Anda di halaman 1dari 39

KESELAMATAN KERJA DAN PENCEGAHAN KECELAKAAN

HAZARD IDENTIFICATION RISK ASSESSMENT


DETERMINATION CONTROL
(HIRADC)

Pembimbing :
dr. Imron Khasim, MKK, Sp.Ok

Oleh :
Winda Trijayanthi Utama
1606840241

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KERJA


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul ”Hazard Identification Risk
Assessment Determination Control (HIRADC)”, yang merupakan salah satu tugas
dalam bidang studi Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Semester II
Program Studi Magister Kedokteran Kerja.

Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis memperoleh bimbingan dan bantuan dari
dr. Imron Khasim, MKK, Sp.Ok dan Ibu Ambar W Roestam, SKM, MOH. Selain
itu penulis juga memperoleh bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.

Penulis menyadari makalah ini belum dapat dikatakan sebagai suatu karya tulis
yang sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak sehingga makalah ini mampu memberikan manfaat
bagi pihak-pihak yang membacanya.

Bandar Lampung, April 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................. 2

Daftar Isi............................................................................................................ 3

Daftar Gambar ................................................................................................... 4

Bab I. Pendahuluan ........................................................................................... 5

Bab II. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) ......... 7

Bab III. Tempat Kerja ...................................................................................... 9

Bab IV. Jenis Pekerjaan ................................................................................ 11

Bab V. Potensi Bahaya .................................................................................... 12

Bab VI. Kecelakaan Kerja............................................................................... 14

Bab VII. Penerapan Hazard Idenrification Risk Assessment and


Determinating Control (HIRADC) ............................................................... 21

Bab VIII. Contoh Penerapan Hazard Idenrification Risk Assessment and


Determinating Control (HIRADC) ............................................................... 32

Daftar Pustaka ................................................................................................. 39

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Teori Domino ..................................................................... 15

Gambar 2. Teori Gunung Es Kerugian Ekonomi Akibat Kecelakaan Kerja .. 19

4
BAB I
PENDAHULUAN

Manajemen risiko sangat penting bagi kelangsungan suatu usaha atau kegiatan. Jika
terjadi suatu bencana, seperti kebakaran atau kerusakan, perusahaan akan
mengalami kerugian yang sangat besar, yang dapat menghambat, mengganggu
bahkan menghancurkan kelangsungan usaha atau kegiatan operasi. Manajemen
risiko merupakan alat untuk melindungi perusahaan dari setiap kemungkinan yang
merugikan.1

Untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang dapat menyebabkan


kecelakaan di tempat kerja maka diperlukan suatu manajemen risiko yang
kegiatannya meliputi identifikasi bahaya, analisis risiko bahaya maka penilaian
risiko, pengendalian risiko, serta pemantauan dan evaluasi. Dalam mengidentifikasi
dan melakukan analisis risiko bahaya maka dapat dilakukan dengan menggunakan
Hazard Identification, Risk Asesment, and Determining Control (HIRADC).
HIRADC bertujuan untuk mengidentifikasi risiko bahaya di tempat kerja yaitu
dengan mengaitkan antara pekerja, tugas, peralatan kerja dan lingkungan kerja.2

OHSAS 18001 merupakan salah satu sistem manejemen K3 yang sudah banyak
diterapkan di kalangan industri dunia. Sesuai persyaratan OHSAS 18001 klausul
4.3.1 bahwa organisasi harus menetapkan prosedur dan melakukan Identifikasi
Bahaya (Hazards Identification), Penilaian Risiko (Risk Assessment) dan
Pengendalian Risiko (Deterimining Control) atau disingkat HIRADC. HIRADC
merupakan elemen penting dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja karena berkaitan langsung dengan upaya pencegahan dan pengendalian
bahaya yang digunakan untuk menentukan objektif dan rencana K3.

5
Sistem Manajemen K3 yang diterbitkan oleh pemerintahan Indonesia dan wajib
diterapkan oleh beberapa industri adalah Sistem Manajemen K3 berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3). Dalam peraturan tersebut pada Lampiran II point
2.1.2 menyebutkan bahwa identifikasi potensi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko K3 harus dipertimbangkan pada saat merumuskan strategi
rencana K3 menyatakan perlu diadakan identifikasi sumber bahaya, analisis dan
pengendalian risiko oleh petugas yang berkompeten.1

6
BAB II
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(SMK3)

SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan,
pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktifitas.3,4

Tujuan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja antara lain sebagai berikut:5
a. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan kerja yang setinggi-
tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, maupun pekerja-
pekerja bebas,
b. Sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit serta kecelakaan
akibat kerja, pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dan gizi
tenagakerja, perawatan dan mempertinggi efisiensidan daya produktivitas
tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja, dan meningkatkan
kegairahan serta kenikmatan kerja.

Di dalam pasal 87 (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan


bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen K3 yang
terintegrasi dengan manajemen perusahaan.6 Keselamatan kerja merupakan suatu
keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja
tersebut menjadi salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada
seorangpun di dunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan.7

Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana
pekerjaan itu dilaksanakan. Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai suatu upaya
perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja
senantiasa dalam keadaan yang sehat dan selamat serta sumber sumber proses

7
produksi dapat dijalankan secara aman, efisien, dan produktif. Sedangkan,
kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta
dengan prakteknya yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun sosial dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif.

