Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bahan Berbahaya dan Beracun
OLEH :
M. ALFIAN RESWANDI I1A115223
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN’ UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2018 Dari Undang-undang No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran , limbah radioaktif didefinisikan sebagai “zat radioaktif tidak dapat digunakan lagi atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion sehingga atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir dan atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasiannya innstalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion sehingga tidak dapat digunakan lagi. Limbah radioaktif dapat digolongkan berdasarkan asal terjadinya : 1. Alami (naturally occurring radioactive materials, NORM), sebagai bahan radioaktif yang memang berasal dari alam: bijih U, Th, 2. Hasil pembelahan U atau Pu akibat adanya reaksi nuklir: operasi reactor 3. Hasil aktivasi akibat suatu bahan yang tak aktif diradiasi (pada teras reaktor) sehingga membuat bahan tersebut menjadi aktif: produksi isotop, bahan struktur teras reactor 4. Kontaminasi, cemaran akibat adanya kontak langsung antara isotop dengan bahan atau peralatan sehingga menjadi terkontaminasi: barang atau peralatan di lab radiokimia, rumah sakit. Disposal limbah radioaktif merupakan suatu cara penyimpanan akhir limbah radioaktif yang telah diolah dan diwadahi dalam bentuk paket-paket limbah radioaktif atau bahan bakar bekas dari suatu operasi reaktor nuklir/PLTN atau fasilitas nuklir lain. Kegiatan ini merupakan ujung paling belakang dari tahapan pengelolaan limbah radioaktif dan siklus nuklir secara keseluruhan. Prinsip dasar kegiatan disposal adalah mengisolasi limbah radioaktif sehingga manusia dan lingkungan di sekitarnya tidak menerima paparan radiasi yang signifikan. Adanya rentang radioaktivitas yang lebar dari LRA akan memerlukan tingkat pengisolasian (dengan cara membuang/mendisposenya) yang beragam caranya pada tataran pelaksanaannya. Semakin tinggi radioaktivitas yang harus diisolasi dan semakin lama waktu paro yang diperlukan untuk meluruh maka akan semakin dalam di bawah permukaan atau semakin jauh dari permukaan tanah, paket limbah harus ditempatkan. Pengelolaan limbah radioaktif adalah kegiatan pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau pembuangan limbah radioaktif. Untuk limbah radioaktif berumur pendek (umur paro < 150 hari) umumnya disimpan untuk meluruhkan aktivitasnya sampai dengan tingkat yang sudah tidak membahayakan lagi sebelum dilepas ke lingkungan. Sedangkan yang berumur paro lebih panjang perlu dilakukan pengolahan agar aman selama disimpan di fasilitas penyimpanan sebelum ditaruh pada fasilitas disposal limbah radioaktif. Tujuan pengelolaan limbah radioaktif adalah mencegah terjadinya kontaminasi zat radioaktif ke pekerja, masyarakat dan lingkungan serta mengolah seluruh atau sebagian limbah radioaktif agar aman saat dilepas ke lingkungan. Pengelolaan yang baik dan benar merupakan kunci untuk melaksanakan kegiatan proteksi terhadap lingkungan karena keberadaan teknologi nuklir. Pendekatan konsep pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan atas dasar dari sifat dan jumlah limbah yang harus dikelola, seperti: 1. Pemekatan dan pemadatan untuk proses penyimpanan jangka panjang, 2. Disimpan pada fasilitas penyimpanan sementara dan dibiarkan meluruh, 3. Diencerkan dan didispersikan ke lingkungan bila dianggap tidak membahayakan lingkungan lagi. Prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif : 1. Implementasi pengelolaan dilakukan pada lokasi penghasil, harus konsisten dengan kebijakan pemerintah, termasuk terhadap pembangunan berkelanjutan, dengan memperhatikan konsekuensi