UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Kata kunci:
Kelelahan, Pengemudi, Truk Trailer
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Driver fatigue is one of the main causes of accident. This study aimed to
determine the correlation between driver fatigue truck trailer to the risk factors
such as age, BMI (body mass index), physical condition, monotony, total of
sleeping time, driving hours, sleep quality, and total of working hours (one day &
one week). The study was conducted in June until July of 2012 on the short–range
medium operation the destination Purwakarta / Bandung. Total sample are 81
respondents. Quantitative observational studies using cross-sectional approach.
Measurement of fatigue using questionnaires of fatigue symptom that comes from
the Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) and the results showed that
92.6% of respondents experienced mild fatigue. The most common of fatigue
symptom respondents is thirst which has 90.1%. The results of the chi-square
calculation known only factor age that a statistically significant association with
driver fatigue on trailer truck PT AMI, with p value of 0.017.
Key word;
Fatigue, driver, trailer truck
DAFTAR ISI
Universitas Indonesia
HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DATAR GAMBAR ............................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. xvii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………… .............. 5
1.4.1 Tujuan Umum…………………………………………………. ..... 5
1.4.2 Tujuan Khusus…………………………………………… ............. 5
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti…………….. ................................................. 6
1.5.2 Manfaat Bagi Perusahaan………….. ............................................... 6
1.5.3 Manfaat Bagi Pengemudi…… ......................................................... 6
1.5.4 Manfaat Bagi Pendidikan ................................................................. 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 6
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Universitas Indonesia
DAFTAR GRAFIK
Universitas Indonesia
DAFTAR ISTILAH
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5
4
Jlh Kecelakaan
3
2 1 1
1 0 0 0
0
2008 2009 2010 2011 2012
Tahun
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
kelelahan. Sebaliknya, apabila sistem aktivasi lebih kuat maka tubuh akan
terasa segar untuk bekerja (Grandjean, 1997).
Matthews et al (2000) menyatakan kelelahan akibat kerja mengacu pada
perasaan letih dan ketidaknyamanan tubuh yang diasosiasikan dengan aktivitas
yang berlangsung lama ketika seseorang bekerja (p. 207). Kelelahan dapat
diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan
berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan
kegiatan yang harus dilakukan (Sritomo Wignjosoebroto, 2003 hal. 283).
Selanjutnya Tarwaka, dkk (2004) menyatakan bahwa kelelahan adalah suatu
mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut
sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (hal. 107).
Gimeno et al., (2006) menjelaskan kelelahan aktif merupakan beban
mental atau permintaan tinggi dari kondisi mengemudi dan kelelahan pasif
merupakan kondisi dari beban yang rendah. Seperti contohnya kelelahan aktif
adalah ketika permintaan tugas mengemudi tinggi termasuk lalu lintas padat,
padangan terhalang, atau tuntutan untuk menyelesaikan tugas tambahan atau
sekunder (seperti mencari alamat) selain tugas mengemudi. Kelelahan pasif
dihasilkan ketika pengemudi pada sebagian besar waktunya digunakan untuk
mengamati kondisi lingkungan atau tugas mengemudi menjadi seperti hal biasa.
Kelelahan pasif dapat terjadi ketika tugas mengemudi dapat diketahui atau
diprediksi sebelumnya.
Martin Moore-Ede (2009) Kelelahan adalah gangguan fungsi mental dan
fisik yang diwujudkan oleh sekelompok gejala yang melemahkan, seperti rasa
kantuk yang berlebihan, berkurangnya kemampuan kinerja fisik dan mental,
perasaan depresi dan kehilangan motivasi, yang disebabkan oleh berbagai
penyebab. Williamson et al., (2011) mendefinisikan kelelahan sebagai
dorongan biologis untuk beristirahat guna penyembuhan. Definisi tersebut
memiliki maksud bahwa kelelahan terdiri dari beberapa bentuk seperti fisik dan
mental termasuk juga ketika masa pengobatan mempengaruhi kelelahan. Jadi,
tidur atau istirahat yang cukup diperlukan untuk menghilangkan kelelahan.
Banyak defenisi tentang kelelahan ini, tetapi secara garis besarnya dapat
dikatakan bahwa kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu
Universitas Indonesia
keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu, dimana sudah tidak
sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya.
Universitas Indonesia
kurang tidur, gangguan tidur, dan jam kerja telah diidentifikasi sebagai
penyebab utama kelelahan. Lal dan Craig (2002) melakukan studi terhadap 35
pengemudi non-profesional dengan mengamati saat mereka ketika berada
dalam simulasi mengemudi monoton menunjukkan tanda-tanda mengantuk dan
ditemukan gejala yang di prediksi merupakan kelelahan serius dan penurunan
dalam mengontrol diri. Terdapat sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap
kelelahan yang dialami oleh pengemudi truk jarak jauh.
Menurut kelompok ahli kelelahan Australia ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kelelahan pengemudi seperti pada gambar 2.1 dibawah ini
(Rail safety, 2011):
Universitas Indonesia
2.2.1 Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi kondisi, kemampuan dan
kapasitas tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia. Seseorang yang berusia muda
mampu melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang
bertambah usianya maka kemampuan melakukan pekerjaan berat akan
menurun. Semakin bertambahnya usia, tingkat kelelahan akan semakin
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ringan
Normal 17.00-23.00 18.50-25.00
Kelebihan berat badan tingkat ringan 23.10-27.00 25.10-27.00
Gemuk (overwight)
Kelebihan berat badan tingkat berat >27.00 >27.00
Sumber : Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, Depkes RI (2003)
Gizi yang tepat dan kondisi fisik yang baik memberikan pengaruh
yang sangat penting pada efek dari kelelahan pada pengemudi. Makan
yang cukup dan seimbang pada siang hari dan sebelum tidur secara
signifikan mempengaruhi kewaspadaan dan kualitas tidur. Menjaga
kesehatan dan kondisi berat badan tidak hanya meningkatkan stamina
tetapi juga dapat mengurangi kemungkinan dalam gangguan tidur (NTC,
2006)
2.2.3 Kondisi Fisik (Kesehatan)
Grandjean (1997) menyatakan bahwa kelelahan secara fisiologis
dan psikologis dapat terjadi jika tubuh dalam kondisi tidak fit/sakit atau
seseorang mempunyai keluhan terhadap penyakit tertentu. Semakin besar
kondisi kesehatan yang dirasakan kurang sehat oleh pekerja maka
kelelahan akan semakin cepat timbul. Kondisi tubuh yang tidak sehat yang
menjadikan atau diikuti dengan kenaikan suhu di dalam tubuh banyak
berpengaruh pula terhadap keperluan energi minimal di dalam tubuh.
Menurut penelitian setiap terjadi kenaikan 1 °C diperlukan peningkatan
energi basal sekitar 13 %, oleh karena itu kelelahan akan semakin cepat
dirasakan (Marsetyo, 1995).
Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu
mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga
berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya
disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja,
namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada
suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut–larut
mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan
klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul ketika
bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya berupa
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
orang kurang tidur dan juga memiliki kecederungan efek lain yang
menguntungkan. Akan tetapi karekteristik lain pemoline memiliki efek
jauh lebih lambat dibandingkan dengan stimulan lainnya.
Dextroamphetamine telah menjadi stimulan paling banyak diteliti dan
telah terbukti meningkatkan kewaspadaan dan kinerja individu. Namun,
ketergantungan yang luas pada stimulan amfetamin menimbulkan efek
pada sistem kardiovaskular (yaitu, denyut jantung meningkat dan tekanan
darah meningkat).
Konsumsi produk yang mengandung stimulan kimia - seperti kopi,
"minuman energi", dan coklat oleh pengemudi profesional adalah sangat
efektif dalam menjaga kewaspadaan dan hal ini juga ditemukan secara
empiris cukup efektif (Gershon et al., 2009). Laboratorium telah
menyelidiki penanggulangan praktis seorang pengemudi mengantuk
dengan cara istirahat sejenak, termasuk dosis rendah kafein seperti satu
atau dua cangkir kopi. Sebaliknya, 'minuman energi' mengandung jumlah
yang telah diketahui kafein serta bahan aktif lain seperti sukrosa/glukosa,
taurin dan glucuronolactone (Reyner, L.A 2002). Kafein berfungsi
mengeblok resptor otak adenosin, sedangkan adenosin sendiri merupakan
promotor untuk membuat orang tidur, maka kafein memiliki efek
penghambatan langsung pada aspek sistem tidur (Radulovacki M, 1995).
Penelitian di luar bidang mengemudi telah menunjukkan bahwa sekitar
150-200-mg kafein secara signifikan meningkatkan kewaspadaan pada
orang mengantuk (Muehlbach MJ, 1995). Meskipun kafein adalah penentu
penting untuk menjaga kewaspadaan, akan tetapi ada bukti bahwa 1 g
taurin juga mungkin bermanfaat dalam menghambat kelelahan
(Kagamimori S, 1999). Glukosa (berasal dari sukrosa) juga dapat
memiliki efek meningkatkan kewaspadaan, akan tetapi penyerapan
berjalan cepat, biasanya berlangsung singkat (sekitar 10 menit).
