Anda di halaman 1dari 32

PAPER KESEHATAN KERJA

PENGENDALIAN BAHAYA LINGKUNGAN KERJA

Oleh :
KELOMPOK IV

Siti Aina Putri Warsono I1A115040


Wini Triana I1A115021

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2017
DAFTAR ISI

HALAMAN
COVER.......................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan.....................................................................................................4
D. Manfaat..................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Tujuan Pengendalian Bahaya Lingkungan Kerja...5
B. Aspek Pengendalian Bahaya Lingkungan Kerja................................7
C. Hirarki/Metode Pengendalian Bahaya Lingkungan Kerja ..............14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................17
B. Saran.......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA

1
DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN
Tabel 1. Kategori Kemungkinan Risiko...................................................11
Tabel 2. Kategori Dampak Risiko.............................................................11
Tabel 3. Matriks Probabilitas dan Dampak.............................................12
Tabel 4. Kategori Dampak Risiko Hierarchy of Controls ANSI ZIO....12

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
menurunkan efisiensi dan produktifitas kerja. Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) ini penting untuk diperhatikan oleh setiap perusahaan (Silalahi
dkk, 2013; Ihsan dkk, 2016). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
program perlindungan terhadap karyawan atau pekerja pada saat bekerja dan
berada di lingkungan tempat kerja dari risiko kecelakaan kerja dan kerusakan
mesin atau alat kerja untuk mencegah dan menghilangkan sebab terjadinya
kecelakaan. Keselamatan kerja juga dapat diartikan sebagai keadaan terhindar
dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain merupakan salah
satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Keselamatan kerja mencakup
pencegahan kecelakaan kerja dan perlindungan terhadap tenaga kerja dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kondisi kerja yang tidak aman
(Murdiyono dkk, 2016; Darmiatun, 2015).

1
2

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan di berbagai bidang,


dengan kondisi pergerakan bangsa Indonesia dari negara agraris ke negara
industri, karyawan sebagai pekerja memegang peranan yang sangat penting.
Sehubungan dengan hal itu, pembangunan ketenagakerjaan diarahkan pada
pembentukan dan peningkatan tenaga profesional yang mandiri, beretos kerja
tinggi, produktif, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja serta
peningkatan kualitas kesehatan bagi para pekerja baik dari segi jasmani dan
rohani dengan menggunakan perangkat-perangkat teknologi modern.
Teknologi modern ini memerlukan sumber daya manusia yang mengerti dan
memahami bidang kerjanya sehingga mampu menghadapi segala dampak
yang timbul akibat pesatnya perkembangan industri tersebut. Selain dampak
positif seperti meningkatnya kesejahteraan tenaga kerja, perluasan kesempatan
kerja serta keuntungan lainnya, ada juga dampak negatifnya seperti dampak
dari penggunaan mesin-mesin yang beroperasi secara otomatis sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja, terutama pada perusahan-
perusahan berskala besar. Kecelakaan ini dapat terjadi karena berbagai faktor
baik karena faktor manusia maupun faktor kondisi tempat kerja.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat dunia
berlomba-lomba melakukan efisiensi dan meningkatkan produktifitas dengan
menggunakan alat-alat produksi yang semakin komplek dengan potensi
bahaya dan kemungkinan timbulnya kecelakaan kerja yang semakin besar
apabila tidak dilakukan penanganan dan pengendalian sebaik mungkin
(Silalahi dkk, 2013).
3

Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam setiap aktivitas.


