya
disetiap aktivitas pekerjaan sehingga tenaga kerja diharapkan mampu mengenali bahaya tersebut
sebelum terjadi kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Tujuan jangka panjang dari program JSA
ini diharapkan tenaga kerja dapat ikut berperan aktif dalam pelaksanaan JSA, sehingga dapat
menanamkan kepedulian tenaga kerja terhadap kondisis lingkungan kerjanya guna menciptakan
kondisi lingkungan kerja yang aman dan meminimalisasi kondisi tidak aman (unsafe condition)
dan perilaku tidak aman (unsafe action)
Pelaksanaan JSA mempunyai manfaat dan keuntungan sebagai berikut:
1) Memberikan pengertian yang sama terhadap setiap orang tentang apa yang dilakukan untuk
mengerjakan pekerjaan dengan selamat
2) Suatu alat pelatihan yang efektif untuk para pegawai baru
3) Elemen yang utama dapat dimasukkan dalam daftar keselamatan, pengarahan sebelum
memulai pekerjaan, observasi keselamatan, dan sebagai topik pada rapat keselamatan

17
4) Membantu dalam penulisan prosedur keselamatan untuk jenis pekerjaan yang baru maupun
yang dimodifikasi
5) Suatu alat yang efektif untuk menegendalikan kecelakaan pada pekerjaan yang dilakukan
tidak rutin
Metode yang digunakan dalam teknik job safety analysis meiputi:
1. Metode observasi (pengamatan)
2. Metode diskusi (konsultasi)
3. Metode review/meninjau kembali prosedur kerja yang sudah ada
JSA digunakan untuk meninjau metode kerja dan menemukan bahaya yang: 1. Mungkin
diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan dalam desain permesinan, peralatan, perkakas,
stasiun kerja dan proses
2. Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau persone
3. Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.
Sedangkan kata kunci dari JSA, adalah:
1. Job task/ tugas pekerjaan
2. Job step/ langkah kerja
3. Hazard/ bahaya
4. Exposure (pemaparan)
5. Control
6. Accident (kecelakaan)/ incident
JHA dapat diterapkan ke dalam beberapa jenis pekerjaan, namun terdapat beberapa prioritas
pekerjaan yang perlu dilakukan JHA yaitu:
a. Pekerjaan dengan tingkat cedera dan penyakit yang tinggi.
b. Pekerjaan yang berpotensi mengakibatkan cacat permanen, cedera
atau sakit. Walaupun tidak ada riwayat kecelakaan yang terjadi
sebelumnya.
c. Pekerjaan yang mempunyai peluang kecil tetapi dapat
mengakibatkan kecelakaan atau cedera yang parah.
d. Pekerjaan yang baru, atau proses dan prosedur kerja yang berubah.
e. Pekerjaan yang cukup kompleks sehingga membutuhkan instruksi
kerja secara tertulis

18
menurut Mangkunegara (2009:170), bahwa indikator
keselamatan kerja adalah :
a. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja 23
b) Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamanannya.
c) Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
d) Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
e. Pemakaian Peralatan Kerja
f) Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
g) Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik,
pengaturan penerangan.
A.Faktor-Faktor Penyebab Kecelakan Kerja

Keadaan dan alat-alat kerja dapat menyebabkan kecelakaan kerja.


Kesalahan letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-
alat kerja yang telah rusak. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-
faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan
rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada rencana tempat kerja, cara
menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin.
Ventilasi yang tidak sempurna sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang
tinggi sehingga orang merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya
ruangan gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat (Suma‟mur,2009).
Teori tentang terjadinya suatu kecelakaan dibedakan menjadi 3 yaitu:
a. Teori Tiga Faktor Utama (three main factor theory) dari (Murphy,
DuBois, & Hurrell, 1986), menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan
adalah peralatan, lingkungan, dan faktor manusia itu sendiri.
b. Teori Dua Faktor (two factor theory) dari (Hezberg, 1923), kecelakaan
disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan tindakan tidak aman (unsafe
action).