8
BAB III
TEMPAT KERJA

Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 1


ayat 1, yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber
atau sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Oleh karena pada tiap tempat kerja
terdapat sumber bahaya maka pemerintah mengatur keselamatan kerja baik di darat,
di tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia. Ketentuan tersebut berlaku dalam tempat
kerja, yang merupakan tempat – tempat:8
a. Dibuat, dicoba, dipakai, atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan.
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau
disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit atau beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi.
c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dilakukan pekerjaan persiapan
d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, perternakan, perikanan,
lapangan kesehatan.
e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, logam atau bijih
logam lainnya, batu – batuan, gas, minyak atau mineral lainnya baik di
permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan.

9
f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia baik di daratan,
melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara.
g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,
statiun atau gudang.
h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air.
i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau
perairan.
j. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
yang rendah.
k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau
terpelanting.
l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang.
m. Terdapat atau meyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap gas
hemburan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.
n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.
o. Dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi
atau telepon.
p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat tehnis.
q. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi – bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air.
r. Diputar film, dipertunjukan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi
lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

10
BAB IV
JENIS PEKERJAAN

Pekerjaan adalah segala sesuatu yang dikerjakan manusia dengan berbagai tujuan.
Setiap orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam suatu
perusahaan terdapat jenis pekerjaan yang berbeda – beda. Dalam lingkupnya
pekerjaan dibagi mejadi dua yaitu pekerjaan baru dan pekerjaan lama. Pekerjaan
lama merupakan hal yang terbiasa dikerjakan setiap harinya, sedangkan pekerjaan
baru adalah sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Adapun yang perlu
diperhatikan adalah hubungan antara pekerjaan baru dengan tingkat risiko dan
potensi bahay yang diterima tenaga kerja pada suatu perusahaan, pekerjaan baru
tergolong mempunyai risiko yang cukuptinggi dalam peningkatan potensi
kecelakaan kerja, apabila tidak segera dikendalikan maka dapat menimbulkan suatu
kecelakaan yang dapat berdampak pada manusia, aset perusahaan, dan lingkungan
sekitar.9

11
BAB V
POTENSI BAHAYA

Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat berasal dari
berbagai kegiatan atau aktivitas alam pelaksanaan operasi atau juga berasal dari luar
proses kerja. Identifikasi potensi bahaya di tempat kerja yang beresiko
menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain:3,4

a. Kegagalan komponen, antara lain berasal dari:


1) Rancangan komponen pabrik termasuk peralatan atau mesin dan
tugas – tugas yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai.
2) Egagalan yang bersifat pengendalian
3) Kegagalan sistem pengendalian
4) Kegagalan sistem pengamanan yang disediakan
5) Kegagalan operasional peralatan kerja yang digunakan, dan lain –
lain.

b. Kondisi yang menyimpang dari suatu pekerjaan, yang biasa terjadi


akibat:
1) Kegagalan pengawasan atau monitoring
2) Kegagalan manual suplai dari bahan baku
3) Kegagalan pemakaian dari bahan baku
4) Kegagalan dalam proses shut – down dan start – up
5) Terjadinya pembentukan bahan sisa dan sampah yang berbahaya

12
c. Kesalahan manusia dan organisasi, seperti:
1) Kesalahan operator atau manusia
2) Kesalahan sistem pengaman
3) Kesalahan dalam mencampur bahan prosukdi berbahaya
4) Kesalahan atau kekurangan dalam upaya perbaikan dan perawatan
alat
5) Melakukan pekerjaan yang tidak sah atau tidak sesuai dengan
prosedur kerja aman

d. Pengaruh kecelakaan dari luar, yaitu terjadinya kecelakaan dalam


suatu industri akibat kecelakaan lain yang terjadi di luar pabrik,
seperti:
1) Kecelakaan pada waktu pengangkutan produk
2) Kecelakaan pada stasiun pengisian bahan bakar
3) Kecelakaan pada pabrik disekitarnya
Kecelakaan kerja adanya sabotase, yang bisa dilakukan oleh orang
luar atau dalam pabrik, hal ini akan sulit diatasi atau dicegah, namun
faktor ini frekuensinya sangat kecil dibandingkan dengan faktor
penyebab lainnya.

13
BAB VI
KECELAKAAN KERJA

Kecelakaan akibat kerja adalah kejadian yang tidak diduga duga dan tidak
diharapkan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan dapat terjadi
dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan suatu pekerjaan.
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja adalah sebagai berikutklasifikasi menurut jenis
kecelakaan, klasifikasi menurut penyebab, dan klasifikasi menurut letak kecelakaan
atau luka di tubuh.11

Setiap kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian yang besar, baik itu kerugian
material dan fisik.12 Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja antara lain:
kerugian ekonomi dan non ekonomi. Kerugian akibat kecelakaan dikategorikan atas
kerugian langsung (direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost).
Kerugian langsung misalnya cedera pada tenaga kerja dan kerusakan pada sarana
produksi. Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak terlihat sehingga
sering disebut juga sebagai kerugian tersembunyi (hidden cost) misalnya kerugian
akibat terhentinya proses produksi, penurunan produksi, klaim atau ganti rugi,
dampak sosial, citra dan kepercayaan konsumen.9

Di tempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terhadap


keselamatan atau kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa:
faktor fisik (kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu), faktor kimia (solven,
gas, asap, uap, logam berat), faktor biologik: tumbuhan, hewan, bakteri, virus),
aspek ergonomik (desain, sikap dan cara kerja), stressor (tekanan produksi/beban
kerja, monotoni, kejemuan), Listrik dan sumber energi lainnya., mesin, peralatan
kerja, pesawat,kebakaran, peledakan, kebocoran, tata rumah tangga (house
keeping), sistem manajemen perusahaan, pelaksana/manusia (perilaku, kondisi
fisik, interaksi).