2.2.4 Monoton
Monoton biasanya didefinisikan dengan mengacu pada stimulasi
sensorik yang hadir dalam situasi tertentu. Menurut McBain (1970), situasi
dikatakan monoton ketika rangsangan tetap tidak berubah atau berubah
Universitas Indonesia
dalam cara yang dapat diperkirakan. Cabon (1992) mengamati bahwa ada
dua konsep yang berbeda dapat dikaitkan dengan monoton yaitu tugas
monoton dan keadaan monoton. Konsep pertama mengacu pada tindakan
sederhana yang terjadi secara berulang selama jangka waktu yang lama,
sedangkan yang kedua mencerminkan kombinasi dari perubahan fisiologis
dan psikologis yang mempengaruhi operator melakukan tugas monoton.
Perubahan fisiologis sesuai dengan variasi tonik dari sistem saraf otonom,
yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas parasympatik
menyebabkan penurunan aktivasi. Reaksi psikologis terhadap monoton
terutama terdiri dari perasaan bosan dan mengantuk ditambah dengan
kehilangan minat melakukan tugas yang ada.
Sagberg (1999) membandingkan laporan kelelahan mengemudi
antara Amerika dengan Norwegia menunjukkan bahwa prevelansi lebih
tinggi mengantuk dilaporkan di Amerika dikarenakan adanya perbedaan
geometri jalan, design dan lingkungan serta kondisi paparan di jalan. Dia
berpendapat bahwa resiko tinggi mengalami ngantuk lebih tinggi pada
jalan yang lurus, kondisi jalan monoton dengan lalu lintas yang
rendah/sedikit, sehingga menyebabkan terjadi kebosanan. Tipe jalan ini
banyak ditemukan di Amerika bila dibandingkan dengan Norwegia.
Gillberg, Kecklund, & Åkerstedt, (1996) Mengemudi terus menerus dan
monoton untuk setidaknya 20-30 menit telah terbukti menyebabkan
tingkat kewaspadaan menurun dan menyebabkan kelelahan pengemudi.
Dalam literature psikologi mendeskripsikan monoton merupakan
bagian dari faktor endogen yang terpisah dari keadaan mental (faktor
endogen mirip seperti kebosanan). Monoton merupakan bagian dari tugas
dalam konteks tertentu, dimana dalam mengerjakan tugas akan dibedakan
menjadi tugas monoton dan tidak monoton. Artinya bahwa tugas monoton
dapat dipisahkan dari keadaan mental seseorang. Jadi terlepas dari
bagaimana efek tugas seseorang, apabila stimulus rendah (berlangsung
periodik), permintaan kognitif rendah dan variasi tugas rendah maka dapat
disebut monoton. Tugas mengemudi di jalan pedesaan lurus dengan
pemandangan yang sedikit pada hari yang cerah dapat digambarkan
Universitas Indonesia
sebagai monoton, terlepas dari apakah sopir menjadi lelah atau tidak.
Kategori dari sejumlah kondisi jalan umum menjadi faktor kontribusi
untuk lingkungan yang monoton, seperti pada tabel 2.2 dibawah ini
(Fletcher, L et al., 2005);
Universitas Indonesia
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sangat terjaga Tidak Mengantuk Sangat
terjaga mengantuk mengantuk,
penuh maupun Ingin sekali
terjaga tidur
ATT Bagaimana menjelaskan perhatian mengemudi Anda saat ini ?
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sangat perhatian tidak Tidak Sangat
perhatian perhatian perhatian tidak
penuh maupun perhatian
perhatian
MON Bagimana anda melihat kondisi mengemudi saat ini ?
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sangat bervariasi Tidak Monoton Sangat
bervariasi monoton monoton
maupun
variasi
Sumber : E.A Scmidt Schmidt et al, 2009
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
B. Getaran
Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media
dengan arah bolak-balik dari kedudukan seimbangnya. Paparan
getaran pada tubuh manusia umumnya berupa getaran mekanik yang
berasal dari berbagai macam peralatan kerja. Salah satu bentuk
pemaparannya adalah getaran seluruh tubuh (whole body vibration)
(Waserman & Waserman, 1999). Pemaparan getaran ini terjadi pada
seluruh tubuh saat pekerja sedang berdiri atau duduk di lantai atau
kursi yang bergetar. Biasanya dialami oleh para pengemudi truk dan
bis, operator peralatan berat, peralatan pertanian dan sejumlah alat
angkut lainnya.
Getaran seluruh tubuh (whole body vibration) merupakan
pemindahan getaran dari lingkungan dengan frekuensi rendah ketubuh
manusia melalui bidang kontak. Frekuensi ini berkisar antara 0.5
sampai 80 Hz (ISO, 1997; ANSI, 2002). Perpindahan getaran terjadi
melalui kaki ketika berdiri, pantat saat duduk (skenario paling umum)
atau sepanjang seluruh tubuh ketika berbaring di kontak dengan
permukaan bergetar. Ada berbagai sumber getaran seluruh tubuh
seperti berdiri di atas permukaan, lantai bergetar platform, mengemudi,
dan konstruksi, manufaktur, dan transportasi. Tubuh secara
keseluruhan dan masing-masing organ individu memiliki frekuensi
alami yang dapat beresonansi dengan energi getaran yang diterima
pada frekuensi alami mereka. Resonansi dari tubuh atau bagian-
bagiannya karena WBV dicurigai bisa menyebabkan efek yang
merugikan kesehatan, terutama dengan paparan kronis. (Helmut et al.,
2011)
Pengemudi dan penumpang mobil terpapar oleh getaran yang
secara langsung dipengaruhi oleh kendaraan dan karakteristik
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Industri Kendaraan
Manufakturing Forklift
Konstruksi Power shovels, tow motors,
cranes, wheel loaders,
bulldozers, caterpillar, earth
moving machinery.
Transportasi Bus, helikopters, subway trains,
lokomotives, trucks
(tractor/trailer)
Agrikultur Traktor
Sumber: OHCOW, 2005
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
harus berada dalam kondisi memberikan stabilitas ke dalam tubuh, agar tenaga
kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan.
Universitas Indonesia
Tinggi
Universitas Indonesia
e) Gangguan tidur
Frekuensi tidur yang kurang dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan tidur
yang berhubungan dengan kelelahan biasanya disebabkan oleh faktor-faktor
seperti kebisingan, pencahayaan, kebiasaan minum dan lainnya.
f) Gizi
Kelelahan lebih banyak terjadi karena seseorang yang terlalu banyak makan
dibandingkan dengan seseorang yang sedikit makan. Orang yang gemuk
membutuhkan jumlah energi yang lebih besar untuk membawa tubuhnya,
seiring dengan kenaikan berat badannya. Orang yang mengalami
kegemukan dan obesitas tidak selalu diidentikan dengan penyakit. Meskipun
begitu obesitas dapat menjadi penyebab gangguan tidur dan sangat
berkontribusi dalam sulitnya bernafas ketika tidur atau apnoea. Selain itu
seseorang yang memilii berat badan berlebih dapat menimbulkan masalah
lain termasuk masalah tidur (NTC, 2006).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
darah meningkat. Pada kerja fisik, peranan pengerahan tenaga otot lebih
menonjol dan untuk kerja mental peranan kerja otak yang lebih dominan
(Tarwaka dkk., 2004, hal. 67).
Kontraksi otot timbul akibat eksitasi akson terminal ke sel otot, melalui
eksositosis asetilkolin pra sinaps. Kontak asetilkolin dengan reseptor pasca
sinaps merangsang aliran ion natrium ekstrasel ke intrasel sehingga terjadi
potensial aksi di dalam sel otot seperti di sarkolema, tubulus transversalis,
tubulus longitudinalis dan sisterna. Potensial aksi di sisterna akan merangsang
sekresi kalsium sisterna ke dalam miofilamen otot skeletal sehingga terjadi
ikatan kalsium – tranponin C. Ikatan troponin C – kalsium akan merangsang
terjadinya kontak aktin dan miosin sehingga terjadi pergeseran aktin di atas
miosin (sliding mechanism) dan timbul kontraksi otot (Guyton & Hall, 2000).
Kontraksi otot memerlukan energi dan menghasilkan zat sisa metabolisme
(Cummings, 2003). Selama proses kontraksi otot akan diperlukan ATP untuk
menjamin terjadinya : (1) pergeseran aktin di atas miosin, (2) pelepasan kontak
aktin dan miosin serta (3) mengembalikan ion kalsium ke sisterna dengan
pompa kalsium. Ketersediaan energi ini tergantung pada ketersediaan oksigen
dan zat makanan yang dihantarkan oleh sirkulasi intramuskular. Kontraksi
kontinyu dan monoton akan menyebabkan oklusi intramuskular sehingga
mengurangi produksi ATP menjadi 2 mol dan terbentuk asam laktat akibat
metabolisme anaerobik (Guyton & Hall, 2000; Grandjean & Kroemer, 2000;
Cummings, 2003). Penurunan energi dan akumulasi asam laktat akan
mempercepat timbulnya kelelahan dan rasa nyeri (Guyton & Hall, 2000).
Oleh karena itu otot yang berkontraksi perlu mendapat relaksasi optimal,
sehingga oklusi dapat dihindari dan sirkulasi intramuskular kembali optimal.