19
c. Teori Faktor Manusia (human factor theory) menekankan bahwa pada
akhirnya semua kecelakaan kerja, langsung maupun tidak disebabkan
karena kesalahan manusia.
Faktor manusia meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa
kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja,
perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental.
Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti
terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja
sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak
mendapat
pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan
dan penyakit (Suma‟mur, 2009)
Faktor ergonomi Faktor ergonomi yang terdiri dari berdiri lama atau berlebihan, salah
gerakan, angkat beban terlalu berat, pekerjaan monoton, dan konstruksi mesin tidak ergonomi.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya
kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-
tingginya. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan udah lelah sehingga kerja
menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja. (Djatmiko,
2016)

B.Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Industri Manufaktur


Perkembangan bidang industrial semakin berkembang pesat, terutama pada bidang industri
manufaktur. Industri manufaktur sendiri dalam perkembangannya juga sudah mengalami
kemajuan yang signifikan hal ini ditandai dengan meningkatnya permintaan pasar domestik,
terutama untuk plastik, logam, makanan, manufaktur cat, dan suku cadang otomotif telah tumbuh
sebesar 6,4% di tahun 2013 (World Bank, 2013). Menurut INSAG (International Nuclear Safety
Group) (IAEA {International Atomic Energy Agency}, 1991), budaya keselamatan merupakan
gabungan dari karakteristik dan sikap dalam organisasi dan individu serta merupakan integrasi
dari perilaku, sikap, persepsi yang outputnya berupa performansi yang nantinya dapat

20
menggerakkan organisasi.Budaya keselamatan yang masih rendah ditandai dengan masih
rendahnya kepatuhan penggunaan APD dalam setiap melakukan pekerjaan yang berisiko tinggi.
Pengoperasian mesin produksi, pembuatan bahan baku, dan pengangkutan material produksi
yang di mana pada setiap kegiatannya memiliki risiko yang berbeda yang dapat memicu
timbulnya bahaya keselamatan dan kesehatan. Pengendalian bahaya menurut Joseph yang
dikutip dalam Linggarsari (2008), terdiri dari empat aspek yaitu substitusi, rekayasa engineering,
pengendalian perilaku manusia yang dibagi lagi menjadi pengendalian administratif serta
pengendalian praktek kerja. Pengendalian praktek kerja lebih menekankan pada pola-pola
perilaku individu. Sedangkan pengendalian administratif menekankan pada manajemen untuk
mengendalikan pola perilaku di lingkungan dan organisasi. Undang-Undang yang mengatur K3
adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang N0.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja ndang-Undang ini mengatur
dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat
kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada
pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
3. Undang-Undang N0. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan
mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampai dengan keslamatan dan kesehatan
kerja.

2.1.6 .Identifikasi Hazard Potensi Bahaya

Identifikasi bahaya (Hazard Identification) adalah upaya sistematis untuk mengetahui


potesi bahaya yang ada di lingungan kerja. Degan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita
dapat lebih berhati-hati,waspada dan melakukan langkah-langkah pegamanan agar tidak terjadi
kecelakaan. Namun demikian, tidak smua bahaya dapat dikenali dngan mudah. (Ramli, 2010)
Identifikasi bahaya adalah kesadaran akan adanya potensi bahaya di suatu tempat kerja