14
Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik ataau
berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan yang tidak aman
seperti ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang melampaui nilai ambang
batas. Disamping itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang
melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material.1

Rangkaian kartu domino di bawah ini menggambarkan hubungan manajemen


secara langsung dengan sebab dan akibat dari suatu kejadian yang dapat
menurunkan prestasi dari suatu kegiatan produksi.1

Gambar. 1 Bagan Teori Domino1

15
Untuk lebih detailnya, diagram alur tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:1

a. Kurangnya Sistem Pengendalian (Lack of Control)1

Kurangnya kontrol merupakan urutan pertama menuju terjadinya


kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian. Kontrol merupakan
salah satu fungsi utama dari manajemen yaitu: Planning, Organizing,
Leading dan Control. Tanpa manajemen pengendalian yang kuat,
penyebab kecelakaan dan rangkaian efek akan dimulai dan memicu
faktor penyebab kerugian. Kurangnya pengendalian dapat disebabkan
karena faktor:1
1) Program yang tidak memadai
2) Standar program yang tidak memadai
3) Tidak memenuhi standar

Domino pertama akan jatuh pada pihak manajemen yang tidak mampu
mengorganisasi, memimpin dan mengontrol pekerja dala memenuhi
standar yang telah ditemukan.1

b. Penyebab Dasar (Basic Cause)1

Dari adanya kontrol yang tidak memadai akan menyebabkan timbulnya


peluang pada penyebab dasar dari kejadian yang menyebabkan
kerugian. Sebab dasar kecelakaan kerja di industri anatar lain meliputi
faktor:1
1) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan
perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perusahaan.
2) Manusia atau pekerja.
3) Kondisi tempat kerja, saran kerja dan lingkungan kerja.

16
c. Penyebab Langsung (Immediate Cause)1

Jika penyebab dasar terjadi, maka terbuka peluang untuk menjadi


tindakan dan kondisi tidak aman. Menurut Heimrich dalam Dasar –
Dasar K3 menyebutkan bahwa 88% kecelakaan diakibatkan oleh
tindakan yang tidak aman, 10% karena kondisi yang tidak aman dan 2%
disebabkan oleh faktor yang tidak disebutkan.1

1) Tindakan tidak aman adalah pelanggaran terhadap cara kerja yang


aman yang mempunyai resiko terjadinya kecelakaan, antara lain:1
a) Menjalankan sesuatu tanpa izin
b) Gagal mengingat atau mengamankan
c) Menjalankan peralataan dengan kecepatan yang tidak sesuai
d) Tidak menggunakan alat -alaat keselamatan kerja
e) Menggunakan peralatan dengan cara tidak benar
f) Tidak menggunakan alat pelindung diri
g) Cara memuat dan membongkar tidak benar
h) Cara mengangkat yang tidak nenar
i) Posisi yang tidak benar
j) Menggunakan peralataan yang rusak

2) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition) adalah kondisi fisik yang


berbahaya dan keadaan yang berbahaya yang langsung membuka
peluang terjadinya kecelakaan, antara lain:1
a) Pengamanan ataau perlindungan yang tidaak cukup
b) Alat, peralatan atau bahan yang rusak
c) Penyumbatan
d) Sistem peringatan yang tidak memadai
e) Bahaya kebakaran dan peledakan
f) Kurang bersih
g) Kondisi yang berbahaya seperti: debu, gas, uap
h) Kebisingan yang berlebihan
i) Kurangnya ventilasi dan penerangan

17
d. Kejadian (Incident)1

Bila tindakan atau kondisi tidak aman tersebut tidak dilakukan kontrol
maka akan menyebabkan insiden. Insiden adalah kejadian yang tidak
diinginkan, dalam keadaan yang sedikit berbeda dapat mengakibatkan
bahaya fisik terhadap manusia, kerusakan harta benda atau
terganggunya suatu prosses, atau bisa dikatakan bahwa insiden adalah
suatu kondisi yang dapat menyebabkan hampir terjadinya suatu
kerugian meskipun kondisi bahaya belum benar – benar terjadi. Insiden
dapat menyebabkan cidera fisik atau kerususakan benda digolongkan
sesuai dengan tupe – tipe kecelakaaan yang terjadi, seperti: terjatuh,
terbentur, terpeleset, terperangkap, terkena listrik, panas, dingin,
kebisingan dan bahaya lainnya.1

e. Kerugian (Loss)1

Apabila keselurahan urutan di atas terjadi, maka akan menyebabkan


adanya kerugian terhadap manusia, harta benda dan akan mempengaruhi
produktifitas fan kualitas kerja. Dengan kata lain, kecelakaan akan
mengakibatkan cidera dan atau mati, kerugian harta benda bahkan
sangat mempengaruhi moral pekerja termasuk keluarganya.1

Biaya yang timbul sebagai akibat kecelakaan dapat digambarkan seperti


gunung es yang kemudian sering disebut Teori Gunung Es yang artinya
biaya langsung sebagai bongkahan gunung es yang terlihat pada
permukaan laut, sedangkan biaya tidak langsung yaitu bongkahan
gunung es yang berada di bawah permukaan laut yang jauh lebih besar.
Hal tersebut dapat terlihat seperti pada gambar berikut ini:1