pada generasi sekarang dan mendatang serta memperhatikan lingkungan dan mahluk selain manusia 2. Pemunculan limbah radioaktif harus dicegah atau diminimalkan, baik kuantitas maupun kualitasnya 3. Akumulasi limbah radioaktif pada suatu lokasi harus diminimalkan, 4. Karakterisasi dan pemilahan limbah radioaktif harus dilakukan untuk membantu memastikan bahwa pengelolaan pada tahap berikutnya aman dan efektif, 5. Penyimpanan limbah radioaktif menggunakan teknik rekayasa yang baik dan dalam kondisi yang aman secara pasif Limbah radioaktif harus diproses menjadi kondisi yang pasif aman sesegera mungkin, 6. Segala informasi yang yang mungkin diperlukan saat ini dan akan datang haruslah tercatat dan tersimpan dengan baik. Pengkondisian limbah radioaktif adalah tindakan penanganan berbagai jenis/bentuk limbah radioaktif untuk diubah menjadi paket limbah berbentuk padat, agar lebih mudah dan aman dalam pengelolaannya. Beberapa diantaranya mempunyai volume yang besar tetapi beraktivitas rendah, lainnya yang berbentuk gas atau partikel radioaktif sehingga sebelum dilepas ke udara perlu disaring terlebih dahulu. Limbah-limbah yang mempunyai aktivitas lebih tinggi dan waktu paronya yang lebih panjang akan memerlukan usaha yang lebih serius dalam penanganannya. Beberapa jenis dari limbah tingkat ini diimobilisasi dengan proses sementasi, polimerisasi, bitumenisasi setelah melalui proses mekanis untuk mereduksi volume limbah. Untuk limbah-limbah yang radioaktif berbentuk logam terkontaminasi atau teraktivasi umumnya dilakukan proses kompaksi isostatis panas untuk mereduksi ukurannya menjadi blok-blok padatan hasil penekanan di dalam sebuah drum sebagai wadah luarnya. Pemrosesan atau cara pengkondisian ini secara ekstensif menjadi bahan penelitian dan pengembangan tentang imobilisasi dan wadah limbah. Banyak jenis bahan organik, keramik atau kristalin sebagai matriks imobilisasi yang perlu diujicobakan sebelum digunakan secara komersil sebagai pengungkung limbah radioaktif. Peluruhan dari isotop radioaktif dapat mengubah struktur dari matriks pengungkung limbah sehingga dapat meningkatkan laju lindi radionuklida ke lingkungan. Hal ini tentunya sangat tidak diinginkan, terutama saat limbah tersebut disimpan secara sementara pada fasilitas penyimpanan sementara maupun saat ditaruh pada fasilitas disposal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sewaktu memilih suatu proses yang akan digunakan untuk mengolah limbah radioaktif, antara lain faktor: 1. Keselamatan dan biaya, 2. Batasan yang diijinkan saat pelepasan ke lingkungan, 3. Pengaruh dari pelarut terhadap sifat limbah, 4. Decontamination Factor (DF) yang diinginkan, 5. Faktor ekonomi lokal dari penggunaan bahan. Mengingat faktor satu saling mengait dengan faktor lainnya, maka diperlukan pemikiran yang integratif untuk mendapatkan suatu proses yang benar- benar efektif dan efi sien pada kegiatan pengolahan limbah radioaktif. Mengolah limbah dengan radioaktivitas sampai nol akan menyebabkan proses pengolahan menjadi mahal. Hal ini didekati dengan menggunakan peraturan yang berlaku mengenai nilai baku mutu yang masih boleh diterima oleh lingkungan untuk menerima suatu elemen radioaktif yang terlepas ke lingkungan. Setiap negara mempunyai peraturan yang berbeda-beda terkait dengan nilai baku mutu ini, karena akan berkaitan dengan peraturan lingkungan hidup maupun kapasitas lingkungan dalam menanggung beban radioaktivitas. Pengoperasian instalasi evaporasi memerlukan biaya yang mahal karena konsumsi bahan bakar yang cukup tinggi, tetapi nilai DF yang diperoleh sangat tinggi dibandingkan misalnya dengan pengolahan secara kimia. Pengolahan dengan bahan organik resin menghasilkan enfluen yang rendah radioaktivitasnya dibandingkan dengan menggunakan