21
merupakan langkah pertama dan utama di dalam upaya pencegahan kecelakaan secara efektif
dan efisien. Data yang di peroleh dari hasil identifikasi akan sangat bermanfaat dalam
merencanakan dan melaksanakan suatu upaya pencegahan kecelakaan selanjutnya (Tarwaka,
2014).
Identifikasi bahaya anatara lain meliputi :
1. Pengenalan jenis pekerjaan yang mangandung terjadinya kecelakaan
2. Pegenalan komponen peralatan dan bahan-bahan berbahaya yang digunakan dalam proses
kerja
3. Lokasi pelaksanaan pekerjaan
4. Sifat dan kondisi tenaga kerja yang mnangani
5. Perhatian manajemen terhadap kecelakaan
6. Sarana dan peralatan pencegahan dan pengendalian yang tersedia, dll (Tarwaka, 2014)
Identifikasi potensi bahaya merupakan suatu cara untuk menemukan situasi yang mana sumber
energi yang digunakan di tempat kerja tanpa adanya pengendalian yang memadai. potensi
bahaya di tempat kerja secara umum dapat diidentifikasi melalui(Tarwaka, 2014) :
1. Analisa kecelakaan, cidera dan kejadian hampir celaka. Sistem pelaporan kecelakaan yang
efektif yang memuat tentang investigasikecelakaan dan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh
pihak manajemen dan pengurus P2K3 merupakan hal yang sangat penting di dalam sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
2. Konsultasi dengan pekerja. Pekerja merupakan orang yang tepat dan sering mengetahui
keadaan yang sebenernya yang berkaitan dngan potensi bahaya yang dihadapi, sehingga sangat
tepat bila mereka dilibatkan dalam proses identifikasi potensi bahaya dan evaluasi di tempat
kerjanya. Walkthrough survey. Identifikasi potensi bahaya dapat dilakukan melaluiwalkthrough
survey langsung di tempat kerha dengan menggunakan bantuan checklist yang sesuai dengan
kondisi bahaya yang ada di tempat kerja masing-masing.(Tarwaka, 2014)
Menurut Ramli (2010) teknik identifikasi bahaya bersifat proaktif, yaitu:
1.Brainstroming
Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan teknik brainstroming dalam suatu kelompok atau
tim di tempat kerja. Tim ini dapat berasal dari suatu bidang atau departemen tetapi dapat juga
bersifat lintas fungsi. Pertemuan kelompok ini dibahas kondisi tempat kerja. Setiap anggota
kelompok dapat mengemukakan pendapat atau temuannya mengenai bahaya yang ada di

22
lingkungan masing-masing.
2.What if/ Check list
Teknik what if merupakan teknik identifikasi bahaya yang bersifat proaktif dengan
menggunakan kata bantu what-if (bagaimana jika). Tujuan dari teknik ini adalah untuk
mengidentifikasi kemungkinan adanya kejadian yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan
konsekuensi yang serius. Melalui teknik ini dapat dilakukan penilaian terhadap kemungkinan
terjadinya penyimpangan rancang bangun, konstruksi, atau modifikasi dari yang diinginkan.
3.Hazard and Operability Study (HAZOPS)
Hazops merupakan teknik identifikasi bahaya yang sangat komprehensif dan terstruktur
yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu proses atau unit operasi baik pada tahap rancang
bangun, konstruksi, operasi maupun modifikasi. HAZOPS dilakukan dalam bentuk tim dengan
menggunakan kata bantu (guide word) yang dikombinasikan dengan parameter yang ada dalam
suatu proses, dengan menggunakan kata bantu ini dapat diidentifikasi potensi bahaya apa saja
yang dapat terjadi dalam suatu proses.
4. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan suatu teknik identifikasi bahaya yang digunakan pada peralatan atau sistem.
Teknik ini mengidentifikasi apa saja kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi serta dampak
yang mungkin ditimbulkannya, dengan demikian dapat dilakukan upaya pengendalian dan
pengamanan yang tepat.
5. Fault Tree Analysis (FTA)
FTA menggunakan metode analisis yang bersifat deduktif, dimulai dengan menetapkan
kejadian puncak (top event) yang mungkin terjadi dalam sistem atau proses dilanjutkan dengan
mengidentifikasi semua kejadian yang dapat menyebabkan kejadian puncak tersebut dalam
bentuk pohon logika ke bawah.
6. Task Risk Analysis (TRA)
TRA digunakan untuk mengidentifiksi bahaya yang berkaitan dengan pekerjaan atau suatu
tugas, misalnya bahaya dalam aktivitas seorang operator pabrik, tukang las, operator alat berat,
dan lainnya. Job Hazard Analysis (JHA) Menurut OSHA 3071, Job Hazard Analysis (JHA)
merupakan teknik yang fokus pada tahapan pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi
bahaya sebelum suatu kecelakaan terjadi. Teknik ini lebih fokus kepada interaksi antara
pekerja, pekerjaan (task), peralatan dan lingkungan kerja, setelah diketahui bahaya-bahaya yang

23
terdapat pada tahapan pekerjaan maka dilakukan usaha untuk menghilangkan atau mengurangi
risiko bahaya ke tingkat yang dapat diterima.
7. Job Hazard Analysis (JHA)
Menurut OSHA 3071, Job Hazard Analysis (JHA) merupakan teknik yang fokus pada tahapan
pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya sebelum suatu kecelakaan terjadi. Teknik
ini lebih fokus kepada interaksi antara pekerja, pekerjaan (task), peralatan dan lingkungan
kerja, setelah diketahui bahaya-bahaya yang terdapat pada tahapan pekerjaan maka dilakukan
usaha untuk menghilangkan atau mengurangi risiko bahaya ke tingkat yang dapat diterima.