18
Gambar 2. Teori Gunung Es Kerugian Ekonomi Aibat Kecelakaan Kerja1

Dari kecelakaan yang ditimbulkan dapat diketahui kerugian yang


dicapai baik ekonomi maupun non ekonomi. Kerugian ekonomi dapat
berupa biaya langsung dan biaya tidak langsung.1
1) Biaya Langsung, meliputi:
a) Biaya perawatan dokter
b) Biaya kompensasi
2) Biaya Tidak Langsung, meliputi:
a) Kerusakan dan kerugian harta benda, meliputi:
i. Biaya kerudakan bangunan
ii. Biaya kerusakan perkakas
iii. Biaya kerusakan hasil produksi dan material
iv. Gangguan dan keterlambatan produksi
v. Biaya untuk pemenuhan produksi

19
vi. Biaya untuk pemenuhan aturan
vii. Biaya untuk peralatan gawat darurat
viii. Biaya sewa peralatan
ix. Waktu untuk penyelidikan
b) Biaya lain, terdiri dari:
i. Gaji selama tidak bekerja
ii. Biaya pergantian serta pelatihan
iii. Lembur
iv. Ekstra waktu untuk Supervisor
v. Penurunan hasil kerja baagi yang mengalami
kecelakaan sewaktu memulai kerja kembali.

20
BAB VII
PENERAPAN HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESMENT
AND DETERMINING CONTROL (HIRADC)

Hazard Identification, Risk Assesment and Determining Control (HIRADC) yang


biasa dikenal dengan identifikasi faktor bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
pada proses produksi harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk
memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. HIRADC merupakan salah
satu metode identifikasi kecelakaan kerja dengan penilaian risiko sebagai salah satu
poin penting untuk mengimplementasikan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3).9

Identifikasi bahaya adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk mendeteksi


adanya ancaman bahaya di tempat kerja.10 Hazard mempunyai potensi untuk
mengakibatkan keruskan dan kerugian kepada:manusia baik yang bersifat langsung
maupun tidak langsung terhadap pekerjaan; properti termasuk peralatan kerja dan
mesin mesin; lingkungan baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar
perusahaan; kualitas produk barang dan jasa; dan nama baik perusahaan.3,4

Penilaian risiko merupakan upaya menghitung besarnya suatu risiko dan


menetapkan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak, dengan
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya suatu kecelakaandan besar akibat
yang ditimbulkannya. Penilaian risiko sangat penting karena dapat membentuk
opini terhadap suatu risiko. Setelah dilakukan estimasi atau penaksiran terhadap
tingkat kekerapan dan keparahan terjadinya kecelakaan atau penyakit yang
mungkin timbul, selanjutnya dapat ditentukan tingkat risiko dari masing masing
hazard yang telah diidentifikasi dan dinilai.1

21
Setelah dilakukan penentuan tingkat risiko, selanjutnya harus dibuat skala prioritas
risiko untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi dalam upaya menyusun
rencana pengendalian risiko. Sedangkan tingkat risiko ‘NIL’ untuk sementara dapat
diabaikan dari rencana pengendalian risiko, namun tidak menutup kemungkinan
untuk tetap menjadi prioritas terakhir.1 Di dalam hirarki pengendalian risiko
terdapat dua pendekatan, yaitu:pendekataan “long term gain”, dan pendekatan
“short term gain”. Hirarki Pengendalian Risiko terdapat enam cara, yaitu:eliminasi
(elimination), substitusi (substitution), rekayasa teknik (engineering control),
isolasi (isolation), pengendalian administrasi (administration control), dan alat
pelindung diri (personal protective equipment).3,4

Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam melakukan identifikasi


nahaya, penilaian resiko dan menentukan pengendaliannya meliputi:9
a. Menentukan personil penilai
Penilaian resiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh
petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan,
kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari
kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil dapat berupa suatu tim
yang terdiri dari beberapa orang.
b. Menentukan obyek atau bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian atau
departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya.
c. Kunjungan inpeksi tempat kerja
Kegiatan itu dapat dimulai melalui suatu “walk through survey inspection”
yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam
kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat
semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses,
bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi
pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.

22
Berdasarkan penjelasan tersebut pelaksanaan identifikasi bahaya, penilaian
resiko dan menentukan pengendaliannya dapat berupa: 9

1) Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui


potensi bahay yang akan ada di lingkungan kerja. Dengan
mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, maka dapat lebih berhati
– hati dan waspada dalam melakukan langkah – langkah
pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan, namun tidak semua
bahaya dapat dikenali dengan mudah. 9

Prosedur identifikasi bahaya dan penilaian resiko sebaiknya


mempertimbangkan: 9
a) Aktivitas rutin dan non rutin
b) Aktivitas semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja
c) Perilaku, kemampuan dan faktor manusia
d) Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja
yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi
tenaga kerja
e) Bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas pekerjaan
f) Tersedianya infrastruktur, peralatan dan material oleh
perusahaan
g) Perubahan atau rencana perubahan baik kegiatan maupun
materialnya
h) Perubahan pada sistem menajemen K3 yang berdampak
terhadap operasi, aktivitas maupun prosesnya