Pada bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, risiko yang paling sering
diperhatikan adalah risiko yang berakibat negatif. Risiko tersebut berupa
bahaya yang mengancam keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Untuk
menghindari dampak negatif dari risiko tersebut, perusahaan harus mampu
melakukan pengelolaan potensi risiko yang timbul sehingga peluang terjadi
atau akibat yang ditimbulkannya tidak besar. Selain itu risiko juga dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang
atau suatu perusahaan yang dapat memberikan dampak merugikan atau hal-hal
yang tidak sesuai dengan rencana apakah terhadap waktu atau dengan kata
lain, dengan mengetahui tingkat risiko yang akan terjadi, maka perusahaan
dapat mengetahui bagaimana cara untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkannya sehingga risiko tersebut dapat dikendalikan. Oleh karena itu,
yang menjadi fokus utama dalam manajemen risiko keselamatan kerja adalah
tindakan pencegahan atau pengurangan ancaman keselamatan dan kesehatan
kerja. Sedangkan potensi bahaya (hazard) menjadi problematika bagi
perusahaan sebab merupakan sumber risiko yang potensial mengakibatkan
kerugian material, lingkungan, dan manusia. Salah satu bentuk risiko bahaya
yang dapat muncul adalah kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat timbul
baik dari lingkungan fisik kerja, perilaku para pekerja, maupun mesin dan
peralatan industri yang digunakan (Affandy, 2014; Putri dkk, 2014). Menurut
penelitian disebutkan bahwa terdapat dua penyebab umum kecelakaan yaitu
unsafe conditon (faktor lingkungan) dan unsafe action (faktor manusia/
individu) dimana sebanyak 80-85% kasus kecelakaan terjadi akibat faktor
unsafe action (Umamah A dkk, 2015).
Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2010, di
seluruh dunia terjadi lebih dari 337 juta kecelakaan dalam pekerjaan per tahun.
Setiap hari, 6.300 orang meninggal karena kecelakaan kerja atau penyakit
yang berkaitan dengan pekerjaan. Itu berarti 2,3 juta kematian per tahun.
Bahkan, berdasarkan data tahun 2006, di seluruh dunia, seorang pekerja
meninggal tiap 15 detik. Lebih banyak orang yang meninggal selama bekerja
4

daripada ketika berperang. Sedangkan menurut data Jamsostek, pada tahun


2010, tercatat 98.711 kasus kecelakaan kerja. Dari angka tersebut, 2.191
tenaga kerja meninggal dunia, dan menimbulkan cacat permanen sejumlah
6.667 orang. Jumlah klaim yang harus dibayarkan untuk kasus-kasus tersebut
mencapai lebih dari Rp 401 miliar (Zamani, 2014).
Maka dari itu untuk menghindari terjadinya kecelakaan di lingkungan
kerja diadakan suatu pengendalian bahaya lingkungan kerja melalui analisis
faktor risiko bahaya yang ada, salah satunya melalui metode Hazard
Identification, Risk Assesment, and Risk Control (HIRARC) dimana
pengendalian bahaya lingkungan kerja sendiri adalah suatu rangkaian proses
dalam mengendalikan bahaya ataupun kecelakaan di lingkungan pekerjaan
agar dapat diminimalisir tingkat risikonya ke yang lebih rendah dengan tujuan
mencegah dan mengurangi insidensi kecelakaan pada pekerja sehingga
produktivitas perusahaan dan pekerja dapat terus mengalami peningkatan yang
juga akan berpengaruh pada peningkatan hasil produksi (Ihsan dkk, 2016;
Zamani, 2013).
5

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan tujuan pengendalian bahaya lingkungan
kerja?
2. Apa saja aspek pengendalian bahaya lingkungan kerja?
3. Bagaimana hirarki/ metode pengendalian bahaya?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan tujuan pengendalian bahaya
lingkungan kerja.
2. Mengetahui aspek bahaya lingkungan kerja.
3. Mengetahui hirarki/metode pengendalian bahaya.

D. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan tujuan pengendalian
bahaya lingkungan kerja.
2. Mahasiswa dapat mengetahui aspek bahaya lingkungan kerja.
3. Mahasiswa dapat mengetahui hirarki/metode pengendalian bahaya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengendalian dan Tujuan Pengendalian Bahaya Lingkungan Kerja


Menurut OHSAS 18001:2007, bahaya (hazard) dapat didefinisikan sebagai
semua sumber, situasi, ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera
(kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK). Secara umum
terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya
biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya
biomekanik serta faktor bahaya sosial-psikologis. Faktor bahaya biologi
misalnya seperti kuman, bakteri, virus, dan mikrobiologi lainnya yang ada di
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan ataupun penyakit
akibat kerja kepada pekerja. Faktor bahaya kimia misalnya seperti bahan-
bahan kimia berbahaya contohnya timbal (Pb), mercury (Hg), serta yang
lainnya yang dapat menimbulkan kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja
kepada pekerja. Faktor fisika/ mekanik misalnya seperti kebisingan, suhu,
pencahayaan, dan getaran. Faktor bahaya sosial-psikologis misalnya adalah
seperti lingkungan kerja dan hubungan kerja yang tidak baik serta stress kerja
(Restuputri dkk, 2015; Aini A N, 2016).