Hal ini akan mengembalikan metabolisme sel menjadi metabolisme aerobik
(Gambar 2.5). Dengan demikian asam laktat dapat dikonversi kembali dan
ATP yang terbentuk menjadi 36 ATP, sehingga kontraksi otot dapat
berlangsung lebih lama.
Gambar 2.5 Sumber Pembentukan ATP
Universitas Indonesia
A. Kelelahan Umum
Gejala utama kelelahan umum adalah perasaan letih yang luar biasa dan
terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena
timbulnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik
secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ‗ngantuk‘ (A.M.
Sugeng Budiono dkk., 2003, hal. 87). Perasaan adanya kelelahan umum
adalah ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang
disebabkan oleh illuminasi, luminasi dan seringnya akomodasi mata;
kelelahan seluruh tubuh; kelelahan mental; kelelahan urat saraf; stress; dan
rasa malas bekerja (Eko Nurmianto, 2003, hal. 267). Sebab–sebab kelelahan
umum adalah monotoni, intensitas dan lamanya kerja, mental dan fisik,
keadaan lingkungan, sebab–sebab mental seperti tanggung jawab,
kekhawatiran dan konflik serta penyakit. Pengaruh-pengaruh ini berkumpul di
dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma‘mur P.K., 1996, hal.
190).
B. Kelelahan Otot (Muscular fatigue)
Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa
seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Gejala kelelahan otot dapat
terlihat pada gejala yang tampak dari luar (external sign). Tanda-tanda
kelelahan otot pada percobaan– percobaan, otot dapat menjadi lelah adalah
sebagai berikut :
1. Berkurangnya kemampuan untuk menjadi pendek ukurannya.
2. Bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ditandai dengan menurunnya tenaga untuk bekerja. Kerja berat dan kurang
istirahat dapat membuat rasa lelah yang dialami menjadi berkembang dan
muncul dalam berbagai gejala
Menurut Grandjean (1997) kelelahan merupakan istilah umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang dialami seseorang dan
ditandai dengan berbagai gejala, diantaranya lemah, lesu, jenuh, berkurangnya
perhatian, konsentrasi semain menurun dan sebagainya.
1. Kelahan otot mempunyai gejala diantaranya stimulus dengan kontraksi
awal jaraknya semakin lama atau lamban, kontraksi dan relaksasi
melambat.
2. Kelelahan umum mempunyai gejala, antara lain;
a. Perasaan subyektif kelelahan, mengantuk, pusing, tidak suka bekerja
b. Pikiran lamban
c. Berkurangnya kewaspadaan
d. Persepsi lamban
e. Tidak ingin bekerja
f. Kemunduran performa kerja baik fisik maupun mental
3. Kelelahan kronis mempunyai gejala seperti;
a. Sakit kepala
b. Mengigil
c. Kehilangan waktu tidur
d. Denyut jantung tidak teratur.
e. Berkeringat secara tiba-tiba
f. Kehilangan nafsu makan
g. Masalah pada sistem pencernaan.
Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptons) secara subyekif
dan obyektif antara lain: perasaan lesu, ngantuk dan pusing,
tidak/berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi
yang buruk dan lambat, tidak ada/berkurangnya gairah untuk bekerja,
menurunnya kinerja jasmani dan rohani (A.M. Sugeng Budiono dkk., 2003, hal.
88).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sempurna untuk jarak 100 meter atau sampai satu kilometer, akan tetapi
mengemudi untuk jarak ratusan atau ribuan kilometer diperlukan pengemudi
yang profesional. Kondisi lalu lintas padat dan banyaknya perilaku pengguna
jalan yang menyimpang atau melanggar aturan serta kondisi dan kualitas jalan
yang kurang memadai menuntut kemampuan pengemudi yang baik dalam hal
ketrampilan, pengetahuan dan pengambilan keputusan. Seorang pengemudi
profesional harus memiliki karakteristik sebagai berikut
(www.rhuekamp.co.id) :
a. Memiliki ilmu dan pengetahuan tentang cara dan teknik mengemudi
yang benar dan tepat.
b. Memiliki kewaspadaan yang tinggi selama mengemudi.
c. Memiliki penglihatan dan pandangan ke segala arah serta jauh ke depan.
d. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dengan cepat dan
tepat.
e. Memiliki keahlian dan ketrampilan sebagai hasil dari proses
pembelajaran dan pengalaman mengemudi.
VIUS (1997) mengkategorikan jangkaun operasi kendaraan truk yang
mengacu pada jenis perjalanan (jarak perjalanan) kebiasaan truk beroperasi.
Berdasarkan definisi ini mengukur jarak dari home base atau lokasi di mana
kendaraan biasanya diparkir selain berada di jalan (seperti; pertanian, terminal,
pabrik, tambang, atau tempat lain di mana kendaraan ditempatkan) :
1) Lokal; dimana perjalanan kurang dari 50 mil
2) Jarak pendek ; dimana perjalanan antara 51 sampai 100 mil
3) Jarak menengah pendek; dimana perjalanan antara 101 sampai 200 mil
4) Jarak menengah jauh; dimana perjalanan antara 201 sampai 500 mil
5) Jarak jauh; dimana perjalanan lebih dari 501 mil
6) Off-the-road. Perjalanan dengan menggunakan jalan umum (biasanya
berhubungan dengan kegiatan konstruksi dan pertanian).
APEC Transportation Working Group (20011) Definisi terhadap
kendaraan berat bervariasi pada berbagai negara. Kendaraan yang membawa
beban yang berat biasanya sering disebut sebagai truk (khususnya Amerika dan
Australia) atau lorry (penggunaan di Inggris dan sebagian besar
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Ukuran Ringan kelas 1 dengan GVM < 3 ton antara lain mobil pick up
dan van. Sedangkan untuk kelas 2 dengaan GVM 3 – 5 ton yaitu untuk
mobil jenis – jenis van antara lain step van, small courier van
2. Ukuran sedang atau kelas 3 dengan GVM 5 – 7 ton yaitu jenis
kendaraan metro van , small town truck. Untuk kelas 4, GVM 7 – 8 ton
yaitu untuk jenis kendaraan flat bed. Sedangkan kelas 5 dengan GVM
sekitar 8 -9, 5 ton terdiri dari jenis large town truk, stake truck, package
delivery vsn
3. Ukuran ringan – berat atau kelas 6 dengan GVM sekitar 9,5 – 13 ton
yaitu jenis kendaraan single unit truck (30‘), moving van, beverage
truck, home heating oil truck, armored car, mini bus.
4. Ukuran berat kelas 7 dengan GVM sekitar 13 – 16,5 ton yaitu jenis
kendaraan traktor / trailer (40‘), moving truck, dump truck, transit bus.
Dan untuk kelas 8 dengan GVM > 16,5 ton yaitu jenis tractor / trailer
(50‘), moving truck, freight truck, concrete truck, gravel truck ,
articulated bus, greyhound bus.
Kelas berat/bobot kendaraan di definisikan oleh pemerintah US dan di
gunakan secara konsisten di perindustrian. Beberapa pertimbangan dalam
menentukan kelas atau kategori kendaraan tuck adalah berdasarkan bobot atau
kapasitas muatan (VIUS, 2005).