23
Tujuan persyaratan ini untuk memastian identifikasi bahaya secara
komprehensif dan rinci agar semua peluang bahaya dapat
diidentifikasi dan dapat dilakukan tindakan pengendalian.
Pelaksanaan identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan metode dan
aspek dalam melaksanakan di perusahaan. Beberapa teknik
identifikasi bahaya dapat diklasifikasikan menjadi: 9
a) Teknik Pasif
Bahaya dapat dikenali dengan mudah jika mengalaminya
sendiri secara langsung. Misalnya, seseorang akan tahu bahaya
lubang di jalan setelah tersandung atau terperosok. Cara ini
sangat primitif dan terlambat karena kecelakaan terjadi baru kita
nenyadari dan mengambil langkah pencegahan dan metode ini
sangat awam, karena tidak semua bahaya dapat menunjukkan
eksistensinya sehingga dapat dilihat dengan mudah. 9
b) Teknik Semi Proaktif
Teknik ini juga disebut belajar dari pengalaman orang lain.
Namun teknik ini efektif karena tidak semua bahaya yang
diketahui atau pernah menimbulkan dampak kejadian
kecelakaan, tidak semua kejadian kecelakaan yang dilaporkan
dan diinformasikan kepada pihak lain untuk dijadikan pelajaran,
kecelakaan telah terjadi dan tetap menimbulkan kerugian,
walaupun menimpa pihak lain. 9
c) Teknik Proaktif
Metode terbaik untuk mengidentifikasikan bahaya adalah cara
proaktif, atau mencari bahaya sebelum bahaya tersebut
menimbulkan kecelakaan yang merugikan. Tindakan proaktif
tersebut memiliki kelebihan: 9
i. Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum
menimbulkan kecelakaan atau cedera.
ii. Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual
improvement) karena dengan mengenal bahaya dapat
dilakukan upaya pencegahan.

24
iii. Meningkatkan “awareness” semua pekerja setelah
mengenal bahaya yang ada disekitarnya.
iv. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan karena
bahaya menimbulkan kerugian.
Terdapat beberapa teknik identifikasi bahaya yang bersifat pro
aktof, antara lain: 9
i. Data kejadian,
ii. Daftar periksa,
iii. Brainstorming,
iv. What If Analisys,
v. Hazops (Hazard and Operability Study),
vi. Task Analisys,
vii. Even Tree Analisys,
viii. Analisis Pohon Kegagalan (Fault Tree Analisys), serta
ix. Analsis Keselamatan Kerja (Job Safety Analisys).

2) Penilaian Resiko

Resiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahay (hazard


event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih
besar, tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat resiko mungkin
berbeda dari yang paling riingan atau rendah sampai ke tahap yang
paling berat atau tinggi. 9

Sedangkan penilaian resiko adalah proses evaluasi resiko – resiko


yang diakibatkan adanya bahaya – bahaya, dengan memperhatikan
kecukupan pengendalian yang dimilik dan menentukan apakah
resiko dapat diterima atau tidak. 9

25
Penilaian resiko (risk assessment) mencakup dua tahap proses yaitu
menganalisis resiko (risk analisys) dan mengevaluasi resiko (risk
evaluation), dimana edua tahapan ini sangat penting karena akan
menentukan langkah dan strategi pengendalian resiko. 9

a) Analisis Resiko
Analisis resiko adalah menentukan besarnya suatu resiko yang
merupakan kombinasi antara kemungkinan terjadinya bahaya
(likeluhood) dan tingkat keparahan (severity). Banyak teknik
yang dapat digunakan untuk melakukan analisis resiko baik
ualitatif, semi maupun kuantitatif. Ada beberapa pertimbangan
dalam pemilihan teknih analisis resiko yang tepat anatar lain: 9
i. Memperhatikan kondisi, fasilitas dan jenis bahaya yang
ada,
ii. Dapat membantu dalam penentuan pengendalian resiko,
iii. Dapat membedakan tingkat bahaya secara jelas agar
memudahkan dalam menentukan prioritas langkah
pengendaliannya.

b) Evaluasi Resiko
Evaluasi resiko digunakan untuk menilai apakah resiko teresbut
dapat diterima atau tidak dengan membandingkan terhadap
standar yang berlaku, atau kemampuan perusahaan untuk
menghadapai resiko. Memprediksi tingkat resiko melalui
evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian resiko. Kualifikasi dan
kuantifikasi resiko dikembangkan dalam proses tersebut.
Konsultasi dengan nasihat dari para ahli seringkali dibutuhkan
pada tahap analisis dan evaluasi resiko. 9

26
3) Pengendalian Bahaya

Pengendalian resiko dilakuakan terhadap seluruh bahaya yang


ditemukan dalam proses identifikais bahaya dan
mempertimbangkan peringkat resiko untuk menentukan prioritas
dan cara pengendaliannya. Dalam menentukan pengendalian harus
mempertimbnagkan hierarki pengendalian mulai dari eliminasi,
substitusi, rekayasa teknih, administrasi dan penyediaan alat
keselamatan yang disesuaikan dengan kondisi organisasi,
ketersediaan biaya, biaya personil, faktor manusia dan lingkungan. 9

Pengendalian resiko merupakan langkah menentukan dalam


keseluruhan manjemen resiko. Berdasarkan hasil analisis dan
evaluasi resiko dapat ditentukan apakah suatu resiko dapat diterima
atau tidak. Jika resiko dapat diterima, maka tidak diperlukan langkah
pengendalian lebih lanjut. 9

Berikut merupakan langkah – langkah pengendalian secara hierarki


pengendalian: 9

a) Eliminasi
Eliminasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan
sumber bahaya. Sistem pengendalian ini merupakan pogram
pengendalian bahaya yang utama untuk pengendalian jangka
panjang dan bersifat permanen.
b) Substitusi
Substitusi merupakan teknik pengendalian bahaya dengan
mengganti alat – alat, bahan, sistem atau prosedur yang
berbahaya dengan yang lebih aman atau lebih rendah bahayanya.