zeolit, tetapi proses imobilisasinya cukup bermasalah kalua menggunakan teknologi sementasi. Hal-hal seperti inilah yang menjadi pertimbangan bagi para perancang suatu fasilitas pengolahan limbah radioaktif. Adanya tenaga operator yang trampil di sekitar instalasi yang akan dibangun juga menjadi faktor tambahan pada pembangunan instalasi pengolahan limbah radioaktif. Karena merekrut operator dari tempat lain akan meningkatkan biaya operasional tenaga teknis, seperti transportasi dan perumahan. Pengumpulan dan pengelompokkan limbah radioaktif padat merupakan tahap awal dari proses pengolahan limbah radioaktif padat. Maksud pengelompokan ini adalah untuk mempermudahproses penanganan atau pengolahan selanjutnya. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan : 1. Aktivitas, 2. Mudah atau sulit terbakar, 3. Volume, 4. Sifat bahayanya (mudah meledak, tajam, rapuh dll.), 5. Mudah busuk atau tidak. Setelah pengelompokkan dapat diselesaikan, maka proses pengolahan pun dapat dilaksanakan sesuai dengan sifat fisik dan radioaktivitas limbah tersebut. Secara umum proses pengolahan limbah padat dapat dilakukan secara proses : 1. Pemampatan/kompaksi, 2. Pembakaran/insinerasi. Proses pemampatan atau kompaksi dilakukan untuk jenis limbah padat yang sulit terbakar serta tidak membusuk. Alat kompaksi mempunyai rentang daya tekan dari yang hanya 5 ton atau sistem kompaksi berdaya rendah sampai dengan yang berdaya tekan tinggi/super kompaktor dengan daya sampai 2000 ton. Bahan-bahan seperti plastik, kertas dan kain cocok dengan menggunakan kompaktor konvensional, tetapi untuk bahan-bahan seperti pipa logam, kran dan kayu biasanya menggunakan superkompaktor. Proses kompaksi merupakan proses dan teknik reduksi volume yang relatif sederhana pada sistem pengelolaan limbah radioaktif. Rasio reduksi volume yang dapat dicapai sekitar 3:1 sampai dengan 10:1. Untuk mengantisipasi keselamatan pekerja, biasanya sistem kompaksi ini dilengkapi dengan sistem ventilasi atau pengatur udara dengan sistem filtrasinya agar debu atau partikel yang dihasilkan selama proses kompaksi dapat tersaring melalui alat pengatur udara dan tidak menyebar dalam instalasi sehingga dapat membahayakan para pekerja. Untuk limbah radioaktif yang beraktivitas tinggi, sistem kompaksi juga dilengkapi dengan sistem kontrol jarak jauh (remote control system). Insinerasi adalah suatu cara yang cocok untuk limbah radioaktif padat yang dapat terbakar seperti limbah biologis dari hewanhewan percobaan atau limbah biologis lainnya serta dapat juga digunakan untuk mengolah limbah cair organik. Tujuan dari proses insinerasi atau pembakaran ini adalah membuat limbah yang diolah menjadi terbakar sempurna sehingga diharapkan residu yang dihasilkan benar-benar steril sehingga emisi yang keluar dari cerobong dapat mencapai tingkat yang dapat diterima oleh lingkungan. Hasil pembakaran dan residu off-gas dari cara pengolahan ini secara kimiawi terdeaktivasi mendekati sempurna, dapat menghancurkan semua bahan organik dan dapat mencapai tingkat reduksi volume sangat signi fi kan. Cara ini merupakan cara yang sangat cocok untuk digunakan, terutama untuk limbah radioaktif biologis. Abu yang dihasilkan adalah produk yang lebih stabil, selanjutnya abu yang diperoleh dipadatkan secara sementasi. Menariknya ternyata teknologi insinerator juga digunakan untuk mengolah limbah padat dapat terbakar dari kejadian kecelakaan PLTN di Fukushima. Teknologi ini digunakan untuk membakar limbah-limbah terkontaminasi radiocesium seperti ranting pohon dan puing dengan removal rate di atas 99%. Teknologi pengolahan dengan cara insinerasi termasuk teknologi yang efisien, maju dan canggih. Kekurangan yang nyata dari teknologi ini adalah mahalnya modal awal kemudian sistem off-gas