BAB 3
KERANGKA KONSEP
Universitas Indonesia
Endogen
- Kesehatan fisik - Kesehatan mental
- Ketahan tubuh - Kebutuhan tidur
- Genetik - Hutang tidur
- Usia - Fasa sirkadian
- Jenis kelamin - Stuktur waktu
sirkadian
- Ras - Circadian desynchrony
- Status gizi - Circadian chronotype
- Indeks Masa Tubuh
- Sifat pribadi
Eksogen
- Tidur siang - Waktu sejak tidur terakhir
- Pengobatan - Beban kerja fisik
- Obat-obatan, Alkohol - Motivasi kerja
- Pendidikan - Pengaturan kerja
- Klas sosial - Kerja shift dan durasinya Kelelahan
- Pendapatan - Waktu istirahat kerja
- Status hubungan - Lama waktu kerja
- Ketergantungan perawatan - Kontrol kerja, hadiah, monoton
- Waktu makan dan menu - Stress
- Lingkungan; lingkungan,panas, kebisingan, cahaya, kimia dll
- Usia
- Indeks Massa Tubuh
- Kondisi fisik
- Monoton Kelelahan Mengemudi
- Total waktu tidur
- Kualitas tidur
- Durasi mengemudi
- Total jam kerja
3.3 Hipotesis
1. Adanya hubungan antara usia dengan terjadinya kelelahan pada
pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012
2. Adanya hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan terjadinya
kelelahan pada pengemudi truk trailer di PT AMI pada tahun 2012.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ii
dalam m² menggunakan
1. <17.00 Kg/m² (kurus/kurus) timbangan
2. 17.00-23.00 Kg/m² (normal) - Pengukuran
3. 23.10-27.00 Kg/m² (overweight) tinggi badan
4. > 27.00 Kg/m² (obesitas) dengan
(Depkes RI, 2003) menggunakan
meteran tubuh
4 Kondisi Fisik Keadaan kesehatan pengemudi secara Kuesioner - Mengisi Ordinal 1. Fit
subjektif dalam waktu satu minggu kuesioner 2. Tidak Fit
terakhir sampai dengan penelitian
dilakukan, serta melihat riwayat penyakit
responden, konsumsi alkohol atau obat-
obatan terlarang dapat mempengaruhi
ketika mengemudi
5 Monoton Monoton adalah stimulasi sensorik yang Penilaian - Penilain secara Ordinal 1. Monoton
hadir dalam situasi tertentu. Menurut kewaspadaan lisan 2. Tidak monoton
McBain (1970), situasi dikatakan subjektif
monoton ketika rangsangan tetap tidak pengemudi secara
berubah atau berubah dalam cara yang restrospektif setiap
dapat diperkirakan 20 menit. Penilian
secara lisan
dilakukan dengan
ii
menanyakan
langsung terhadap
kondisi pengemudi
untuk menilai
monoton
6 Total waktu tidur - Total tidur adalah waktu tidur - Kuesioner - Mengisi Ordinal 1. < 7 jam (kurang)
pengemudi sehari sebelum berangkat - Data GPS kuesioner 2. ≥ 7 jam (cukup)
kerja mengemudi dalam rentang waktu kendaraan - Mengambil data
24 jam . GPS kendaraan
1. < 7 jam (kurang)
2. ≥ 7 jam (cukup)
(NTC) bulan September 2008
7 Kualitas tidur Pengukuran kualitas tidur menggunakan Kuesioner - Mengisi Ordinal Total nilai :
metode Groningen Sleep Quality Scale kuesioner 1. ≤ 2 (Kualitas tidur
dimana kuesioner terdiri dari 14 baik)
pertanyaan yang berkaitan dengan kualitas 2. > 2 (Kualitas tidur
tidur, yang meliputi gejala tidur buruk)
8 Durasi Mengemudi - Total lamanya waktu yang digunakan - Kuesioner - Mengisi Ordinal 1. ≤ 9 Jam
pengemudi untuk beroperasi - Data GPS kuesioner 2. > 9 jam
mengemudikan kendaraan dalam satu kendaraan - Mengambil data
hari (24 jam) GPS kendaraan
1. < 9 jam (normal)
ii
2. ≥ (berat)
(Kovensi, ILO No.153, 1979)
- Durasi mengemudi dari data GPS
adalah total durasi mengemudi dalam
waktu satu hari (24 jam)
9 Durasi Kerja dalam - Berdasarkan National Traffic - Kuesioner - Mengisi Ordinal 1. ≤ 12 jam
1 hari (24 jam) Commission (NTC) bulan September - Data GPS kuesioner 2. > 12 jam
2008 mengenai pengaturan jam kerja kendaraan - Mengambil
dan istirahat pengemudi kendaraan data GPS
berat (heavy vehicle) bahwa jam kerja kendaraan
mengemudi maksimum yang
diperbolehkan adalah 12 jam
- Durasi kerja dalam 1 hari dari GPS
adalah total durasi kerja dalam waktu 1
hari.
10 Durasi Kerja dalam - Berdasarkan National Traffic - Kuesioner - Mengisi Ordinal 1. ≤ 72 jam
1 minggu Commission (NTC) bulan September - Data GPS kuesioner 2. > 72 jam
2008 mengenai pengaturan jam kerja kendaraan - Mengambil
dan istirahat pengemudi kendaraan data GPS
berat (heavy vehicle) bahwa jam kerja kendaraan
mengemudi maksimum yang
diperbolehkan dalam 1 minggu adalah
ii
72 jam
- Durasi kerja dalam 1 minggu dari GPS
adalah total durasi kerja dalam waktu 1
minggu.
ii
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
ii
ii
ii
ii
ii
ii
Keterangan :
= nilai chi square
0 = nilai observasi.
E = nilai ekspektasi
ii
Perbedaan OR =
ii
ii
BAB 5
ii
ii
Amoco. Merger ini dilanjutkan dengan ARCO dan Castrol pada tahun
2000, sehingga terbentuklah Beyond Petroleum (BP).
Saat ini BP merupakan salah satu penghasil minyak bumi, gas, dan
produk petrokimia terbesar di dunia. Salah satu produk petrokimia yang
dihasilkan oleh BP adalah asam tereftalat murni (PTA), yang berasal dari
paraxylena, yang diperoleh dari proses cracking minyak bumi. Saat ini
kapasitas produksi PTA oleh BP secara global setiap tahunnya adalah
sebesar 10 juta ton, yang diproduksi oleh 18 unit produksinya yang
tersebar di seluruh dunia. Salah satu unit produski PTA BP yang terbesar
adalah di Geel (Belgia), sementara unit produksi PTA BP yang ada di Asia
Tenggara antara lain terletak di Kuantan (Malaysia) dan di Merak
(Indonesia). BP sendiri telah menjadi pionir dalam mengembangkan
teknologi proses. Hal tersebut mendorong asam tereftalat murni menjadi
salah satu bahan baku pilihan utama untuk produksi poliester.
Walaupun Amoco Corporation telah tergabung dalam grup BP,
nama PT Amoco Mitsui Indonesia tetap dipertahankan. Hal ini didasari
oleh reputasi Amoco, yang merupakan salah satu penghasil asam tereftalat
murni terbesar dunia. Sebelum bergabung dengan British Petroleum,
Amoco menghasilkan hingga 4,1 juta ton PTA per tahun atau sekitar 40%
dari kebutuhan PTA global.
Amoco memiliki hak paten dasar atas teknologi komersil PTA.
Lebih dari 90% produksi PTA dunia dibuat berdasarkan teknologi Amoco
Ketika PT AMI akan didirikan di Indonesia, terdapat dua pabrik PTA di
Indonesia dengan total kapasitas produksi sebesar 475.000 ton per tahun.
ii. Mitsui Chemical Inc. ( MCI )
MCI (yang sebelumnya dikenal dengan Mitsui Petrochemical
Industries Ltd.) memproduksi dan memasarkan asam tereftalat murni dan
beberapa produk kimia lainnya di Jepang dan Asia Pasifik dengan
kapasitas produksi PTA per tahun sebesar 2,6 juta ton. MCI dikenal
sebagai produsen bahan kimia berkualitas tinggi dengan menggunakan
teknologi mutakhir. MCI aktif dalam perdagangan hampir semua jenis
bahan petrokimia, termasuk salah satunya adalah asam tereftalat murni.
ii
PT. Amoco Mitsui PTA Indonesia terletak di zona industri Rawa Arum,
tepat bersebelahan dengan tanah milik PT. Krakatau Industrial Estate, di
Desa Rawa Arum, Kecamatan Grogol Kota Cilegon sekitar 100 km arah barat
dari pusat ibukota Jakarta. Lokasi ini merupakan lahan kosong dan rawa-
rawa milik PT. PENI. Berdasarkan surat keputusan tanggal 8 September 1994,
PT. PENI menyediakan lahan seluas 36, 395 ha untuk PT. Amoco Mitsui PTA
Indonesia. Dari 36,395 ha ini hanya 10,9 ha saja yang baru digunakan
termasuk plant, kantor, gudang, rumah ibadah, klinik, kafetaria dan area
untuk pengembangan di masa mendatang.
ii
ii
5.2.1 Visi
Adapun misi yang diemban oleh PT AMI merupakan tujuan yang ingin
dicapai oleh perusahaan, yaitu: ―menjadi sebuah perusahaan
manufaktur yang handal, yang memberi nilai tambah bagi
perkembangan pelanggan dan perusahaan, memastikan keberhasilan
pemengang saham dalam bisnis PTA serta menciptakan lingkungan
kerja yang baik dan memberikan konstribusi positif kepada stakeholder
lainnya”
5.2.3 Tujuan
ii
ii
ii
ii
katalis
Paraxylene + Udara terephthalic acid + H2O + panas
ii
ii
ii
Persyaratan Kendaraan:
ii
ii
Dan untuk standart kendaraan baik head truk maupun chasis yang
dioperasikan oleh PT AMI adalah sebagai berikut:
ii
B. Perawatan
a) Semua kendaraan dan perlengkapannya harus diikutkan kedalam
program perawatan (merujuk rekomendasi pabrikasinya) dan
dilakukan dokumentasi catatan perawatan.
b) Semua kendaraan tidak terdapat kebocoran oli dari mesin,
gearboxes, bahan bakar, penampung radiator dll.
C. Ban
a) Kembangan ban dalam kondisi baik, tidak terdapat ban gundul
(tonjolan indikator ban gundul belum terlihat dan kedalaman
kembangan tidak melebihi 1,6 mm) atau sesui dengan rekomendasi
manufacture.
b) Permukaan kembangan keadaannya rata dalam kondisi baik dan
tidak menunjukkan tanda-tanda gelombang sebagai akibat dari
tidak balance atau tidak sejajar.
c) Ban cadangan dalam kondisi laik pakai.
d) Menggunakan ban sesui dengan rekomendasi manufakturnya.
e) Ban vulkanisir tidak boleh dipasang di bagian axle depan kendaraan
penarik. Dan hanya diperbolehkan dipasang pada bagian axle
belakang kendaraan penarik dan dalam 1 sumbu/axle
diperbolehkan maksimal 2 buah ban vulkanisir dimana dipasang
pada satu sisi/lokasi yg sama.
f) Terdapat penutup pentil pada semua roda sesuai dengan standar
manufacturnya.
g) Semua baut pada bagian roda terpasang semua .