A. Identifikasi potensi bahaya yang terdapat pada Pabrik Maubel atau Industri
Furniture berbahan dasar kayu
Industri mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan di
Indonesia. Banyak berdiri industri menengah baik formal maupun informal yang mampu
menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Salah satu industri yang banyak berkembang di
Indonesia yakni industri informal di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003). Industri mebel
yang dimulai dari pemotongan kayu (penggergajian) hingga pembuatan berbagai macam hasil
produksi memiliki potensi bahaya bagi pekerjanya. Potensi bahaya tersebut dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan menimbulkan penyakit akibat kerja. Salah satu
potensi bahaya dalam industri yakni paparan debu kayu. Kadar debu yang berlebihan dan terus
menerus dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan bagi
pekerja (Tarwaka, 2014 ; Suma’mur, 2009).
Dampak akibat paparan debu kayu ini telah dibuktikan dari berbagai hasil penelitian.
Menurut Yusnabeti dan Ruth (2010), ada hubungan antara konsentrasi debu (PM10), suhu
ruang kerja (P = 0,027), masa kerja (P = 0,010), pemakaian alat pelindung diri (P = 0,001),
kebiasaan merokok (P = 0,039) dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (P =
0,045) di Desa Cilebut Barat dan Cilebut Timur. Sedangkan menurut Rainel , dkk (2003)
penelitian di industri mebel di kota Pekanbaru bahwa ada keluhan kesehatan yang banyak
dialami para pekerja mebel antara lain batuk-batuk, cepat lelah, sesak nafas, gatal pada kulit
serta mata merah dan perih. Pekerja yang terpapar debu kayu secara berlebihan dan terus

24
menerus juga dapat mengalami gangguan kulit kering dan pecah, cepat lelah dan batuk-batuk.
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh debu terhadap gangguan kesehatan berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit, gangguan sistem pencernaan, serta bisa menimbulkan iritasi
pada mata yang dapat mengganggu penglihatan. Gangguan pada mata karena debu sangat
sering terjadi sehingga menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan berupa mata
merah dan gatal-gatal. Debu yang kontak dengan mata bisa mengakibatkan goresan pada
kornea mata atau bahkan lebih dari itu. Hal ini dapat menimbulkan rasa sakit yang cukup
signifikan pada mata (Ilyas, 2004). Jumlah penyakit infeksi saluran nafas bagian atas akut
lainnya di Indonesia memiliki peringkat tertinggi sebanyak 291.356 kasus karena debu (Depkes
RI, 2010). Sebagian besar penyakit paru akibat kerja yang serius yaitu terjadinya penurunan
fungsi paru, dengan gejala utama yaitu sesak nafas (Ikhsan,2002).

B.Pengendalian Risiko Bahaya


Perlakuan/pengendalian risiko harus mempertimbangkan biaya dan upaya pelaksanaan
terhadap manfaat yang diperoleh, berkaitan dengan hukum, peraturan dan persyaratan lain
seperti: tanggung jawab sosial dan perlindungan lingkungan. Rencana upaya pengendalian ini
harus diintegrasikan dengan proses bisnis/manajemen organisasi dan didiskusikan dengan
stakeholder yang tepat. Pengendalian risiko dalam K3 Pengendalian risiko merupakan langkah
penting dan mnentukan dalam keseluruhan implementasi dari manajemen risiko. Pengendalian
risiko berperan dalam meminimalisir/mengurangi tingkat risiko yang ada sampai tingkat
terendah atau sampai tingkatan yang dapat ditolerir.
Cara pengendalian risiko K3 dapat dilakukan melalui:
1. Eliminasi: pengendalian ini dilakukan dengan hilangkan sumber bahaya (hazard)
2. Substitusi: mengurangi risiko dari bahaya dengan cara mengganti proses, mengganti input
dengan yang lebih rendah risikonya.
3. Engineering: mengurangi risiko dari bahaya dengan metode rekayasa teknik pada alat,
perkakas, mesin, infrastruktur, lingkungan, dan atau bangunan.
4. Administratif: mengurangi risiko bahaya dengan cara melakukan pembuatan prosedur (SOP),
instruksi kerja, aturan, pemasangan rambu (safety sign), tanda peringatan, train- ing dan seleksi
terhadap kontraktor dan staf yang terlibat pada suatu proses kerja tertentu, pengaturan dan
monitoring/pengawasan dari penggunaan material, perkakas/alat dan mesin, good maintenance,