1
2

Pengendalian merupakan salah satu bagian dari manajemen. Pengendalian


dilakukan dengan tujuan agar apa yang telah direncanakan dapat dilaksanakan
dengan baik sehingga dapat mencapai target maupun tujuan yang ingin
dicapai. Pengendalian memang merupakan salah satu tugas dari seorang
manajer. Satu hal yang harus dipahami, bahwa pengendalian dan pengawasan
adalah dua hal yang berbeda karena pengawasan merupakan bagian dari
pengendalian. Apabila pengendalian dilakkan dengan disertai pelurusan
(tindakan korektif), maka pengawasan adalah pemeriksaan di lapangan yang
dilakukan pada periode tertentu secara berulang kali (Wijaya dkk, 2015).
Sedangkan yang dimaksud dengan pengendalian bahaya ditempat kerja adalah
suatu proses yang dilakukan oleh instansi atau perusahaan dalam
mengendalikan bahaya ataupun kecelakaan di tempat kerja agar para pekerja
di instansi atau perusahaan tersebut dapat menghindari risiko dan mengurangi
insidensi kecelakaan ataupun aktivitas yang dapat berpotensi menimbulkan
cedera dan penyakit akibat kerja sebagai tujuan awal dari suatu perusahaan
dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas baik perusahaan
maupun pekerja (Zamani, 2013; Restuputri dkk, 2015).
Adapun definisi dari pengendalian risiko/bahaya menurut International
Labour Organization (ILO) adalah suatu tahapan-tahapan tingkatan yang
berurutan yang digunakan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang
mungkin terjadi (ILO, 2013). Tahapan dalam pengendalian bahaya/ risiko
terdiri dari beberapa hierarki yaitu: eliminasi (elimination) yaitu
menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja, substitusi (substitution) yaitu
mengganti bahan dengan proses yang lebih aman, isolasi (isolation) yaitu
menjauhkan atau memisahkan suatu proses pekerja yang mengganggu/
membahayakan, rekayasa teknik (engineering control) yaitu melakukan
perubahan atau modifikasi terhadap desain peralatan, proses, dan layout,
pengendalian administrasi (administration control) yaitu cara kerja yang aman
dengan melakukan pengontrolan dari sistem administrasi, dan APD yaitu alat
pelindung diri yang salah satunya terdiri dari sabuk pengaman, sarung tangan,
pelindung kepala, ear plug, ear muff, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut
3

Darmawan Saputra, tahapan pengendalian risiko adalah: primary control


(pengendalian yang dilakukan dengan menghilangkan bahaya, mengganti
mesin atau material yang lebih aman dan rekayasa teknik), secondary control
(pengendalian yang dilakukan pada segi administratif), dan tertiary control
(pengendalian yang dilakukan dengan membuat acuan kerja), dan APD
(Murdiyono dkk, 2016; Sembiring S M dkk, 2015; Pelealu C P dkk, 2015).
4

Tujuan dari pengendalian bahaya lingkungan kerja ini sendiri tidak lain
dan tidak bukan adalah untuk mengupayakan agar apa yang direncanakan
dapat berjalan dengan lancar dan sesuai. Agar tujuan utama tersebut dapat
benar-benar terealisasi, maka dilakukan pengawasan pada tahap pertama yang
bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah
diberikan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-
kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-
penemuan tersebut untuk dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya, baik
pada waktu itu ataupun waktu-waktu yang akan datang (Wijaya dkk, 2015).

B. Aspek Pengendalian Bahaya Lingkungan Kerja


Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan bahaya ataupun
hal-hal yang tidak diinginkan saat berada di lingkungan kerja, salah satu cara
yang dapat dilakukan yaitu dengan mengadakan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Berdasarkan (PERMENAKER
PER.05/MEN/1996), yang dimaksud dengan SMK3 adalah bagian dari sistem
manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembang, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. SMK3 tersebut meliputi
penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan K3, pemantauan serta
evaluasi K3, dan peninjauan serta peningkatan K3 (Putri K, 2017).
5