yang rumit serta tingkat keahlian operator yang diperlukan saat operasi dan pemeliharaan unit insinerator ini. Pada kegiatan aplikasi teknologi nuklir dan penggunaan zat radioaktif juga dapat menimbulkan limbah berbentuk gas atau udara yang terkontaminasi dengan zat radioaktif. Secara umum sumber dari limbah radioaktif gas adalah : 1. Udara ventilasi, dapat berasal dari lemari asam maupun instalasi nuklir 2. Gas buang dari pengoperasian instalasi nuklir (instalasi operasi reaktor nuklir, pendingin reaktor HTGR, instalasi operasi reaktor nuklir, pendingin reaktor HTGR, instalasi vitrifikassi) Secara fisik LRA berbentuk gas dibedakan menjadi : 1. Partikulat, yaitu partikel radioaktif yang terbawa udara dalam bentuk aerosol dengan ukuran 0,05μm sampai yang lebih besar lagi, 2. Non-partikulat, adalah radionuklida yang berbentuk gas seperti 3H, 131I, 129I, 103,106Ru, 210Po 85Kr dll. Untuk memisahkan bahan partikulat umumnya digunakan HEPA (high effi ciency particulate air) filter pada setiap sistem ventilasi udara pada bangunan atau ruangan yang mempunyai potensi mengeluarkan gas radioaktif sebelum dilepas ke lingkungan melalui cerobong. Selain itu juga digunakan beberapa peralatan yang tergantung dengan besar partikel dan rentang efi siensinya. Tujuan dari penggunaan filter ini adalah untuk mencegah kemungkinan kembalinya gas yang lepas masuk lagi ke dalam bangunan melalui sistem ventilasi atau jendela yang terbuka. Salah satu contoh filter yang digunakan untuk gas-gas yang non-korosif pada suhu sekitar 100 ºC dan ukuran partikel sekitar 0,3 m adalah penggunaan filter cellulose-asbestos. Nilai decontamination factor (DF) yang dihasilkan adalah sekitar 5000. Sedangkan untuk penggunaan pada suhu yang lebih tinggi (275 ºC) dan gas yang bersifat asam lebih cocok memakai glass wool filter sebagai penyaringnya. Untuk pengolahan limbah gas pada suhu sampai dengan 1000 ºC dipakai fi lter yang terbuat dari serat keramik. Kegiatan aplikasi nuklir untuk pembangkitan energi maupun aplikasi lainnya banyak menghasilkan LRA cair sehingga perlu dikelola dengan baik. Adanya LRA cair dengan radioaktivitas rendah tetapi mempunyai volume yang besar atau perlu juga dipisahkan dengan LRA cair dengan aktivitas yang tinggi tetapi bervolume kecil agar dalam pengolahan selanjutnya menjadi lebih efektif dan efi sien. Komposisi kimia dan tingkat aktivitas. Limbah radioaktif cair ini sebelum diolah harus dikumpulkan dan dipisahkan sesuai dengan tingkat, jenis aktivitasnya dan penggunaan wadah yang cocok, baik aktivitas maupun volumenya. Tangki penampung diperlukan bila volume yang dihasilkan cukup besar dan kontinyu. Tangki dapat terbuat dari plastik, baja atau baja tahan karat tergantung dengan tingkat korosi cairan, dilengkapi dengan alat pengaduk agar contoh LRA cair yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan analisis. Tangki dilengkapi dengan kran (valve) atau pompa agar memudahkan proses pemindahan LRA cair ke mobil tangki untuk transport ke fasilitas pengolahan limbah. Bahan-bahan pengganggu proses pengolahan perlu dipisahkan atau dihilangkan, minimal dalam konsentrasi yang sangat kecil dengan jalan dipisahkan. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan instalasi penimbul LRA cair. Beberapa cara pengolahan LRA cair yang umum sebelum dilakukan proses imobilisasi menjadi paket limbah: 1. Kimia, 2. Pertukaran ion, 3. Evaporasi, 4. Insinerasi, 5. Filtrasi. Selanjutnnya adalah pengolahan secara kimia, pengolahan ini untuk mengkonsentrasikan dan memekatkan radionuklida agar menjadi endapan yang tidak mudah larut dengan volume yang relative kecil sehingga mudah untuk dipisahkan. Proses kimia biasanya diperlukan sebelum dilakukan proses evaporasi atau proses dengan penukaran ion untuk