25
penyimpanan dan pelabelan, pembentukan tim pencegahan dan penanggulangan
kegawatdaruratan
5. Alat Pelindung Diri: mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat perlindungan
diri misalnya: safety helmet, masker, sepatu safety, coverall, kacamata keselamatan, body
harness, dan alat pelindung diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
Contoh pngendalian hazard menggunakan metode ini adalah (Geigle, 2002):
1. Membuat kebijakan kerja yang baru atau membuat standar operasional prosedur yang dapat
mengurangi frekuensi atau paparan hazard.
2. Memperbaiki jadwal kerja karyawan, sehingga dapat mengurangi paparan hazard yang
diterima.
3. Memonitoring penggunaan bahan beracun dan berbahaya.
4. Penggunaan alarm dan warning signs
5. Buddy systems
6. Pelatihan Pengendalian secara administrative control ini, umumnya masih membutuhkan
metode pengendalian yang lain (Geigle, 2002).

26
27
Tabel 2.1 adalah contoh Form Job Hazard Analysis pada Industri Kayu menurut W.T Fine

28
Gambar 2.1. Contoh Form Job Hazard Analysis pada penggunaan APD saat Konstruksi yang
digunakan pekerja

29
2.2 Kerangka Teori

Proses Kerja

Unsafe Act Unsafe Condition

Potensi Bahaya

Kecelakaan kerja dan PAK

Dikendalikan
Tidak dikendalikan

Angka kecelakaan
Pengendalian Hazard : meningkat
1.Identifikasi potensi Bahaya
2..Pengendalian potensi bahaya
Menimbulkan
Kerugian

Gambar 2.2 Kerangka Teori. Sumber : Aburiejal (2017), Tarwaka (2014), Anizar (2009),
Djatmiko (2016)

30
2.3 Sintesis Penelitian

Sintesis penelitian merupakan suatu rangkuman dari berbagai macam jenis sumber
rujukan yang menjelaskan antara penelitian terkait. Sumber rujukan yang digunakan harus
dari jurnal 10 tahun terakhir dan minimal terdapat tiga rujukan yang termuat di dalamnya.
Rangkuman penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 2.3. Sintesis Penelitian

No. Penulis Judul Penelitian Metode Hasil


Penelitian Penelitian Penelitian

1. Purnamasari, Identifikasi Potensi Job Hazard 82 potensi bahaya


A.W. (2020). Bahaya Keselamatan Analysis diantaranya 8 potensi bahaya
dan Kesehatan Kerja (JHA) pada proses saw mill, 5
pada Proses potensi bahaya pada proses
Produksi.HIGEIA saw timber,7 potensi bahaya
(Journal of Public pada proses vacum, 8 potensi
Health Research and bahaya pada proses boiler, 12
Development) potensi bahaya pada proses
timber convertion, 8 potensi
bahaya pada proses joiting
moulding, 10 potensi bahaya
pada proses assembling, 8
potensi bahaya pada proses
sanding sealer, 12 potensi
bahaya pada proses finishing,
dan 4 potensi bahaya pada
proses packing.
2. Devi, F. A., Perbedaan Gangguan Cross Gangguan kesehatan ringan,
Tarwaka, P. Kesehatan Pada Sectional sedang dan berat karena
S., & Erg, M. Karyawan Produksi paparan debu kayu yang