D. Rem
Semua kendaraan harus dilengkapi dengan rem utama dan rem
parkir. Pemasangan rem tersebut harus pada kendaraan penarik dan
pada bagian trailer chaisisnya. Pengopersian sistem pengereman harus
memiliki fungsi sebagai berikut :
ii
ii
ii
ii
a) Dirancang dan dibuat dari bahan yang cukup kuat sehingga tidak
terjadi kebocoran asap dan gas buang dan memenuhi tingkat
ambang batas kebisingan
b) Sistem pembuangan harus dipasang alat pelindung api untuk
memastikan aman dari bahaya kebakaran.
c) Pipa pembuangan tidak menonjol melewati sisi samping atai sisi
belakang kendaraan bermotor.
K. Sistem kemudi.
Sistem kemudi tidak slack dan kendaraan dapat dikendalikan
dengan baik (dapat diketahui dengan menggerakkan setir sedikit saat
kecepatan 50 km/jam, jika setir dapat digerakkan tanpa menghasilkan
perubahan langsung pada kendaraan berarti terjadi slack pada system
kemudi. Tambahannya, jika stir dirubah pada satu posisi dan
kendaraan langsung merespon, kekanan maupun kekiri, dan kembali
pada jalan lurus hanya sedikit bergeser berarti system kemudi perlu
diperbaiki).
ii
b) Sabuk pengaman :
ii
c) Peralatan Kendaraan.
Kendaraan harus dilengkapi dengan peralatan darurat, seperti: 2
buah kerucut atau segitiga pengaman, senter, kain pembersih, P3K
(isinya sesuai dengan rekomendasi AMI), sarung tangan.
e) Komunikasi darurat
Kontraktor harus memasang peralatan komunikasi darurat pada
semua kendaraan guna memberitahukan kepada petugas
pengendali kondisi darurat agar bertindak cepat.
f) Alat pencatat
Kontraktor harus memasang alat pencatat (seperti kotak hitam/GPS)
untuk memantau aktivitas kendaraan truck selama pengiriman
produk. Alat pencatat tersebut harus dapat memantau seperti : jam
kerja, percepatan, perlambatan dan data puctuality.
ii
Periode libur dalam rentang waktu 7 hari Minimal istirahat selama 24 jam.
Istirahat sebelum mulai bekerja lagi Minimal istirahat 10 jam (jumlah tidur
minimal 8 jam tanpa terputus)
ii
ii
ii
ii
Bagi pengemudi yang telah habis jam kerja mereka disediakan tempat
istirahat di Pool STA dan di Purwakarta. Kemudian tempat istirahat ketika
tujuan pengiriman ke Bandung berada di rest area KM.72 yaitu berada di
jalur tol Padalarang. Tempat istirahat pengemudi yang berada di pool STA
telah dilengkapi dengan tempat tidur dan Air Conditioner, sehingga
diharapkan pengemudi dapat istirahat nyaman dan mendapatkan kualitas
tidur yang baik.
ii
ii
BAB 6
HASIL PENELITIAN
Tabel 6.1
Distribusi Karakteristik Faktor-Faktor Pengemudi Truk Trailer PT AMI
Tahun 2012
Jumlah Persentase
Variabel Kategori
(n) (%)
≤ 30 Tahun 7 8,6
31-45 Tahun 53 65,4
Usia
> 45 tahun 21 25,9
Total 81 100
≤ 23.00 Kg/m²
(kurus) 30 37
IMT > 23.00 Kg/m²
(obesitas) 51 63
Total 81 100
Fit 78 96,3
Kondisi Fisik Tidak fit 3 3,7
Total 81 100
Monoton 17 21
Monoton Bervariasi 64 79
Total 81 100
< 7 jam 3 3,7
≥ 7 jam 77 95,1
Total waktu tidur
Total 80 98,8
Kosong 1 1,2
≤ 2 (baik) 57 70,4
Kualitas tidur > 2 (buruk) 24 29,6
Total 81 100
ii
≤ 9 jam 35 43,2
> 9 jam 38 46,9
Durasi mengemudi
Total 73 90,1
Kosong 8 9,9
≤ 9 jam 15 18,5
> 9 jam 59 72,8
Durasi mengemudi (GPS)
Total 74 91,4
Kosong 7 8,6
≤ 12 jam 35 43,2
> 12 jam 45 55,6
Durasi jam kerja (1 hari)
Total 80 98,8
Kosong 1 1,2
≤ 12 jam 13 16,1
Durasi jam kerja (1 hari) > 12 jam 61 75,3
GPS Total 74 91,4
Kosong 7 8,6
≤ 72 jam 54 66,7
> 72 jam 23 28,4
Durasi kerja (1minggu)
Total 77 95,1
Kosong 4 4,9
≤ 72 jam 49 60,5
> 72 jam 25 30,9
Durasi kerja (1minggu) GPS
Total 74 91,4
Kosong 7 8,6
ii
ii
ii
Tabel 6.2
ii
Tabel 6.3
Distribusi Gejala Kelelahan Pengemudi Truk Trailer PT AMI Tahun 2012
ii
Ya 39 48,1
Tidak 42 51,9
Cemas Total 81 100
Ya 41 50,6
Tidak 40 49,4
Bahu terasa kaku Total 81 100
Ya 37 45,7
Tidak 44 54,3
Merasa nyeri dipunggung Total 81 100
Ya 73 90,1
Tidak 8 9,9
Merasa haus Total 81 100
Tidak pernah 51 63
Sering 30 37
Kelopak mata terasa berat Total 81 100
ii
≤ 30 Tahun 0 0 7 100 7
Usia 31- 45 Tahun 1 1,9 52 98,1 53 0,017 0,72
> 45 Tahun 0 0 21 100 21
≤ 23.00 Kg/m²
0 0 30 100 30
(kurus)
IMT 0.092
> 23.00 Kg/m²
5 9,8 46 90,2 51
(gemuk)
Kondisi Fit 5 6,4 73 93,6 78
1
Kesehatan Tdk Fit 0 0 3 100 3
Monoton 0 0 17 100 17
Monoton 0,578 9,125
Bervariasi 5 7,8 59 92,2 64
Total waktu < 7 jam 1 33,3 2 66,7 3
0,178 17
tidur ≥ 7 jam 4 5,2 73 94,8 77
≤ 2 (baik) 5 8,8 52 91,2 57
Kualitas tidur 0,315
> 2 (buruk) 0 0 24 100 24
Durasi ≤ 9 jam 2 5,7 33 94,3 35
1 0,707
mengemudi > 9 jam 3 7,9 35 92,1 38
Durasi ≤ 9 jam 2 13,3 13 86,7 15
mengemudi 0,265 2,875
(GPS) > 9 jam 3 5,1 56 94,9 59
Total jam kerja ≤ 12 jam 1 2,9 34 97,1 35
0,379 0,301
(1 hari) > 12 jam 4 8,9 41 91,1 45
Total jam kerja ≤ 12 jam 0 0 13 100 13
0,579
(1 hari) GPS > 12 jam 5 8,2 56 91,8 61
Total kerja ≤ 72 jam 2 3,7 52 96,3 54
0,154 0,256
(1minggu) > 72 jam 3 13 20 87 23
Total kerja ≤ 72 jam 3 6,1 46 93,9 49
(1minggu) 1 0,750
GPS > 72 jam 2 8 23 96 25
ii
ii
uji statistik didapatkan nilai p = 1 dan nilai alpha sebesar 0,05. Nilai p
tersebut lebih besar dari nilai alpha dalam artian bahwa melalui hasil
analisis statistik tidak ada hubungan antara kondisi kesehatan dengan
kelelahan pada pengemudi.
6.3.4 Hubungan antara Monoton terhadap terjadinya kelelahan pada
pengemudi truk trailer PT AMI.
Hasil analisis hubungan antara monoton terhadap terjadinya kelelahan dari
tabel 6.4 di atas diketahui bahwa sebanyak 17 (100%) responden
mengalami kelelahan sedangkan tidak ada responden yang tidak
mengalami kelelahan. Sedangkan untuk hubungan antara bervariasi (tdk
monoton) terhadap terjadinya kelelahan pengemudi diketahui sebanyak 5
(7,8%) responden tidak mengalami kelelahan dan sebanyak 59 (92,2%)
responden mengalami kelelahan. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p
= 0,578 dan nilai alpha sebesar 0,05. Nilai p tersebut lebih besar dari nilai
alpha, artinya melalui analisis statistik tidak terdapat hubungan antara
monoton dan bervariasi (tdk monoton) terhadap terjadi kelelahan pada
pengemudi.
6.3.5 Hubungan antara total waktu tidur terhadap terjadinya kelelahan
pada pengemudi truk trailer PT AMI.
Hasil analisis hubungan antara total waktu tidur terhadap terjadinya
kelelahan dari data questioner diketahui bahwa total waktu tidur <7 jam
yang tidak mengalami kelelahan sebanyak 1 (33,3%) responden,
sedangkan yang mengalami kelelahan sebanyak 2 (66,7%) responden. Dan
total waktu tidur ≥ 7 jam yang tidak mengalami kelelahan 4 (5,2%)
responden dan yang mengalami kelelahan sebanyak 73 (94,8%) responden.