memisahkan suspensi padat dari larutan. Proses kimia memberikan DF yang relatif rendah, tetapi proses ini sederhana, mudah dan murah. Umumnya digunakan untuk mengolah LRA cair yang beraktivitas rendah dengan volume besar, tetapi bila volume yang akan diolah hanya kecil saja maka proses catu (batch) cocok untuk limbah jenis ini. Cara koagulasi dan flokulasi adalah salah satu cara pengolahan secara kimia. Proses ini dimulai dengan mendestabilisasi larutan, pembentukan agregasi dan ikatan bersama dalam larutan menjadi koloid. Koloid akan membentuk gumpalan (fl okulasi) kimia sambil menyerap suspensi padat yang ada di larutan. Radioaktivitas akan terikat bersama dengan gumpalan yang terbentuk yang semakin lama semakin besar dan akhirnya mengendap. Pengendapan dan fl okulasi dapat terjadi secara simultan, sehingga untuk meningkatkan pembentukan fl ok maka zat kimia/fl okulan dapat ditambahkan. Proses koagulasi dan fl okulasi akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Ketidakmurnian kimia larutan (anion dan kation), 2. pH larutan, 3. Kekuatan ionik larutan, 4. Suhu, 5. Keberadaan suspensi padatan dalam larutan sebagai inti untuk pengendapan. 6. Pembentukan kristal campuran anomali, karena syarat pembentukan kristal isomorf tidak terpenuhi, kristal campuran terbentuk dengan tidak sempurna, ikatan tidak kuat dan bertendensi akan larut kembali ke larutan induknya. evaporasi adalah mengonsentrasikan cairan limbah sebelum dipindahkan ke tangki untuk proses pengolahan selanjutnya. Proses pengolahan dengan cara evaporasi akan menghasilkan nilai dekontaminasi yang sangat baik, karena dapat memekatkan konsentrasi radionuklida yang ada di fase cairnya sehingga sering digunakan untuk mengolah limbah cair radioaktif tingkat sedang dan tinggi Keuntungan yang didapat dari penggunaan proses ini adalah Distilat yang dihasilkan pada umumnya memenuhi syarat untuk dilepas ke lingkungan, Mempunyai nilai DF yang tinggi, Menghasilkan volume konsentrat hasil pemekatan yang kecil. Walaupun begitu ada beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan, seperti, 1. Kurang baik untuk limbah cair yang mengandung radionuklida yang mudah menguap: 106Ru, 132I, 2. DF tergantung dari laju pendidihan dan memasukkan umpan, 3. Dapat terbentuk buih dan kerak, 4. Adanya reaksi penguraian kimia pembentuk gas, sehingga mudah meledak, Ammonium nitrat, 5. Biaya operasi yang mahal, sebagian besar adalah biaya bahan bakar. Pada pengoperasian evaporator untuk mengolah limbah radioaktif cair perlu dikendalikan hal-hal berikut: 1. keasaman (acidity) larutan umpan, 2. suhu untuk mengurangi adanya korosi, 3. konsentrasi konsentrat untuk mencegah pengendapan Selain perlengkapan pemanas dan kondensor, alat evaporator untuk mengolah limbah cair yang berasal dari proses olah-ulang juga dilengkapi dengan sistem pendingin untuk menghilangkan panas peluruhan (decay heat). Keasaman larutan umpan ke dalam evaporator dikontrol dengan penambahan formaldehid atau asam formiat. Formaldehid dapat memberikan endapan konsentrat yang lebih padat, mengurangi korosi dan merusak asam nitrat. Terdapat beberapa jenis evaporator yang digunakan saat ini. Masing-masing dari evaporator tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan dalam hal konstruksi, pemeliharaan, harga, nilai DF serta kemungkinan timbulnya kerak. proses imobilisasi hasil olahan adalah agar kontaminan radioaktif yang ada dalam konsentrat, endapan ataupun dalam bahan penyerap tidak dapat larut/terekstrak kembali ke air tanah atau lingkungan. Proses imobilisasi dapat dilakukan dengan proses, Sementasi, bitumenisasi, dan vitrifikasi. Demikianlah beberapa cara atau metode dalam pengelolaan limbah radioaktif, semoga resume ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.