31
(2018). Mebel Terhadap terdiri dari 13 orang,
Paparan Debu Kayu mengalami gangguang
Di Cv Mulya Abadi kesehatan ringan, 10 orang
Sukoharjo angguan kesehatan berat dari
produksi 1 (bagian
somil/penggergajian,
planner/pembahanan,
pengamplasan, serta
perakitan), dan 8 orang
3. Putri, J. I., & Identifikasi Bahaya JOB Terdapat nilai 300 resiko
Ulkhaq, M. Dan Risikopada SAFETY tinggi pada Pernapasan, 180
M. (2017). Area Produksi CV ANALYSIS resiko sedang terkena alat
Mebel Internasional, masin nilai 70 resiko tertimpa
bahan kayu. ,
4. HABIBI, I. Identifikasi dan Job Hazard
S., & Analisis Risiko Analysis dan Terdapat potensi bahaya yang
Purwanggon Keselamatan dan Risk didapatkan pada 10 proses
o, B. (2014). Kesehatan Kerja di Assesment. produksi yaitu 82 potensi
Area Mesin PT. bahaya
NadiraPrima
Menggunakan Risk
Assesment dan
Metode Job Hazard
Analysis..

BAB III

32
KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka berpikir yang dapat digunakan
sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah. Biasanya kerangka penelitian ini menggunakan
pendekatan ilmiah dan memperlihatkan hubungan antar variabel dalam proses analisisnya.

Hazard Lingkungan
Kerja di PT.Sulthon
Maubel
a. Identifikasi alur proses kerja
b. Identifikasi hazard lingkungan Risiko Kesehatan Kerja
(Hazard)
kerja
1.
Hazard fisik
2.
Hazard kimia
3.
Hazard biologi
4.
Hazard ergonomi

Upaya Pengendalian

Gambar 3.1 Kerangka Konsep JOB HAZARD ANALYSIS di Pabrik Maubel PT.Sulthon
Maubel Kotamobagu

33
3.2 Definisi Operasional

No Jenis Definisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil Skala Ukur


. Pekerj Ukur Ukur
aan

Kegiatan melihat alur proses


1. Identifikas Wawan Kuesioner Langkah Nominal
kerja pembuatan kursi sofa
i alur cara pekerjaa
terdiri dari:
proses n pada
1. Pembuatan rangka sofa,
kerja sikap
2. Tembak per, berfungsi.
sistem
3. Pasang busa (foam) sofa,.
operasio
4. Tukang spindel
nal
5.Tukang jahit
Sumber potensi kerusakan atau a. Ya
2. Identifikas Wawan Kuesioner Nominal
situasi yang berpotensi sebagai
i hazard cara/
sumber bahaya yang dikategorikan
lingkunga observa b.Tidak
menjadi :
n kerja tional
1.Bahaya Bahan kimia
yang memungkinkan
untuk menumbulkan bahaya
dibedakan menjadi 4 jenis bahaya
yaitu Fermaldehyde pada lem
kayu, VOC pada cat, Heavey metal
dan PVC pada material plastik
2.Bahaya Beban kerja fisik
dibedakan menjadi cacat fisik,
debu dan kebisingan
3.Bahaya biologi merupakan

34
sumber bahaya yang berasal dari
mahluk hidup dan dibedakan
menjadi 2 yaitu tikus dan ular

4.Bahaya Ergonomi merupakan


bahaya yang disebabkan aktivitas
pekerja yang tidak sesuai, postur
tubuh yang salah saat melakukan
aktivitas, desain pekerjaan yang
dilakukan, pergerakan yang
berulang-ulang.
Bahaya Ergonomi dibedakan
menjadi duduk, berdiri dan duduk
&berdiri
a. Ya Nominal
3. Upaya Kegiatan yang dilakukan pemilik Wawan Kuesioner
pengendali mebel maupun pekerja untuk cara/
an hazard mengatasi atau mengurangi bahaya observa b.Tidak
yang mungkin terjadi selama tional
kegiatan membuat sofa supaya apa
yang telah direncanakan dapat
dilaksanakan dengan baik sehingga
dapat mencapai target maupun
tujuan yang ingin dicapai.

35
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian Observational deskriptif yaitu untuk mengetahui
gambaran atau mendeskripsikan untuk mengidentifikasi hazard pada pekerja di Pabrik
Maubel PT.Sulthon Maubel Kotamobagu. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
memaparkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi masa kini, lebih menekankan
pada data faktual dari pada penyimpulan (Nursalam, 2008).

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Maubel PT.Sulthon Maubel jln.Brawijaya No.88
Mongondow, Kotamobagu Selatan , Sulawesi Utara. waktu pelaksanaan penelitian dilakukan
pada tanggal 2 juni hingga 30 Juni 2022.