Menurut Setyaningsih (2010), dalam mengendalikan bahaya di lingkungan


kerja untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang dapat menyebabkan
kecelakaan di tempat kerja diperlukan manajemen resiko yang kegiatannya
meliputi identifikasi bahaya, analisis potensi bahaya, dan pengendalian resiko
bahaya (Dewi S S dkk, 2014). Beberapa metode yang dapat digunakan dalam
mengidentifikasi bahaya, menganalisis potensi bahaya, dan mengendalikan
resiko bahaya ini salah satunya adalah dengan menggunakan Job Safety
Analysis (JSA). Job Safety Analysis (JSA) adalah teknik yang bermanfaat
untuk mengidentifikasi dan menganalisa bahaya dalam suatu pekerjaan (Job)
untuk mengendalikan suatu bahaya agar tidak terjadi kepada pekerja sehingga
menimbulkan sesuatu hal yang tidak diinginkan dan merugikan baik itu untuk
pekerja yang bersangkutan ataupun perusahaan. Hal ini sejalan dengan
pendekatan sebab kecelakaan yang bermula dari adanya kondisi atau tindakan
yang tidak aman saat melakukan suatu aktivitas. Karena itu dengan melakukan
identifikasi bahaya pada setiap jenis pekerjaan dapat dilakukan langkah
pencegahan yang tepat dan efektif (Reang D W dkk, 2016). Adapun potensi
bahaya yang dikelompokan menurut Harry (2009) yaitu bahaya ditempat kerja
yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Al Bantani dkk, 2013) :
1. Bahaya kimia: seperti kontak langsung dengan bahan-bahan kimia
berhubungan dengan paparan gas atau partikel kimia.
2. Bahaya radiasi : seperti terpapar cahaya proses pengelasan baik
dalam intensitas yang berlebih, sedang maupun rendah.
3. Bahaya listrik: seperti bahaya berhubungan langsung dengan alat-
alat listrik yang dapat menimbulkan bahaya sengatan dan kebakaran.
4. Bahaya suhu : bahaya yang ditimbulakan dari suhu lingkungan
yang lebih tinggi maupun lebih rendah.
5. Bahaya kebakaran: seperti bahaya uyang berrasal dari mesin/
cairan gas yang mudah terbakar.
6. Bahaya biologi adalah bahaya yang disebabkan oleh
menjangkitnya virus dan bakteri yang mengganggu kesehatan.
6

7. Bahaya ergonomi adalah bahaya yang dapat timbul disebabkan


karena posisi tubuh yang tidak nyaman, seperti melakukan kegiatan yang
terlalu lama duduk, terlalu lama berdiri maupun kegiatan dalam
melakukan penanganan material handling secara manual.
8. Bahaya terjauh dari ketinggian adalah bahaya yang timbul
diakibatkan beraktivitas di lokasi kerja yang lenih tinggi dari biasanya.
9. Bahaya benda tajam adalah bahaya yang dapat timbul diakibatkan
dari benda atau mesin dengan permukaan lebih tajam sehingga dapat
menimbulkan cedera.
10. Bahaya suara adalah bahaya yang dapat timbul berasal dari bunyi-
bunyian yang berada diatas ambang batas normal.
7

11. Bahaya emisi buangan gas adalah bahaya yang diakibatkan karena
emisi pembuangan gas limbah.
12. Bahaya fisik/ mekanik adalah bahaya yang dapat timbul
disebabkan karena benda atau mesin yang bergerak.
Setiap bahaya yang sudah dilakukan identifikasi bahaya menggunakan
metode Job Safety Analysis (JSA) kemudian dilakukan penilaian potensi
bahaya dengan berdasarkan manajemen Resiko. Manajemen risiko sendiri
terdiri dari berbagai kegiatan dan strategi yang dapat digunakan suatu
organisasi atau perusahaan untuk melindungi diri dari situasi, keadaan, atau
peristiwa yang dapat merusak keamanan, keselamatan, dan kesehatan pekerja
serta lingkungan di sekitar perusahaan. Dalam memanajemen dan
mengendalikan resiko bahaya di lingkungan kerja setidaknya diperlukan dua
strategi yaitu mereduksi resiko bahaya atau memindahkannya. Kemudian
diterapkan ke dalam lingkungan kerja dengan cara mengidentifikasi semua
aspek yang dapat menimbulkan cedera atau celaka atau dengan
memindahkannya melalui perusahaan asuransi. Menurut AS/NZS 4360 (1999)
manajemen resiko adalah pemeliharaan, proses dan struktur yang mengacu
langsung pada pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial dan efek
yang merugikan dan menurut AS/NZS 4360 (2004) manajemen resiko
merupakan suatu tahapan, proses dan struktur yang dilakukan untuk
mengelola potensial bahaya dan efek yang merugikan secara efektif sehingga
insiden bahaya di suatu lingkungan kerja/ perusahaan dapat dikendalikan dan
dicegah (Al Bantani dkk, 2013; Roughton dkk, 2008).
8