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,178 dan nilai alpha sebesar
0,05. Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, yang artinya melalui
hasil analisa statistik tidak ada hubungan antara total waktu tidur dengan
terjadinya kelelahan pengemudi.
6.3.6 Hubungan antara Kualitas tidur terhadap terjadinya kelelahan pada
pengemudi truk trailer PT AMI.
ii
Hasil analisis hubungan antara kualitas tidur terhadap kelelahan dari tabel
6.4 di atas diketahui bahwa kualitas tidur baik (≤2) yang tidak mengalami
kelelahan sebanyak 5 (8,8%) responden sedangkan yang mengalami
kelelahan sebanyak 52 (91,2%) responden. Sedangkan untuk kualitas tidur
buruk (>2) semua responden mengalami kelelahan sebanyak 24 (100%).
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,315 dan nilai alpha sebesar
0,05. Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, yang artinya melalui
hasil analisis statistik tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan
terjadinya kelelahan pengemudi.
6.3.7 Hubungan antara durasi mengemudi terhadap terjadinya kelelahan
pada pengemudi truk trailer PT AMI.
Hasil analisis hubungan antara durasi mengemudi terhadap terjadinya
kelelahan dari data questioner diketahui bahwa durasi mengemudi ≤ 9 jam
yang tidak mengalami kelelahan sebanyak 2 (5,7%) responden, sedangkan
yang mengalami kelelahan sebanyak 33 (94,3%) responden. Sedangkan
untuk durasi mengemudi > 9 jam yang tidak mengalami kelelahan
sebanyak 3 (7,9%) responden sedangkan yang mengalami kelelahan
sebanyak 35 (92,3%) responden. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p
= 1 dan nilai alpha sebesar 0,05. Nilai p tersebut lebih besar dari nilai
alpha, yang artinya melalui hasil analisa statistik tidak ada hubungan
antara durasi mengemudi dengan terjadinya kelelahan pengemudi.
Sedangkan data dari GPS kendaraan diketahui bahwa data durasi
mengemudi ≤ 9 jam yang tidak mengalami kelelahan sebanyak 2 (13,3%)
sedangkan yang mengalami kelelahan sebanyak 13 (86,7%) responden.
Selanjutnya durasi mengemudi > 9 jam yang tidak mengalami kelelahan
sebnyak 3 (5,1%) sedangkan yang mengalami kelelahan sebanyak 56
(94,9%) responden. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,265 dan
nilai alpha sebesar 0,05. Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, yang
artinya melalui hasil analisa statistik tidak ada hubungan antara durasi
mengemudi dengan terjadinya kelelahan pengemudi.
6.3.8 Hubungan antara total jam kerja (1 hari) terhadap terjadinya
kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI.
ii
Berdasarkan hasil analisis tabel 6.4 hubungan antara total jam kerja (1 hari)
terhadap terjadinya kelelahan dari data questioner diketahui bahwa total
jam kerja (1 hari) ≤ 12 jam yang tidak mengalami kelelahan sebanyak 1
(2,9%) responden sedangkan yang mengalami kelelahan sebanyak 34
(97,1%) responden. Sedangkan total jam kerja (1 hari) > 12 jam yang tidak
mengalami kelelahan sebanyak 4 (8,9%) responden, sedangkan data yang
mengalami kelelahan sebanyak 41 (91,1%) responden. Dari hasil uji
statistik didapatkan nilai p = 0,379 dan nilai alpha sebesar 0,05. Nilai p
tersebut lebih besar dari nilai alpha, yang artinya melalui hasil analisa
statistik tidak ada hubungan antara total jam kerja (1 hari) dengan
terjadinya kelelahan pengemudi. Sedangkan data dari GPS kendaraan
diketahui bahwa data total jam kerja (1 minggu) ≤ 12 jam yang semua
responden mengalami kelelahan sebanyak 13 (100%). Sedangkan data
total jam kerja (1 hari) > 12 jam yang tidak mengalami kelelahan sebanyak
5 (8,2%) responden sedangkan data yang mengalami kelelahan sebanyak
56 (91,8%) responden. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,579
dan nilai alpha sebesar 0,05. Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha,
yang artinya melalui hasil analisa statistik tidak ada hubungan antara total
jam kerja (1 hari) dengan terjadinya kelelahan pengemudi.
6.3.9 Hubungan antara total jam kerja (1 minggu) terhadap terjadinya
kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI.
Berdasarkan hasil analisis tabel 6.4 hubungan antara total jam kerja (1
minggu) terhadap terjadinya kelelahan dari data kuestioner diketahui
bahwa total jam kerja (1 minggu) ≤ 72 jam yang tidak mengalami
kelelahan sebanyak 2 (3,7%) responden sedangkan yang mengalami
kelelahan sebanyak 52 (96,3%) responden. Sedangkan total jam kerja (1
minggu) > 72 jam yang tidak mengalami kelelahan sebanyak 3 (13%)
responden, sedangkan data yang mengalami kelelahan sebanyak 20 (87%)
responden. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,154 dan nilai alpha
sebesar 0,05. Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha, yang artinya
melalui hasil analisa statistik tidak ada hubungan antara total jam kerja (1
minggu) dengan terjadinya kelelahan pengemudi. Sedangkan data dari
ii
GPS kendaraan diketahui bahwa data total jam kerja (1 minggu) ≤ 72 jam
yang tidak mengalami kelelahan sebanyak 3 (6,1%) responden, sedangkan
yang mengalami kelelahan sebanyak 46 (93,9%) responden. Selanjutnya
data total jam kerja (1 minggu) > 72 jam yang tidak mengalami kelelahan
sebanyak 2 (8 %) responden sedangkan data yang mengalami kelelahan
sebanyak 23 (92 %) responden. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p =
1 dan nilai alpha sebesar 0,05. Nilai p tersebut lebih besar dari nilai alpha,
yang artinya melalui hasil analisa statistik tidak ada hubungan antara total
jam kerja (1 minggu) dengan terjadinya kelelahan pengemudi.
ii
BAB 7
PEMBAHASAN
ii
ii
ii
ingin berbaring, cemas, bahu terasa kaku, merasa nyeri dibagian punggung,
merasa haus dan kelopak mata terasa berat. Masing-masing gejala ini
merupakan kombinasi dari pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan
pelemahan fisik.
Sesuai dengan hasil penelitian pada gejala-gejala kelelahan bahwa, gejala
kelelahan yang paling sering muncul yaitu merasa haus. Keadaan ini memang
sebagai rangsangan tubuh akibat kelelahan setelah bekerja. Selain itu
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti temperatur, kondisi kabin, dan
lingkungan. Semakin tinggi temperatur lingkungan saat mengemudi maka
pengemudi akan merasakan haus lebih cepat dan lebih sering. Karena
temperatur tinggi didalam kendaraan maupun jalan yang dilalui
mengakibatkan pengemudi mengeluarkan banyak keringat sehingga tubuh
memberikan respon haus untuk memberikan rangsangan kekurangan cairan
akibat pengeluaran keringat tersebut. Panas didalam kabin disebabkan oleh
tidak adanya fasilitas air conditioner didalam kabin kendaraan sedangkan
perjalanan yang ditempuh jaraknya cukup jauh.
Menurut Guyton (1991, dalam Ramdan, 2007), akibat suhu lingkungan
yang tinggi, suhu tubuh akan meningkat. Akibatnya hipotalamus merangsang
kelenjar keringat sehingga tubuh mengeluarkan keringat, yang mengandung
garam natrium chlorida. Keluarnya garam natrium chlorida bersama keringat
akan mengurangi kadarnya dalam tubuh, sehingga menghambat transportasi
glukosa sebagai sumber energi. Hal ini menyebabkan penurunan kontraksi
otot sehingga tubuh mengalami kelelahan.
Kemudian gejala fisik yang dirasakan oleh pengemudi yaitu bahu terasa
kaku, nyeri dibagian punggung, dan kelopak mata terasa berat. Kondisi
seperti ini dipengaruhi oleh jenis kendaraan dan desain tempat duduk yang
tidak ergonomis. Kendaraan yang digunakan merupakan buatan Jepang yang
dirakit di Indonesia. Kendaraan masuk kategori kendaraan berat yang
digunakan untuk mengangkut muatan yang cukup berat. Dari hasil
wawancara pengemudi mereka merasakan goncangan yang cukup besar
ketika mengemudikan kendaraan, terlebih lagi saat membawa muatan dan ini
cukup mengganggu kenyaman saat mengemudi. Hal ini wajar karena
ii
ii
Sikap kerja yang statis menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat
dan lama tanpa cukup pemulihan, serta aliran darah ke otot terhambat,
akibatnya timbul rasa lelah dan nyeri pada otot tubuh, yang paling sering
dialami adalah rasa sakit dan pegal pada bagian belakang tubuh hingga leher
(Netrawati & Maladi, 2001).