27
c) Pengendalian Teknis
Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana
teeknis yang ada di lingkungan kerja, karena itu, pengendalian
bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan pada desain,
penambahan peralatan, dan pemasangan peralatan pengaman.
d) Pngendalian Administrasi
Pengendalian secara administrasi merupakan langkah
pengendalian dalam sistem kerja sehingga dapat mengurangi
resiko terpapar potensi bahaya dan faktor bahaya yang terdapat
di lingkungan kerja.
e) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan
memakai alat pelindung diri. Dalam konsep K3 pemakaian APD
merupakan last resort (pilihan terakhir) dalam pencegahan
kecelakaan. Hal tersebut disebabkan karena alat pelindung diri
bukan untuk mencegahkecelakaan namun hanya sekedar
mengurangi efek atau keparahan kecelakaan.

4) Review

Proses pelaksanaan sistem manejemn K3 harus dipantau secara


berkala dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa sistem
berjalan sesuai dengan rencana. Pemantauan dan tinjauan ualang
dapat dilakukan melalui observasi, lapotan, atau rapat pelaksanaan
yang diadakan secara berkala untuk melihat progress report
kemajuan pelaksanaan K3. 9

28
5) Resiko yang Dapat Diterima

Evaluasi resiko dilaukan untuk mengetahui resiko dari bahaya yang


ada dapat diterima atau tidak, hal ini merujuk pada kriteria resiko
yang berlaku atau ditetapkan oleh manajemen organisasi. Resiko
yang dapat diterima sering diistilahkan sebagai ALARP (As Low As
Reasonably Practicable), yaitu tingkat resiko terendah yang masuk
akal dan dapat dijalankan. 9

Kriteria resiko diperlukan sebagai landasan untuk menentukan


sistem pengamana yang akan digunakan. Pengendalian lebih jauh
tidak diperlukan jika biaya untuk menekan resiko sangat besar
sehingga tidak sebanding dengan manfaatnya. Untuk menentukan
batas resiko yang dapat diterima tidak mudah, namun memerlukan
kajian mendalam dari berbagai aspek seperti teknis, sosial, moral,
lingkungan atau ekonomi. Resiko memang harus ditekan, namun
memiliki keterbatasan seperti faktor biaya, teknologi, kepraktisan,
kebiasaan, dan kemampuan dalam menjalankannya dengan
konsisten. Suatu resiko misalnya dapat ditekan dengan
menggunakan teknologi canggih untuk penyediaan pengaman,
namun dampaknya biaya akan meningkat sehingga tidak dapat
diterima secara keekonomian. 9

Risk control measures diidentifikasi dengan tepat dan dicatat pada


kolom “Minimize Risk By” pada form assessment. Risk control
measures akan: 9
a) Mengurangi pengaruh dari kemungkinan bahaya yang akan
terjadi
b) Mengurangi tingkat keparahan akibat dari pengaruh bahaya, dan
atau kedua hal tersebut diatas.

29
Adapun yang termasuk potensial ke dalam perhitungan risk control
measures meliputi: 9
a) Pekerjaan
i. Menentukan bahwa semua tugas yang ada memang
duperlukan
ii. Mang ada dapat dilakukan dengan cara yang berbeda
iii. Mengkaji ualng waktu pelaksanaan yang lebih aman
iv. Mengganti metode yang mengandung bahaya dengan
metoda yang lebih aman
v. Memasukkan pengaruh bahaya
b) Tenaga kerja yang terlibat
i. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut, misalnya aturan yang
berlaku, perintah kerja, dan training?
ii. Apa saja persyaratan untuk melakukan supervisi untuk
pekerjaan yang spesifik?
iii. Apakah orang – orang tersebut berada dalam resiko dan
memerlukan proteksi khusus?
iv. Bagaimana dengan pengurangan jumlah orang yang
terpajan?
v. Pengurangan lama pajanan.
vi. Memastikan bahwa semua personel yang terlibat dalam
pekerjaan tersebut mendapatkan proteksi yang tepat.
c) Peralatan yang digunakan
Dapatkah potensi bahay dihilangkan ataupun dikungai?
d) Material yang digunakan
i. Adakah kemungkinan untuk meghilangkan atau
mengganti material yang digunakan?
ii. Dapatkah potensi bahaya yang timbul dari material
tersebut dapat dikurangi?

30
e) Lingkungan kerja
i. Adalah ancaman yang merugikan dari kondisi suhu di
sekitar tempat pelaksanaan pekerjaan?
ii. Adakah kemungkinan dilakukan housekeepimg yang baik
selama pekerjaan berlangsung?
iii. Adakah kemungkinan munculnya interaksi yang
merugikan dengan pekerjaan lain?
iv. Apakah hanya ada kemungkinan kecil bagi orang – orang
yang terlibat untuk membebaskan diri dari bahaya yang
timbul?
v. Apakah kondisi yang tidak normal yang terjadi saat
pekerjaan berlangsung?