Selain Job Safety Analysis (JSA), metode lainnya yang dapat digunakan dalam
mengendalikan bahaya di lingkungan kerja adalah metode HIRARC (Hazard
Identification Risk Assessment and Risk Control). HIRARC merupakan
elemen pokok dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
berkaitan langsung dengan upaya pencegahan dan pengendalian bahaya.
Metode HIRARC ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi potensi bahaya di suatu lingkungan kerja atau perusahaan
agar insiden bahaya di lingkungan tempat kerja tersebut dapat dicegah dan
dikendalikan sebelum menyebabkan sesuatu yang tidak diinginkan dan
merugikan. Metode HIRARC ini merupakan tahapan awal dalam sebuah
manajemen resiko, yang menjadi salah satu klausul dalam penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001 (Dewi S S dkk,
2014; Ardiansyah, 2014).
Sesuai dengan namanya, HIRARC terdiri dari 3 langkah tahapan yaitu
identifikasi bahaya (Hazard Identification), penilaian risiko (Risk Assesment)
dan pengendalian risiko (Risk Control) (Jannah M R dkk, 2015):
1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Identifikasi dilakukan dengan beberapa teknik yaitu teknik pasif
berdasarkan pengalaman sendiri, teknik semiproaktif berdasarkan
pengalaman orang lain, dan teknik proaktif dengan mencari bahaya
sebelum terjadi. Pada pekerjaan yang berisiko tinggi, dilakukan
identifikasi lebih lanjut. Identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan
beberapa metode, salah satunya metode Job Safety Analysis. Job Safety
Analysis merupakan salah satu komponen dari sebuah komitmen
manajemen K3. Dalam metode ini, setelah diketahui pekerjaan yang
berisiko tinggi, maka pekerjaan tersebut akan di breakdown untuk
mengetahui tahap lebih spesifik beserta risiko dan cara pengendalian
masing-masing risiko yang ada.
2. Penilaian Risiko (Risk Assesment)
Setelah mengetahui risiko bahaya yang data terjadi, kemudian bahaya
tersebut perlu dianalisis untuk menentukan tingkat risikonya menjadi
9

risiko besar, sedang, kecil, dan dapat diabaikan. Penilaian dilakukan


berdasarkan kategori kemungkinan risiko dan dampak yang telah
ditetapkan. Selanjutnya, hasil kemungkinan dan dampak yang diperoleh
dimasukan ke dalam tabel matriks risiko yang akan menghasilkan
peringkat risiko. Adapun contoh dari penilaian risiko adalah sebagai
berikut :
10
11

3. Pengendalian Risiko (Risk Control)


12

Penentuan pengendalian harus mempertimbangkan hierarki pengendalian, mulai


dari eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, administratif, dan terakhir
penyediaan alat keselamatan yang disesuaikan dengan kondisi organisasi,
ketersediaan biaya, biaya operasional, faktor manusia, dan

lingkungan. Adapun contoh dari pengendalian risiko adalah sebagai

berikut :
Metode pengendalian bahaya di lingkungan kerja yang selanjutnya adalah
dengan membuat perencanaan melalui SOP (Standar Operasional Prosedur).
Pembuatan SOP ini dilakukan mulai dari kegiatan perencanaan hingga selesai.
Sebagai contoh adalah SOP untuk karyawan yang bekerja pada industri
pengecoran logam maka SOP dibuat mulai dari kegiatan pengangkatan bahan
baku dari truk ke tempat penumpukan bahan baku di sekitar dapur kupola,
kegiatan pengisian bahan baku, dan pengoperasian dapur kupola hingga
selesai melakukan aktivitas pengecoran tersebut. Melalui pembuatan SOP ini
maka risiko dan potensi bahaya di lingkungan kerja dapat diketahui dan
dianalisis bersama dengan jenis pencegahan yang dapat dilakukan sehingga
insiden bahaya dapat dikendalikan (Damanik L H dkk, 2015).
13