4.3 Objek dan Ruang Lingkup Penelitian


Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah tenaga kerja, lingkungan kerja, peralatan
kerja, proses dan sikap kerja, prosedur kerja, potensi bahaya yang ada pada proses produksi,
serta mengidentifikasi bahaya yang terdapat pada PT.Sulthon Maubel Kotamobagu.

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subyek yang akan diteliti dan memenuhi
karakteristik yang ditentukan. Populasi terbagi menjadi 2 macam, yaitu populasi
target dan populasi terjangkau (Riyanto, 2011).
a.Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah para perkerja pada PT.Sulthon Maubel Kotamobagu
b.Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah para perkerja pada PT.Sulthon Maubel
Kotamobagu

36
Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti, yang ciri- ciri dan keberadaannya
diharapkan mampu mewakili atau menggambarkan keberadaan dan kondisi populasi yang
sebenarnya. Suatu sampel yang baik akan dapat memberikan gambaran yang sebenarnya
tentang populasi (Sugiarto, 2001). Sampel dalam penelitian ini adalah 15 perkerja yang ada
di PT.Sulthon Maubel Kotamobagu
Adapun sampel tersebut memiliki kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
a.Inklusi
1.Pekerja yang bekerja pada bagian pembuatan kursi sofa
2.Pekerja yang setuju untuk diwawancarai
b.Ekslusi
1.Pekerja yang bekerja pada bagian administrasi
2.Pekerja yang tidak setuju untuk diwawancarai

4.5 Sumber Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
dan observasi.
1.Data primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil asil observasi menggunakan
lembar checklist dan wawancara dengan pekerja (responden) di PT.Sulthon Maubel
Kotamobagu
2.Data Sekunder

Data yang berhubungan dengan penelitian ini yang terdiri dari:


a.Data administratif yang meliputi gambaran umum wilayah industri dan jumlah
tenaga kerja yang diperoleh dari PT.Sulthon Maubel Kotamobagu.
b.Data-data lain yang diperoleh dari hasil penelusuran kepustakaan yang
berhubungan dengan pembuatan skripsi ini.
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, di

37
antaranya sebagai berikut:
a. Observasi Lapangan, dilakukan dengan survei langsung ke lokasi kerja untuk
mendapatkan gambaran dari kondisi sebenarnya objek yang akan diteliti. Aktivitas
yang dilakukan dalam tahap ini adalah mengamati situasi dan kondisi yang terjadi di
perusahaan, serta mengetahui gambaran melalui kebijakan dan prosedur yang ada
pada proses produksi di PT.Sulthon Maubel Kotamobagu.

b. Wawancara dan Diskusi, dilakukan secara langsung tidak melalui kuesioner


dengan pihak perusahaan. Dialog dibahas mengenai masalah yang terjadi di
perusahaan terutama pada unit proses produksi maubel, khususnya berkenaan dengan
masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

4.7 Pengolahan Data

Pengolahan data penelitian ini menggunakan data mentah (raw data) yang didapat dari
responden yang dikumpulkan dengan lengkap kemudian diolah dengan cara editing , coding,
scoring, entry, tabulating dan analiting.
1.Editing, yaitu kegiatan untuk melakukan pengecekan isi instrumen.
2.Coding, yaitu data-data yang telah ada dan telah diperiksa diberi kode kedalam kartu, kode
harus sama dengan jumlah nomor yang ada pada daftar pertanyaan kemudian data yang ada di
lembar kuesioner dan lembar observasi diberi pembobotan.
3.Scoring, yaitu memberikan skor terhadap item-item pertanyaan dari variabel.
4.Entry, yaitu memasukan data yang telah dilakukan coding..
5.Tabulating, yaitu memasukkan data-data dalam bentuk pengumpulan data dengan
memindahkan data-data dari kartu kode dan mengelompokkannya ke dalam tabel.
Teknik Penyajian Data
Data penelitian dalam penelitian ini disajikan dalam beberapa bentuk yaitu:
1.Bentuk tabel
Penyajian data dalam bentuk tabel dipilih untuk memudahkan pembacaan data sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian.
2.Bentuk Teks atau narasi

38
Penyajian data dalam bentuk teks atau narasi dilakukan untuk mengomunikasikan penjelasan
atau mendeskripsikan dari data yang telah disajikan dalam bentuk tabel agar mudah dibaca.