31
BAB VIII
CONTOH PENERAPAN HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESMENT AND DETERMINING CONTROL (HIRADC)

Rutin (Normal) / Non Rutin


(Abnormal) / Emergency

Klasifikasi Bahaya
Kegiatan/Fasilitas Aspek Lingkungan / Potensi Bahaya Dampak Lingkungan / Resiko Pengendalian yang telah ada / Existing Control

1. Pengukuran Merkuri

IK Pemantauan mercury saat pembersihan pigging jalur minyak mentah dan jalur
1.1 Pengoperasian Jerome 431-X/ gas (PCID/J/WI/HSE/EHSMS/4.5.1/02), Prosedure pengendalian mercury
R 1.1.1 Terpapar Merkuri K Kerusakan ginjal, kerusakan SSP
Pengambilan Sample Uap Merkuri (PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.5.1/04), pemakaian APD sesuai dengan prosedur APD
(PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/13)

Penggunaan APD sesuai dengan prosedur alat pelindung diri


1.1.2 Terhirup gas hydrocarbon lainnya K Mual, pusing, pingsan, kematian
(PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/13)

Penggunaan APD sesuai dengan prosedur alat pelindung diri


1.1.3 Terjatuh, terpeleset, terbentur F Luka memar dan luka sobek
(PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/13)

Kesalahan pembacaan konsentrasi (hasil


IK mercury vapor analyzer (PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.5.1/01,) Inspeksi dan kalibrasi
1.1.4 Kerusakan atau error pada peralatan F tidak akurat), stress kerja, ketidaktepatan
secara berkala
dalam memberi rekomendasi

IK mercury vapor analyzer (PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.5.1/01,) Inspeksi dan kalibrasi


1.1.5 Posisi yang tidak sesuai E Low back pain dan MSD lainnya
secara berkala

Pengolahan limbah B3 sesuai dengan prosedur manajemen limbah (PCID/


1.1.6 Limbah B3 (Tyfex and rubber gloves) K Pencemaran tanah
J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/33)

Heat stroke, heat cramps, heat Penggunaan APD sesuai dengan prosedur alat pelindung diri
1.1.7 Terpapar radiasi matahari dan radiasi panas dari mesin F
exhaustion and dehydration (PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/13)

Gangguan konsentrasi, Gangguan


Penggunaan APD sesuai dengan prosedur alat pelindung diri
1.1.8 Terpapar kebisingan F komunikasi, Gangguan pendengaran, dan
(PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/13)
NIHL

32
Penilaian Aspek Dampak Lingkungan Penilaian Resiko

Rutin (Normal) / Non Rutin


(Abnormal) / Emergency

Penting / Tidak Penting


Peraturan Perundangan

Pandangan Masyarakat
Klasifikasi Bahaya

Kemungkinan Terjadi

Lamanya Dampak
Beratnya Dampak

Tingkat Resiko
Skala Dampak

Pengendalian
Operasional

Peluang
Peraturan

Akibat
Total
Kegiatan/Fasilitas Aspek Lingkungan / Potensi Bahaya
Perundangan
Terkait

1. Pengukuran Merkuri
Permenakertrans
No. 13 Tahun
1.1 Pengoperasian Jerome 431-X/
R 1.1.1 Terpapar Merkuri K 2 2 2 2 1 3 1 13 TP 2011 dan 3 C H
Pengambilan Sample Uap Merkuri
Permenkes No. 70
tahun 2016
Permenakertrans
No. 13 Tahun
1.1.2 Terhirup gas hydrocarbon lainnya K 2 2 2 2 1 3 1 13 TP 2011 dan 3 C H
Permenkes No. 70
tahun 2016
Permenakertrans
1.1.3 Terjatuh, terpeleset, terbentur F No. 08 Tahun 2 D L
2010

1.1.4 Kerusakan atau error pada peralatan F 3 D M

1.1.5 Posisi yang tidak sesuai E 2 D L


P.56/MenLHK-
1.1.6 Limbah B3 (Tyfex and rubber gloves) K 2 3 1 3 1 2 1 13 TP
Setjen/2015
Permenakertrans
No. 13 Tahun
1.1.7 Terpapar radiasi matahari dan radiasi panas dari mesin F 2011 dan 2 D L
Permenkes No. 70
tahun 2016
Permenakertrans
No. 13 Tahun
1.1.8 Terpapar kebisingan F 2011 dan 4 E H
Permenkes No. 70
tahun 2016

33
Rencana Implementasi Pengendalian Resiko

Rutin (Normal) / Non Rutin


(Abnormal) / Emergency
Kegiatan/Fasilitas
No* Detil Tindakan Pengendalian Dampak Lingkungan / Resiko Pelaksana Monitoring & Review Pengendalian Resiko ***

1. Pengukuran Merkuri

1.1 Pengoperasian Jerome 431-X/ Pengawasan penerapan penggunaan APD yang sesuai (masker untuk
R 1.1 IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE
Pengambilan Sample Uap Merkuri mercury, typex cloth, glove, SCBA)

Pengawasan penerapan penggunaan APD yang sesuai (Half face mask/


IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE
full face mask, typex cloth, glove, SCBA)

Pengawasan penerapan pengoperasian sesuai IK IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE

Pengawasan penerapan pengoperasian sesuai IK, melakukan kalibrasi


alat secara berkala, training mengenai cara menggunakan peralatan IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE
dengan benar

Pengawasan penerapan pengoperasian sesuai IK IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE

Pengawasan penerapan pengoperasian sesuai SOP IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE

Pengawasan penerapan pengoperasian sesuai SOP IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE

Pengawasan penerapan pengoperasian sesuai SOP IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE

34
Bagian 1.2 (lanjutan)

Rutin (Normal) / Non Rutin


(Abnormal) / Emergency

Klasifikasi Bahaya
Kegiatan/Fasilitas Aspek Lingkungan / Potensi Bahaya Dampak Lingkungan / Resiko Pengendalian yang telah ada / Existing Control

1. Pengukuran Merkuri

IK mercury vapor analyzer (PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.5.1/01,) Inspeksi dan kalibrasi


1.2 Perawatan Jerome 431-X R 1.2.1 Terpapar merkuri K Kerusakan ginjal, kerusakan SSP
secara berkala

Bekerja berdasarkan petunjuk IK yang ada, pemakaian APD sesuai dengan prosedur
1.2.2 Tersengat aliran listrik F Lemas, Pingsan dan Kematian APD (PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/13), prosedur pemeriksaan peralatan elektrik
PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/32