Pekerjaan yang lama dan berulang-ulang pada pengemudi umumnya dapat
menyebabkan kelelahan. Kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat
menyebabkan kelelahan. Kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat
menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung
sehingga cepat lelah. Konsep dari design stasiun kerja harus mendukung
efisiensi dan keselamatan dalam pengunaannya. Konsep tersebut adalah
design untuk reliabilitas, kenyamanan, lamanya waktu pemakaian,
kemudahan dalam pemakaian, dan efisien dalam pemakaian sehingga resiko
terjadi kelelahan dapat diminimalisir. Desain stasiun kerja dengan posisi
duduk mempunyai derajat stabilitas tubuh yang cukup tinggi, mengurangi
kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari 2 jam. Tetapi jika
pekerjaan duduk statis tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang lama
akan menyebabkan kelelahan cukup tinggi (Tarwaka, Bakri, & Sudiajeng,
2004).
Sebagian besar gejala kelelahan masuk ke dalam kategori pelemahan
kegiatan yaitu lelah diseluruh badan, frekuensi menguap, mengantuk, mata
terasa berat dan merasa ingin berbaring. Gejala ini mengindikasikan bahwa
pengemudi mengalami lelah dan menginginkan tidur sebagai pelepas lelah
yang dirasakan. Kondisi seperti ini menyebabkan konsentarsi pengemudi
berkurang dan sering kali mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Gejala ini
dipengaruhi oleh jam kerja, durasi mengemudi serta kualitas tidur. Apabila
jam kerja pengemudi berlebih maka mengakibatkan fisik menjadi lemah dan
pada akhirnya menimbulkan kelelahan.
Durasi mengemudi yang melebihi rekomendasi yang diberikan membuat
pengemudi bekerja dengan kerja statis sehingga menimbulkan kelelahan lokal
atau kelelahan otot. Kerja otot statis biasanya disebut dengan kerja bersikap
atau menetap. Pada kerja otot statis suatu otot menetap berkontraksi pada
ii
suatu periode waktu secara terus-menerus. Otot yang berkontraksi statis tidak
mendapat glukosa dan oksigen dari darah dan harus menggunakan cadangan-
cadangan yang tersedia. Sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan, hal ini
menyebabkan terjadi penimbunan pada sistem metabolisme pada tubuh
(Grandejan, 1997). Pada posisi duduk, kerja otot statis pada tungkai bawah
tidak diperlukan dan beban kerja di otot relatif berkurang. Pada keadaan
berbaring, sangat sedikit kontraksi otot terjadi. Dengan demikian istirahat
dengan berbaring merupakan posisi terbaik untuk istirahat. Kualitas tidur
buruk menyebabkan kebutuhan akan tidur menjadi tak tercukupi. Hal ini
berdampak mempengaruhi performa mengemudi dan bisa menyebabkan
pengemudi lebih mudah lelah dan menimbulkan rasa ngantuk.
Selain itu penerangan atau pencahayaan juga dapat menyebabkan
kelelahan, karena pengemudi juga melakukan perjalanan dimalam hari
melewati jalan yang minim penerangan cahaya lampu. Pencahayaan yang
kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah karena mata akan
berusaha melihat dengan cara membuka lebar-lebar. Lelahnya mata ini akan
mengakibatkan pula lelahnya mental dan lebih jauh lagi bisa menimbulkan
rusaknya mata (Sritomo Wignjosoebroto, 2003:85).
Gejala kelelahan pelemahan motivasi yang dirasakan pengemudi yaitu
cemas terhadap sesuatu. Kecemasan ini timbul ketika pengemudi melanggar
jam kerja yang ditetapkan oleh perusahaan. Mereka khawatir ketika
melanggar jam kerja akan mendapatkan sanksi dari perusahaan. Kecemasan
ini dapat menambah pengemudi menjadi cepat lelah.
ii
ii
ii
ii
seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal
ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan.
Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada
sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di
pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan
insomnia pada malam hari dan; 4. Terakhir adalah jenis makanan yang
di konsumsi.
Pengemudi memiliki kebiasaan makam malam karena merasa
lapar setelah melakukan perjalanan berkendaraan. Pengemudi biasanya
sampai di Purwakarta pada saat malam hari sekitar pukul 11an, setelah
itu mereka makan. Sehabis makan pengemudi akan istirahat selama 8
jam sebelum keesokan harinya kembali ke PT AMI. Ketika tidur dalam
kondisi kenyang maka bisa menyebabkan gangguan pernapasan
menyebabkan tidak akan mendapatkan tidur yang baik. Hal yang sama
juga terjadi ketika melakukan pengiriman ke Bandung, pengemudi
istirahat di rest area KM.72 di Padalarang, beberapa pengemudi makan
malam sebelum tidur karena merasa lapar.
Obesitas bukan merupakan penyakit tapi dapat berdampak buruk
bagi kesehatan para pekerja. Penimbunan lemak yang berlebihan
dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paru-paru,
sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun
penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan
bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan
untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari
penderita sering merasa ngantuk. (Arena et al, 2006).
Kelelahan juga dapat diakibatkan oleh tidak cukupnya
ketersediaan nutrient energi yang diperlukan dari glikogen otot atau
glukosa darah. Mungkin juga akibat tidak berfungsi sistem energi
secara optimal akibat defisiensi nutrient lain seperti vitamin dan
mineral. Kelelahan dapat diatasi secara lebih efektif karena zat gizi
cadangan dapat digunakan untuk kembali pada keadaan homeostasis
(Wolinsky, 1994).
ii
ii
ii
ii
ii
ii
ii
ii
ii
ii
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara total jam kerja dalam 1
minggu dengan kelelahan.
Kelelahan pengemudi pada kelompok total jam kerja 1 minggu >
72 jam disebabkan oleh pengemudi ingin mendapatkan jumlah tarikan
yang banyak sehingga akan memperoleh penghasilan lebih besar,
karena sistem pembayaran pengemudi berdasarkan tujuan trip
pengiriman ke cutomer. Apabila jumlah total jam kerja dalam 1 minggu
melebihi waktu yang direkomendasikan NTC khusus pengemudi
kendaraan berat, maka dapat mempengaruhi beberapa aktivitas rutin
seperti waktu tidur, waktu istirahat, dan siklus circadian. Perubahan
siklus circadian ini dapat mempengaruhi kondisi kelelahan yang
dirasakan oleh pengemudi.
Bekerja lebih dari 70 jam dalam seminggu adalah praktek umum
bagi sebagian pengemudi. Hal ini merupakan jam kerja panjang yang
dapat mengakibatkan pengemudi tidak mendapatkan istirahat antara
dari 7 sampai 8 jam yang diperlukan untuk tidur sehingga menyebabkan
kelelahan (Buxton, S. & Hartley, L. 2001).
ii
BAB 8
SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan pada pengemudi truk
trailer PT AMI dapat disimpulkan dari keseluruhan faktor-faktor yang diteliti
yaitu faktor usia, faktor indeks massa tubuh, faktor kondisi fisik, faktor
kondisi monoton, faktor total waktu tidur, faktor kualitas tidur, faktor durasi
mengemudi, faktor total jam kerja per hari, dan faktor total jam kerja per
minggu, maka hanya faktor usia yang terbukti mempengaruhi kejadian
kelelahan pada pengemudi truk trailer PT AMI. Berdasarkan hasil penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil penelitian pengukuran kelelahan dari 81 responden pengemudi truk
trailer PT AMI menunjukkan bahwa proporsi masing-masing adalah
untuk kategori tidak mengalami kelelahan sebanyak 5 responden,
kemudian kategori memiliki tingkat kelelahan dengan ringan sebanyak
75 responden, sedangkan responden yang memiliki tingkat kelelahan
sedang sebanyak 1 responden. Pada penelitian ini tidak terdapat
responden dengan tingkat kelelahan berat.
2. Sesuai dengan hasil kuesioner diketahui 3 gejala kelelahan yang paling
sering dirasakan oleh pengemudi adalah merasa haus, frekuensi menguap
dan merasa ingin berbaring.
3. Berdasarkan hasil penelitian diketahui hanya faktor usia yang terbukti
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kelelahan
pengemudi truk trailer PT AMI dimana potensi tertinggi pada pengemudi
yang memiliki usia < 30 tahun.
ii
8.2 Saran
Dari hasil penelitian ini penulis memberikan saran sebagai berikut:
8.2.1 Saran untuk Perusahaan
1. Memberikan pengawasan yang lebih pada pengemudi yang berusia <
30 tahun, yang berkaitan dengan kepatuhan untuk tidak mengemudi
pada jam black out (01:00 s/d 04:30), kepatuhan untuk mendapatkan
tidur yang cukup serta melakukan istirahat 30 menit setelah
mengemudi selama 4 jam.
2. Perusahaan sebaiknya mempertimbangkan untuk mengistirahatkan
pengemudi yang memiliki usia lebih dari 56 tahun, sesuai dengan
peraturan bahwa batasan usia pengemudi adalah 25-56 tahun.
3. Perusahaan memberikan pelatihan berupa pengetahuan dan
pemahaman kepada keluarga pengemudi terkait pentingnya istirahat
tidur bagi pengemudi, sehingga mereka dapat berpartisipasi
mengingatkan dan menjaga supaya pengemudi dapat istirahat cukup
ketika berada di rumah
8.2.2 Saran untuk Pengemudi
1. Merekomendasikan supaya pengemudi sebaiknya membawa bekal
minum air mineral selama dalam perjalanan sehingga apabila merasa
haus pengemudi dapat segara minum air tersebut.