4.8 Analisis Data

Data dianalisis berdasarkan pengamatan selanjutnya teknik analisis


data secara dilakukan pada tahap penelitian ini, adapun teknik analisis data
yang digunakan analisis univariat. Analisis univariat adalah analisis yang
dilakukan untuk menampilkan variabel-variabel yang ada secara deskriptif
dengan menghitung frekuensi dan katagori dari responden.

4.9 Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2014), etika penelitian diperlukan untuk menghindari terjadinya


tindakan yang tidak etis dalam melakukan penelitian, maka dilakukan prinsip-prinsip sebagai
berikut (Hidayat, 2014) :

1. Lembar Persetujuan (Informed consent) Lembar persetujuan berisi penjelasan mengenai


penelitian yang dilakukan, tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat yang diperoleh
responden, dan resiko yang mungkin terjadi. Pernyataan dalam lembar persetujuan jelas dan
mudah dipahami sehingga responden tahu bagaimana penelitian ini dijalankan. Untuk responden
yang bersedia maka mengisi dan menandatangani lembar persetujuan secara sukarela.

2. Anonimitas Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi
lembar tersebut hanya diberi kode.

3.Confidentiality ( Kerahasiaan ) Confidentiality yaitu tidak akan menginformasikan data dan


hasil penelitian berdasarkan data individual, namun data dilaporkan berdasarkan kelompok.

4. Sukarela Peneliti bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan secara langsung
maupun tidak langsung dari peneliti kepada calon responden atau sampel yang akan diteliti.

39
4.10 Alur Penelitian

Menentukan Konteks

Identifikasi bahaya

Analisis Risiko

Exposure Probability Consequency

Frequency Unsafe Act Manusia


Pemajanan Unsafe Condition
Job Factor

Evaluasi Risiko

Pengendalian Risiko

Gambar 4.1 Alur Penelitian di PT.Sulthon Maubel Kotamobagu

40
DAFTAR PUSTAKA

Purnamasari, A. W. (2020). Identifikasi Potensi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Proses Produksi. HIGEIA (Journal of Public Health

Research and Development), 4(Special 1), 89-100.


Devi, F. A., Tarwaka, P. S., & Erg, M. (2018).

Perbedaan Gangguan Kesehatan Pada Karyawan Produksi Mebel Terhadap Paparan Debu Kayu
Di Cv Mulya Abadi Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Putri, J. I., & Ulkhaq, M. M. (2017). Identifikasi Bahaya Dan Risikopada Area Produksi CV
Mebel Internasional, Semarang Dengan Metode Job Safety Analysis. Industrial Engineering
Online Journal, 6(1).

Fuqoha, I. S., Suwondo, A., & Jayanti, S. (2017). Hubungan Paparan Debu Kayu Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Pekerja Mebel Di PT. X Jepara. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (Undip), 5(1), 378-386.

MONIKA, T. (2018). IDENTIFIKASI HAZARD LINGKUNGAN KERJA DAN KELUHAN


KESEHATAN DI MEBEL SURYA CEMERLANG TAHUN 2017 (Doctoral dissertation,
Fakultas Ilmu Kesehatan).

Ilmy, A. B. N. (2020). PENERAPAN METODE JOB SAFETY ANALYSIS DI PROSES


PRODUKSI MEBEL PT. PARADISE ISLAND FURNITURE TERHADAP BAHAYA
KECELAKAAN KERJA (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Martino, P., Rinawati, D. I., & Rumita, R. (2015). Analisis Identifikasi Bahaya Kecelakaan Kerja
Menggunakan Job Safety Analysis (JSA) Dengan Pendekatan Hazard Identification, Risk
Assessment And Risk Control (HIRARC) di PT. Charoen Pokphand Indonesia-Semarang.
Industrial Engineering Online Journal, 4(2).

41
HABIBI, I. S., & Purwanggono, B. (2014). Identifikasi dan Analisis Risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Area Mesin PT. Nadira Prima Menggunakan Risk Assesment Process Iso
31000: 2009 dan Metode Job Hazard Analysis.

Industrial Engineering Online Journal, 3(4).


Endroyo, B., & Tugino, T. (2009). Analisis faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja konstruksi.
Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan, 9(1), pp-21.

42

Anda mungkin juga menyukai