Selain beberapa metode yang telah disebutkan di atas, ada beberapa aspek
yang juga tidak kalah penting di dalam pengendalian suatu bahaya di
lingkungan kerja yaitu (Afief M dkk, 2016) :
1. Pengetahuan pekerja terhadap pentingnya menjaga keselamatan
dan kesehatan selama bekerja serta pengetahuan pekerja mengenai
bagaimana bekerja secara aman dan selamat sebagai salah satu tindakan
dalam mengendalikan dan mencegah suatu bahaya di lingkungan kerja.
2. Sikap pekerja maupun pemberi kerja terhadap pentingnya
pelaksanaan K3 dan prosedural kerja secara aman, sehat, dan selamat.
3. Kepatuhan pekerja dalam melaksanakan berbagai jenis peraturan
ataupun kebijakan yang telah dibuat oleh pemberi kerja dalam rangka
mengendalikan dan meminimalisir kasus kecelakaan di lingkungan kerja.
4. Ketegasan pemberi kerja dalam menegakkan sanksi bagi karyawan
yang melanggar peraturan-peraturan sehingga dapat membahayakan
kondisinya selama bekerja.
14

Selain beberapa aspek yang telah disebutkan di atas, aspek yang terakhir
dalam pengendalian bahaya di lingkungan kerja adalah aspek hukum. Aspek
hukum disini berperan sebagai pengawas dan penguat dalam pelaksanaan
pengendalian bahaya di lingkungan kerja. Sebagaimana tertuang di dalam
pasal 87 (1) UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan
bahwa; setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen K3 yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Selanjutnya ketentuan
mengenai penerapan SMK3 diatur dalam PP no. 50 Tahun 2012 tentang
SMK3. Pada pasal 5 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja sebnyak 100 orang atau lebih dan atau
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau
bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan,
kebakaran, pencemaran lingkungan, dan penyakit akibat kerja wajib
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Aspek hukum yang tertuang di dalam undang-undang K3 tersebut tidak lain
dan tidak bukan adalah untuk mengendalikan segala macam dan jenis bahaya
yang dapat terjadi di lingkungan kerja sehingga dapat membahayakan dan
merugikan baik pekerja maupun pemberi kerja/ perusahaan (Yuliani N dkk,
2015).

C. Hirarki/Metode Pengendalian Bahaya


Pada kegiatan pengkajian risiko (risk assessment), hirarki pengendalian
(hierarchy of control) merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan.
Pemilihan hirarki pengendalian memberikan manfaat secara efektifitas dan
efisiensi sehingga risiko menurun dan menjadi risiko yang bisa diterima
(acceptable risk) bagi suatu organisasi. Secara efektifitas, hirarki control
pertama diyakini memberikan efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan
hirarki yang kedua. Hirarki pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran
dalam menurunkan risiko yaitu melalui penurunan probabilitas kecelakaan
atau paparan serta menurunkan tingkat keparahan suatu kecelakaan atau
paparan (Djatmiko R D, 2016).
15

Pada ANSI Z10:2005, hierarki pengendalian dalam system manajemen


keselamatan kesehatan kerja antara lain (Djatmiko R D, 2016) :
1. Eliminasi (Elimination)
16

Hierarki teratas yaitu eliminasi/ menghilangkan bahaya dilakukan pada


saat desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan
kesalahan manusia dalam menjalankan suatu system karena adanya
kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang
paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam
menghindari risiko, namun demikian penghapusan benar-benar terhadap
bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
2. Substitusi (Substitution)
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi
ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya.
Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan risiko minimal melalui
desain system ataupun desain ulang.
3. Pengendalian Teknik (Engineering Control)
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan
pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian
ini terpasang dalam suatu unit system mesin atau peralatan.
4. Pengendalian Administratif (Administrative Control)
Kontrol administrative ditunjukkan pengendalian dari sisi orang yang akan
melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang
mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan
pekerjaan secara aman.
Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasi
baku (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal kerja,
rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat,
investigasi dan lain-lain.
5. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan hal yang paling
tidak efektif dalam pengendalian bahaya dan APD hanya berfungsi untuk
mengurangi risiko dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi,
perlu dihindari ketergantungan hanya mengandalkan alat pelindung diri
dalam menyelesaikan setiap pekerjaan.
17