2. Setelah mengemudi selama 4 jam pengemudi wajib melakukan
istirahat minimal 30 menit di rest area, pada saat istirahat tersebut
sebaiknya pengemudi istirahat tidur dengan berbaring selama
beberapa saat dan sebelum berangkat melanjutkan perjalanan supaya
melakukan peregangan otot kaki, tangan, bahu dan seluruh badan
untuk melepaskan ketegangan otot.
3. Menggalakkan program kesehatan bagi pengemudi seperti pentingnya
menjaga pola hidup sehat dengan cara sosialisasi pengetahuan pola
makan gizi seimbang, pemahaman pentingnya pola hidup tanpa
adanya asap rokok dan juga mengiatkan olah raga teratur bagi
pengemudi.
ii
ii
DAFTAR PUSTAKA
Åkerstedt, T., Kecklund, G., 2001. Age, gender and early morning highway
accidents. J. Sleep Res. 10, 105–110.
APEC Transportaion Working Group, 2011 Road Safety Measures for Heavy
Vehicles in APEC Transport Supply Chains, APEC Project TPT 05/2010A
A.M. Sugeng Budiono, R.M.S. Jusuf, dan Adriana Pusparini, 2003, Bunga
Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Arena, V. C. et al. 2006. The impact of body mass index on short-term disability
in the workplace. Journal of Occupational and Environmental Medicine, 48, 1118-
1124.
Arnold, P., Hartley, L., Hochstadt, D., Penna, F., 1997. Hours of work, and
perceptions of fatigue among truck drivers. Accident Analysis and Prevention 29,
471–477
Barness, F.J., Kimberley, D.S, Alyssa, M., Benjamin, W. 2008. What Aspects of
Shiftwork Influence off-shift well-being of Healthcare Workers?, Applied
Ergonomis Journals 39:586-596. Elsevier, USA
ii
Buysse, D.J., Reynold, C.F., Monk, T.H., Hoch, C.C., Yeager, A.L., Kupfer, D.J.,
1991. Quantification of subjective sleep quality in healthy elderly men and
women using the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Sleep 14, 331– 338
Cabon, P., 1992. Maintien de la vigilance et gestion du sommeil dans les systèmes
automatisés. Doctoral thesis, Université René Descartes, Paris, France
Caffier, P.P., Erdmann, U., Ullsperger, P., 2003. Experimental evaluation of eye-
blink parameters as a drowsiness measure. European Journal of Applied
Physiology 89, 319–325
Caldwell, J (2001) ―The Impact of Fatigue in Air Medical and Other Types of
Operations: A Review of Fatigue Facts and Potential Countermeasures‖ Air
Medical Journal 20:1
Cucuz,S., 1994. Evaluation of ride comfort. Int. J. Vehicle Design 15, 318–325
Dawson, D., Noy, I., Härmä, M., Åkerstedt, T., Belenky, G., 2011. Modelling
fatigue and the use of fatigue models in work settings. Accid. Anal. Prev. 43,
549–564.
Eko Nurmianto, 2003, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Surabaya: Guna
Widya.
ii
Ganong, W.F. 2001. Review of Medical Physiology. 20th Edition. New York:
Lange Medical Books/McGraw- Hill Medical Publishing Division
Gillberg, M., Kecklund, G., & Åkerstedt, T. (1996). Sleepiness and performance
of professional drivers in a truck simulator-comparisons between day and night
driving. Journal of Sleep Research, 5(1), 12–15.
Gimeno, P. T., Cerezuela, G. P., & Montanes, M. C. (2006). On the concept and
measurement of driver drowsiness, fatigue and inattention: Implications for
countermeasures. International Journal of Vehicle Design, 42(1/2), 67–86
Grandjean, E., 1997. Fitting the Task to Human, 5th edition, London: Taylor and
Francis
Guyton, A.C dan J.E. Hall, 2000. Fisiologi Kedokteran, Irawati Setiawan (ed).
Edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hancock, P. A., & Verwey, W. B. (1997). Fatigue, workload and adaptive driver
systems. Accident Analysis and Prevention, 29, 495-506
Horne, J., Reyner, L., 2001a. Beneficial effects of an ―energy drink‖ given to
sleepy drivers. Amino Acids 20, 83–89
Hossain JL, Reinish LW, Kayumov L, Bhuyia P, Shapiro CM. Underlying sleep
pathology may cause chronic high fatigue in shift workers. J Sleep Res
2003;12:223–30.
Occupational Health Clinic for Ontario Workers., 2005. Whole Body Vibration.
ii
Kroemer, K.H.E dan E. Grandjean. 1997. Fitting The task to The Human, 5th
Edition. London: Taylor and Francis.
Krupp LB, LaRocca NG, Muir-Nash J, Steinberg AD. The fatigue severity scale.
Application to patients with multiple sclerosis and systemic lupus erythematosus.
Arch Neurol 1989;46:1121–3
Lal, S., Craig, A., 2001. A critical review of psychophysiological of driver fatigue.
Biological Psychology 55, 173–194.
Macchi, M.M., Boulos, Z., Ranney, T., Simmons, L., & Campbell, S.S. (2002)
Effects of an afternoon nap on nighttime alertness and performance in long-haul
drivers. Accident Analysis and Prevention, 34, pp. 825-834
Manuaba, A. 1998. Dengan Desain yang Aman Mencegah Kecelakaan dan Cedera.
Bunga Rampai Ergonomi vol.1. Denpasar: Program Studi Ergonomi-Fisiologi
Kerja. Universitas Udayana.
Matthews, G., Davies, D. R., Westerman, J., & Stammer, R. B. 2000. Psychology
Press. Philadelphia: Taylor & Francis Group.
McBain, W., 1970. Arousal, monotony, and accidents in line driving. J. Appl.
Psychol. 54, 509–519
McCartt, A. T., Wright, B. E., Rohrbaugh, J. W., & Hammer, M.C. (1999).
Causes of Sleepiness-Related Driving Among Long-Distance Truck Drivers,
Including Violations of the Hours of Service Regulations. Traffic Safety on 2
Continents. 155 - 172.
Muehlbach MJ, Walsh JK. The effects of caffeine on simulated night shift work
and subsequent daytime sleep. Sleep 1995;18:22– 9
ii
Occupational Health Clinics for Ontario Workers Inc, 2005 ― Whole Body
Vibration‖
Ohayon, M.M., Carskadon, M.A., Guilleminault, C., Vitiello, M.V., 2004. Meta-
analysis of quantitative sleep parameters from childhood to old age in healthy
individuals: developing normative sleep values across the human lifespan. Sleep
27, 1255–1273
Philip, P., Sagaspe, P., Moore, N., Taillard, J. Charles, A., Guillleminault, C. &
Bioulac,
B. (2005) Fatigue, sleep restriction and driving performance. Accident Analysis
and
Prevention, 37, pp. 473-478
Rosa, R.R., 1991. Performance, alertness and sleep after 3.5 years of 12 h shifts: a
follow up study. Work Stress 5, 107–116.
ii
Sagberg, F., 1999. Road accidents caused by drivers falling asleep. Accident Anal.
Prevention 31, 639–649.
Schultz, D., & Schultz, S. E. 2001. Psychology & Work Today. (8th edition). New
Jersey: Prentice Hall.
Sedarmayanti .1996. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja, Bandung : CV. Mandar
Maju.
Smolensky, M., Di Milia, L., Ohyayon, M., Philip, P., 2011. Demographic factors
and fatigue: Chronic medical conditions and sleep disorders. Accid. Anal. Prev.
43, 516–532
Supariasa, I Dewa Nyoman., dkk 2002. ― Penilaian Status Gizi‖. Jakarta : EGC
Thiffault, P., Bergeron, J., 2003. Monotony of road environment and driver
fatigue: a simulator study. Accident Analysis and Prevention 35, 381–391
ii
Wiegand, Douglas M et al. 2009. Commercial Motor Vehicle Health and Fatigue
Study. The National Surface Transportation Safty center for Excellent. Blackburg :
Virginia Technology Transportation Institute.
Williamson, A.M., Feyer, A.-M., Friswell, R., 1996. The impact of work practices
on fatigue in long distance truck drivers. Accident Analysis and Prevention 28 (6),
709–719
Williamson, A.M. & Feyer, A-M. (2000) Moderate sleep deprivation produces
comprehensive cognitive and motor performance impairments equivalent to
legally prescribed levels of alcohol intoxication. Occupational and Environmental
Medicine, 57, pp. 649-655
Williamson, A., Lombardi, D., Folkard, S., Stutts, J., Courtney, T., Connor, J.,
2011. The links between fatigue, safety and performance. Accid. Anal. Prev. 43,
498–515.
Wylie, C. D., Shultz, T., Miller, J. C., Mitler, M. M., and Mackie, R. R.
(November, 1996). Commercial motor vehicle driver fatigue and alertness study:
Technical summary
Yung-Ching Liu,. Tsun-Ju Wub,. 2009., Fatigued driver‘s driving behavior and
cognitive task performance: Effects of road environments and road environment
changes., Safety Science 47 (2009) 1083–1089
ii