Penggunaan APD sesuai prosedur alat pelindung diri


1.2.3 Terkena benda tajam F Luka gores dan luka sobek
(PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/13)

Pembuatan laporan R 1.3.1 Limbah kertas K Pencemaran tanah Prosedur penanganan sampah non B3 (PCID/J/P/HSE/EHSMS/4.4.6/47)

1.3.2 Penggunaan komputer E Iritasi mata dan Gangguan mata Penggunaan komputer yang rendah radiasi

1.3.3 Posisi duduk yang terlalu lama E Low back pain dan MSD lainnya Penggunaan kursi yang ergonomi

35
Penilaian Aspek Dampak Lingkungan Penilaian Resiko

Rutin (Normal) / Non Rutin


(Abnormal) / Emergency

Penting / Tidak Penting


Peraturan Perundangan

Pandangan Masyarakat
Klasifikasi Bahaya

Kemungkinan Terjadi

Lamanya Dampak
Beratnya Dampak

Tingkat Resiko
Skala Dampak

Pengendalian
Operasional

Peluang
Peraturan

Akibat
Total
Kegiatan/Fasilitas Aspek Lingkungan / Potensi Bahaya
Perundangan
Terkait

1. Pengukuran Merkuri
Permenakertrans
No. 13 Tahun
1.2 Perawatan Jerome 431-X R 1.2.1 Terpapar merkuri K 2011 dan 3 C H
Permenkes No. 70
tahun 2016
Permenakertrans
1.2.2 Tersengat aliran listrik F No. 08 Tahun 3 C H
2010

Permenakertrans
1.2.3 Terkena benda tajam F No. 08 Tahun 2 C M
2010

UU No. 18 Tahun
Pembuatan laporan R 1.3.1 Limbah kertas K 1 1 3 1 1 2 1 10 TP
2008

1.3.2 Penggunaan komputer E 2 D L

1.3.3 Posisi duduk yang terlalu lama E 2 D L

36
Rencana Implementasi Pengendalian Resiko

Rutin (Normal) / Non Rutin


(Abnormal) / Emergency
Kegiatan/Fasilitas
No* Detil Tindakan Pengendalian Dampak Lingkungan / Resiko Pelaksana Monitoring & Review Pengendalian Resiko ***

1. Pengukuran Merkuri

Pengawasan penerapan IK dan penggunaan APD yang sesuai (masker


1.2 Perawatan Jerome 431-X R 1.2 IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE
untuk mercury, typex, cloth, glove)

Pengawasan penerapan pengoperasian sesuai IK IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE

Pengawasan penerapan pemakaian APD yang sesuai (sarung tangan) IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE

Pembuatan laporan R 1.3 Pengawasan penerapan pengoperasian sesuai SOP IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE

Menggunakan komputer yang rendah radiasi, mengatur jarak dan durasi


IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE
dalam penggunaan komputer

Menggunakan kursi yang ergonomik, melakukan promosi kesehatan


kerja tentang ergonomic kantor dan dampaknya, dan melakukan IH Efektif untuk meminimalkan resiko dan pengawasan secara terus menerus oleh HSE
pemanasan di kursi.

* No ini mengacu pada kolom identifikasi bahaya hal 1


** Tentukan apakah tindakan sudah dilakukan, in progress Mengetahui tim penilai : Disetujui kepala area : Disahkan wakil manajemen :
atau tindakan dilakukan
*** Review apakah tindakan pengendalian risiko :
- Efektif dalam meminimalkan risiko ?

- Menimbulkan bahaya baru ?

Tentukan juga tindakan monitoring yang perlu :

37
Keterangan:

1. Skala Dampak P = Penting Klasif ikasi Bahaya


2. Beratnya Dampak TP = Tidak Penting K = Kimia
3. Kemunginan terjadi F = Fisika
4. Lamanya Dampak B = Biologi
5. Pengen. Operasional E = Ergonomi
6. Peraturan Perundangan
7. Pandangan Masyarakat

*catatan: Contoh Penerapan Hazard Identification, Risk Assesment and Determining Control (HIRADC) ini berasal dari kegiatan pengukuran merkuri
salah satu perusahaan yang bergerak di industri hulu migas di Indonesia atas persetujuan Senior Medical Officer di perusahaan tersebut.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Soehatman Ramli. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam


Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
2. Setyaningsih, Y., Wahyuni, I., dan Jayant, S. 2010. Analisis Potensi Bahaya
dan Upaya Pengendalian Risiko Bahaya Pada Pekerja Pemecah Batu.
Literal Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 9, No. 1. April 2010 : 1-6.
3. Tarwaka. 2012. Dasar Dasar Keselamatan Kerja Serta Pencegahan
Kecelakaan di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
4. Tarwaka. 2012. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta: Harapan
Press.
5. Farida, VH. 2010. Keselamatan, Kesehatan, Keamanan Kerja, dan
Lingkungan Hidup (K3LH). Bandung: Arfino Raya.
6. Undang – Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
7. Buntarto. 2015. Panduan Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk
Industri. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
8. Undang – Undang RI No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
9. Soehatman Ramli. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja OHSAS 18001. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
10. Harrianto, Ridwan. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Kedokteran
EGC.
11. Triwibowo, C., dan Pusphandani, ME. 2013. Kesehatan Lingkungan dan
K3. Yogyakarta: Nuha Medika.
12. Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

39

Anda mungkin juga menyukai