Alat pelindung diri Mandatory adalah antara lain: Topi keselamatan


(Helmet), kaca mata keselamatan, masker, sarung tangan, earplug, pakaian
(Uniform), dan sepatu keselamatan. Dan APD lain yang dibutuhkan untuk
kondisi khusus, yang membutuhkan perlindungan lebih misalnya:
faceshield, respirator, SCBA (Self Content Breathing Aparatus).
Pemeliharaan dan pelatihan menggunakan alat pelindung diri pun sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas manfaat dari alat tersebut.
Dalam aplikasi pengendalian bahaya, selain kita berfokus pada hirarki
tentunya perlu dipikirkan pula kombinasi beberapa pengendalian lainnya
agar efektifitasnya tinggi sehingga bahaya dan risiko yang ada semakin
kecil untuk menimbulkan kecelakaan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengendalian bahaya ditempat kerja adalah suatu proses yang dilakukan
oleh instansi atau perusahaan dalam mengendalikan bahaya ataupun
kecelakaan di tempat kerja agar para pekerja di instansi atau perusahaan
tersebut dapat menghindari risiko dan mengurangi insidensi kecelakaan
ataupun aktivitas yang dapat berpotensi menimbulkan cedera dan penyakit
akibat kerja sebagai tujuan awal dari suatu perusahaan dalam mempertahankan
dan meningkatkan produktivitas baik perusahaan maupun pekerja. Dalam
pengendalian bahaya di lingkungan kerja sendiri ada beberapa aspek yang
memang harus diperhatikan salah satunya adalah metode yang digunakan,
Sikap pekerja maupun pemberi kerja terhadap pentingnya pelaksanaan K3 dan
prosedural kerja secara aman, sehat, dan selamat, Pengetahuan pekerja
terhadap pentingnya menjaga keselamatan dan kesehatan selama bekerja serta
pengetahuan pekerja mengenai bagaimana bekerja secara aman dan selamat
sebagai salah satu tindakan dalam mengendalikan dan mencegah suatu bahaya
di lingkungan kerja, dan aspek hukum yang berperan sebagai pengawas dan
penguat dalam pelaksanaan pengendalian bahaya di lingkungan kerja.
Kemudian selain itu, ada beberapa hirarki yang juga diperhatikan dalam
melakukan pengendalian bahaya di lingkungan kerja yaitu eliminasi
(elimination) yaitu menghilangkan sumber bahaya di tempat kerja, substitusi
(substitution) yaitu mengganti bahan dengan proses yang lebih aman, isolasi
(isolation) yaitu menjauhkan atau memisahkan suatu proses pekerja yang
mengganggu/ membahayakan, rekayasa teknik (engineering control) yaitu
melakukan perubahan atau modifikasi terhadap desain peralatan, proses, dan
layout, pengendalian administrasi (administration control) yaitu cara kerja
yang aman dengan melakukan pengontrolan dari sistem administrasi, dan APD
yaitu alat pelindung diri yang salah satunya terdiri dari sabuk pengaman,
sarung tangan, pelindung kepala, ear plug, ear muff, dan lain sebagainya.

1
B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait tema laporan yaitu
mengenai pengendalian bahaya di lingkungan kerja adalah bahwa kiranya
setiap pemberi kerja atau perusahaan atau instansi dapat melaksanakan
program pengendalian bahaya ini dengan sungguh-sungguh dan penuh
tanggung jawab sehingga program pengendalian tersebut dapat
terimplementasikan secara optimal yang nantinya akan memberikan dampak
yang positif tidak hanya kepada pemberi kerja atau perusahaan atau instansi
terkait tetapi juga kepada pekerja atau karyawan yang ada di lingkungan
pekerjaan tersebut. Selain itu pemberi kerja atau perusahaan atau instansi
hendaknya juga selalu berupaya dalam meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran pekerja untuk terus memperhatikan keselamatan dan kesehatan
mereka sewaktu bekerja dan berada di tempat kerja agar tidak menimbulkan
sesuatu yang merugikan baik untuk perusahaan ataupun diri mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Afandy R. 2014. Usulan Penanganan Identifikasi Bahaya Menggunakan Teknik


Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control
(HIRADC) (Studi Kasus di PT. Komatsu Undercarriage Indonesia). Jurnal
Teknik Industri Itenas. 2(3) : 25-35.
Afief M, Baju W, Bina K. 2016. Analisis faktor yang berpengaruh terhadap peran
petugas K3 dalam mendorong partisipasi pekerja kontrak untuk membantu
perencanaan manajemen risiko di pembangunan gedung Y. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 4(1).
Aini AN. 2016. Analisis Risiko Kerja Dan Upaya Pengendalian Bahaya Pada
Petugas Pemadam Kebakaran Di Dinas Pemadam Kebakaran Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 4(1).
Al Bantani AS, Lely H, Ade SM. 2013. Identifikasi potensi bahaya dengan
menggunakan metode job safety analysis (JSA) (Studi Kasus di PT XYZ).
Ardiansyah F. 2014. Penerapan hazard identification risk assessment and risk
control (HIRARC) dalam pengendalian bahaya di industri pengolahan
kayu lapis UD. Windhachrist. Skripsi.
Damanik LM, Adi HS, Totok G, dkk. 2015. Model pengendalian kesehatan tenaga
kerja pada kegiatan pengecoran logam tradisional studi kasus di kawasan
industri Batur-Klaten Jawa Tengah. Jurnal Teknosains. 4(1): 101-198.
Darmiatun S, Tasrial. 2015. Prinsip-prinsip K3LH. Malang: Penerbit Gunung
Samudera.
Dewi SS, Yayan HY, Wahyu S. 2014. Identifikasi keselamatan kesehatan kerja
(K3) dan upaya pencegahan kecelakaan kerja berdasarkan OHSAS 18001
(Studi Kasus di PT. Vopak Terminal Merak).
Djatmiko RD. 2016. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:Deepublisher.
Ihsan T, Tivany E, Reiner OI. 2016. Analisis risiko K3 dengan metode HIRARC
pada area produksi PT. Cahaya Murni Andalas Permai. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas. 10(2): 179-185.
Jannah MR, Saifoe EU, Hamzah H. 2015. Risk Analysis of Occupational and
Safety Using HIRADC Approach and Job Safety Analysis Method in the
Case Study of Tower Project X in Jakarta.
Murdiyono. 2016. Hazard identification, assessment,and risk control in the
welding workshop vocational high school. Jurnal Pendidikan Vokasional
Teknik Mesin. 4(1).
Pelealu CP. 2015. Penerapan aspek hukum terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja (Studi Kasus: Proyek The Lagoon Tamansari Bahu Mall). Jurnal
Sipil Statik. 3(5): 331-340.
Putri KDS, dkk. 2014. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan
Menggunakan Alat Pelindung Diri. The Indonesian Journal of
Occupational Safety , Health and Environment. 1(1) : 24-36.
Putri K. 2017. The application of occupational safety and health on wood
working practice. Jurnal Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan. 1(1).
Reang DW, Paul ATK, Johan J. 2016. Evaluasi pelaksanaan metode job safety
analysis (JSA) dalam upaya pengendalian bahaya di PT. Tirta Investama
Airmadidi Minahasa Utara tahun 2016.
Restuputri PD, dkk. 2015. Analisis Kecelakaan dengan Menggunakan Metode
Hazard and Operability Studi (HAZOP). Jurnal Ilmiah Teknik Industri.
12(1) : 24-35.
Roughton JE, Crutchfield N. 2008. Job hazard analysis: A Guide for Voluntary
Compliance and Beyond; From hazard to risk: transforming the JHA from
a tool to a process.London: British Library.
Sembiring SM, Syahrizal MT. 2015. Evaluasi penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) pada proyek pembangunan
gedung (Studi Kasus: Siloam Hospital di Jln. Imam Bonjol Medan).
Silalahi MDS, Amir S, Rico FP. 2013. Kajian sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja di PT. Asahimas Flat Glass TBK Jakarta. JTL. 6(4): 108-
112.
Umamah A, Hanifa MD, Bina K. 2015. Analisis Upaya Pencegahan dan
Pengendalian Kecelakaan Kerja Pada Sebuah Pabrik Semen di Tuban.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 3(3).
Wijaya A, dkk. 2015. Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Metode
HIRARC pada PT. Charoen Pokphand Indonesia. Jurnal Titra. 3(1): 29-34.
Yuliani N, Ekawati, Bina K. 2015. Analisis pendokumentasian sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan PP No. 50 tahun 2012 di PT.
Angkasa Pura II (PERSERO) Bandung. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
3(3).
Zamani W. 2014. Identifikasi bahaya kecelakaan unit spinning I menggunakan
metode HIRARC di PT. Sinar Pantja Djaja. Unnes Journal of Public
Health. 3(1).

Anda mungkin juga menyukai